Anda di halaman 1dari 5

M.

Fadel Aginda / 22116121


M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504

Penerapan Pembangunan Berkelanjutan terhadap


Perencanaan Inklusif

Kota-kota di dunia tumbuh dengan cepat melalui euforia ekonomi liberal


sehingga melupakan beberapa aspek seperti aspek sosial dan lingkungan. Kota hanya
dibangun untuk masyarakat yang berusia produktif dan aktif. Tata Kelola pada suatu
perkotaan merupakan suatu sistem yang menjadi salah satu bentuk usaha untuk
membentuk kota tersebut menerapkan konsep berkelanjutan. Dalam merencanakan tata
kelola pada suatu perkotaan perlu menentukan suatu isu atau konsep yang sejalan
sesuai dengan karakteristik kota dan arah pengembangan kota itu sendiri. Terdapat
beberapa komponen-komponen dalam tata kelola kota yang menjadi salah satu acuan
dalam merencanakan suatu perkotaan antara lain Proses perencanaan, daya saing kota,
pengaturan dan pemanfaatan, infrastruktur dan pelayanan kota, kerjasama pemerintah
dan manajemen ruang kota. Salah satu konsep yang dapat diterapkan atau isu yang
sejalan dengan karakteristik kota yang akan mendatang, perubahan orientasi
pembangunan perlu dirubah ke arah keadilan, salah satunya melalui pendekatan
perencanaan inklusif.
Perencanaan inklusif merupakan suatu proses perumusan kebijakan kota yang
sensitif terhadap kondisi ekonomi, sosial, lingkungan dan juga kondisi budaya dimana
perencanaan ini mengedepankan prinsip partisipasi dan juga keadilan dari berbagai
pihak. Pengakuan terhadap hak asasi manusia di dalam pembangunan merupakan latar
belakang utama hadirnya pendekatan perencanaan ini. Dari sisi konseptual,
pembangunan inklusif adalah antitesis dari pola tata-kelola ekslusif dengan
menempatkan masyarakat/publik termasuk yang miskin dalam proses perencanaan
hingga implementasi kebijakannya. Perencanaan Inklusif menjadi salah satu isu
strategis disuatu perkotaan bagaimana suatu kota tersebut bisa dapat memfasilitasi
seluruh akses dan kebutuhan masyarakatnya. Semua kalangan masyarakat mempunyai
hak yang sama untuk menggunakan fasilitas infrastruktur yang tersedia disuatu wilayah
M. Fadel Aginda / 22116121
M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504

tersebut. Pengakuan terhadap hak asasi manusia di dalam pembangunan merupakan


latar belakang utama hadirnya pendekatan perencanaan ini, dalam penerapannya kota
inklusif dilakukan dengan konsep pengembangan mengarah dengan tema “kota yang
ramah” terhadap suatu tujuan tertentu yang lebih diprioritaskan, seperti kota ramah
anak, kota ramah orang tua, kota ramah permukiman kumuh, kota ramah pejalan kaki,
dan lain sebagainya.
Perencanaan Inklusif merupakan perencanaan yang menghargai semua
penduduknya dan kebutuhannya secara merata sehingga tidak terjadinya ketimpangan
antar beberapa kelompok karena perbedaan status. Semua masyarakat mempunyai hak
dalam menyatakan pendapat dan suara yang dapat didengar oleh pemerintah,
perencanaan dan proses pembiayaan. Kebijakan pembangunan yang inklusif sejak
perencanaan, pelaksanaan hingga pemanfaatan dan pengendalian dapat dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, antara lain pemerintah pusat
sebagai pengendali pemanfaatan ruang dan aturan, dan pemerintah daerah sebagai
pelaku utama pembangunan. Lingkungan inklusif adalah lingkungan sosial masyarakat
yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan, dan menyenangkan karena setiap warga
masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.
Dalam konsep lingkungan inklusif, berarti semua orang yang tinggal, berada, dan
beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat merasa aman dan
nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Karena konsep
pembangunan sosial akan melihat banyak hal yang harus diperjuangkan, yakni mulai
dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan kesehatan dan standar nutrisi,
pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan, pemerataan kesempatan,
pemerataan kebebasan individual, dan penyegaran kehidupan budaya.
Pada Suistainable Development Goals, perencanaan inklusif sudah terdapat dari
beberapa pilar yang ada, dengan membahas tujuan dari inklusi sosial. Di Indonesia
sudah mengatur beberapa dasar hukum untuk pembangunan inklusif dengan tujuan
untuk mendukung pemerintah untuk memenuhi dan memfasilitasi hak hak penyandang
disabilitas hal ini tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70
M. Fadel Aginda / 22116121
M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504

tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, Deklarasi Presiden nomor 75 tahun 2015
tentang Rencana Aksi Hak Asasi Manusia 2015- 2019, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabiltas. Pada Undang-undang terdapat empat
komponen yang termasuk kota inklusif antara lain:
a. Partisipasi penuh, hal ini dimaksudkan bahwa penyandang difabel perlu
dilibatkan dalam pengambilan suatu keputusan dari tingkat kelurahan hingga
kota. Hal ini diperjelas pada perlunya melibatkan kegiatan sosial, politik, budaya,
seni dan partisipasi dalam penanggulangan bencana
b. Ketersediaan layanan hak, yaitu untuk memenuhi hak-hak penyandang
disabilitas dalam pemenuhan fasilitas, layanan dan program.
c. Aksesibilitas, kemudahan penyandang difabel untuk mengakses bangunan,
layanan atau suatu program untuk memenuhi hak-haknya, untuk menjamin
pemenuhan hak-hak aksesibilitas para penyandang difabel, undang-undang
menentukan jika Pemerintah wajib untuk melakukan pemantauan terhadap
ketersediaan fasilitas Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas pada setiap
bangunan gedung.
d. Sikap inklusif, penyandang difabel tidak disikapi dengan diskriminatif oleh para
aparat ataupun masyarakat.

Pada dasarnya yang dimaksud dengan kota inklusif adalah “kota yang ramah”
bagi kelompok sosial masyarakat tertentu, seperti anak-anak, orang tua atau lansia,
penyandang disabilitas dan lain sebagainya. Bahkan dibeberapa literatur menyebutkan
bahwa kota inklusif adalah kota yang ramah bagi penyandang disabilitas. Maka yang
menjadi indikator suatu kota dikatakan inklusif adalah prinsip kesetaraan yang
diberikan kepada kaum difabel dalam penyediaan fasilitas umum. Salah satu komitmen
untuk mengakomodir prinsip kesetaraan bagi orang-orang difabel ini dapat diwujudkan
dalam ketersediaan fasilitas umum yang menunjang keseharian mereka. Salah satu
negara yang mampu memberikan kesetaraan fasilitas umum bagi kaum difabel adalah
Jepang. Contoh sederhana fasilitas umum yang ramah bagi kaum difabel yang dapat
M. Fadel Aginda / 22116121
M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504

ditemui di Jepang adalah toilet. Di Jepang, toilet untuk difabel berukuran lebih luas dan
dilengkapi dengan banyak pegangan di pinggiran tembok, pinggiran wc, dan pinggiran
wastafel. Tak hanya toilet, tempat parkir khusus juga disediakan bagi para difabel di
pusat pertokoan, Rumah sakit, rest area, supermarket, taman, dan fasilitas umum
lainnya [1].
Tak hanya di Jepang, Inovasi fasilitas umum untuk para difabel juga disediakan
oleh salah satu kota di Amerika Serikat, yakni Seattle. Dibandingkan dengan kota
lainnya, Seattle merupakan daerah yang memiliki topografi cenderung berbukit. Hal
tersebut tentu akan menyulitkan kaum difabel untuk beraktifitas di luar rumah. Sebagai
solusi dari masalah tersebut pemerintah menyediakan aplikasi navigasi khusus untuk
para difabel. Aplikasi berbasis peta ini memungkinkan orang dengan mobilitas terbatas
untuk merencanakan rute yang dapat diakses. Para pengguna dapat memasukkan
tujuan, dan menerima rute yang disarankan tergantung pada pengaturan yang
disesuaikan, seperti membatasi kemiringan menanjak atau menurun [1].
Selain Jepang dan Seattle tentu masih banyak lagi kota-kota yang memberikan
kemudahan fasilitas bagi kaum difabel. Namun pada dasarnya kebutuhan bagi
penyandang disabilitas harus diperhatikan, karena memang tak seharusnya ada
perbedaan kelas. Karena itu, pemerintah harus memperhatikan setiap warganya, tidak
peduli difabel atau bukan. Semua berhak atas kesetaraan dan pantas untuk hidup
dengan kualitas terbaik. Penyediaan fasilitas bagi para difabel tersebut menjadi pintu
gerbang bagi mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sosial dan berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat. Segala fasilitas yang diberikan pada dasarnya bukan untuk
membeda-bedakan, namun sebagai bentuk komitmen untuk melayani penduduk dan
warganya.
M. Fadel Aginda / 22116121
M. Panji Agustri / 22115043
Nayoda Agung Satria / 22115024
Raja Alamsyah Harahap / 2211504

REFERENSI

[1] Anonim, "Berkaca pada Negara dan Kota Ramah Difabel," Kumparan, 4 Oktober
2018. [Online]. Available: https://kumparan.com/kumparansport/berkaca-pada-
negara-dan-kota-ramah-difabel-1538638822472046915. [Accessed 11 November
2019].

[2] Ratna, Fatimah, "Tata Kelola Perkotaan untuk Inclusive City," Kompasiana, 28
Maret 2018. [Online]. Available:
https://www.kompasiana.com/fatimahratna/5abb182bf13344130a375f12/tata-kelola-
perkotaan-untuk-inclusive-city. [Accesed 11 November 2019].
[3] Warsilah, Henny. 2015. Pembangunan Inklusif Sebagai Upaya Mereduksi
Eksklusi Sosial Perkotaan. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI.

Anda mungkin juga menyukai