Anda di halaman 1dari 63

Bahan Diskusi

ZONING REGULATION,
BUILDING CODE,
ENVIROMENTAL CODE
Bandung, 11 Agustus 2005

Laboratorium Perancangan Kota


Departemen Teknik Planologi
Institut Teknologi Bandung
1
• Pengertian
• Tujuan dan Fungsi
• Lingkup Substansi
• Tingkat Kedalaman
• Contoh Kasus

ZONING REGULATION
2
SISTEM PEMANFAATAN RUANG
Regulatory pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum
System yang berupa peraturan zoning
Discretionary pemanfaatan ruang yang proses pengambil keputusannya
System didasarkan pada pertimbangan lembaga perencanaan yang
berwenang untuk masing-masing-masing proposal
pembangunan yang diajukan

SISTEM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


zoning regulation pembagian lingkungan kota dalam zona-zona & menetapkan
pengendalian pemanfaatan ruang yang berbeda-beda (Barnett, 1982)
development • mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan
control atau kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan, pertambangan
permit system maupun kegiatan serupa lainnya dan atau mengadakan
perubahan penggunaan pada bangunan atau lahan tertentu
(Khulball & Yuen, 1991)
• memungkinkan tetap dilaksanakannya pembangunan sebelum
terdapat dokumen rencana
Sifat Pengendalian mencegah (preventive) Æ zoning, development control,
development permit, site plan control,
subdivision control, disincentive
penyembuhan (kuratif) Æ Enforcement dan incentive 3
KEDUDUKAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN

Perencanaan
Tata Ruang Program dan Tahapan
Penataan Pemanfaatan Pembiayaan
Ruang Ruang Pola pengelolaan

Insentif/Disinsentif

Mekanisme Perijinan
Pelaporan
Pengendalian
Pemanfaatan Pengawasan Pemantauan
Ruang Evaluasi
Administratif

Penertiban Pidana
Perdata 4
KERANGKA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN
•Performance zoning
PLAN •Special zoning
•Bonus zoning
•TDR
•Negotioned Dev’t.
•Flood Plain Zoning
Relevant standards to
•Conditional Uses
RTRWN urban planning and
•Non-conforming Uses
•Spot Zoning
STANDARDS development
•Floating Zoning (e.g. health, safety,
RTRWP •Exclusionaary Zoning security, etc)
•Contract Zoning
•Growth Control
•Etc.
RTRWK

ZONING
RDTRK REGULATIONS AND PERMITS DEVELOPMENT
VARIANCES

RTRK/RTBL GUIDELINES

•Special Site Control.


•Site Plan Controls. Legislation
•Building, Housing and Instruments
Sanitary Codes.
•Design and Historic Techniques
Preservation.
•Dll.

5
PENGERTIAN ZONING REGULATION
Zoning:
pembagian lingkungan kota ke dalam zona-zona dan menetapkan
pengendalian pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan hukum
yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251).

Zoning Regulation:
ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih
lanjut mengenai pemanfaatan lahan dan prosedur pelaksanaan
pembangunan

• Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa
bangunan),
• satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.
• Di beberapa negara zoning dikenal dalam berbagai istilah, seperti land
development code, zoning code, zoning ordinance, zoning resolution,
urban code, panning act, dll.
6
TUJUAN ZONING REGULATION

• Peraturan zoning pertama kali diterapkan di Kota New York pada


Tahun 1916 dengan tujuan sebagai berikut (Barnet, 1982:61):
• Menentukan standar minimum sinar dan udara untuk jalan yang makin
gelap akibat banyak dan makin tingginya bangunan.
• Memisahkan kegiatan yang dianggap tidak sesuai.

• Pada perkembangan selanjutnya, zoning regulations ditujukan untuk


beberapa hal sebagai berikut (Barnet, 1982:61):
• Mengatur kegiatan yang boleh ada di suatu zona.
• Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar
sinar matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sinar serta udara mencapai
bagian dalam bangunan.
• Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi
kawasan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

7
FUNGSI ZONING REGULATION

• Sebagai instrumen pengendalian pembangunan.


Peraturan zoning yang lengkap akan memuat prosedur
pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara
pengawasannya.
• Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.
Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan dalam
penyusunan rencana tata ruang yang bersifat
operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan
tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke
dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada
rencana yang rinci.
• Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan
lahan.
8
KEDUDUKAN ZONING REGULATION

RTRW Kota

Zoning
Regulation

RDTR Kota

RTRK/RTBL

9
SUBSTANSI ZONING REGULATION

Zoning regulation terdiri dari:


– Zoning text/statement; legal text:
• berisi aturan-aturan (= regulation)
– Zoning map:
• berisi pembagian blok peruntukan (zona), dengan
ketentuan aturan untuk tiap blok peruntukan
tersebut

10
SUBSTANSI ZONING REGULATION (1)

SUBSTANSI UTAMA:
• Zona-zona dasar, sub-zona, jenis-jenis perpetakan (main land
use), jenis-jenis penggunaan (sub uses)
• Use: Penggunaan lahan dan bangunan (penggunaan utama,
penggunaan pelengkap, penggunaan sesuai pengecualian
khusus).
• Intensity: Intensitas atau kepadatan (KDB, KLB,
bangunan/ha).
• Bulk/building and massing: Massa banguan (tinggi,
sempadan, luas minimum persil).
• Required infrastructure: persyaratan prasarana minimum
(parkir, bongkar-muat, dll)
• Aturan tambahan: estetika, media reklame, view, dll (dapat
diatur terpisah dalam design guidelines)
11
Konsep Penggunaan Lahan :

• Permitted Uses
Penggunaan lahan yang diijinkan
• Conditional Uses
Penggunaan berdasarkan syarat tertentu yang terdapat di dalam
standar zoning
• Nonconforming Uses
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan zoning namun telah
ada setelah zoning ditetapkan

12
SUBSTANSI PENANGGULANGAN DAMPAK:
•Penanggulangan pencemaran lingkungan.
•Development impact fees.
– alat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lingkungan
fisik (sarana dan prasarana umum).
– alat untuk mengendalikan pembangunan.
– alat untuk mengatasi konflik politik.
•Traffic impact assesment.
– Beban/biaya kemacetan yang dapat dikenakan pada pengguna
kendaraan.

13
SUBSTANSI ZONING REGULATION (2)

VARIAN ZONING: SUBSTANSI YANG DAPAT DIATUR


TERPISAH:
• Incentive/bonus zoning • Pengaturan lebih lanjut mengenai
• Minor variance penggunaan terbatas dan bersyarat.
• Special zoning. • Setback, kebun.
• TDR (Transfer of development • Pengaturan pedagang kaki lima.
right). • Pengaturan mengenai fasilitas tunawisma,
• Negotiated Development. rumah jompo.
• Design and historic preservation. • Pengaturan kawasan-kawasan khusus.
• Flood plain zoning.
• Off-street parking and loading.
• Conditional uses.
• Ukuran distrik, spot zoning dan floating
• Non-conforming uses.
zones.
• Spot zoning.
• Tata informasi, aksesoris bangunan, daya
• Floating zoning.
tampung rumah dan keindahan.
• Exclusionary zoning.
• Hal-hal lain yang dianggap penting.
• Contract zoning.
14
PRINSIP DASAR ZONING REGULATION (2)

• Wilayah kota dibagi menjadi beberapa kawasan/zona


dengan luas yang tidak perlu sama.
• Setiap zona diatur penggunaannya, intensitas/
kepadatannya, dan massa bangunannya.
• Penggunaan lahan/bangunan paling sedikit dibagi
menjadi 4 kategori; perumahan, industri, komersial,
dan pertanian.
• Penentuan kegiatan pada tiap zona:
– Kegiatan yang diperbolehkan, bersyarat, atau kegiatan yang
dilarang.
– Kegiatan yang tidak disebutkan dalam daftar kegiatan yang
boleh artinya dilarang, sedangkan kegiatan yang tidak
disebutkan dalam kegiatan yang dilarang berarti
diperbolehkan.

15
CONTOH KETENTUAN
PEMANFAATAN RUANG
DI SINGAPURA

16
CONTOH KETENTUAN
PEMANFAATAN RUANG PER ZONA
SUB KATEGORI HIRARKI 3
NO
PEMANFAATAN RD-1 RR-1 RR-2 RG-1 RG-2 RT-1 RT-2 RS-1 RS-2
A Hunian
Rumah Tunggal I I I I I I I I T
Rumah Kopel, Rumah Deret x x T I I I I I I
Apartemen, Kondominium x B B B B B B I T
Rumah Susun x - T T T I I I T
Rumah Dinas I I I I I I I x x
Wisma Tamu (Guest House), x I I I I I I x -x
sebagai aksesori
Kost x x x I I I I I x
Rumah Usaha sebagai aksesori I T I I I I I x I
Rumah Jompo T T I I x x x x x
Panti Perawatan/Rehabilitasi T T T I I I I x x
Panti Asuhan/Penampungan T T T I I I I x x
Asrama x x x T T I I x x
Rumah/Hunian Sementara x x B B B B B B B

RD: Perumahan Kepadatan Sangat Rendah I : Diijinkan


RR: Perumahan Kepadatan Rendah T: Diijinkan secara terbatas (standar pembangunan minimum,
RG: Perumahan Kepadatan Sedang pembatasan pengoperasian maupun peraturan tambahan lainnya.
17
RT: Perumahan Kepadatan Tinggi B: Memerlukan izin penggunaan bersyarat.
RS: Perumahan Susun x : Tidak diizinkan
CONTOH KETENTUAN
INTENSITAS DAN TATA MASSA PEMBANGUNAN PER ZONA

KDB KLB KDH GSB GSB GSB TINGGI


PERUNTUKAN MAKS MAKS MIN DEPAN SAMPING BLKG BANGUNAN
(%) (%) (%) (m) (m) (m) (LT)

RD RD-1 20 0.4 76 R R R 2

RR-1 40 0.8 64 R R R 2
RR
RR-2 40 0.8 52 R R R 2

RG-1 60 1.2 28 R R R 2
RG
R RG-2 60 1.2 10 R R R 2

RT-1 80 1.6 10 R R R 2
RT
RT-2 80 1.6 40 R R R 2

RS-1 50 3 52 R R R 6
RS
RS-2 40 2.4 28 R R R 6

18
CONTOH KASUS (1)

Ketentuan Pembangunan
GSB
KDB KLB KDH GSB GSB TINGGI
PERUNTU SAMPIN
MAKS MAKS MIN DEPAN BLKG BANGUN
KAN G
(%) (%) (%) (m) (m) (LT)
(m)

R RD-1 20 0.4 R R R R 2
Ket: R = menggunakan rumus,baik rumus untuk GSB depan, samping, belakang, maupun KDH.

Ketentuan Tambahan
Salah satu sisi bangunan diperkenankan rapat
sejauh 2x GSB, sisi lain mengikuti tabel di atas
(tidak berlaku untuk rumah tinggal di kawasan
khusus atau bangunan cagar budaya.
Persil kecil: Jika kedalaman persil < 10m Æ GSB 4m
Jika kedalaman persil < 8m Æ GSB 3m
Jika kedalaman persil < 6m Æ GSB 0m
Jika nilai GSB pada matriks ketentuan
pembangunan lebih kecil dari ketentuan, maka yang
dipakai adalah nilai terkecil diantara keduanya.
Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang
PERUBAHAN PERUNTUKKAN R P I T F K
PERUNTUKKAN
SPESIFIK
TANAH
PERUNTUKKAN RD RR RG RT RS PD PK IU IG ID TH TA FT FU KM KW KP
UTAMA
SPESIFIK LAMA
PERUMAHAN RD PERUMAHAN KEPADATAN - - - - - - - - - i i b b b b b
SANGAT RENDAH
Ket: i = perubahan diijinkan b = perubahan bersyarat - = tidak boleh berubah

ZONASI Perumahan Kepadatan Sangat Rendah (RD)


dan Ketentuan Pemanfaatan Ruangnya di Kota 19
Cimahi.
CONTOH KASUS (2)

Ketentuan Pembangunan
GSB
KDB KLB KDH GSB GSB TINGGI
PERUNTU SAMPIN
MAKS MAKS MIN DEPAN BLKG BANGUN
KAN G
(%) (%) (%) (m) (m) (LT)
(m)

R RR-1 30 0.6 R R R R 2
Ket: R = menggunakan rumus,baik rumus untuk GSB depan, samping, belakang, maupun KDH.

Ketentuan Tambahan
Salah satu sisi bangunan diperkenankan rapat
sejauh 2x GSB, sisi lain mengikuti tabel diatas
(tidak berlaku untuk rumah tinggal di kawasan
khusus atau bangunan cagar budaya.
Persil kecil: Jika kedalaman persil < 10m Æ GSB 4m
Jika kedalaman persil < 8m Æ GSB 3m
Jika kedalaman persil < 6m Æ GSB 0m
Jika nilai GSB pada matriks ketentuan
pembangunan lebih kecil dari ketentuan, maka yang
dipakai adalah nilai terkecil diantara keduanya.
Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang
PERUBAHAN PERUNTUKKAN R P I T F K
PERUNTUKKAN
SPESIFIK
TANAH
PERUNTUKKAN RD RR RG RT RS PD PK IU IG ID TH TA FT FU KM KW KP
UTAMA
SPESIFIK LAMA
PERUMAHAN RR PERUMAHAN i - - - - - b b b i i b b b b b
KEPADATAN RENDAH
Ket: i = perubahan diijinkan b = perubahan bersyarat - = tidak boleh berubah

ZONASI Perumahan Kepadatan Rendah (RD) dan 20


Ketentuan Pemanfaatan Ruangnya di Kota Cimahi
Proses membuat Zoning ordinance

Menunjuk
Badan Pemerintah Komisi Perencanaan

Menyewa
Rekomendasi
Staf Perencana / Konsultan

Membuat peraturan penetapan


wilayah dan peta
Komisi Perencanaan

mengadakan public heraing


dan membuat rekomendasi

Badan Pemerintah

mengadakan public hearing, dan secara


resmi menyetujui zoning ordinance

Peraturan ditandatangani, diumumkan,


dan menjadi dokumen yang sah

zoning ordinance berlaku 21


Example
Visualization (1)

22
Example
Visualization (2)

23
Example
Visualization (3)

24
Example
Visualization (4)

25
Example
Visualization (5)

26
• Pengertian
• Tujuan dan Fungsi
• Lingkup Substansi
• Tingkat Kedalaman
• Contoh Kasus

BUILDING CODE
27
PENGERTIAN BUILDING CODE
Building Code:
Ketentuan dasar pelaksanaan pemenuhan persyaratan teknis dan
persyaratan administratif dan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan
pembangunan bangunan gedung, serta pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan gedung.

Pengaturan pendirian bangunan, konstruksi, perluasan,


perubahan/modifikasi, perbaikan, pelepasan, pemindahan,
penghancuran, konversi, pengisian, penggunaan, kelengkapan
bangunan, ketinggian, area dan pemeliharaan semua bangunan atau
struktur (Bingham County Ordinance No. 2003-01)

Building Code:
didasarkan pada pertimbangan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
kemudahan dan keamanan.
28
TUJUAN BUILDING CODE

1. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan.


2. Mewujudkan bangunan gedung yang :
– fungsional dan andal,
– dapat menjamin keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, kemudahan dan keamanan
pengguna,
– serasi dan selaras dengan lingkungannya.

29
FUNGSI BUILDING CODE

• Sebagai dasar tindakan pengendalian (pengawasan dan


penertiban) bangunan berdasarkan aspek keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, kemudahan dan keamanan.
• Sebagai pedoman atau dasar pertimbangan/rujukan
utama dalam penerbitan ijin mendirikan bangunan,
penerbitan ijin menggunakan bangunan, dan penilaian
kelaikan penggunaan bangunan

30
PERBEDAAN OBYEK
ZONING REGULATION
DAN BUILDING CODE

- Struktur bangunan

31
ASAS/KRITERIA BUILDING CODE
•Keselamatan, meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk
mendukung beban muatan serta mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dan bahaya petir;
•Kesehatan, bangunan gedung harus bersih, mempunyai sirkulasi udara
yang baik dan cukup, serta cukup mempunyai penerangan yang alami dan
buatan;
•Kenyamanan, bangunan gedung harus dapat memberikan kenyamanan
bagi penghuni/penggunanya baik kenyamanan visual, suasana maupun
kenyamanan gerak;
•Kemudahan, meliputi kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam
bangunan gedung, kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan
gedung, kemudahan hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan
gedung, hubungan vertikal dalam bangunan termasuk sarana vertikal, akses
evakuasi dalam keadaan darurat, fasilitas dan aksesibilitas penyandang cacat
dan lansia;
•Keamanan, menjamin keamanan penghuni/ pengguna di dalamnya dari
tindak kriminal/kejahatan yang mungkin terjadi.
32
SUBSTANSI BUILDING CODE (1)
Hak atas lahan
Seluruh gedung
SYARAT
ADMINISTRASI Status
kepemilikan
bangunan gedung Bagian dari gedung

IMB

BANGUNAN • Lokasi
Syarat & peruntukan
GEDUNG • Kepadatan bangunan/penduduk
intensitas bangunan gedung • Jarak bebas Bangunan
• KDB, KLB, Tinggi bangunan

Tata Bangunan Arsitektur bangunan dan tata


massa • Penampilan bangunan
• Tata ruang dalam bangunan
• Keseimbangan
Syarat pengendalian dampak • Keserasian
Zoning lingkungan • Keselarasan
• Nilai sosial budaya
Regulation

SYARAT TEKNIS Keselamatan Kemampuan Beban Muatan


Keandalan
bangunan •Hawa Mencegah & •Pasif + Aktif
Kesehatan
•Bahan bangunan Menanggulangi •Penangkal petir
(berdasarkan •Cahaya kebakaran/ petir
fungsi •Sanitasi
bangunan)

Ruang gerak; hubungan antar ruang;


Kenyamanan kondisi udara; pemandangan; tk getaran;
tingkat kebisingan
STRUKTUR (BANGUNAN Building
BUKAN GEDUNG) Kemudahan Aksesibilitas Code

33
SUBSTANSI BUILDING CODE (2)
No. Substansi Sub Substansi

1. Fungsi dan Klasifikasi


Bangunan
2. Intensitas pemanfaatan ƒ KDB (Koefisien Dasar Bangunan)
ruang dan Bangunan ƒ KLB (Koefisien Lantai Bangunan)
(Berdasarkan ketentuan RTR ƒ KDH (Koefisien Daerah Hijau)
atau Zoning Regulation)
3. Tata Massa ƒ Ketinggian Bangunan
(Sebagian berdasarkan ƒ Sempadan Bangunan (muka, samping dan belakang).
ketentuan RTR atau Zoning ƒ Eksterior (Kelengkapan bangunan, akses/entrance, pagar).
Regulation) ƒ Interior
- Kelengkapan minimal bangunan (Atap, dinding, langit-
langit, Iantai dan pondasi bangunan)
- Ketahanan terhadap bahaya kebakaran
- Ketahanan terhadap bahaya gempa
- Kesehatan dan kenyamanan
4. Struktur dan Konstruksi ƒ Jenis Konstruksi
Bangunan ƒ Jenis Bahan
ƒ Pernbebanan
ƒ Struktur atas dan bawah
ƒ Keandalan struktural
34
SUBSTANSI BUILDING CODE (3)
No. Substansi Sub Substansi
5. Prasarana lingkungan ƒ Prasarana Tapak yang terdiri dan prasarana-
prasarana:
- Listrik
- Penangkal petir
- Aksesibilitas
- Gas
- Air bersih dan air kotor
- Drainse
- Tata udara
- Penerangan
- Tanda bahaya, dll
ƒ Prasarana Lingkungan, yang terdiri dan:
- Air bersih
- Air kotor
- Drainase /Air Hujan
- Sampah
6. Akses serta fasilifas khusus bagi
penyandang cacat.
7. Persyaratan administrasi. ƒ Kelembagaan dan Kewenangan.
ƒ Persyaratan dan perizinan.
ƒ Pengendalian (pengawasan dan penertiban)
35
CONTOH KASUS (KABUPATEN BANDUNG)
Skema Pendekatan PERATURAN
tentang BANGUNAN
Arsitektur Bangunan kabupaten BANDUNG
1 Tata letak
2 Ruang Luar
Fungsi 3 Ruang Dalam
Bangunan 4 Luas dan Tinggi Ruang
5 Unsur dan perlengkapan bangunan

Struktur
SYARAT Bangunan
TEKNIS
BANGUNAN IInstalasi
Mencegah & Pasif
Minimum
Menanggulangi aktif
Keselamatan Kemampuan kebakaran
Keandalan
Bangunan Kesehatan Ventilasi
Gempa
Klasifikasi Sanitasi
Bangunan
Drainase
1. Tinggi Bangunan Sampah
(rendah, sedang,
tinggi, sangat tinggi) Kenyamanan kondisi udara; pencahayaan; bukaan
2. Kompleksitas dinding; tk getaran; tingkat kebisingan
(sederhana, tidak
sederhana serta Kemudahan
bangunan khusus) Aksesibilitas
3. Permanensi
(permanent, semi Keamanan
permanent, bangunan
SYARAT darurat/sementara)
ADMINISTRASI

36
syarat TEKNIS
CONTOH KASUS Izin Mendirikan
Bangunan (IMB)
(KABUPATEN BANDUNG)
Izin Pendahuluan

SYARAT
TEKNIS Perizinan Izin Penggunaan
Bangunan (IPB)

Kelayakan
Menggunakan
Bangunan (KMB)

•Pengendalian Pembangunan dan Bangunan


•Pengendalian Rancangan dan Rencana Bangunan
SYARAT •Pengendalian Pelaksanaan Bangunan
Pengendalian
ADMINISTRASI •Pengendalian Penggunaan Bangunan
Pembangunan
DAN •Pemeliharaan Bangunan Gedung dan Bukan
Bangunan
PENGENDALIAN Gedung

Tertib Penertiban terhadap •Pengeluaran Surat


Pembangunan Pelanggaran Izin dan Pemberitahuan, Surat
dan Bangunan Kegiatan Membangun Peringatan Penghentian
Pekerjaan
•Penyegelan
•Pengeluaran Surat Perintah
Bongkar
•Pembongkaran

•Sanksi Administrasi
•Sanksi Pidana
•Penyidikan

37
syarat TEKNIS dan PENGENDALIAN
CONTOH KASUS (KABUPATEN BANDUNG)
outline RAPERDA tentang BANGUNAN 1
Azas dan tujuan
Azas
Tujuan
Ketentuan Administrasi
Kewenangan
Perizinan
Tata Cara Memperoleh IMB
Izin Penggunaan Bangunan (IPB)
Kelayakan Menggunakan Bangunan (KMB)
Tertib Pembangunan dan Bangunan
Pengendalian Pembangunan dan Bangunan
Fungsi dan Klasifikasi Bangunan
Umum
Fungsi dan Penetapan Fungsi Bangunan Gedung
Fungsi Bangunan Bukan Gedung
Klasifikasi Bangunan Gedung dan Bukan Gedung
Perubahan Fungsi dan/atau Klasifikasi Bangunan
Ketentuan Arsitektur Lingkungan dan Bangunan
Ketentuan Arsitektur Lingkungan
Arsitektur Bangunan Gedung

38
CONTOH KASUS (KABUPATEN BANDUNG)
outline RAPERDA tentang BANGUNAN 2
Persyaratan Umum Keandalan Bangunan Pelaksanaan Membangun
Gedung
Tertib Pelaksanaan Membangun
Persyaratan Keselamatan
Sarana Pelaksanaan Membangun
Persyaratan Kesehatan
Hasil dan Mutu Pelaksanaan
Persyaratan Kenyamanan Membangun
Persyaratan Kemudahan Pengawasan Lingkungan
Persyaratan Keamanan Pelaksanaan Penertiban terhadap
Ketentuan Teknis Keandalan bangunan Kegiatan Membangun
Gedung Pembangunan Tanpa Izin atau dengan
Keselamatan Bangunan Gedung Izin tetapi Terdapat Pelanggaran
Perubahan Fisik, Perubahan
Penggunaan dan Sudah Dihuni
Kesehatan bangunan Gedung
Pelaksanaan Penertiban terhadap
Kenyamanan Bangunan Gedung Kegiatan Pembangunan yang
Keamanan Bangunan Gedung Mempunyai IMB tetapi Tidak
Dilaksanakan oleh Pelaksana dan atau
Ketentuan Instalasi dan Perlengkapan Tidak Diawasi oleh dan Sebaliknya
Bangunan Sanksi
Parkir Sanksi Administrasi
Instalasi Sanksi Pidana
Ketentuan Bangunan Bukan Gedung
Ketentuan Lain
Penunjang Bangunan Gedung
Struktur yang Berdiri Sendiri Penyidikan
Bangunan Insidentil Ketentuan Penutup
Penjelasan
39
• Pengertian
• Tujuan dan Fungsi
• Lingkup Substansi
• Tingkat Kedalaman
• Contoh Kasus

ENVIRONMENTAL CODE
40
PENGERTIAN ENVIRONMENTAL CODE

Environmental Code (Environmental Quality Standards):


• regulations concerning the quality of air, water, land or other aspects
of the environment.
• An environmental quality standard may apply to certain geographic
areas (one or a number of municipalities, lakes or agricultural districts,
or to the whole country)
(Swedish Environmental Protection Agency.1999)

Sanitation/Environmental Code :
• Rules and regulations adopted by the county designed to minimize
or control those environments and environmental conditions that
may adversely affect the health and well being of the public
(http://www.lyoncounty.org).
41
PENGERTIAN BERDASARKAN BIDANG (1)
MAPS Definition Statutory Reference Examples
Energy A product that uses less energy (either Section 115A.03, Subd. 26a. Fluorescent lamps [see Contract
Efficient electricity or fossil fuel) to accomplish Resource conservation. Release L-290(5)], Energy Star
its task relative to a comparable "Resource conservation" means rated computer systems, fuel
product or to an earlier version of the the reduction in the use of water, efficient vehicles (FEV), electrical
same product by the same energy, and raw materials. devices with automatic standby or
manufacturer. sleep mode, etc.
Less A product containing a smaller amount Section 115D.03, Subd. 11. Natural-based cleaners [see
Toxic of toxic substances relative to a Toxic pollutant. "Toxic pollutant" Contract Release C-252(5)], and
comparable product or a product means a chemical identified in solvents that do not use petroleum
reformulated to be less toxic. United States Code, title 42, distillates [see water-based parts
section 11023(c). washer, Contract Release P-
857(5)], water-based paints [see
Contract Release P-734(5)] and
potassium chloride or other
alternative deicers.
Plant- A product derived from renewable Section 115A.03, Subd. 26a. Fuels (ethanol and biodiesel), soy-
Based resources, including fiber crops (such Resource conservation. based printing inks [see Contract
as kenaf); chemical extracts from "Resource conservation" means Release P-814(5)], hemp rope and
oilseeds, nuts, fruits and vegetables the reduction in the use of water, twine, sisal rope or mats,
(such as corn and soybeans); energy, and raw materials. absorbents made from corn
agricultural residues (such as wheat starch, hydraulic oil and two-cycle
straw and corn stover); and wood engine oil from soybean oil,
wastes generated from processing and building materials from rice straw,
manufacturing operations. These disposable plates and bowls made
products stand in contrast to those from potato starch.
made from fossil fuels (such as
petroleum) and other less renewable
resources (such as virgin timber).

42
PENGERTIAN BERDASARKAN BIDANG (2)

MAPS Definition Statutory Reference Examples

Rebuilt A product refurbished to a level Section 115A.03, Subd. 26a. Reconditioned engines, rebuilt
less than a total Resource conservation. electric motors, rebuilt
remanufacture. The warranty is "Resource conservation" automobile parts [see Contract
by the rebuilder, and may be means the reduction in the Release R-588(5)].
different from the same use of water, energy, and
product when new or raw materials.
remanufactured. Also called
reconditioned or refurbished.
Recycled A product containing materials Section 115A.03, Subd.26a. Recycled content in:
Content that have been recovered or Resource conservation. aluminum, paper, envelopes
(Post- diverted from the solid waste "Resource conservation" [see Contract Releases P-
Consumer) stream after consumer use means the reduction in the 707(5) and P-710(5)] glass
(post-consumer). use of water, energy, and bottles, plastics, trash bags
raw materials. [see Contract Release B-
298(5)], plastic decking [see
Contract Release P-720(5)),
paint (see Contract Release
P-861(5)], steel, carpet [see
Contract Release C-432(5)],
rerefined oil [see Contract
Release O-69(5)] and L-
245(5)), packaging materials,
etc.

43
PENGERTIAN BERDASARKAN BIDANG (3)
MAPS Definition Statutory Reference Examples
Reduced A product presented for use with Section 115A.03, Subd. 22b. Products purchased in bulk,
Packaging less packaging or alternative Packaging. "Packaging" without individual containers or
methods of packaging or means a container and any packaging, or products
shipping. appurtenant material that purchased in larger sizes,
provide a means of avoiding numerous smaller
transporting, marketing, volume packages.
protecting, or handling a
product. "Packaging"
includes pallets and packing
such as blocking, bracing,
cushioning, weatherproofing,
strapping, coatings, closures,
inks, dyes, pigments, and
labels.
Remanufactured A product restored to its original Section 115.03, Subd. 26a. Toner cartridges, retread tires
condition by extensive Resource conservation. [see Contract Release T-
rebuilding, usually given an "Resource conservation" 549(5)] office furniture (see
equal or better warranty than a means the reduction in the Contract Release F-464(5)).
new product. use of water, energy, and
raw materials.
Repair A product that has had a defect Section 115.03, Subd. 26a. Automotive body work [see
corrected and can again serve Resource conservation. Contract Release R-572(5)].
its original function. Repairing is "Resource conservation"
a less comprehensive process means the reduction in the
than either remanufacturing or use of water, energy, and
rebuilding. raw materials.
44
PENGERTIAN BERDASARKAN BIDANG (4)
MAPS Definition Statutory Reference Examples

Used A product used or owned before Section 115.03; Subd. 26a. Weight training equipment.
without further manufacture. Resource conservation. (see Contract Release W-
"Resource conservation" 194), forklifts, printing
means the reduction in the use presses, powered filing
of water, energy, and raw systems.
materials.
Water A product that requires less Section 115.03, Subd. 26a Plumbing fixtures that reduce
Conserving water to operate or to Resource conservation. the amount of water per use
manufacture than a comparable "Resource conservation" (low-flow), reduced volume
product, or a different version of means the reduction in the use flush toilets, water-conserving
the same product from the same of water, energy, and raw dishwashers, drip-type
manufacturer. materials. automatic watering systems,
low-sudsing soaps and
detergents.
Multiple Codes A product that has several A product made of 50%
significant environmentally recycled post-consumer
responsible characteristics, and material that is significantly
could be classified under more energy efficient and is also
than one code, but not one code significantly water conserving
is predominant. (e.g., a dishwasher).
Other A product having A refrigerant that is non-
environmentally responsible fluorocarbon based.
characteristics that does not fit
into any of the categories listed
above.
45
TUJUAN ENVIRONMENTAL CODE
• Mendorong pembangunan berkelanjutan yang akan
menjamin lingkungan yang sehat dan berkualitas untuk
generasi masa kini dan generasi yang akan datang (to
promote sustainable development which will assure a healthy and
sound environment for present and future generations, Swedish
Environmental Code)

• Mendorong pembangunan yang didasarkan pada


pertimbangan:
–bahwa alam/lingkungan memerlukan perlindungan,
dan
–bahwa hak untuk memanfaatkan/mengeksploitasi
alam/lingkungan harus dikelola secara bijaksana dan
bertanggungjawab.

46
FUNGSI ENVIRONMENTAL CODE

• Melindungi kesehatan/keselamatan manusia dan


lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh polusi
atau dampak lainnya.
• Melindungi dan menjaga lingkungan budaya dan alam
yang bernilai tinggi
• Melindungi keanekaragaman hayati.
• Pada jangka panjang melindungi penggunaan lahan, air
dan lingkungan fisik secara umum dengan pengelolaan
yang baik.
• Mengupayakan penggunaan atau pengolahan kembali
bahan mentah dan energi untuk menjaga siklus alami.
• Memperlambat, mengubah atau menghentikan kegiatan
yang menurunkan kualitas lingkungan (http://.../Environmental
Protection Advisory Committee.htm)

47
LINGKUP ENVIRONMENTAL CODE

1. Kesehatan manusia
2. Kualitas lingkungan
3. Lingkungan alam dan budaya
4. Sumberdaya hayati
5. Manajemen ekologi, sosial, budaya dan
ekonomi jangka panjang untuk
pemanfaatan lahan, air, lingkungan fisik
6. Manajemen material, bahan mentah dan
energi
48
SUBSTANSI ENVIRONMENTAL CODE
Umumnya meliputi:
• Ketentuan sumberdaya alam (the Natural Resources Act)
• Ketentuan konservasi alam (the Nature Conservancy Act)
• Ketentuan sumberdaya air (the Water Act)
• Ketentuan pengelolaan lahan pertanian (the Agricultural Land Management Act)
• Ketentuan perlindungan flora dan fauna (the Flora and Fauna (Measures Relating to
Protected Species) Act)
• Ketentuan perlindungan lingkungan (the Environmental Protection Act)
• Ketentuan dampak lingkungan (the Environmental Damage Act)
• Ketentuan penggunaan pestisida (the Pesticides (Spreading over Forest Land) Act)
• Ketentuan penimbunan limbah cair (the Dumping of Waste in Water (Prohibition) Act)
• Ketentuan berkaitan dengan produk-produk kimia (the Chemical Products Act)
• Ketentuan pestisida biologis (the Biological Pesticides (Advanced Testing) Act)
• Ketentuan minyak bumi (the Fuels (Sulphur Content) Act)
• Ketentuan mengenai kebersihan umum (the Public Cleansing Act)
• Ketentuan perlindungan kesehatan (the Health Protection Act)
• Ketentuan rekayasa genetika (the Genetically Modified Organisms Act)
Http://www.internat.naturvardsverket.se/index.php3?main=/documents/legal/code/codedoc/code.htm):
49
CONTOH KANDUNGAN ENVIRONMENTAL CODE
• Environmental Code di Indonesia dapat merujuk pada:
– UU Gangguan (Hinderordonnantie) No. 226/1926, jo. LN 1940 No. 450
– UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
– UU No. 5/1992 tentang Perlindungan Cagar Budaya
– UU No. 23/1997 tentang Lingkungan Hidup
– PP Amdal
– PP No. 10/1993 tentang Pelaksanaan UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya
– PP No.51/1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; diubah dengan PP No
27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
– PP No. 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; diubah
dengan
– PP No 12/1995 tentang Perubahan PP No 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
– PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
– PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
– PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
– PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
– SK berbagai menteri mengenai standar
• Kualitas (udara, air, dll)
• Batas gangguan (kebisingan, dll), dll

50
Pengalaman Swedia:
• Peraturan-perundangan lingkungan mencakup sejumlah
per-UU-an. Penyelenggara kegiatan harus memenuhi
aturan dari beberapa per-UU-an.
• Tiap UU berisi aturan bagaimana kegiatan
diselenggarakan dan mengenai persyaratan perijinan.
• Penyelenggara, pemerintah, dan pihak lain sulit untuk
memahami struktur peraturan.
• Beberapa kegiatan yang sangat merusak lingkungan
belum cukup diatur (e.g. jalan, rel KA, dll)

Environmental Code menggabungkan berbagai per-UU-


an lingkungan

51
RANGKUMAN

• Text zoning regulation dapat disusun berdasarkan


pertimbangan normatif dan teoritis, tetapi zoning map
harus didasarkan RTR/kondisi lapangan
• Zoning map idealnya di atas peta 1:5000 sesuai dengan
kedalaman RDTRK
• Zoning regulation untuk Aceh perlu dibedakan untuk
kota besar, kota sedang/kecil, dan perdesaan (berbeda
kedalaman guna lahan)
• Materi zoning regulation dapat merujuk pada berbagai
ketentuan/epraturan-perundangan sektoral

52
• Building code umumnya dipisahkan dari zoning
regulation karena tujuan pengaturannya berbeda
• Building code terdiri dari aspek teknis dan administratif:
– Aspek teknis didasarkan pada keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, kemudahan, dan keamanan bangunan
– Aspek administratif mencakup kewenangan pengendalian,
persyaratan administratif, dan prosedur perijinan
• Building code dapat merujuk pada berbagai ketentuan
teknis yang diterbitkan oleh Dept. PU
• Building code tidak tergantung pada skala RTR
• Untuk Aceh, Building code perlu :
– memberikan perhatian lebih pada ketahanan terhadap gempa,
tsunami
– Ada perbedaan antara bangunan permanen (perkotaan) dan
semi-permanen/temporer (perkampungan)
53
• Environmental code terfokus pada kesehatan manusia,
pemeliharaan kualitas lingkungan, sumberdaya alam
dan budaya, sumberdaya hayati, pemanfaatan energi,
dan manajemen lingkungan
• Peraturan-perundangan lingkungan dan standar-standar
lingkungan telah cukup tersedia, tetapi terpisah-pisah
• Environmental code mengkonsolidasikan aturan
lingkungan dari berbagai sumber ke dalam satu produk
hukum lokal agar memudahkan bagi penyelenggara
kegiatan, pemerintah daerah, dan pihak lainnya yang
berkepentingan

54
Terima kasih

55
Lampiran Zoning Regulation

Sumber Standar
Keputusan Dirjenhubdar SK. 43/AJ ƒ Jenis, Kriteria, Fungsi, dan persyaratan umum fasilitas pejalan kaki,
007/DRJD/97 Tentang Perekayasaan ƒ Persyaratan teknis trotoar (lebar, konstruksi, penempatan, dan
Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota sebagainya)
ƒ Persyaratan teknis penyeberangan sebidang (zebracross, pelikan).
ƒ Persyaratan teknis penyeberangan tidak sebidang (jembatan
penyeberangan, terowongan penyeberangan).
Keputusan Dirjenhubdar no. ƒ Jenis dan fasilitas Tempat Perhentian (halte dan Tempat perhentian
271/HK.105/DRJD/96 Tentang Pedoman bus/TPB)
Teknis Perekayasaan Tempat Perhentian ƒ Perencanaan TPB dan halte yang meliputi penentuan jarak, perhitungan
Kendaraan Penumpang Umum teluk bus, dan perletakan.
ƒ Standar rancang bangun TPB dan halte.
Keputusan Dirjenhubdar no. ƒ Jenis-jenis fasilitas parkir dan penempatannya.
272/HK.105/DRJD/96 Tentang Pedoman ƒ Penentuan kebutuhan parkir, penentuan satuan ruang parkir.
Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir ƒ Desain parkir pada badan jalan, dan tidak pada badan jalan.
ƒ Desain Gedung parkir.
Direktorat Jenderal Cipta Karya ƒ Persyaratan umum: lokasi, kondisi geologi dan topografi
Departemen Pekerjaan Umum Tahun ƒ Spesifikasi teknis perumahan di atas air
2000 Tentang Petunjuk Teknis Penataan ƒ Spesifikasi teknis sarana lingkungan: pendidikan, kesehatan, perniagaan
Bangunan dan Lingkungan di Kawasan dan industri
Tepi Air. ƒ Spesifikasi teknis prasarana lingkungan: jalan, air bersih, persampahan
dan air bersih
ƒ Spesifikasi teknis struktur, konstruksi, dan bahan bangunan
56
Sumber Standar
Keputusan Menteri Pekerjaan ƒKetentuan penerapan pada bangunan umum dan lingkungan
Umum no. 486/KPTS/1998 Tentang ƒKetentuan teknis aksesibilitas pada: jalur pejalan, area parkir, pintu, ramp,
Persyaratan Teknis Aksesibilitas tangga, lift, kamar kecil, telepon umum, perabot, dan rambu.
pada Bangunan Umum dan ƒKetentuan teknis bahan dan tata letak jalur pemandu dan ukuran dasar ruang
Lingkungan

Keputusan Menteri Pekerjaan ƒAturan rencana Kepadatan bangunan


Umum no. 640/KPTS/1986 Tentang ƒPengelompokan blok peruntukan bangunan
Perencanaan Tata Ruang Kota

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota ƒFaktor-faktor penentu besaran koefisien daerah hijau
Jakarta, Dinas Tata Kota Tahun ƒDefinisi dan istilah tentang KDH,
1996 Tentang Pedoman Teknis ƒPedoman penentuan angka KDH,
Penentuan Koefisien Daerah Hijau ƒPedoman teknis pelaksanaan daerah hijau
(KDH).
Instruksi Mendagri no.14 Tahun ƒLokasi-lokasi Ruang Terbuka Hijau
1998 Tentang Penataan Ruang ƒKarakteristik vegetasi untuk tiap-tiap kawasan hijau
Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan

57
Lampiran Building Code
STANDAR
dan REFERENSI ACUAN (1)
1 SNI 03-1724 -1989 Tata Cara Perencanaann Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan di Sungai.
2 SNI 03-0675-1989 Spesifikasi Ukuran Kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu untuk bangunan
rumah dan gedung
3 SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung
4 SNI 03-1727-1989 Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung
5 SNI 03-1728-1989 Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung

6 SNI 03-1730-1991 (2002) Tata Cara Perencanaan Gedung Sekolah Menengah Umum
7 SNI 03-2404-1991 Tata cara pencegahan serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termisida
8 SNI 02-2406-1991 Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
9 SNI 02-2406-1991 Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung

10 SNI 03-1733-1989 Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota


11 SNI 03-1735-1989 (2000) Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung
12 SNI 03-1734-1989 Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung

13 SNI 03-1736-1989 Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Rumah dan Gedung
14 SNI 03-1745-1989 Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung
15 SNI 03-1746-1989 (2000) Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Gedung
16 SNI 03-1963-1990 Tata Cara Dasar Koordinasi Modular untuk Perancangan Bangunan Rumah dan Gedung

17 SNI 03-2396-1991 Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk Rumah dan Gedung

18 SNI 03-2396-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung

19 SNI-03-2394 Tata Cara Perencanaan dan Perancangan Bangunan Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit
58
Lampiran Building Code
STANDAR
dan REFERENSI ACUAN (2)
20 SNI-03-2395 Tata Cara Perencanaan dan Perancangan Bangunan Radiologi di Rumah Sakit
21 SNI 03-2397-1991 Tata Cara Perencanaan Rumah Sederhana Tahan Angin.
22 SNI 03-2399-2002 Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum
23 SNI 03-2404-1991 Tata Cara Pencegahan Rayap Pada Pembuatan Bangunan Rumah dan Gedung
24 SNI 03-2447-1991 Spesifikasi Rumah Tumbuh Rangka Beratap dengan Komponen Beton.
25 SNI 03-3646-1994 Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Stadion
26 SNI 03-3647-1994 Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Gedung Olah Raga
27 SNI 03-3985-1995 Tata Cara Perencanaan Pemasangan Sistem-Deteksi Alarm untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung
28 SNI 03-3989-1995 Instalasi Sprinkler Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung
29 SNI 03-3990-1995 Tata Cara Instalasi Petir Untuk Bangunan
30 SNI 03-6464-2000 Tata Cara Penanggulangan Keadaan Darurat untuk Bangunan
31 SNI 03-6571-2001 Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung
32 SNI 03-6572-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung
33 SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada
Bangunan Gedung
34 SNI 03-6575-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung
35 SNI 03-6571-2001 Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung
36 SNI 03-6573-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung

37 SNI 03-6573-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Transportasi Vertikal dalam Gedung (lift)
38 SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada
Bangunan Gedung
39 SNI 03-6575-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung
59
Lampiran Building Code
STANDAR
dan REFERENSI ACUAN (3)
40 SNI 03-6652-2002 Tata Cara Perencanaan Proteksi Bangunan dan Peralatan terhadap Sambaran Petir

41 SNI 03-6861.1-2002 Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A


(Bahan Bangunan Bukan Logam)

42 SNI 03-6861.2-2002 Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian B


(Bahan Bangunan Dari Besi/Baja)

43 SNI 03-6861.3-2002 Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian C


(Bahan Bangunan Dari Logam Bukan Besi)

44 SNI 03-6967-2003 Sistem jaringan dan geometri jalan perumahan - Persyaratan Umum

45 SNI 03-6968-2003 Fasilitas tempat bermain di ruang terbuka lingkungan rumah susun sederhana – Spesifikasi

46 SNI 03-7565-2002 Spesifikasi Bahan Bangunan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan
Gedung

47 SNI 19-6457-2000 Metode Dasar Pengukuran Tubuh Manusia untuk Rancangan Teknologi

48 SKBI 3.4.53.1987 Panduan pemasangan sistem sprinkler untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan dan
gedung

49 SKBI 3.4.53.1987 Panduan pemasangan sistem hidran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan dan gedung

50 SKBI 3.4.62.1987 Panduan pemasangan sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan dan gedung

51 SK SNI T 06-1990-F Tata cara penanggulangan serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termisida

52 SK SNI T-06-1989-F Tata cara perancangan bangunan sederhana tahan angin

53 SK SNI T-14-1993 Tata cara perencanaan teknis konservasi energi pada bangunan gedung

54 UDC: 389.6.628.93 Standar penerangan buatan di dalam gedung-gedung

55 SK SNI T-05-1989-F Tata cara perancangan penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung

56 KepMen PU No: 10/KPTS/2000 Ketentuan teknis pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

57 KepMen PU No: 468/KPTS/1998 Persyaratan teknis aksesibilitas pada bangunan umum dan lingkungan

58 KepMen PU No: 441/KPTS/1998 Persyaratan teknis bangunan gedung 60


Lampiran Building Code
STANDAR
dan REFERENSI ACUAN (4)

59 Data Arsitek, Ernst Neufert, Erlangga, 1996


60 Pedoman Plambing Indonesia (PPI)
61 Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) untuk bangunan di Indonesia, Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan
62 Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) untuk Bangunan di indonesia, Yayasan lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan, 1983
63 Teknologi Gempa: perencanaan dan pelaksanaan struktur bangunan tahan gempa,
siddiq,suwandojo,puslitbangkim Departemen Pekerjaan Umum, 1995
64 Perencanaan Bangunan Tahan Gempa, Tular, R.B., Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,
Bandung, 1984
65 Pemeriksanaan Keandalan Bangunan Gedung Pasca Konstruksi, Dirjen PUCK, Departemen Pekerjaan
Umum
66 Perawatan Bangunan Gedung di Idonesia, Joyowiyono, Marsudi FX, PT Ideco, 10.
67 Mechanical and Electrical Equipment for Building, Stein, Reynold dan McGuiness, John Wiley and Son
Inc., New York, 1986

61
Lampiran Environmental Code

1. UU Gangguan (Hinderordonnantie) No. 226/1926, jo. LN 1940 No. 450


2. Monumenten Ordonantie Stbl. No. 238/1931
3. UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
4. UU No. 11/1974 tentang Pengairan
5. UU No. 23/1997 tentang Lingkungan Hidup
6. UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya
7. UU No. 5/1992 tentang Perlindungan Cagar Budaya
8. UU No. 5/1994 tentang Pengesahan UN Convention on Biological Diversity (Konvensi PBB mengenai
Keanekaragaman Hayati)
9. UU No. 6/1994 tentang UN Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka kerja PBB
mengenai Perubahan Iklim)
10. UU No 41/1999 tentang Kehutanan
11. Penetapan Perpu No. 1/2004 tentang Perubahan Atas UU No. 41/1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-
undang
12. UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan
13. UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi
14. UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air
15. PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
16. PP No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air
17. PP No. 28/1985 tentang Perlindungan Hutan
18. PP No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
19. PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa
20. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai
21. PP No. 10/1993 tentang Pelaksanaan UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya
22. PP No.51/1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; diubah dengan PP No 27/1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
23. PP No. 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; diubah dengan PP No 12
Tahun 1995 tentang Perubahan PP No 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
24. PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
25. PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
26. PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
62
26. PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
27. Kep. MenNeg LH No. KEP-11/MENLH/3/1994 tentang Jenis Usaha Atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
28. Kep. MenNeg LH No. KEP-12/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan
29. Kep. MenNeg LH No. KEP-14/MENLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan Analysis Mengenai
Dampak Lingkungan
30. Kep MenNeg LH No. KEP-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
31. Kep MenNeg LH No. Kep-45/MENLH/11/1996 tentang Program Pantai Lestari
32. SE MenNeg KLH No. 03/SE/MENKLH/6/1987 tentang Prosedur Penanggulangan Kasus Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup Kepmendikbud No. 062/U/1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan
dan Penghapusan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs
33. Kepmendikbud No. 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya
34. dll

63

Anda mungkin juga menyukai