Ekosistem Sungai
oleh
Fiki Kusuma Astuti
0402518005
Salah satu ekosistem di bumi adalah ekosistem sungai. Ekosistem sungai ini berarti segala
macam interaksi atau hubungan timbal balik dari makhluk hidup dan juga lingkungannya
yang meliputi kawasan atau daerah sungai. Ekosistem sungai ini meliputi di sepanjang
wilayah Daerah Aliran Sungai: dari hulu sungai, badan sungai, hilir sungai, dan muara
sungai.
Ekosistem sungai ini merupakan salah satu jenis ekosistem air tawar. Hampir semua wilayah
Indonesia mempunyai ekosistem sungai. Indonesia memiliki ± 5950 aliran sungai. Beberapa
sungai yang terkenal dan sekaligus menjadi ekosistem sungai yang besar antara lain Sungai
Mahakam, Sungai Kapuas, Sungai Musi, Sungai Bengawan Solo, dan lainnya. Sungai yang
terletak di bawah tanah, underground river, ada di Gua Pindul.
Beberapa ciri atau karakteristik utama yang dimiliki oleh ekosistem sungai antara lain:
1. Adanya air yang terus mengalir dari arah hulu menuju ke arah hilir.
2. Terdapat variasi kondisi fisik dan juga kimia dalam tingkat aliran air yang sangat
tinggi.
3. Adanya perubahan kondisi fisik dan juga kimia yang berlangsung secara terus
menerus.
4. Dihuni oleh berbagai macam tumbuhan dan juga binatang yang telah beradaptasi
dalam kondisi aliran air.
2. Pembagian Zona Ekosistem Sungai
Zona pertama yang ada di ekosistem sungai adalah zona air deras. Zona air deras merupakan
wilayah sungai yang cenderung dangkal. Pada zona ini kita akan mendapati aliran arus air
yang deras atau sangat tinggi. Biasanya zona ini berada di bagian hulu sungai (atau lebih
tepatnya di pegunungan). Aliran sungai yang deras ini mengakibatkan bagian dasar sungai
menjadi bersih dari berbagai macam endapan serta materi- materi yang mengendap lainnya.
Hal ini juga menyebabkan bagian dasar dari zona ini cenderung terasa padat. Di zona air
deras ini kita akan menemukan bentos dan juga organisme ferifitik yang mempunyai
kemampuan untuk melekat dan berpegang pada dasar yang bersifat keras atau padat, atau bisa
juga pada ikan yang bisa berenang dengan kuat.
Zona kedua yang terdapat dalam ekosistem sungai adalah zona aliran tenang. Berbeda dengan
zona yang pertama, zona ini merupakan zona yang sedikit lebih dalam dan arus sungai tidak
terlalu deras seperti zona yang pertama. Zona ini biasanya berada di wilayah yang landai. Di
zona ini kita juga akan menemukan lumpur dan juga bahan endapan lainnya yang mengendap
di dasar sungai. Karena banyaknya bahan endapan yang mengendap ini maka menjadikan
dasar sungai terasa lunak dan tidak sesuai lagi dengan bentos. Zona aliran tenang ini lebih
sesuai bagi nekton dan plankton yang mempunyai kebiasaan menggali dasar sungai.
Itulah dua zona yang terdapat pada ekosistem sungai. Apabila kita perhatikan, maka dua zona
tersebut mempunyai karakteristik yang bertolak belakang.
1. Hulu sungai
Hulu sungai merupakan daerah sungai bagian atas, mempunyai kerapatan drainase
yang tinggi, jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Laju erosi di daerah hulu sungai
lebih cepat daripada laju pengendapan. Bebatuan di hulu sungai besar, aliran air deras.
Terdapat air terjun.
Komponen abiotik: aliran air deras, banyak bebatuan besar, intensitas cahaya matahari
lebih sedikit daripada bagian sungai lain karena banyak terdapat di pegunungan
sehingga banyak pepohonan tinggi, temperatur tinggi karena terdapat di wilayah
pegunungan dan banyak pepohonan
Pohon jati
Tectona grandis
2.
Rasamala
Altingia excelsa
3.
Kopi
Coffea
4.
Kebogerang
Mytus negriceps
5.
Panicum malabaricum
Fauna
1.
Anggang-anggang
Argyroneta aquatica
2.
3.
Kongkangkolam
Hylarana chalconota
schlegel
4.
5.
Ikan nilem
Osteochilus vittatus
2. Badan sungai
Badan sungai atau sungai bagian tengah merupakan zona sedimentasi, tempat
pemanfaatan air, drainase kecil, daerah kemiringan kecil (krang dari 8%), beberapa
tempat air dapat tergenang/banjir. Aliran sungai di badan sungai dapat berkelok –
kelok.
Bambu
Bambuseae
2.
Teratai
Nymphaea
3.
Enceng gondok
Eichhornia
crassipes
4.
Alang alang
Imperata
cylindrica
5.
Pandan
Pandanus
6.
Pisang
Musaceae
Fauna
1.
2.
Katak tegalan
Fejervarya
limnocharis
3.
Kadal air
Pleurodelinae
4.
Ikan wader
Barbodes
binotatus
5.
Ikan teri
Barbodes
schwanefeldii
6.
Ikan sapusapu
Liposarcus
pardalis
3. Hilir sungai
Aliran sungai di hilir dapat berkelok – kelok, banyak terjadi sedimentasi, aliran sungai
tenang dan terdapat erosi ke arah samping.
Bakau
Rhizhopora Mucronata
2.
Nipa
Nipa fruticans
3.
Fauna
1.
Udang
Caridea
2.
Ikan patin
Pangasius polyuranodon
3.
Ikan areng
Labeobarbus
chrysopekadion
4.
Bandeng
Chanos
Peraturan Menteri LHK Nomor 68/2016 mengatur semua kegiatan usaha untuk melakukan
pengolahan limbah sebelum dibuang ke badan air dan harus memenuhi baku mutu, akan
tetapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan 75 persen air sungai di
Indonesia sudah tercemar berat khususnya oleh limbah domestik. Hasil penelitian Suteja
(2019) sejalan dengan Mentri Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa kualitas air di Banyuasin
mengantung merkuri (Hg) dalam batas maksimum. Ahli ekologi lingkungan dari Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Dr Prabang Setyono (2018), mengatakan bahwa pencemaran di
Bengawan Solo masuk kategori sedang. Polutan logam berat diduga berasal dari industri dan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Elviana (2019) mengungkapkan bahwa di Sungai Maro terdapat 13 jenis ikan. Sungai Ciapus
dan Cisadane merupakan habitat dari burung wallet sapi namun termasuk dalam kategori
tercemar sangat berat dan Sungai Ciliwung termasuk kedalam kategori tercemar sangat
ringan. Diantara jenis - jenis makrozoobenthos yang dijumpai di Sungai Ciapus terdapat 8
famili larva serangga dengan kepadatan 156.25 ind/m2, Sungai Cisadane memiliki 6 famili
larva serangga dengan kepadatan 187.5 ind.m2, dan Sungai Ciliwung memiliki 9 famili larva
serangga dengan kepadatan 325 ind/m2. Aktivitas walet di ketiga sungai yang teramati adalah
berburu pakan dan terbang di atas sungai. Kondisi kualitas air, potensi pakan maupun
keberadaan walet sapi menunjukkan bahwa ketiga lokasi penelitian masih layak untuk
mendukung kehidupan larva serangga pakan burung walet sapi.
Hasil penelitian Zammi (2018) mengungkapkan bahwa pH air sungai Simbangkulon antara
6,70 – 6,94 dan DO antara 1,62 – 4,32 mg/L, dan suhu antara 27 – 28 0C. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kuantitas limbah batik yang dibuang langsung ke sungai Simbangkulon
telah mengurangi/mencemari pH dan DO air sungai Simbangkulon, sedangkan suhu
belum/tidak tercemar (masih berada pada batas aman yang ditetapkan pemerintah).
Data paling mutakhir Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan, didapati ada 52 sungai di Indonesia berstatus cemar berat, 20 aliran sungai
berstatus cemar sedang, 7 sungai yang mengalami pencemaran ringan dan ada 21 sungai di
Indonesia yang berstatus memenuhi baku mutu namun dalam batas tercemar ringan.
Perolehan tersebut mencakup 100 aliran sungai pada 33 provinsi di Indonesia.
Sungai Ciliwung di DKI Jakarta pada tahun 2013 hingga 2015 berstatus cemar berat. Di Jawa
Timur, Sungai Bengawan Solo, Sungai Madiun, dan Kali Surabaya tercemar berat. Di
Yogyakarta, Sungai Progo, Sungai Krasak, Sudu, Opak, Serang, dan Tinalah tercemar berat.
Di Kalimantan Sungai Barito dan Sungai Martapura menyandang cemar berat selama tiga
tahun berturut-turut. Di Jawa Barat, Sungai Citarum, Cisadane, dan Citanduy tercemar berat.
Sungai Citarum dan Kalimantan pada tahun 2013 mendapat vonis sebagai sungai paling
tercemar di tataran internasional. Ketentuan tersebut berdasarkan laporan tahunan dari Green
Cross Swiss dan Blacksmith Institute.
Hasil penelitian Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan BPPT disebutkan bahwa dalam 50
tahun terakhir Indonesia telah gagal mencegah turunnya mutu air. Ada 1,2 miliar penduduk
dunia tidak mempunyai akses air bersih. Penduduk tak mempunyai fasilitas dasar sanitasi
memadai. Peneliti Bidang Teknik Konservasi dan Tata Air, Waluyo Hatmoko menegaskan,
Pulau Jawa yang pertama kali berpotensi mengidap kelangkaan air, sebab hanya memiliki
ketersediaan air permukaan hanya 4 persen. Sedangkan jumlah penduduk Pulau Jawa ialah 60
persen dari total penduduk Indonesia.
Air Limbah industri memang tak memiliki volume yang tinggi. Namun, daya rusaknya paling
kuat. Limbah mengandung B3 tersebut sangat potensial munculkan dampak pencemaran air
sungai. Limbah itu mempengaruhi naik turunnya keasaman air, perubahan sifat fisik,
tertutupnya permukaan air, dan meningkatkan jumlah padatan yang tersuspensi dalam air.
Penelitian yang dilakukan GreenPeace, Walhi Jawa Barat, Pawapeling, dan LBH Bandung
pada April 2016, 4 desa di Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung berstatus cemar berat
akibat ulah limbah industri. Mereka mengacu pada laporan lengkap Sunardi, terkait Valuasi
Dampak Pencemaran di Kawasan Industri Pancaekek, dari Institute of Ecology Unpad.
Ditemukan bahwa air yang mengalir di sungai dan sawah warga mengandung timbal (Pb),
merkuri (Hg), kromium (Cr), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Limbah pabrik mengalir
berwarna-warni di sungai yang berdekatan dengan sawah warga.
Kemudian di Surabaya, Jawa Timur, menurut hasil riset Ecoton dan National Institute
Minamata Disease menunjukkan bahwa badan air, lumpur, kerang, ikan, dan ekosistem Kali
Surabaya telah terkontaminasi merkuri, timbal, kadmium, tembaga, dan besi dengan kadar
yang melebihi ambang batas. Hasil penelitian tersebut dikuatkan oleh Adi Trisnawati dan Ali
Masduqi dari Program Studi Magister Teknik Lingkungan, ITS. Pada Desember 2013,
mereka menemukan bahwa Kali Surabaya tergolong tercemar ringan. Bagi mereka,
pencemaran hanya mampu dicegah melalui pemberian sanksi terhadap siapa saja yang
mencemari air sungai.
Logam berat yang dibawa oleh limbah pabrik mengandung racun yang berbahaya bagi biota
air dan manusia. Jika manusia terinfeksi limbah timbal akan berakibar kerusakan ginjal,
sistem syaraf dan otal, anemia, nyeri dan kelemahan otot, mual, dan sakit perut. Pada tahun
2013 Green Cross Switzerland dan Blacksmith Institute menyatakan Sungai Citarum sebagai
salah satu tempat paling tercemar di dunia. Sungai ini ada di posisi tiga, hanya kalah dari
Agbogbloshie, gunung sampah elektronik di Ghana, dan Chernobyl, kota yang mati akibat
radiasi nuklir di Rusia.
Sungai Citarum sepanjang 269 kilometer ini diidentifikasi punya tiga masalah utama. Di hulu
sungai terdapat lahan kritis yang menyebabkan erosi tanah; di sepanjang aliran muncul
pengendapan yang menyebabkan banjir; ditambah pencemaran kotoran ternak, sampah rumah
tangga, dan limbah pabrik. Berbagai senyawa beracun pun muncul di daerah aliran sungai
(DAS) Citarum yang berdampak buruk pada 35 juta orang di 13 kabupaten/kota yang
dilaluinya.
Program terbaru, “Citarum Harum”, didorong langsung oleh Presiden Joko Widodo dan
bergulir sejak 2018. Upaya pemerintah ini, ditambah inisiatif warga di banyak titik, berangsur
memperbaiki kondisi Citarum. Belum ada data yang menunjukkan tingkat pencemaran
Citarum berkurang. Namun kata Dadan, hal itu bisa dilihat kasat mata melalui air yang lebih
jernih dan sampah yang berkurang. Kini, beberapa badan sungai sudah bisa dipakai untuk
kegiatan.
Gambar 5. Para anggota TNI terlibat dalam program pembersihan Sungai Citarum di
Bandung Selatan, Jawa Barat.
Daftar Pustaka
Adjie, Susilo. 2018. Komunitas Ikan di Sungai Bengawan Solo. Palembang: Balai Riset
Perikanan Perairan Umum.
Nasihah, Durrotun. 2015. Vegetasi Riparian di Hulu Hingga Hilir Sungai Winongo,
Yogyakarta. Electronic Thesis and Dissertation, UGM.
Rolik, Oktaviani & Bagyo Yanuwiadi. 2016. Analisis Vegetasi Riparian di Tepi Sungai
Porong, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Biotropika. 4(1)
Suteja, Yulianto., Anna Ida Sunaryo Purwiyanto, & Fitri Agustriani. 2019. Merkuri (Hg) di
Permukaan Perairan Muara Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan, Indonesia. Journal of
Marine and Aquatic Science 5(2)
Zammi, Muhammad., Atik Rahmawati, Ratih Rizqi Nirwana. 2018. Analisis Dampak Limbah
Buangan Limbah Pabrik Batik di Sungai Simbangkulon Kabupaten Pekalongan.
Walisongo Journal of Chemistry 2(1).