tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, Deklarasi Presiden nomor 75 tahun 2015
tentang Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2015- 2019, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabiltas. Pada Undang-undang terdapat empat
komponen yang termasuk kota inklusif antara lain:
a. Partisipasi penuh, hal ini dimaksudkan bahwa penyandang difabel perlu
dilibatkan dalam pengambilan suatu keputusan dari tingkat kelurahan hingga
kota. Hal ini diperjelas pada perlunya melibatkan kegiatan sosial, politik, budaya,
seni dan partisipasi dalam penanggulangan bencana
b. Ketersediaan layanan hak, yaitu untuk memenuhi hak-hak penyandang
disabilitas dalam pemenuhan fasilitas, layanan dan program.
c. Aksesibilitas, kemudahan penyandang difabel untuk mengakses bangunan,
layanan atau suatu program untuk memenuhi hak-haknya, untuk menjamin
pemenuhan hak-hak aksesibilitas para penyandang difabel, undang-undang
menentukan jika Pemerintah wajib untuk melakukan pemantauan terhadap
ketersediaan fasilitas Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas pada setiap
bangunan gedung.
d. Sikap inklusif, penyandang difabel tidak disikapi dengan diskriminatif oleh para
aparat ataupun masyarakat.
Pada dasarnya yang dimaksud dengan kota inklusif adalah “kota yang ramah”
bagi kelompok sosial masyarakat tertentu, seperti anak-anak, orang tua atau lansia,
penyandang disabilitas dan lain sebagainya. Bahkan dibeberapa literatur menyebutkan
bahwa kota inklusif adalah kota yang ramah bagi penyandang disabilitas. Maka yang
menjadi indikator suatu kota dikatakan inklusif adalah prinsip kesetaraan yang
diberikan kepada kaum difabel dalam penyediaan fasilitas umum. Salah satu komitmen
untuk mengakomodir prinsip kesetaraan bagi orang-orang difabel ini dapat diwujudkan
dalam ketersediaan fasilitas umum yang menunjang keseharian mereka. Salah satu
negara yang mampu memberikan kesetaraan fasilitas umum bagi kaum difabel adalah
Jepang. Contoh sederhana fasilitas umum yang ramah bagi kaum difabel yang dapat
M. Fadel Aginda / 22116121
M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504
ditemui di Jepang adalah toilet. Di Jepang, toilet untuk difabel berukuran lebih luas dan
dilengkapi dengan banyak pegangan di pinggiran tembok, pinggiran wc, dan pinggiran
wastafel. Tak hanya toilet, tempat parkir khusus juga disediakan bagi para difabel di
pusat pertokoan, Rumah sakit, rest area, supermarket, taman, dan fasilitas umum
lainnya [1].
Tak hanya di Jepang, Inovasi fasilitas umum untuk para difabel juga disediakan
oleh salah satu kota di Amerika Serikat, yakni Seattle. Dibandingkan dengan kota
lainnya, Seattle merupakan daerah yang memiliki topografi cenderung berbukit. Hal
tersebut tentu akan menyulitkan kaum difabel untuk beraktifitas di luar rumah. Sebagai
solusi dari masalah tersebut pemerintah menyediakan aplikasi navigasi khusus untuk
para difabel. Aplikasi berbasis peta ini memungkinkan orang dengan mobilitas terbatas
untuk merencanakan rute yang dapat diakses. Para pengguna dapat memasukkan
tujuan, dan menerima rute yang disarankan tergantung pada pengaturan yang
disesuaikan, seperti membatasi kemiringan menanjak atau menurun [1].
Selain Jepang dan Seattle tentu masih banyak lagi kota-kota yang memberikan
kemudahan fasilitas bagi kaum difabel. Namun pada dasarnya kebutuhan bagi
penyandang disabilitas harus diperhatikan, karena memang tak seharusnya ada
perbedaan kelas. Karena itu, pemerintah harus memperhatikan setiap warganya, tidak
peduli difabel atau bukan. Semua berhak atas kesetaraan dan pantas untuk hidup
dengan kualitas terbaik. Penyediaan fasilitas bagi para difabel tersebut menjadi pintu
gerbang bagi mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sosial dan berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat. Segala fasilitas yang diberikan pada dasarnya bukan untuk
membeda-bedakan, namun sebagai bentuk komitmen untuk melayani penduduk dan
warganya.
M. Fadel Aginda / 22116121
M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504
REFERENSI
[1] Anonim, "Berkaca pada Negara dan Kota Ramah Difabel," Kumparan, 4 Oktober
2018. [Online]. Available: https://kumparan.com/kumparansport/berkaca-pada-
negara-dan-kota-ramah-difabel-1538638822472046915. [Accessed 11 November
2019].
[2] Ratna, Fatimah, "Tata Kelola Perkotaan untuk Inclusive City," Kompasiana, 28
Maret 2018. [Online]. Available:
https://www.kompasiana.com/fatimahratna/5abb182bf13344130a375f12/tata-kelola-
perkotaan-untuk-inclusive-city. [Accesed 11 November 2019].
[3] Warsilah, Henny. 2015. Pembangunan Inklusif Sebagai Upaya Mereduksi
Eksklusi Sosial Perkotaan. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI.