Makalah Kanker Serviks
Makalah Kanker Serviks
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh
di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan
10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju ke dalam rahim. [4] Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona
transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar.
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak
akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat
dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki.
Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh
dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi
sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku
seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks.
Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks
dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati
urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif.
Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker
servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara
drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau.
Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih
tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
1
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu
saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar
penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih
mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran
penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan
teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau
untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan sedikit
darah, pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai
perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang
lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik),
fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
4
(rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.
1. Faktor Penyebab
2. Faktor Resiko
b. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan,maka semain besar resiko terjamgkit kanker
serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
5
c. Merokok
Beberapa peneitian menunukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel
konfounding sepert pola hubungna seksual. Penemuan lain mempekhatkan
ditemkanna nikotin paa cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifata
sebaai kokassnoen dan bersama-sma dengan kasinoge yan elah ada
selanjutnya mendoron pertumbuhan ke arah kanker.
d. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker
serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian
tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive
terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan
bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi
daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang
dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan
confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan
penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks,
menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut
mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan
factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko
kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan
smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih
frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral
dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.
e. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu
seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan
peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun
6
sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut
akan enurunkan resiko.
f. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang
kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang
rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa
infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan
pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan
genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.
g. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang
frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker
serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi
juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks.
Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat
dan akhirnya menjadi Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru menggunakan nama Neoplasma
Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS 2 untuk displasia
sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda
setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks
pertama dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks
pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan
7
NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7 tahun.
Sedanhkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa
NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada
usia lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69
tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering
ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan
II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering
ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Inseden kanker leher larim (Age Standarized Cancer Incidence Rate /
ASR) penduduk Kota Semarang, tercatat pada tahun 1980-1981 menunjukkan
ASR 27,9 dan data tahun 1985-1989 ASR 24,4. Dibandingakan dengan
berbagai daerah diluar negeri angka ini sedikit berbeda, seperti di Thailand
(Chiang Mai) dilaporkan ASR tahun 1983-1987 adalah 33,2 dan di Korea
Selatan 13,2 tahun 1982-1983. India menunjukkan angka lebih tinggi yaitu 41,7
tahun 1982.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-
1998 ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-
44 tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-
54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit
di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.
8
dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak melakukan gonta-ganti
pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens
kanker leher rahim mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan
proporsi kanker leher rahim dari semua jenis kanker dibeberapa bagian
patologi anatomi pada tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar
24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar 28,2%
dan Medan sebesar 16,9%.
(portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction
(SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35
1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infitratif membentuk ulkus
3. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis
dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks
normal secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua
jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif
(metaplasia skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-
diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi
karsinoma invasive. Sekali menjadi mikroinvasive, proses keganasan akan
berjalan terus.
9
Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim
10
Gambar 2. Progresivitas Kanker Serviks
11
G. Penyebaran Kanker Serviks
3 arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c)
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel
tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau
darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm
tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah
invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara
klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih,
yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal,
12
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena
oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).
2. korpus uteri
13
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan
timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering
terjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus
mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.
14
Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear
Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
15
2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu
alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya.
Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap
smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan
pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh
darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya
terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan
pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi
untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.
16
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
1. Pembedahan
17
disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda,
ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk
menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan
intravena atau melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya
suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan
pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada
18
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
1. Pencegahan Primer
2. Pencegahan sekunder
19
Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan
kanker serviks, yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :
1) Kampanye kesadaran masyarakat
2) Program pendidikan kesehatan masyarakat
3) Promosi kesehatan
b. Pencegahan khusus, misalnya :
1) Interfensi sumber keterpaparan
2) Kemopreventif
1. Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai
karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena
kanker leher rahim.
20
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
4. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah
dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
5. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear
bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
7. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap
smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
8. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
9. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet.
Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli.
Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c)
ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum
rektovaginal dan kandung kemih. Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit
apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana
melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan
deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.
5. Pengobatan kanker serviks yang dapat dilakukan, yiatu : Pembedahan,
Terapi penyinaran, Kemoterapi, dan Terapi biologis. Sedangkan beberapa
cara praktis yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah kanker serviks, yaitu : miliki pola makan sehat, yang kaya dengan
sayuran, buah dan sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh, hindari
merokok, hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau
belasan tahun, pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah
terinfeksi HPV, melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan
istilah vagina toilet, hindari berhubungan seks dengan banyak partner, secara
rutin menjalani tes Pap smear secara teratur, dan sebagainya.
B. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Alfian Elwin Zai. 2009. Skripsi : Karakteristik Penderita Kanker leher Rahim Yang
Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun
2003-2007. FKM Universitas Sumatera Utara Medan.
(http://www.researchgate.net/publication/42356226_Karakteristik_Penderita_Ka
nker_leher_Rahim_Yang_Dirawat_Inap_Di_Rumah_Sakit_Umum_Pusat_Haji_
Adam_Malik_Medan). Diakses Tanggal 5 Februari 2011.
24