Praktikan Anggota 1
Anggota 2 Anggota 3
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BAB II ......................................................................................................................4
BAB V....................................................................................................................11
PEMBAHASAN ....................................................................................................11
BAB VI ..................................................................................................................14
LAMPIRAN - LAMPIRAN...................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangkit ini saat ini masih dalam masa konstruksi dan komisioning.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kecamatan
Adipala, lebih tepatnya berada di Desa Bunton. Desa Bunton merupakan salah
satu desa yang berada di kawasan pesisir Kecamatan Adipala. Masuknya
proyek pembangunan besar seperti pembangkit listrik tenaga uap di Desa
Bunton memengaruhi kehidupan masyarakat, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Di setiap kegiatan manusia, sudah pasti menghasilkan
limbah/sampah maupun itu di lingkungan rumah atau lingkungan kerja apalagi
pada lingkungan industri, lebih banyak limbah yang dihasilkan. Limbah yang
dihasilkan oleh PLTU Bunton Adipala bersumber pada Proses Utama
(Primary Procces) untuk menghasilkan listrik. Selain limbah yang bersumber
pada primary procces, limbah lainnya bersumber diluar proses utama yaitu
salah satunya limbah organik daun-daun yang terjatuh dari pohon disekitar
wilayah PLTU Bunton Adipala. Limbah organik yang dihasilkan dapat
dijadikan pupuk kompos untuk mengubah sampah yang bernilai rendah
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi.
Teknologi pengomposan pada saat ini menjadi sangat penting terutama
dalam mengatasi permasalahan limbah organk, seperti sampah di kota-kota
besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Pemanfaatan pupuk organik merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
kelangkaan dan kenaikan harga pupuk anorganik yang terus melambung.
Disamping itu pemakaian pupuk kimia yang terus menerus membuat tanah
menjadi keras dan tandus, sehingga keseimbangan ekosistem mikroorganisme
dan cacing tanah terganggu bahkan akan menyebabkan mati (punah).
Penggunakan pupuk organik (berupa kompos) mendapat perhatian dari semua
kalangan karena bahan baku pembuatan kompos ini selalu tersedia secara
berlimpah di alam. Selain itu pupuk kompos mampu memperbaiki sifat fisik,
kimiawi, dan biologi tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODE PRAKTIKUM
BAHAN
1. Sampah organik sisa sayuran, kulit buah-buahan (dari pasar)
2. Air gula merah
3. Air bersih
4. EM4
8) Siapkan EM4, air bersih, cacahan sampah organik pasar, dan air gula
merah.
9) Campurkan semua bahan dan masukan kedalam drum yang sudah jadi.
10) Sebelum ditutup, beri kasa pada bagian atas permukaan drum supaya
udara luar tidak masuk ke dalam. Tutup drum, ikat dengan kawat hingga
rapat.
11) Lakukan pengecekan secara berkala.
51 cm
49 cm
29 cm
55 cm
72 cm
12 cm
16 cm
35 cm
BAB IV
BAB V
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah bagaimana cara mengolah sampah organik yang ada
di PLTU Bunton Adipala dengan teknik pengomposan. Mahasiswa telah membuat
komposter dengan bahan baku sisa tanaman (serasah) yang ada di PLTU Bunton
Adipala, kami juga membawa sendiri dari rumah kulit buah-buahan dan sisa-sisa
sayuran di pasar. Salah satu cara mengatasi sampah organik dalam hal ini
serasah yaitu dengan cara mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih berguna
seperti kompos. Serasah mengandung bahan organik dan jika dikembalikan ke
dalam tanah akan dapat membantu memulihkan atau meningkatkan kesuburan
tanah. Pengembalian limbah serasah yang merupakan limbah organik ke dalam
tanah dapat berupa pupuk organik. Serasah pada umumnya dapat
terdekomposisi dengan baik di alam namun apabila diikuti dengan campur tangan
manusia dalam pembuatannya akan menghasilkan kompos yang lebih
bermutu, terbentuk lebih cepat, dan bernilai ekonomis tinggi.
kompos belum berwana coklat tua hingga hitam dan mirip dengan warna tanah,
suhunya masih terlalu tinggi dan masih berbau berbau.
Pada minggu ke-6, tekstur kompos masih sedikit kasar, warnanya sudah
mengalami perubahan menjadi coklat kehitaman dan masih sedikit berbau. Pada
minggu ke-6 ini mulai terlihat perubahan akibat aktivitas dekomposisi yang
dilakukan bakteri. Bau kompos dari hasil pengomposan masih sedikit berbau. Hal
ini karena proses penguraian oleh mikroba berlangsung dengan lebih baik
dibandingkan pada minggu ke-4. Praktikum kali ini mengukur parameter pH POP
dan POC, suhu POP dan POC, kelembaban POC dan TDS (Total Dissolved Solid)
POC. Pada saat pengadukan kompos terasa hangat. Hasil pengukuran seluruh
parameter untuk POP pada minggu ke-6 yaitu : pH di titik 1 (7,0), titik 2 (7,5)
dan titik 3 (7,0). Suhu di titik 1 (33°C), titik 2 (34°C), titik 3 (33°C). Selanjutnya
tingkat kelembaban yang dimiliki pada semua titik berubah menjadi dry (kering).
Sedangkan untuk POC hasil pengukuran untuk semua parameter yaitu : pH di
titik 1 (6,2), titik 2 (6,4) dan titik 3 (6,9). Suhu di semua titik adalah 33°C.
Parameter terakhir yaitu TDS di titik 1 (208×10 ppm), titik 2 (212×10 ppm) dan
titik 3 (214×10 ppm). Berdasarkan dari hasil pengukuran, pada minggu ke-6 ini
kematangan POP dan POC sedikit lebih matang dibandingkan pada minggu ke-4,
ditandai dengan mulai terlihatnya perubahan akibat aktivitas dekomposisi yang
dilakukan bakteri. Bau kompos dari hasil pengomposan tidak terlalu berbau. Hal
ini karena proses penguraian oleh mikroba berlangsung dengan lebih baik
dibandingkan minggu ke-4.
Pada minggu ke-6 inilah hasil akhir kompos organik yaitu POP dan POC
yang dimanfaatkan pada tanaman. Kadar POP dan POC yang dimanfaatkan untuk
tanaman tidak sembarangan, yaitu POC dibuat dengan konsentrasi 5% dengan
cara ambil 5 ml POC biang dan tambahkan 95 ml air, lalu ambil 25 ml POC
dengan konsentrasi 5%. Selanjutnya masukkan POC + tanah yang sudah ditakar
ke dalam poly bag yang sudah diberi label bertuliskan POC. Cara pengukuran
kadar POP yaitu dengan perbandingan berat POP : berat tanah (1 : 3) contohnya
900 gram : 2700 gram. Setelah berat POP dan tanah ditimbang, campurkan kedua
bahan tersebut sampai rata dan masukkan POP + tanah yang sudah ditimbang ke
dalam poly bag yang sudah diberi label bertuliskan POP. Poly bag yang ketiga
diberi label betuliskan tanah dan diisi hanya dengan tanah tanpa campuran POP
dan POC. Tanaman yang digunakan oleh kelompok kami adalah tanaman krokot.
Pengaplikasian pada tanaman supaya kita dapat mengetahui apakah POP dan POC
yang dibuat berhasil atau tidak, dengan memonitoring tanaman tersebut dalam 3
hari. Apabila tanaman krokot tersebut mati, maka POP dan POC yang dibuat
gagal (tidak berhasil) dan begitu pula sebaliknya. Pada hari pertama, kedua dan
ketiga pengaplikasian Pupuk Organik Padat (POP) dan Pupuk Organik Cair
(POC) pada 3 poly bag tanaman krokot, ketiga tanaman tersebut masih dalam
keadaan hidup, segar dan tidak layu.
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, berikut kesimpulan yang dapat
diambil :
DAFTAR PUSTAKA
Endang Setyaningsih, Dwi Setyo Astuti, Rina Astuti, dan Dian Nugroho. 2017.
Pengelolaan Sampah Daun Menjadi Kompos Sebagai Solusi Kreatif
Pengendali Limbah Di Kampus UMS. Seminar Nasional Pendidikan
Biologi dan Saintek II. ISSN: 2527-533X.
Diah Setyorini, Rasti Saraswati dan Ea Kosman Anwar. 2008. Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati.
Pembuatan Kompos.
http://aprianiika.blogspot.com/2015/04/pembuatankompos.html.
http://lingkungan50.blogspot.com/2016/11/pembuatan-kompos-semi-
anaerobik.html.
LAMPIRAN - LAMPIRAN