Final PPOK PDF
Final PPOK PDF
Table of Contents
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
KESIMPULAN ....................................................................................................................... 14
i
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi kronis pada saluran napas dan
paru terhadap partikel atau gas yang beracun. World Health Organization (WHO)
melaporkan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang
menderita PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah
penyebab utama kematian kelima di dunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama
ketiga kematian di seluruh dunia tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal
karena PPOK pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari semua kematian secara
global.1,2
1
dengan perilaku merokok penduduk berumur 15 tahun keatas yang cenderung
meningkat dari tahun 2007 sampai 2013 yaitu 34,2% menjadi 36,3%.7
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Hasil
survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di lima rumah sakit propinsi di
Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan)
pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).7–
9
2
BAB II LAPORAN KASUS
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki – laki berusia 68 tahun dengan keluhan utama sesak nafas
meningkat sejak 3 hari yang lalu. Sesak menciut, tidak dipengaruhi emosi, cuaca dan
makanan. Sesak meningkat dengan aktivitas dan batuk, diluar serangan pasien tidak
dapat beraktifitas normal. Sesak nafas sudah sering dirasakan hilang timbul sejak 4
tahun yang lalu. Riwayat atopi tidak ada. Pasien sudah dikenal PPOK dan sudah
pernah dispirometri. Pasien biasanya kontrol teratur ke poli paru RSUP Dr. M.
Djamil dan mendapat Salmeterol 25 mcg dan fluticasone propionate 50 mcg
(seretide), Tiotropium Bromida 18 mcg (spiriva) dan Fenoterol HBr 100 mcg
(berotec). Dalam 1 tahun ini pasien sudah 2x dirawat di RS karena sesaknya.
Batuk meningkat sejak 5 hari yang lalu, berdahak warna kekuningan namun
sukar dikeluarkan. Batuk – batuk sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Batuk
darah tidak ada dan nyeri dada tidak ada. Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam
2 hari yang lalu, tidak tinggi dan tidak menggigil. Keringat malam tidak ada.
Penurunan nafsu makan tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Riwayat pernah
menderita tuberkulosis (TB) paru tidak ada. Riwayat diabetes melitus tidak ada.
Riwayat congestive heart failure (CHF) ada dan pasien post pemasangan
Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) tahun 2013. Dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada keluarga yang memiliki riwayat TB paru, asma dan
PPOK. Pasien seorang kuli bangunan, Riwayat merokok 30 btg/ hari selama 40
tahun, baru berhenti 1 tahun ini (bekas perokok dengan Indeks Brikman Berat).
Pemeriksaan jantung, iktus cordis tidak terlihat, iktus cordis teraba pada LMS
RIV V. Pada perkusi batas jantung dalam batas normal. Auskultasi jantung
ditemukan irama jantung teratur, murmur tidak ada, gallop tidak ada. Pada
Pemeriksaan abdomen, inspeksi tidak membuncit, palpasi supel, hepar dan lien tidak
teraba, perkusi timpani dan auskultasi bising usus positif normal. Pemeriksaan
tungkai, tidak ditemukan adanya edema dan clubbing finger.
Pada pasien, dilakukan rontgen toraks dan didapatkan foto sentris, tidak
simetris dengan densitas sedang, dari foto toraks tampak gambaran infiltrat di peri
hiler kedua paru. Kesan pneumonia.
4
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin 13,3 gr/dl,
leukosit 7.390/mm3, hematokrit 40%, trombosit 206.000/mm3, gula darah sewaktu
102 mg/dl, ureum 11 mg/dl, creatinin 1,0 mg/dl, Natrium 136 Mmol/l, Kalium 3,3
Mmol/l, Clorida 108 Mmol/l, Total protein 6,4 g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 2,7
g/dl, Bilirubin total 1,0 mg/dl, Bilirubin Direk 0,4 mg/dl, Bilirubin Indirek 0,6 mg/dl.
SGOT 17 u/l dan SGPT 15 u/l. Kesan labororatorium : Hipokalemia. Analisa gas
darah dengan FiO2 0,38 : pH 7.483, pCO2 30.1, pO2 89.5, HCO3- 22.7, Beecf -0.9,
SO2% 97.7. Kesan alkalosis respiratorik
Follow up hari kedua rawatan : sesak nafas berkurang, batuk sudah berkurang,
Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 99x/menit, Nafas 24x/menit. Paru dengan
5
auskultasi suara nafas ekspirasi memanjang Rh +/+, Wh +/+. Dengan assesment
perbaikan. Rencana : Kirim kultur sputum dan sensitivity kuman banal. Terapi
dilanjutkan.
Follow up hari ketiga rawatan : sesak nafas masih ada, batuk sudah berkurang,
Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 89x/menit, Nafas 22x/menit. Paru dengan
auskultasi suara nafas ekspirasi memanjang Rh +/+, Wh -/-. Dengan assesment
perbaikan. Terapi diturunkan. Injeksi metilpredniosolon 125mg 2x1 diturunkan
menjadi metilpredniosolon 62,5mg 2x1, Ipratropium Br 0.5 mg+ salbutamol sulphate
2.5 mg 6 x 1 aff, ganti ke salbutamol 6x1 dan bisoprolol ditunda terlebih dahulu.
Terapi lainnya lanjut.
6
BAB III PEMBAHASAN
BAB III
PEMBAHASAN
Telah dirawat pasien laki laki usia 68 tahun dengan diagnosis PPOK
ekseserbasi akut tipe 1 dengan community acquired pneumonia. Penegakan diagnosis
didapat dari identifikasi anamnesis dimana didalamnya terdapat karakteristik dari
gejala PPOK, faktor resiko dan pemeriksaan penunjang. Secara definisi, PPOK
adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang memiliki karakteristik
berupa gejala respiratorik yang persisten dan keterbatasan aliran udara akibat
abnormalitas jalan nafas dan/atau alveolus yang biasanya disebabkan oleh pajanan
partikel dan gas berbahaya.1
Pasien dengan PPOK, keluhan yang paling sering adalah sesak nafas. Sesak
ini mengakibatkan terjadinya gangguan aktifitas fisik. Pasien biasanya
mendefinisikan sesak nafas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas dan rasa berat
saat bernapas. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis
dengan atau tanpa produksi sputum adalah gejala PPOK.11 Pada pasien datang dengan
keluhan utama sesak nafas yang menciut dan baru dirasakan sejak 5 tahun ini.
Riwayat alergi cuaca, makanan dan emosi tidak ada. Riwayat sesak dari kecil tidak
ada.
7
lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding bukan perokok. Penderita
PPOK lebih sering pada usia lebih dari 40 tahun dan prevalensi laki–laki lebih tinggi
dibanding perempuan.12
Pada pemeriksaan fisik, PPOK yang ringan biasanya tidak ditemukan ada nya
kelainan. Pada PPOK berat dapat ditemukan bunyi mengi dan ekspirasi memanjang
pada pemeriksaan fisik disertai tanda hiperinflasi seperti barrel chest, sianosis,
kontraksi otot-otot aksesori pernapasan dan pursed lips breathing. Pada pemeriksaan
fisik, dari inspeksi dapat ditemukan pernafasan seperti orang mencucu, pengunaan
otot bantu nafas, barrel chest, pink puffer, atau blue bloater. Dari segi palpasi dapat
ditemukan penurunan vocal fremitus dan hyperaerated atau pelebaran sela iga,
sedangkan dari perkusi dapat ditemukan adanya hipersonor akibat karbon dioksida
yang terperangkap, batas jantung yang mengecil seperti tetes air, diafragma terdorong
kebawah, dan hepar yang terdorong kebawah khususnya pada kasus emfisema. Pada
auskultasi dapat ditemukan suara vesikuler yang menurun, ekspirasi memanjang dan
juga suara wheezing. Pada pasien ini, kita menemukan tampak dada barrel chest
akibat airtrapping disertai dengan suara nafas ekspirasi memanjang disertai wheezing.
8
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline,
atau frekuensi nadi > 20% baseline
Pada pasien ini termasuk tipe 1 karena kita menemukan peningkatan sesak nafas,
produksi sputum yang meningkat serta perubahan warna sputum.
Pada pasien ini di IGD kita tatalaksana dengan pemberian terapi akut yakni
Ipratropium Br + salbutamol sulphate dan injeksi kortikosteroid, namun keluhan
respiratori pasien tidak membaik. Kemudian pada pasien ini dilakukan pemeriksaan
Analisa gas darah didapatkan kesan alkalosis respiratorik.
9
Gambar 3. Indikasi rawatan pasien PPOK dikutip dari1
Pada pasien ini memiliki indikasi untuk dilakukan rawatan yakni tidak
berespon dengan pemberian terapi inisial serta memiliki komorbid yakni congestive
heart failure.
Faktor yang menyebabkan eksersebasi pada pasien ini yakni CAP. Diagnosis
CAP dapat dilihat dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan
laboratorium. Diagnosis pasti CAP ditegakkan jika ditemukan gejala-gejala berikut
ini yaitu: batuk-batuk, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh ≥ 38ºC (riwayat
demam), nyeri dada, sesak, leukosit ≥ 10000 μl atau < 4500 μl. Selain itu, diagnosis
CAP juga dapat ditegakkan dari diagnosis penunjang yaitu dengan ditemukannya
infiltrat atau air bronchogram pada foto toraks pasien.13 Pada pasien ini kita temukan
dari anamnesis yakni batuk disertai perubahan warna sputum dengan riwayat demam
serta ditemukan nya infiltrat pada rontgen toraks.
10
Gambar 4. Penyebab eksersebasi pasien PPOK dikutip dari1
Tatalaksana empiris pada pasien CAP non rawatan ICU adalah Flurokuinolon
atau β lactam ditambah makrolida. Pada pasien ini diberikan ceftriaxone,
levofloksasin dan juga azitromisin. Pengiriman kultur sputum wajib dilakukan pada
pasien ini.
11
Gambar 5. Perbandingan deteksi bakteri sebelum dan sesudah waktu pemberian
antibotik dikutip dari 14
Pada pasien ini hasil kultur menunjukkan ditemukan adanya candida sp. Hasil
ini tidak sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan karena kultur sputum dilakukan
setelah > 20 jam pemberian antibiotik.
Diagnosis pasti PPOK sudah dapat kita tegakkan karena pada pasien sudah
dilakukan spirometri. Spirometri merupakan pemeriksaan penunjang definitif untuk
diagnosis PPOK dimana rasio pengukuran FEV1/FVC <O.7. Adapun klasifikasi
PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1/FVC setelah pemberian bronkodilator
dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3 dan 4. Pengukuran spirometri harus memenuhi
kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced
Vital Capacity) kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced
12
Expiratory Volume in one second) dan rasio kedua pengukuran tersebut. Pada gambar
7 diperlihatkan klasifikasi tingkat keparahan keterbatasan aliran udara pada pasien
PPOK.15
Dikutip dari 1
Pada pasien ini tergolong PPOK sedang dari klinis dan hasil spirometri FEV1
act/FVC act 59,9% dan FEV1 act/ FEV1 pred 64,92%.
13
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
3. Abramson MJ, Schattner RL, Sulaiman ND, Del Colle EA, Aroni R, Thien F.
Accuracy of asthma and COPD diagnosis in Australian general practice: A
mixed methods study. Prim Care Respir J. 2012;21(2):167-173.
14. Harris AM, Bramley AM, Jain S, et al. Influence of antibiotics on the detection
of bacteria by culture-based and culture-independent diagnostic tests in
patients hospitalized with community-acquired pneumonia. Open Forum Infect
Dis. 2017;4(1).
15. Alfred P, Elias J. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. 4th ed;
COPD. New York: Mc Graw Hill. 2008.
16