Anda di halaman 1dari 9

Taksonomi Pendidikan Sains

(Taufik Ramlan Ramalis)

Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan sering dijumpai istilah taksonomi, yang merupakan
sebuah istilah dalam pengelompokkan ranah penilaian tujuan pendidikan. Kata
taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu Tassein yang berarti untuk
mengklasifikasi dan Nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal
yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan berfikir,
dapat di klasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.

Dari beberapa definisi tentang taksonomi, dapat ditarik sebuah pengertian bahwa
taksonomi merupakan pengklafikasian berdasarkan tingkatan tertentu. Lebih khusus
lagi dalam dunia pendidikan, taksonomi adalah pengklasifikasian terhadap tingkat
kemampuan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar mengajar baik ditinjau dari
aspek kognitif, afektif, dan juga psikomotor.

Kedudukan Taksonomi dalam Pendidikan


Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional terutama pada pasal 3 menyebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan
nasional Indonesia. Tujuan pendidikan secara nasional ini, kemudian diterjemahkan
lagi ke dalam tujuan sebuah lembaga pendidikan dan begitu seterusnya hingga tujuan-
tujuan yang lebih khusus lagi pada tingkat yang lebih rendah. Wujud tujuan pendidikan
dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Sehingga tujuan pendidikan
dapat dimaknakan sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran dan
kepentingannya, yang dicapai melalui berbagai kegiatan, baik dijalur pendidikan
sekolah maupun luar sekolah.

Kepentingan antara kegiatan belajar mengajar harus berlandaskan tujuan ini.


Perlu kesadaran para pendidik bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan sebelum
proses belajar mengajar berlangsung. Sebelum melaksanakan pembelajaran, seorang
pendidik (guru dan dosen) perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Tujuan pembelajaran tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada peserta didik
(siswa dan mahasiswa). Jadi, tujuan pembelajaran tersebut bukanlah sesuatu yang
harus dirahasiakan. Apabila dalam pembelajaran tidak disebutkan tujuannya, maka
peserta didik tidak akan tahu mana pelajaran yang perlu dan yang tidak, jadi harus ada
hubungan erat diantara (Scriven, 2007):
a) tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran,
b) bahan pelajaran dengan instrumen evaluasi, dan
c) tujuan kurikulum dengan instrumen evaluasi.

Untuk mencapai tujuan hasil belajar yang terarah maka diperlukan yang
namanya taksonomi tujuan pendidikan. Taksonomi tujuan pendidikan merupakan
sebuah kerangka acuan untuk mengelompokkan kompetensi yang diharapkan tercapai
oleh peserta didik sebagai dampak dari hasil sebuah pembelajaran. Taksonomi juga
merujuk pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini
para pendidik dapat mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional
pelajaran bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Jadi, fungsi utama taksonomi
pendidikan adalah digunakan sebagai acuan untuk menganalisis tujuan pembelajaran,
kesesuaian bahan ajar dengan tujuan yang ingin dicapai, kesesuaian tujuan dengan
evaluasi, dan kesesuaian bahan ajar dengan evaluasi. Sehingga berdasarkan taksonomi
itu memberikan rambu-rambu yang jelas ketika menetapkan kata kerja dalam rumusan
indikator pencapaian hasil belajar, yang akan dijadikan landasan oleh pendidik dalam
menyusun inetrumen evaluasi hasil belajar.

Taksonomi Pendidikan Sains


Ragam perbedaan setiap tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran
akan berpengaruh pula terhadap model, metode, pendekatan yang akan diterapkan.
Oleh karena itu, taksonomi secara keseluruhan akan memberikan warna dan irama
dalam kegiatan di kelas secara lebih bervariatif.

Sejak publikasi taksonomi Bloom pada tahun 1956, telah terjadi perkembangan
taksonomi pendidikan, sampai yang baru-baru ini Clarkson, Bishop, dan Seah (2010)
mengembangkan taksonomi lima tingkat dari Mathematical Wellbeing dengan
mempertimbangkan dimensi kognitif dan afektif dari Bloom dan menambahkan
taksonomi emosional. Beberapa taksonomi dalam pendidikan yang telah banyak
digunakan pada pendidikan sains saat ini, antara lain taksonomi: Bloom (1956), SOLO
(1982, 1995), McCormack and Yager (1989), Marzano (1998); Anderson dan
Krathwohl (2001), Fink (2003), dan Marzano & Kendall (2001, 2007).

Taksonomi Bloom merupakan klasifikasi tujuan pembelajaran dalam pendidikan


yang diusulkan pada tahun 1956 oleh sebuah komite pendidikan yang dipimpin oleh
Benjamin S. Bloom. Taksonomi ini mengacu pada klasifikasi tujuan pendidikan yang
ditetapkan bagi pendidik dan bagi siswa (tujuan pembelajaran). Taksonomi Bloom
membagi tujuan pendidikan menjadi tiga domain, yakni: kognitif, afektif, dan
psikomotor (kadang-kadang secara bebas dinyatakan sebagai pengetahuan/pikiran,
perasaan/hati dan tindakan/tangan). Domain kognitif taksonomi Bloom memiliki enam
tingkat yang disusun dalam hierarki (Gambar 1). Dasar piramida adalah fondasi dari
semua kognisi, pengetahuan. Setiap tingkat naik piramida bergantung pada yang ada
di bawahnya.

Evaluation

Synthesis

Analysis

Application

Comprehension

Knowledge

Gambar 1. Domain Kognitif Taksonomi Bloom (Munzenmaier & Rubin, 2013)

McCormack dan Yager (1989) mengembangkan Taxonomy of Science


Education. McCormack dan Yager mengajukan taksonomi ini sebagai framework
(kerangka kerja) untuk prestasi peserta didik, dan bagaimana kita menggunakannya
untuk asesmen kinerja dan pemahaman peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Taksonomi ini memperluas pandangan pendidikan sains di luar dua domain isi dan
proses, menjadi lima domain yang dianggap penting untuk pengembangan kurikulum
pendidikan sains (Prasida, 2016). Kelima domain tersebut meliputi: knowledge,
process, creativity, attitude, dan application (Tabel 1).

Tabel 1. Taksonomi Pendidikan Sains

Domain asesmen Deskripsi


Knowledge Memperoleh pengetahuan tentang subjek, pemahaman hubungan
domain antara pengetahuan dan memberi alasan dalam memecahkan
masalah.
Process domain Mengumpulkan, mengatur, dan menganalisis data, mengembangkan
strategi untuk membangun argumen rasional, menghasilkan
kesimpulan, berpartisipasi dalam kerja tim, dan menafsirkan makna.
Creative domain Menerapkan imajinasi dan pemikiran kreatif, mengenali,
mengevaluasi, menggunakan data dan informasi, dan memodifikasi
desain sesuai kebutuhan.
Attitudinal Belajar untuk mendengarkan dengan saksama dan memahami
domain anggota tim lainnya, diskusi kelompok, atau bagian dari permainan
peran. Mereka juga belajar kerja sama dalam kinerja kelompok dan
evaluasi diri.
Application Menghasilkan pendekatan alternatif, strategi pemecahan masalah,
domain dan solusi.

SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome) diajukan oleh Biggs dan
Collis (1995). Taksonomi ini berguna untuk menandai berbagai tingkat pertanyaan dan
tanggapan atau respon peserta didik sesuai yang diharapkan. Menurut Biggs dan
Collins, secara sederhana kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses
berfikir atau kegiatan intelektual seseorang yang tidak dapat secara langsung terlihat
dari luar. Apa yang terjadi pada seseorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui
secara langsung tanpa orang itu menampakkan kegiatan yang merupakan fenomena
belajar. Kemampuan kognitif yang dapat dilihat adalah tingkah laku sebagai akibat
terjadinya proses berfikir seseorang. Dari tingkah laku yang tampak itu dapat ditarik
kesimpulan mengenai kemampuan kognitifnya. Kita tidak dapat melihat secara
langsung proses berfikir yang sedang terjadi pada seorang siswa yang sedang
dihadapkan pada sejumlah pertanyaan, akan tetapi kita dapat mengetahui kemampuan
kognitifnya dari jenis dan kualitas respons yang diberikan.

Taksonomi SOLO mengklasifikasikan kemampuan respons peserta didik


terhadap suatu permasalahan menjadi lima level berbeda dan bersifat hirarkis (Tabel
2), yaitu: pre-structural, uni-structural, multi-structural, relational, dan extended
abstract (Biggs & Tang, 2011).

Tabel 2. Deskripsi Taksonomi SOLO

SOLO category Deskripsi


Unanticipated extension Membuat koneksi di luar area subjek, menggeneralisasi dan
(Extended abstract) mentransfer asas dari yang spesifik ke abstrak
Logically related Mmenunjukkan hubungan antar koneksi, dan keseluruhan
answer (Relational)
Multiple unrelated points Membuat sejumlah koneksi, hubungan antar koneksi tidak
(Multistructural) ditunjukkan
Single point (Unistructural) Membuat koneksi yang sederhana, tetapi signifikansi
koneksi tidak ditunjukkan
Misses the point Secara keseluruhan tidak masuk akal
(Prestructural)

Anderson dan Krathwohl (2001) meneliti dan menggabungkan fitur dari


taksonomi lainnya dalam Revised Bloom’s Taxonomy (RBT). Taksonomi ini
merupakan kritik dan revisi terhadap taksonomi Bloom yang awal, seperti mengubah
level kata benda menjadi kata kerja, mengganti beberapa level, dan membalikkan dua
level teratas pada ranah kognitif (Gambar 2).
Cognitive Process Domain

Creat

Evaluate
Knowledge Domain
Analyze
Factual Conceptual Procedural Metacognition
Apply

Understand

Remember

Gambar 2. Taksonomi Bloom Revisi (Irvine, 2017)

Fokus revisi lebih menekankan pada proses kognitif dan jenis pengetahuan,
bukan pada item asesmen yang merupakan fokus dari taksonomi Bloom sebelunya
(Krathwohl, 2002). RBT biasanya diasumsikan hierarkis berdasarkan permintaan
kognitif atau kompleksitas kognitif, mirip dengan taksonomi Bloom sebelumnya.
Tujuan yang dinyatakan RBT adalah klasifikasi tujuan pembelajaran, yang masing-
masing terdiri dari kata kerja (proses) dan kata benda (pengetahuan). Serupa dengan
OBT, tiga tingkat yang lebih rendah kadang-kadang diidentifikasi sebagai surface
learning dan tiga tingkat atas sebagai tahap deep learning (Spring, 2010; Stanny,
2016).

Dee Fink (2003) mengajukan taksonomi yang tidak hierarkis, yang mencakup
domain yang lebih luas dengan pengecualian domain psikomotor, dan meyebutnya
dengan Taxonomy of Significant Learning (TSL). Fink menganjurkan ungkapan
capaian pembelajaran dalam enam bagian, yakni: foundational knowledge,
application, integration, human dimension, caring, dan learning how to learn.
Deskripsi masing-masing bagian diperlihat pada Tabel 3. Serupa dengan taksonomi
Anderson (2001) dalam penekanannya adalah pada metakognisi (belajar untuk belajar)
dan juga mencakup aspek-aspek yang lebih afektif seperti human dimension dan caring:
mengidentifikasi / mengubah perasaan seseorang.
Tabel 3. Taxonomy of Significant Learning (Fink, 2003).

TSL Deskripsi
learning how to learn Menjadi murid yang lebih baik; menanyakan tentang subjek;
mengarahkan diri peserta didik
caring Mengembangkan perasaan, minat, nilai baru.
human dimension Belajar tentang diri sendiri, orang lain.
integration Sambungan ide, orang, alam kehidupan.
application Keterampilan; pemikiran kritis, kreatif, dan praktis; mengelola
tugas proyek.
foundational Memahami dan mengingat informasi ataupun ide
knowledge

Marzano dan Kendall (2007) mengusulkan apa yang disebutnya dengan The New
Taxonomy of Educational Objectives. Mereka membingkai ulang tiga domainnya
Bloom, dan mengkategorikan kegiatan belajar yang mereka gambarkan dengan enam
level pemrosesan pengetahuan (Gambar 3). Setiap level pemrosesan pengetahuan
dapat terjadi pada masing-masing dari tiga domain (Information, Mental Procedures,
dan Psychomotor Procedures). Empat level pemrosesan pengetahuan yang pertama
adalah kognitif, dimulai dengan Retrieval yang tidak kompleks, kemudian bergerak ke
atas dengan meningkatnya kompleksitas melalui Comprehension, Analysis, dan
Knowledge Utilisation. Level kelima Meta-cognitive System, melibatkan spesifikasi
peserta didik tentang tujuan pembelajaran, pemantauan proses, kejelasan, dan
keakuratan belajar peserta didik. Level keenam Self System, melibatkan pemeriksaan
peserta didik tentang pentingnya belajar dan efikasi diri, yang juga melibatkan respons
emosional terhadap pembelajaran dan motivasi peserta didik.
Flow of processing and
information Domain

Self System

Knowledge Domain
Metacognitive System
Mental Psychomotor
Information
Cognitive System - Procedures Procedures
Knowledge utilization

Cognitive System -
Analysis

Cognitive System -
Comprehension

Cognitive System -
Retrival

Gambar 3. Taksonomi Baru Marzano.

Referensi
Biggs J. & Tang, C. (2011). Teaching for Quality Learning at University: What the
Student Does, Fourth Edition, McGraw-Hill Education. Berkshire, England.
Fink, D., L. (2003). Creating Significant Learning Experiences - An Integrated
Approach to Designing College Courses. Jossey-Bass, San Francisco.
Irvine, J. (2017). A Comparison of Revised Bloom and Marzano’s New Taxonomy of
Learning. Research in Higher Education Journal, 172608.
Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview. Theory
Into Practice, Vol. 41, No. 4, p. 212-218.
Marzano, R., & Kendall, J. (2007). The New Taxonomy of Educational Objectives
(2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Munzenmaier, C. & Rubin, N. (2013). Bloom’s Taxonomy Whats Old is New Again.
The eLearning Guild. Stony Point, Santa Rosa.
Prasida . (2016). Relative Effectiveness of Mc Cormack and Yager Taxonomy and
Bloom'S Taxonomy in Teaching Physics. International Education & Research
Journal [IERJ], Vol. 2, Issue : 12, p. 132-135.
Scriven, M. (2007). The logic of evaluation. In H.V. Hansen, et. al. (Eds), Dissensus
and the Search for Common Ground, p. 1-16). Windsor, ON: OSSA.
Spring, H. (2010). Learning and teaching in action. Health Information and Libraries
Journal, Vol. 27, No. 1, p. 327-331. doi:10.1111/j.1471-1842.2010.00880.x
Stanny, C. J. (2016). Reevaluating Bloom’s Taxonomy: What Measurable Verbs
Can and Cannot Say about Student Learning. Education Sciences, Vol. 37, No.
6; doi:10.3390/educsci6040037.

Anda mungkin juga menyukai