Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mengingat Haji Hayyun memiliki perjuangan yang sangat jelas dan telah menunjukan harga diri
bangsa sebagai seseorang yang tidak mau tunduk kepada Belanda saat zaman penjajahan,
“Dan apa yang dilakukan Haji Hayyun berseberangan dengan raja Tolitoli (Bantilan) yang saat
itu berkonspirasi dengan Belanda untuk mempekerjakan masyarakat Salumpaga pada bulan
Ramadan, Lebih lanjut menurutnya, dengan akan digantinya nama Haji Hayyun menjadi
Taman Kota Gaukan Mohammad Saleh Bantilan, justru akan mengkhinati Haji Hayyun
kembali sebab dalam prosesnya terlihat ada apresiasi yang berlebihan kepada raja, sementara
yang menentang malah ditenggelamkan namanya.
“Haji Hayyun dikhinati saat hidup dan dikhianati saat sudah meninggal. Ia juga membantah bila
ada yang mengungkapkan Lapangan Haji Hayyun sebelumnya tidak memiliki nama, malah
dahulu nama tersebut merupakan nama jalan tepat di depan lapangan tersebut yang akhirnya
membuat warga sering menamakannya lapangan itu sebagai Lapangan Haji Hayyun.
“Memang dulu nama jalan di samping lapangan itu Haji Hayyun, tetapi lapangan tersebut juga
dinamakan Lapalangan Haji Hayyun ada kok Peraturan Daerah (Perda) nya. Di tahun 80-an,
pemerintah setempat memberi nama Jalan Haji Hayyun, namun setelah itu nama jalan tersebut
dipindahkan ke jalan yang jarang lewati warga. Sementara nama Lapangan Haji Hayyun
diganti menjadi Taman Kota.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT PERLAWANAN BAPAK HAJI HAYYUN


Heerendienst ( Kerja Rodi ) diperlakukan secara bergilir kepada masyarakat dari setiap
perkampungan selama 14 hari. Rakyat Salumpaga kena giliran menjelang bulan puasa dengan
menunjuk 40 orang pekerja. Sesuai perhitungan, mereka akan bekerja sampai hari ke – 6
bulan Ramadhan. Oleh karena itu sebelum puasa, mereka menghadap kepada Raja Tolitoli,
Haji Mohammad Ali Bantilan untuk bermohon kiranya pekerjaan bisa dilanjutkan setelah
lebaran Idul Fitri. Raja menjawab, pergilah kepada Kontroleur penyampaikan keberatanmu,
merekapun pergi ke kontroleur J.P.de Kat Angelino. Kontroleur mengatakan Heerendienst
dibulan puasa bukan mauku, tapi maunya Rajamu sendiri. pergilah mengadu kepada Rajamu.
Demikianlah mereka bolak balik minta keringanan tapi tidak diterima. Atas kejengkelan
mereka, maka para pekerja rodi itu sepakat pulang ke Salumpaga dengan naik perahu.
Setiba di Salumpaga, mereka menghadap kepada Kepala Kampung ( Abd,Karim ) sekaligus
minta perlindungan, namun justru Kepala Kampung marah dan bergegas berangkat menemui
Marsaoleh Distrik Utara, Haji Muhammad Shaleh Bantilan di Santigi untuk melapor bahwa
pekerja asal Salumpaga melarikan diri. Mendengar laporan Abd. Karim itu, Marsaoleh lalu
menyampaikan kepada Raja Tolitoli Haji Muhammad Ali Bantilan di Nalu. Selanjutnya, Raja
Tolitoli menghadap kepada Kontroleur Belanda J.P. Angelino. Saat itu pula mereka sepakat
berangkat ke Salumpaga dengan naik perahu. Rombongan itu terdiri dari Kontroleur Angelino,
Raja Ali Bantilan, Marsaoleh Shaleh Bantilan, Mantri Pajak Suatan, 5 Polisi dan 2 orang Opas
Kerajaan
Sesampai di Salumpaga, Kontroleur memerintahkan Kepala Kampung untuk mengumpulkan
para pekerja yang melarikan diri. Setelah semuanya berkumpul, lalu Kontroleur Angelino
bertanya, kenapa anda melawan pemerintah dan melarikan diri ? Haji Hayyun sebagai Imam
Salumpaga yang ikut hadir menjawab “Mereka tidak melawan Pemerintah dan tidak pula lari
dari pekerjaan” tetapi mereka pulang karena persediaan bahan makanannya habis dan akan
melaksanakan Ibadah Puasa bersama keluarga. Kira nya Tuan Paduka dapat memakluminya.
Adapun tugas pekerjaan yang 6 hari lagi dapat dilanjutkan usai lebaran. Permohonan itu tidak
dikabulkan, bahkan memerintahkan segera ke Tolitoli melanjutkan kerja rodi.
Mereka diberangkatkan dengan jalan kaki dalam keadaan leher dan tangannya diikat satu
sama lain dengan dikawal oleh 5 Polisi. Melihat perlakuan seperti itu, Haji Hayun meminta agar
ikatan itu dilepas dan pekerjaan ditangguhkan sampai selesai puasa. Lagi-lagi Kontroleur
Angelino menolak. Atas penolakannya, seketika itu juga Otto menebas batang leher Angelino
hingga badan dan kepalanya terpisah, lalu berpaling memancung Manteri Pajak Suatan dan
seorang Opas. Raja Haji Mohammad Ali Bantilan yang hendak melarikan diri, dapat dibunuh
oleh Kampaeng. Adapun Marsaoleh Haji Mohammad Shaleh Bantilan dapat terhindar dari
maut karena sempat bersembunyi di rumah penduduk.
Melihat kejadian itu, seorang Opas sempat berlari mengejar polisi yang mengawal 28 pekerja
itu dan berteriak “Lepaskan Tembakan” Tuan Kontroleur sudah mati. Mendengar teriakan
tersebut, polisi melepaskan tembakan ke udara. Sebelum tembakan kedua, pekerja serentak
melepaskan ikatan ditangan dan dileher lalu merampas senjata nya dan dipukulkan padanya
sampai ke-5 polisi itu mati. Peristiwa ini terjadi tgl. 5 Juni 1919 bertepatan 2 Ramadhan 1339,
90 tahun yang silam. ( Untuk dikenang, Pemerintah Belanda mendirikan TUGU setinggi 4
meter, tertulis nama Controleur J.P. de KAT ANGELINO tgl. 5 Juni 1919. Tugu ini masih dapat
kita saksikan sekarang di Salumpaga) Mendengar berita kematian Kontroleur, Asisten Residen
Belanda Yunius yang berkedudukan di Donggala langsung berangkat ke Tolitoli bersama Raja
Banawa, Lamarauna dan 12 serdadu dengan naik kapal Yansen.
Dari Tolitoli ke Salumpaga, rombongan diantar oleh Raja Muda Magelang ( Putra Raja Haji
Muhammad Ali Bantilan ) untuk menangkap pemberontak. Karena mendengar informasi rakyat
Salumpaga akan mengadakan perlawanan jika Belanda datang, maka Residen Yunius
mengambil taktik, yaitu Raja Muda saja duluan mendarat dan memperlihatkan diri agar rakyat
tidak berontak. Dengan taktik strategis ini, akhirnya berhasil menangkap 28 orang. Pertama
mereka di tawan di Tolitoli kemudian dipindahkan di beberapa penjara, Makassar, Manado dan
Surabaya.
Berdasarkan keputusan Hakim Landraad Makassar tahun 1921, menetapkan Kombong, Otto
dan Hasan dijatuhi Hukuman Gantung, Haji Hayun di vonis Seumur Hidup, 24 orang lainnya
dengan hukuman penjara antara 5 – 20 tahun. Eksekusi hukuman gantung terhadap Kombong,
Otto dan Hasan dilaksanakan 18 September 1922 di Manado, sedangkan Haji Hayun dan
lainnya semuanya dipenjara di Pulau Nusa Kambangan Jawa Tengah.

B. TUJUAN
Untuk mengetahui siapa sebenarnya dibalik nama Lapangan Haji Hayyun.

C. METODE PENULISAN
Metode yang di gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan cara browsing atau
mencari dari internet dan mencari di buku sebagai bahan dari pembuatan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai