Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENIDIKAN PANCASILA
KRISIS MORAL PESERTA DIDIK & PENDIDIK DI INDONESIA DALAM
PERSPEKTIF PANCASILA
DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Sjamsiar Sjamsuddin

ANGGOTA KELOMPOK :
1. Alifatul Khoiriah (195030900111016)
2. Ayang Elsi Fatmawaty (195030900111009)
3. Denis Alfa Fransiska (195030900111013)
4. Muhammad Naufan Hariz (1950309007111004)
5. Muhammad Octavian Dwi Cahyo (195030900111037)
6. Muhammad Rizky Kurniawan (195030907111015)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN AJARAN
2019/2020

1
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ………………………………………………. 1

DAFTAR ISI …………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….. 3

 1.1 Latar Belakang ………………………………………….. 3


 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………… 4
 1.3 Metode Penulisan ……………………………………….. 4

BAB II TINJAUAN TEORI ………………………………………. 4

BAB III PENYAJIAN DATA ……………………………………………… 5

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………… 7

 4.1 Definisi Mengenai Pendidikan, Pembelajaran, & Pengajaran … 7


 4.2 Rumusan Masalah ……………………………………… 7

BAB V PENUTUP ……………………………………………… 10

 A. Simpulan …………………………………………………… 10
 B. Saran ………………………………………………………… 10

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 11

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan sebuah implementasi dari sejarah oleh para bapak
pendiri Bangsa, dengan tercapainya implementasi itu dapat dikatakan bahwa apa
yang di cita-citakan oleh bapak pendiri bangsa itu menjadi sebuah kenyataan.
Sementara moral sendiri memiliki definisi adalah ajaran baik dan buruk tentang
kelakuan dan perbuatan, itu merupakan salah satu definisi umum mengenai moral
sendiri, sementara secara khusus moral itu berarti sebagai perangkat ide-ide
tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh
sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu. Dalam masa yang akan
datang pendidikan memilki peran yang sangat krusial karena dengan pendidikan
yang dilakukan sejak dini hingga pendidikan tinggi ini mampu menjadi kekuatan
yang kompleks sebagai implementasi dari keberhasilan tenaga pendidik yang ada
di Indonesia.
Lingkungan peserta didik utamanya harus berada dalam lingkup yang sehat
dan dinamis, jika seorang peserta didik yang menghabiskan waktu kesehariannya.
Dalam lingkungan yang tidak sehat serta tidak dinamis maka peserta didik
tersebut akan ada dalam zona yang tidak dapat membangun dirinya sebagai
seorang peserta didik yang baik dan mengalami kondisi stagnan. 1 Orang tua
berperan penting dalam pembentukan karakter peserta didik sejak dini, bahkan
seharusnya orang tua bisa menjadi sahabat terdekat sebagai media bagi peserta
didik dalam penyampaian perasaan mereka di kesehariannya. Begitupun dengan
pendidik yang ada di Indonesia dengan peningkatan baik secara teknis pengajaran
maupun cara mengimplementasikan apa yang diajarkan dengan apa yang benar-
benar terjadi dalam kehidupan. Di samping itu semua tenaga pendidik juga
berperan menjadi orang tua kedua bagi peserta didik yang tidak hanya
mencerdaskan generasi penerus bangsa, tetapi juga mampu membangun karakter,
serta menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang baik kepada peserta didiknya.
Namun, hingga saat ini, di Indonesia, kasus-kasus penganiayaan dan
lunturnya moral para pendidik kepada peserta didik maupun sebaliknya masih
sering terjadi. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih mengalami krisis
moral baik pada peserta didik maupun pendidiknya.

1
Stagnan yang artinya keadaan yang terhenti. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kelima

3
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi Pendidikan, Pembelajaran, dan Pengajaran itu?
2) Mengapa masih banyak moral peserta didik dan pendidik yang
menyimpang dari nilai-nilai pancasila yang ada?
3) Bagaimana cara mengatasi krisis moral yang terjadi pada kedua belah
pihak agar terciptanya keselarasan dalam dunia pendidikan?
1.3 Metode
Kualitatif
Di makalah ini, jenis metode yang kami gunakan dalam pembuatan
makalah ini adalah metode Kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif sendiri
adalah proses penilitian yang mempergunakan wawancara dengan lebih banyak
menelaah sumber literatur yang ada. Sumber ini sendiri dipergunakan dalam
landasan teori yang lebih dikenal dengan tinjaun pustaka.

BAB II
TINJAUAN TEORI
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN,
pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan sebagai berikut :
Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah)
yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan
disajikan dengan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Menurut
paham ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan moral akan mengarah
seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang
dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat (Zuriah, 2011: 22).
Pendidikan moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia belajar menjadi
bermoral, dan bukannya pendidikan tentang moral yang akan mengutamakan
penalaran moral (moral reasoning) dan pertumbuhan inteligensi sehingga
seseorang bisa melakukan pilihan dan penilaian moral yang paling tepat (Zuriah,
2011: 21). Di Indonesia Pendidikan moral lebih tertuju bagaimana dapat
menanamkan nilai-nilai moral dan membentuk sikap moral seseorang. Emile
Durkheim, seorang ahli sosiologi moralitas Prancis, pendidikan moral adalah
bagian dari pewarisan nilai-nilai. Pandangan demikian sering dianggap tidak
relevan dengan paradigma pendidikan modern, yakni pendidikan untuk
perubahan. Paradigma Pendidikan modern yang fungsional adalah pendidikan

4
yang mampu menjawab tantangan masa kini dan tantangan masa depan, bukan
untuk pewarisan dan pelestarian nilai-nilai seperti pandangan pendidikan pada
paradigma lama. Meskipun, pendidikan pada paradigma lama sebatas pada
pewarisan dan pelestarian nilai-nilai, namun hal tersebut sangat relevan untuk
solusi perbaikan moralitas bangsa (Muchson AR& Samsuri, 2013: 85).

BAB III
PENYAJIAN DATA
tentang pendidikan ini dinyatakan dalam pasal 31 UUD 1945, dan diturunkan kemudian
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan adalah
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2 Pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan dan pemerataan kualitas Pendidikan ,


Memang selama ini telah banyak yang kita capai di dalam pelaksanaan
pemerataan pendidikan. Badan PBB UNESCO dan UNDP mengakui
keberhasilan Indonesia serta usaha-usaha lainnya untuk pemerataan pendidikan
yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Namun demikian perlu kita
akui bahwa di dalam hal kualitas pendidikan kita masih jauh terbelakang
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN hal ini perlu ditanggulangi karena
kualitas sumber daya manusia yang diinginkan adalah manusia berkualitas dan
berkompetitif baik di dalam masyarakat maupun dalam hubungan ASEAN dan
dunia. Usaha pemerataan kualitas pendidikan haruslah secara tuntas sehingga
perbedaan antara kualitas pendidikan kota-desa, Indonesia kawasan barat-timur
supaya semakin lama semakin mengecil pada masa-masa mendatang.

2
Undang-Undang N0. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Penjelasannya, Jakarta: Media Wacana,
2003, hal. 12.

5
Rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan.
Sukses yang dicapai secara kuantitatif memang menghambat peningkatan
kualitas kualitatif. Hal ini memang suatu konsekuensi di dalam pembangunan
nasional yang masih memberi prioritas pada pemerataan. Namun demikian
peningkatan kualitas merupakan suatu syarat mutlak di dalam suatu masyarakat
dunia yang kompetitif. Oleh sebab itu, usaha-usaha intensif untuk meningkatkan
kualitas pendidikan khususnya mata pelajaran yang menjadi tuntutan utama

dalam dunia industri seperti ilmu pengetahuan dan teknologi yang unggul
haruslah dijadikan target utama. Manajemen pendidikan dan pelatihan nasional
yang belum sejalan dengan manajemen pembangunan nasional Berkaitan dengan
apa yang telah dijelaskan mengenai kelembagaan pendidikan dan pelatihan
nasional, maka manajemen pendidikan dan pelatihan nasional masih belum
terarah. Berbagai departemen, berbagai lembaga menangani masalah tersebut
sehingga mengganggu dinamisme pengembangan lembaga pendidikan dan
pelatihan yang sesuai dengan permintaan pasar kerja. Oleh karena itu manajemen
yang baik dan teratur secara baik dalam pengelolaan dan dalam pelaksanaannya
itu pula dapat membuat peningkatan dalam kualitas dan hasil dari Pendidikan.

6
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Definisi Mengenai Pendidikan, Pengajaran & Pembelajaran
 Pendidikan
Di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, disebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu tindakan atau usaha menumbuhkembangkan atau mewujudkan
suasan belajar agar potensi yang ada pada peserta didik dapat berkembang.
 Pengajaran
Menurut KBBI, pengajaran merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam
menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajar juga diartikan sebagai
interaksi belajar dan mengajar, pengajaran berlangsung sebagai suatu proses yang
saling mempengaruhi antara guru dan siswa.
 Pembelajaran
Menurut UU Diknas No.23 Tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan guru atau sumber belajar untuk perubahan yang lebih baik.

4.2 Pembahasan Rumusan Masalah


Dalam dunia pendidikan relasi antara pendidik dan peserta didik sangatlah
kuat. Pendidikan merupakan jembatan untuk mencerdaskan generasi bangsa,
pendidikan memiliki peranan yang begitu penting dalam kemajuan negeri ini.
Apabila masyarakat memiliki pendidikan yang lebih baik, maka kita tidak akan
dipandang sebelah mata oleh orang lain bahkan oleh negara lain. Pendidikan
merupakan bekal utama dalam kehidupan. Dengan pendidikan kita dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dikerjakan
dan apa yang tidak boleh dikerjakan. Akan tetapi, kondisi pendidikan kita saat ini
sangat memprihatinkan, di mana moral dan sopan santun peserta didik kita sangat
rendah.

7
1) Saat ini, kasus peserta didik yang menyimpang dari nilai-nilai etika yang
ada itu menjadi hal yang tabu. Seperti banyaknya kasus peserta didik yang
tidak sopan kepada pendidiknya contoh ketika berbicara pada pendidik,
peserta didik cenderung menggunakan bahasa yang kurang sopan bahkan
kasar, serta tidak menghormati pendidik seperti semestinya.
Terjadi sebuah kasus Ahmad Budi Cahyono, guru SMAN 1 Kecamatan
Torjun, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, diduga mengalami patah tulang
leher akibat penganiayaan yang dilakukan MH, muridnya sendiri pada
tahun 2018. Lalu beliau meninggal dunia disebabkan hal itu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rusaknya moral peserta didik bisa
dikarenakan lingkungan sekitar, kebiasaan buruk dari dini, hingga kurang
pembelajaran pendidikan moral sejak dini oleh orang tua peserta didik
dalam mendidik etika kepada individu peserta didik tersebut.

Tidak hanya pada kasus peserta didik yang melakukan kekerasan pada
pendidik, tetapi juga kasus kekerasan pendidik pada peserta didik yang
juga masih sering terjadi di Indonesia. Seperti pada kasus seorang guru di
sekolah menengah atas di Jawa Tengah menampar murid-muridnya di
depan kelas, aksi yang disaksikan siswa lain yang merekam dan
mengunggahnya di media sosial. Dalam video tersebut nampak guru
berinisial LK itu mengelus-elus pipi salah seorang murid, seperti
mengambil ancang-ancang sementara murid-muridnya berdiri tegak dalam
diam. Setelah mengelus pipi, guru LK menampar dengan keras sampai
sang murid terhuyung-huyung. Dalam video pengakuannya, guru LK
menyebut setidaknya ada delapan nama murid yang ditamparnya di SMK
Kesatrian Purwokerto. Sebelum memukul, dia berpesan kepada murid-
murid lain yang menyaksikan bahwa pukulan ini akan benar-benar sakit.
"Kalau ada yang nangis, jangan ditertawakan, ini benar-benar sakit," kata
guru di depan kelas seperti terekam di salah satu video. Wakil Kepala
Sekolah SMK Kesatrian Inayah Rahmawati kepada detikcom menjelaskan
bahwa peristiwa tersebut terjadi saat mata pelajaran Teknik Komputer
Jaringan. Saat guru sudah di kelas, beberapa siswa datang terlambat. Siswa
yang datang terlambat itu kemudian ditampar satu per satu.

Pendidik yang masih kasar kepada peserta didik salah satunya dikarenakan
pola pikir para pendidik yang mayoritas masih terikat dengan cara dulu
waktu zaman Orde Baru yang sering menggunakan cara kekerasan yang
dipercaya ampuh dalam mendidik agar para peserta didik paham dan tidak
melakukan kesalahan, akhirnya terjadilah kasus-kasus kekerasan terhadap
8
peserta didik oleh pendidik hingga saat ini, namun sebenarnya cara inilah
yang salah, bahwa dalam bidang psikologis, psikologi anak yang semakin
ditekan, dan diberi hukuman dengan kekerasan akan terguncang, yang
akan menjadikan pribadi individu akan hancur, yang akan berimbas pada
kehidupannya di masa mendatang, atau bahkan itu akan ditiru oleh
individu agar melakukan hal yang sama terhadap anaknya atau orang
terdekatnya di kemudian hari.
2) Bukan dengan kekerasan
Tak zaman lagi mendidik dengan pemaksaan apalagi penggunaan
kekerasan. Aturan harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran, bukan
karena keterpaksaan atau rasa takut. Pola pendidikan menghukum dan
mengancam hanya mewariskan gen kekerasan. Laku momong, among,
ngemong seperti yang disebut Ki Hadjar Dewantara ialah panduan penting
yang mesti diejawantahkan di dalam dunia pendidikan. Penggunaan
kekerasan dalam proses pendidikan hanya akan berdampak pada mentalitas
siswa di masa depan. Mereka akan menjadi individu yang senang
memaksakan kehendak dan menganggap penggunakan kekerasan untuk
mencapai tujuan tertentu sebagai sesuatu yang wajar.
Sayangnya, sering kali pendidikan di sekolah hanya terfokus penguatan
kompetensi menegasikan orientasi humanistik, gagal menjawab tantangan
sosial ekonomi dan keadilan, serta jauh dari kemajuan ilmu pengetahuan.
Maraknya varian penggunaan kekerasan di sekolah menjadi salah satu
indikator, bahwa orientasi humanistik pendidikan belum dijalankan
optimal.
Proses pendidikan sering kali melupakan hal yang sangat mendasar,
internalisasi nilai-nilai kehidupan kepada siswa. Pendidikan karakter justru
terjebak pada slogan dan jargon sehingga sulit diimplementasikan di
kehidupan keseharian. Membesarkan anak dengan menggunakan pola-pola
kekerasan harus dihilangkan. Anak yang dibesarkan dengan amarah akan
hidup dengan kebencian. Mereka akan terbiasa menyelesaikan masalah
dengan kekerasan.
Akhirnya, melakukan tindakan kekerasan sampai hilangnya nyawa
manusia seolah menjadi biasa saja. Banyak kasus juga yang menunjukkan
bahwa atas agama, etnisitas, maupun perbedaan pandangan tindakan
kekerasan dilegalkan. Nyawa pun menjadi tidak berarti dan tidak berharga.
Tidak ada tindakan kekerasan yang bisa ditoleransi. Semua tindakan itu
melampaui batas kemanusiaan. Tindakan kekerasan bahkan sampai
pembunuhan tentu menistakan kemanusiaan. Semua jenis kekerasan itu
mengusik rasa kemanusiaan kita. Duka mendalam pasti dirasakan setiap
orang, tak hanya pihak keluarga yang menjadi korban. Laku kekerasan
sudah sepatutnya diputus mulai dari dunia pendidikan.

9
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Menurut artikel yang dirilis oleh KPAI, bertepatan dengan Hari
Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei dan Hari Bullying Internasional
pada 4 Mei, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali merilis hasil
pengawasan kasus pelanggaran hak anak dalam bidang pendidikan selama 2019.
Salah satu yang menjadi catatan KPAI adalah aksi perundungan atau bullying
anak terhadap guru yang meningkat drastis. Komisioner KPAI bidang
Pendidikan Retno Listyarti mengatakan kasus-kasus pelanggaran yang terjadi
dalam kurun waktu Januari hingga April 2019 didominasi oleh perundungan
atau bullying berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual.
“Selain itu, anak korban kebijakan juga cukup tinggi kasusnya,” ungkap Retno
dalam konferensi pers di gedung KPAI, Kamis (02/05/2019). KPAI mencatat
ada 8 kasus anak korban kebijakan terjadi selama 4 bulan pertama 2019. Ada
juga korban pengeroyokan 3 kasus, kekerasan fisik 8 kasus, kekerasan seksual 3
kasus, 12 kasus kekerasan psikis dan bullying, dan kasus anak membully guru
sebanyak 4 kasus. Retno menyebut mayoritas kasus-kasus tersebut terjadi di
jenjang sekolah dasar, mencapai 25 kasus atau 67% dari keseluruhan kasus yang
ada. Dengan demikian, masih banyak krisis moral pada peserta didik maupun
pendidik hingga saat ini. Jumlah kasus tersebut hingga kini akan terus
menambah jika tidak ada solusi.
5.2 Saran
Karena banyaknya kasus kekerasan yang terjadi sangat penting bagi kita
semua untuk menyadari tentang penting nya moral dan etika baik di lingkungan
pendidikan (sekolah) maupun lingkungan sosial (masyarakat). Perlu adanya
revolusi mental dan revolusi moral etika bagi seluruh masyarakat Indonesia yang
bisa diwujudkan mulai dari sistem pendidikan dan kurikulum serta peran aktif
guru, orang tua serta lingkungan agar dapat menciptakan generasi dan yang bukan
hanya cerdas melainkan juga memiliki moral dan etika yang baik. Guru
diharapkan dapat menjadi contoh bagi peserta didiknya begitu pun peserta didik
harus memiliki sopan santun dan etika kepada gurunya. Saat murid bisa sudah
terbiasa diajarkan dengan pola pendidikan yang tanpa menggunakan kekerasan
sebagai upaya untuk memberikan peringatan kepada murid, namun hal ini justru
malah akan membuat mental murid menjadi semakin tertantang dan akan
menimbulkan tindakan yang lebih tidak sopan kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA
- Faizal, Achmad. 2014. Guru yang Tewas Dianiaya Muridnya Diduga
Mengalami Patah Tulang Leher.
https://regional.kompas.com/read/2018/02/03/17174861/guru-yang-
tewas-dianiaya-muridnya-diduga-mengalami-patah-tulang-leher (3
Februari 2014)
- Fahmi, Iqbal. 2018. Guru yang Tampar 9 Murid di Purwokerto Jadi
Tersangka.
https://regional.kompas.com/read/2018/04/21/08501261/guru-yang-
tampar-9-murid-di-purwokerto-jadi-
tersangka?page=allhttps://regional.kompas.com/read/2018/04/21/085012
61/guru-yang-tampar-9-murid-di-purwokerto-jadi-tersangka?page=all
- Abdi, Putra, Alfian. 2019. KPAI: 24 Kasus Anak di Sekolah pada Awal
2019 Didominasi Kekerasan.
https://tirto.id/kpai-24-kasus-anak-di-sekolah-pada-awal-2019-
didominasi-kekerasan-dg8o (15 Februari 2019)
- Catatan KPAI di Hardiknas: Kasus Anak Bully Guru Meningkat Drastis.
https://www.kpai.go.id/berita/catatan-kpai-di-hardiknas-kasus-anak-
bully-guru-meningkat-drastis (4 Mei 2019)

11

Anda mungkin juga menyukai