Disusun oleh:
NAOMI ALMAIDA NIM 21050115120025
FERY FAHMI IRAWAN NIM 21050115130100
FARIS RADITYA MUNIR NIM 21050115140151
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN
SEMARANG – DESEMBER – 2018
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Disusun oleh:
NAOMI ALMAIDA NIM 21050115120025
FERY FAHMI IRAWAN NIM 21050115130100
FARIS RADITYA MUNIR NIM 21050115140151
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN
SEMARANG – DESEMBER – 2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
Menyutujui Mengesahkan
Koordinator Tugas Perancangan Dosen Pembimbing TP
ii
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas perancangan dan menyusun
laporan ini sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan. Tugas perancangan yang
dilakukan penulis ini merupakan salah satu syarat dalam memenuhi Kurikulum
Pendidikan Sarjana Program Studi S-1 Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Tugas perancangan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui penerapan
teori yang diperoleh di bangku kuliah dalam dunia industri dan mengaplikasikannya
dalam perancangan. Selama mengerjakan tugas ini penulis mendapatkan banyak
bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Sri Nugroho, Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
2. Bapak Dr. Rifky Ismail, ST, MT selaku Koordinator Tugas
Perancangan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang.
3. Bapak Dr. M. Tauviqirrahman ST, MT selaku Dosen Pembimbing
Tugas Perancangan yang telah memberikan banyak bimbingan dan
kemudahan bagi penulis.
4. Saudara angkatan 2015 yang selalu memberi semangat dan motivasi
kepada penulis.
5. Pihak-Pihak Lain yang telah banyak membantu penulisan laporan ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Laporan
Tugas Perancangan ini sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapakan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga laporan ini bermanfaat.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
2.5 Grinding........................................................................................................17
v
2.6 Konsep Dasar Analisis Metode Elemen Hingga ..........................................17
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 3.13 Boundary condition pada journal bearing : a) inlet wall pada journal
bearing dan outlet pada journal bearing, b) stationary wall dan
moving ............................................................................................33
Gambar 3.14 Jendela pendefinisian kondisi batas pada ANSYS Workbench
16.0 .................................................................................................35
Gambar 3.15 Jendela Solution Method pada ANSYS Workbench 16.0 ...............35
Gambar 3.16 Jendela Solution Control secara default .........................................36
Gambar 3.17 Pengolahan data menjadi kontur ....................................................36
Gambar 3.18 Setup pada system coupling ............................................................37
Gambar 3.19 Jendela Solution Method pada ANSYS Workbench 16.0. ..............38
Gambar 3.20 Jendela Solution Control secara default .........................................38
Gambar 3.21 Jendela Step - control yang digunakan pada transient structural ..39
Gambar 3.22 Jendela Analisys Setting yang digunakan pada system coupling ....39
Gambar 3.23 Pengolahan data menjadi kontur pada fluent. .................................40
Gambar 3.24 Pengolahan data menjadi kontur pada transient structural ............40
Gambar 3.25 Diagram alir penelitian ...................................................................41
Gambar 4.2 Kontur tekanan pada elasto – hydrodynamic lubrication; a) Ra = 0.1,
b) Ra= 0.4, c) Ra = 1.6, d) Ra = 12.5 .............................................44
Gambar 4.3 Kontur tekanan pada elasto – hydrodynamic lubrication; a) Ra= 0.1,
b) Ra = 0.4, c) Ra = 1.6, d) Ra = 12.5 ...........................................46
Gambar 4.4 Distribusi tekanan pada journal bearing dengan kondisi batas no-
slip dan isothermal. .........................................................................46
Gambar 4.5 Distribusi tekanan pada journal bearing pada pelumasan
hidrodinamik dan elasto – hydrodynamic ......................................46
Gambar 4.6 Perbandingan load support pada journal bearing. .....................
Gambar 4.7 Kontur tekanan pada elasto – hydrodynamic lubrication; a) Ra = 0.1,
b) Ra = 0.4, c) Ra = 1.6, d) Ra = 12.5 ............................................49
Gambar 4.8 Deformasi yang terjadi pada poros dan housing pada parameter
kekasaran Ra=0.1. ..........................................................................49
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Efek kekasaran pada pelumasan hidrodinamis selalu menjadi hal yang
penting, khususnya pada journal bearing. Distribusi beban antara permukaan yang
kasar dapat dinyatakan menggunakan teori lubrikasi hidrodinamis. Ketika beban
yang diangkat besar, ketebalan film pelumas, kecepatan, dan nilai kekasaran
sepanjang permukaan journal bearing akan sangat dipengaruhi (Sinanoglu, 2004).
Kekasaran dari permukaan yang diproduksi untuk keperluan lubrikasi
adalah antara 1-20 (Elsharkawy, 2005). Permukaan yang sangat halus ketika
diperiksa menggunakan mikroskop akan terlihat titik yang tinggi dan rendah. Titik
yang tinggi disebut juga dengan asperity. Ketika permukaan bearing tidak cukup
halus akan terjadi kontak antar asperity. Tekanan kontak yang ada karena asperities
tersebut akan menjadi bagian dari beban yang ditumpu pada bearing. Karena
permukaan bearing mempunyai gerak relatif terhadap porosnya, tekanan
hidrodinamik akan dihasilkan sebagai hasil dari adanya daerah lubrikan yang
semakin menyempit dan pengaruh dari viskositas lubrikan tersebut (Elsharkawy,
2005). Dengan adanya kekasaran maka akan timbul perubahan ketebalan fluida
(film thickness). Perubahan ketebalan fluida tersebut akan menimbulkan perubahan
tekanan pada permukaan bearing, dimana pada setiap asperity akan terjadi puncak
tekanan (Javorova, 2010).
Selain itu kekasaran mempengaruhi kavitasi yang ada pada journal
bearing (He dkk, 2013). Tingkat kekasaran ini dapat mempengaruhi kavitasi yang
menghasilkan efek yang cukup signifikan terhadap load support dan performansi
gesekan (Czaban, 2014). Oleh karena itu, efek dari kavitasi seharusnya
diperhitungkan pada saat mencari pengaruh dari tingkat kekasaran pada permukaan
bearing.
Dalam tugas perancangan ini, perangkat lunak ANSYS Workbench 16.0
digunakan untuk membantu memodelkan simulasi kavitasi pada bearing yang
mempunyai beberapa variasi kekasaran dengan menggunakan metode fluid-
structure interaction.
2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan pada tugas perancangan kali ini adalah sebagai berikut.
1. Mengeksplorasi fitur-fitur pada ANSYS Workbench 16.0 sebagai
perangkat lunak CFD dalam memodelkan kavitasi.
2. Mengeksplorasi fitur fluid-structure interaction yang ada pada
ANSYS Workbench 16.0
3. Menganalisa pengaruh performansi pelumasan pada bearing dengan
mempertimbangkan kavitasi dan kekasaran permukaan.
4. Menganalisa pengaruh kekasaran terhadap distribusi tekanan pada
permukaan bearing.
3
kemudian diolah menjadi suatu kesimpulan yang sesuai dengan tujuan awal
penelitian.
Lalu Bab VI berisi tentang Penutup. Isinya merupakan pernyataan singkat
dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian, yaitu berupa kesimpulan dan saran.
Terakhir adalah Daftar Pustaka dan Lampiran yang menampilkan seluruh
informasi dan data tertulis yang dijadikan sebagai landasan pengembangan peneliti.
4
BAB II
DASAR TEORI
(a) (b)
Gambar 2.1 Jenis-jenis bearing: (a) sliding contact bearing, (b) roller contact
bearing (Paynter, 2009).
5
2. Thrust Bearing
Bearing jenis ini mampu menahan gaya searah sumbu putar poros.
6
dimana:
R = jari – jari housing bearing
r = jari – jari jurnal
Persamaan yang dipakai untuk menganalisa jorunal bearing antara lain:
1. Radial clearance
Ini adalah perbedaan antara radius housing dan poros. Secara
matematis yaitu:
c Rr (2.1)
2. Eksentrisitas
Ini adalah jarak radius antara titik pusat bearing dan ketika posisi
titik pusat bearing berpindah saat diberi beban. Eksentrisitas
dinotasikan dengan e.
3. Rasio Eksentrisitas
Ini adalah rasio eksentrisitas terhadap radial clearence. Secara
matematis yaitu:
e
(2.2)
c
4. Ketebalan film Pelumas
Pelumas yang mengisi clearance disebut film pelumas. Film
pelumas merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya daya
dukung dan kontak langsung. Panjang lintasan bearing yang dilewati
sebuah pelumas yaitu:
x R (2.3)
Ketebalan film pelumas pada sebuah bearing bisa didapat dengan
persamaan berikut.
h c(1 cos ) (2.4)
Pada kisaran 0 pada Gambar 2.2, ketebalan film pelumas
akan menurun sesuai arah rotasi poros, dan akan meningkat kembali
pada kisaran 2 . Ketebalan minimum film pelumas adalah
jarak minimum bearing dan poros saat terjadi kondisi pelumasan
7
sempurna. Dinotasikan dengan h min . Nilainya didapat dari
persamaan berikut.
h min c(1 ) (2.5)
Pada kisaran dimana ketebalan film menurun pada arah rotasi poros,
tekanan positif terjadi pada film pelumas karena adanya putaran
poros (efek wedge), dan akan memberikan gaya dukung pada poros.
8
integrasi yang sama seperti pada perangkat lunak profilometer standar. Hasil dari
persamaan aljabar dapat diselesaikan untuk mengukur sebuah diameter bola dimana
pengukuran ini ditujukan untuk mengukur kekasaran. Ketika diaplikasikan pada
pengukuran kekasaran permukaan yang sebenarnya, persamaan ini memberikan
kisaran nilai ekuivalen kekasaran butir-pasir.
Parameter-parameter yang berbeda sudah didefinisikan untuk memberikan
karakter pada kekasaran permukaan. Sejauh ini hal yang paling biasa digunakan
adalah rata-rata aritmatika dari nilai absolut (Ra) (Adams dkk., 2012).
1 n
Ra | yi |
n i 1
(2.6)
Dimana yi adalah jarak dari tinggi rata-rata profil (mean line) untuk
pengukuran i, dan n adalah jumlah pengukuran. Gambar 2.3 menunjukkan letak
mean line.
Gambar 2.3 Mean line pada permukaan kasar (Adams dkk., 2012).
Gambar 2.4 Sebaris bola sejenis pada permukaan rata (Adams dkk., 2012).
9
2.2.2 Pengaruh Kekasaran Permukaan
Efek kekasaran pada pelumasan hidrodinamis selalu menjadi hal yang
penting, khususnya pada jorunal bearing. Distribusi beban antara permukaan yang
kasar dapat dinyatakan menggunakan teori lubrikasi hidrodinamis. Ketika beban
yang diangkat besar, ketebalan film pelumas, kecepatan, dan nilai kekasaran
sepanjang permukaan jorunal bearing akan sangat dipengaruhi (Sinanoglu, 2004).
Sahlin dkk. (2004) mempelajari performansi hidrodinamis dalam hal ini
adalah gaya gesek dan load support. Mereka juga mempelajari ketergantungan pada
bentuk geometri dari tekstur permukaan terhadap kondisi aliran menggunakan
CFD. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa dengan memberikan pola pada
salah satu permukaan yang paralel, fluida yang digunakan sebagai pelumas dapat
menghasilkan tekanan hidrodinamis.
Czaban (2014) mempertimbangkan adanya pengaruh kekasaran terhadap
parameter-parameter yang terlibat membutuhkan penggunaan model statistik. Pada
kasus pelumasan hidrodinamik jorunal bearing, pertimbangan secara analitik dapat
dilakukan, dengan menurunkan persamaan stochastic Reynold. Dari hasil yang
didapat Czaban (2014) menunjukkan hasil dari simulasi CFD lubrikasi
hidrodinamik conical bearing dengan pertimbangan efek dari kekasaran permukaan
poros dan sleeve. Distribusi tekanan hidrodinamik pada celah pelumasan dari
bearing yang diteliti dihitung dengan menggunakan perangkat lunak ANSYS
Workbench 16.0. Pada perangkat lunak ini kekasaran dapat dimodelkan sebagai
kekasaran butir-pasir sejenis yang disimbolkan dengan roughness height (Ks).
Konversi dari nilai parameter ini ke nilai rata-rata aritmatik kekasaran
permukaan (Ra) dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma sebagai berikut
(Czaban, 2014).
K
1 s
Ra | y y | dx (2.7)
3 x 0
y ( x) K s x x 2 (2.8)
10
dan
Ks
y (2.9)
8
Dengan substitusi persamaan 2.8 dan 2.9 ke persamaan 2.7 dan melakukan
integrasi, didapat perhitungan seperti berikut.
Ks 2 1 2 1
Ra ( cos 1 (1 ) 2 (1 ) 2 (2.10)
2 2 16 4 16
Dengan menyelesaikan persamaan 2.10 dan menyederhanakan didapat
nilai Ks sebagai berikut.
K s 5.853Ra (2.11)
Akan tetapi, fenomena bentuk film pada pelumas telah diteliti ketika
tekanan pelumas turun sedikit di bawah tekanan atmosfer. Dengan pertimbangan
tekanan jenuh pelumas jauh di bawah tekanan atmosfer, mekanisme kavitasi
pertama cenderung lebih sering terjadi. Menurut Li dkk (2014) kavitasi
menghasilkan efek yang cukup signifikan terhadap load support dan performansi
gesekan. Oleh karena itu, efek dari kavitasi juga diperhitungkan pada saat mencari
pengaruh dari tesktur permukaan bantalan. Dobrica dkk (2010) menginvestigasi
pengaruh dari kavitasi pada performa hidrodinamis dari permukaan bertekstur dan
11
juga mengemukakan bahwa kavitasi mempunyai efek yang signifikan terhadap
performa di dekat bagian permukaan paralel.
Ada beberapa macam model kavitasi yang digunakan oleh perangkat lunak
ANSYS Workbench 16.0 yaitu Singhal et al. Model, Zwart-Gerber-Belamri Model,
Schnerr-Sauer Model (ANSYS, 2013).
2.3.1 Model Kavitasi Singhal et al.
Model kavitasi ini dikembangkan oleh Singhal, dkk. dengan menggunakan
semua efek orde pertama seperti perubahan fasa, pergerakan gelembung, fluktuasi
tekanan turbulen, dan noncondensable gases. Model ini mempunyai kemampuan
untuk menghitung aliran dengan jenis multiphase, efek dari kecepatan slip antara
fasa fluida dan gas, efek termal, dan kompresibilitas pada kedua fasa baik fluida
maupun gas. Model kavitasi ini dapat digunakan pada model campuran multiphase,
baik dengan atau tanpa slip kecepatan. Namun, untuk penyelesaiannya lebih
disarankan untuk mencari solusi menggunakan mixture model.
Berikut ini adalah penurunan dari nilai perubahan fasa bersih untuk model
kavitasi Singhal et al.,
Fasa fluida :
[(1 ) l ] .[(1 ) lV ] R (2.12)
t
Fasa uap :
[( )] .[( ) V ] R (2.13)
t
Fasa campuran:
[( )] .[( V )] 0 (2.14)
t
dimana :
l = fasa cairan
ρ = densitas mixture
Densitas mixture ρ didefinisikan sebagai berikut.
p v (1 ) l (2.15)
12
Dengan menggabungkan persamaan 2.12 - 2.14 di atas dihasilkan
hubungan antara densitas mixture dan volume fraksi uap (⍺):
d d
( l v ) (2.16)
dt dt
Volume fraksi uap (⍺) dapat dihubungkan dengan angka densitas
gelembung (n) dan jari-jari gelembung (RB) sebagai berikut.
4
n( RN3 ) (2.17)
3
Substitusi persamaan 2.17 ke persamaan 2.16 didapat persamaan sebagai
berikut,
D 1 2
DRN
( l v)(n4 ) 3 (3 ) 3 (2.18)
Dt Dt
dimana persamaan pendekatan efek dari pergerakan gelembung pada model
kavitasi adalah sebagai berikut.
DRN 2 Pb P
( ) (2.19)
Dt 3 t
3v 2( Pv P)
R (2.21)
Rb 3
13
dimana:
𝑅𝑏 = jari-jari gelembung
𝑃𝑣 = tekanan uap
Pada persamaan diatas, nilai transfer masa volume hanya berhubungan
terhadap densitas fasa uap 𝜌𝑣. Persamaan ini diturunkan pada asumsi pertumbuhan
gelembung (evaporasi). Untuk mengaplikasikannya pada proses menghilangnya
gelembung (kondensasi), berikut adalah formula yang umunya digunakan :
3v 2( Pv P)
Rc F sign( Pv P) (2.22)
Rb 3
dimana:
𝐹 = koefisien kalibrasi empiris.
Nilai dari perubahan masa dari satu gelembung adalah sebagai berikut
dmb 2( Pv P)
4 Rb2 v (2.23)
dt 3
Jika ada nb gelembung per unit volume, maka persamaan volume fraksi
uap adalah sebagai berikut
Vb nb 4 Rb3nb (2.24)
Jika P ≥ P_v
3v 2( P Pv )
Rc Fcond (2.26)
Rb 3
2.3.3 Model Kavitasi Schnerr – Sauer
Model kavitasi ini mempunyai pendekatan yang mirip dengan penurunan
persamaan untuk transfer masa dari fluida ke uap milik model kavitasi Singhal et
al. Persamaan untuk volume fraksi uap ⍺ mempunyai bentuk umum,
14
R ( v ) ( v U j ) (2.27)
t x j
dimana:
R = vapour generation
v 1 (U j )
R ( ) (2.28)
1 t x j
v 1 3 2( Pv P)
R (1 ) (2.29)
Rb 31
v 1 3 2( Pv P)
Re (1 ) (2.31)
Rb 31
Jika 𝑃 ≥ 𝑃𝑣
c 1 3 2( P Pv )
Rc (1 ) (2.32)
Rb 31
15
pokok antara fluida dan persamaan momentum, terbentuklah persamaan Navier-
Stokes. Persamaan Navier-Stokes ditulis dalam notasi menjadi,
Dui p 2
Gi [2 eij (.ui ) ij (2.33)
Dt xi x j 3
Bentuk sebelah kiri sering disebut turunan material atau perpindahan dan
menjelaskan perpindahan partikel fluida dalam kerangka koordinat tetap yang
disebut deskripsi Eulerian. Di sini menggambarkan perubahan kecepatan sebagai
elemen bergerak dalam waktu dan ruang, yaitu, turunan menggambarkan aliran
inersia dan disebut advection. Turunan material memiliki bentuk,
Dui ui u
uj i (2.34)
Dt t x j
16
2.5 Grinding
Grinding adalah proses pengurangan ukuran partikel bahan dari bentuk
kasar menjadi ukuran yang lebih halus untuk menyempurnakan proses mixing yaitu
hasil pencampuran yang merata dan menghindari segregasi partikel-partikel bahan.
Menurut Rowe dan Stout (1977), Grinding dilakukan untuk mendapatkan
ukuran dan bentuk akhir dan dilakukan setelah machining dikarenakan dua alasan
utama yaitu:
1. Untuk menghilangkan “burrs” yang terlempar oleh percikan erosi
2. Untuk meminimalkan kontak antara housing dan roda grinding.
Rowe dan Stout (1977) mengatakan salah satu proses dalam pembuatan
bearing adalah grinding, kualitas dari proses ini akan memberikan tingkat
kekasaran permukaan yang berbeda-beda. Menurut JIS B 0021 (1984) pada Tabel
2.1 tingkat kekasaran akibat proses grinding terbagi menjadi empat yaitu:
Tabel 2.1 Tingkat kekasaran terhadap berbagai proses manufaktur.
Ra (um) Ks (m) Level
0.1 5.863x10-7
Precision
0.2 1.173x10-6
0.4 2.345x10-6
Fine
0.8 4.69 x10-6
1.6 9.381 x10-6
3.2 1.876 x10-5 Medium
6.3 3.694 x10-5
12.5 7.329 x10-5
25 0.0001466
Rough
50 0.0002932
100 0.0005863
17
2. Menggunakan elemen-elemen kontinum untuk memperoleh solusi
pendekatan terhadap permasalahan-permasalahan perpindahan panas,
mekanika fluida dan mekanika solid.
Secara umum prosedur analisa struktur adalah sebagai berikut.
1. Membagi struktur menjadi kepingan-kepingan (elemen dengan
nodal).
2. Memberikan sifat-sifat fisik pada tiap elemen.
3. Hubungkan elemen-elemen pada tiap nodal untuk membentuk sebuah
sistem perkiraan dari persamaan untuk struktur tersebut.
4. Menyelesaikan sistem persamaan tersebut yang disertai dengan
jumlah yang tidak dikenal di titik simpul (contoh: perpindahan)
5. Hitung jumlah yang diinginkan (contoh: strains dan stresses) (Desai
C. S., 1972).
2.6.1 Jenis Elemen Pada Metode Elemen Hingga
18
3. Elemen tiga dimensi (volume)
Jenis elemen ini meliputi (3-D Fields-temperature,
displacement, stress, flow velocity), seperti pada Gambar 2.8
19
Gambar 2.9 Diagram benda bebas dari elemen pegas linier
(Madenci E, 2006).
atau
𝑘 (𝑒) 𝑢(𝑒) = 𝑓 (𝑒) (2.41)
dimana u(e) adalah vektor titik displacement yang belum diketahui
nilainya. Sedangkan k(e) adalah vektor kekakuan dan f (e) adalah
vektor beban dan kondisi batas serta (e) merepresentasikan sebagai
nomer elemen.
2. Persamaan umum
Pemodelan masalah teknik menggunakan metode elemen hingga
membutuhkan penggabungan matriks karakteristik elemen
20
(kekakuan) dan vektor gaya, seperti pada Persamaan 2.42, 2.43 dan
2.44,
Ku F (2.42)
dimana,
𝑛
𝐾 = ∑𝑒=1 𝑘 (𝑒) (2.43)
dan,
𝑛
𝐹 = ∑𝑒=1 𝑓 (𝑒) (2.44)
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
22
Gambar 3.2 Diagram alir dari metode 2-way FSI (Fluid-Strcture Interaction).
23
Gambar 3.3 Alur simulasi pada perangkat lunak ANSYS Mechanical
24
ditentukan. Tahap terakhir adalah post-processing yaitu proses dimana
dilakukannya pengolahan grafik, kontur, dll.
3.1.2 Alur Simulasi pada ANSYS Transient Structural
Transient analisys adalah analisa yang melibatkan waktu terhadap proses
analisanya. Pada aplikasi mekanik seperti ANSYS Mechanical ADPL, ABAQUS
dll dapat dilakukan analisa transient pada struktur yang fleksibel maupun rigid.
Pada tugas akhir ini digunakan aplikasi mekanik ANSYS Mechanical. Pada
Gambar 3.4 terlihat alur simulasi transient structural pada program ANSYS. Tahap
pertama yang digunakan adalah pendefinisian engineering data dimana material
properties yang akan digunakan, seperti stainless steel, copper,dll. Kemudian pada
tahap berikutnya adalah tahap meshing, tahap ini diperlukan agar proses simulasi
dapat dijalankan. Kemudian tahap berikutnya adalah pendefinisan koneksi yang
terjadi pada body, pada tahap ini bisa ditentukan jenis kontak, sambungan atapun
pegas yang akan diaplikasikan ke body. Kemudian tahap selanjutnya adalah
pendefinisian support yang akan diaplikasikan ke body. Tahap selanjutnya adalah
penentuan solution information yaitu penentuan besarnya time-step yang digunakan
dan parameter apa saja yang akan dianalisa seperti deformasi, defleksi, perpindahan
dll. Setelah semua tahap diatas ditentukan kemudian tahap selanjutnya adalah solve
untuk menjalankan analisa dan setelah analisa selesai hasil akan didapatkan.
25
3.1.3 System Coupling
System coupling adalah suatu komponen pada perangkat lunak ANSYS
Workbench yang menawarkan fitur untuk mengkombinasikan 2 atau lebih
komponen yang ada pada perangkat lunak ANSYS Workbench seperti Fluent dan
Mechanical ADPL.
System coupling memberikan fitur untuk melakukan simulasi ganda.
Simulasi ganda berarti kedua solvers (Fluent dan Mechanical) berjalan secara
bersamaan, dan menukar data ketika dibutuhkan tanpa menuliskan hasil terlebih
dahulu pada masing-masing komponen. Dengan simulasi ganda ini data dapat
ditransfer melalui 1 arah (1-way) ataupun 2 arah (2-way). Simulasi 1-way
memungkinkan Fluent mentransfer data seperti tekanan atau gaya ke ANSYS
Mechanical sehingga didapat efek perpindahan atau deformasi yang terjadi pada
ANSYS Mechanical. Sedangkan simulasi 2-way memungkinkan Fluent
mentransfer data seperti tekanan atau gaya ke ANSYS Mechanical sehingga
didapat efek perpindahan atau deformasi kemudian efek dari perpindahan atau
deformasi ini ditransfer kembali ke Fluent untuk memberikan efek pada aliran
fluida.
26
Gambar 3.5 Skema journal bearing.
27
Gambar 3.6 Pemodelan kasus validasi.
3.2.1.2 Meshing
Untuk dapat dilakukan analisa maka perlu dibuat mesh. Mesh yang akan
digunakan terdiri dari satu blok dengan grid seragam seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.7.
Mesh yang akan digunakan terdiri dari grid seragam yaitu Hexahedral
yang dibentuk dengan mrnggunakan fitur multzone, face sizing dan body sizing
sehingga didapat kualitas elemen seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3.
28
Tabel 3.3 Kualitas Mesh pada solid maupun Lubricant.
Eksentrisitas 0.1
Lubricant Domain Solid Domain
Body Sizing 1.6 mm 3 mm
Face Sizing 0.86 mm -
Multizone Hexa Hexa
Multizone size 0.095 -
Jumlah element 48804 145,395
Jumlah node 65856 615,887
Max Skewness 0,10473 0.69716
Min Skewness 1,0146e-002 4.719x10-3
29
- Tensile Ultimate Strenght B = 4.67x1008 Pa
Gambar 3.8 di bawah ini adalah proses pendefinisian fasa dan proses
memasukkan nilai properties dari fasa fluida maupun vapor.
(a)
b)
Gambar 3.8 Memasukkan parameter lubricant properties (a) dan lubricant
vapor properties (b).
30
Gambar 3.9 Memasukkan parameter fasa mixture.
31
kualitas fluida, angka default dari parameter ini sudah bagus untuk suatu simulasi
suatu kavitasi.
32
a)
b)
Gambar 3.13 Boundary condition pada journal bearing : a) inlet dan outlet pada
journal bearing, b) stationary wall dan moving wall pada journal bearing.
33
Gambar 3.14 Jendela pendefinisian boundary condition pada ANSYS
Workbench.
Selain itu pada kasus ini juga mempertimbakan tingkat kekasaran pada
poros maupun housing. Nilai parameter kekasaran ini dapat dimasukkan pada
kolom Wall Roughness. Untuk kasus elasto-hydrodynamic ini diperlukan
pendefinisian daerah kontak antara fluida dan solid dengan menggunakan dynamic
mesh. Daerah kontak antara fluida dan solid yaitu pada permukaan bagian dalam
housing dan permukaan bagian luar poros. Selain itu ditentukan pula domain fluida
sebagai domain yang dapat terdeformasi, sehingga fluida ini akan dapat
berdeformasi akibat adanya perubahan bentuk dari poros maupun housingnya.
Gambar 3.15 menunjukkan pendefinisian dynamic mesh.
34
Gambar 3.15 Jendela pendefinisian Dynamic Mesh pada ANSYS Workbench
16.0.
a)
35
b)
Gambar 3.16 Penentuan fluid-solid interface: a) fluid-solid interface pada
housing, b) fluid-solid interface pada poros.
36
akan dikembalikan dari solid ke fluid berupa perpindahan, penentuan transfer data
ini ditentukan pada setiap daerah kontak antara solid dan fluid.
Setelah ketiga solver yaitu fluid solver, structure solver dan system
coupling ditentukan maka iterasi bisa di mulai sampai mencapai kriteria
konvergensi.
3.2.1.5 Penentuan Solution Method, Solution Control dan Proses Iterasi
3.2.1.4.1 Penentuan Solution Method, Solution Control dan Proses Iterasi
pada Fluent
Setelah pendefinisian kondisi batas selanjutnya akan masuk ke proses
setup dimana parameter-parameter seperti momentum, volume fraction, turbulent
kinetic energy ditentukan diskretisasinya. Disini terdapat first order upwind dan
second order upwind seperti yang terlihat pada Gambar 3.19 dimana semakin tinggi
diskretisasinya maka hasil akan semakin akurat tetapi membutuhkan waktu iterasi
yang lebih lama. Pada penelitian ini menggunakan first order upwind dikarenakan
pada diskretisasi ini sudah menghasilkan hasil yang cukup akurat. Setelah
pendefinisian solution method kemudian dilakukan iterasi, jika hasil tidak mencapai
konvergensi dan terjadi divergensi maka diperlukan penentuan solution control.
Semakin kecil nilai parameter pada setiap solution control maka akan semakin
37
mudah mencapai konvergensi tetapi hasil tidak lebih akurat dari solution control
yang mempunyai parameter solution control yang tinggi. Pada Gambar 3.19 terlihat
solution control secara default.
38
3.2.1.4.2 Penentuan Solution Method, Solution Control dan Proses Iterasi
pada Transient Structural
Pada tahap ini, transient structural diperlukan step-control untuk
menyelesaikan suatu iterasi. Gambar 3.21 Berikut adalah step-control yang
digunakan.
Gambar 3.22 Jendela analisys setting yang digunakan pada system coupling.
39
Setelah semua kondisi batas didefinisikan selanjutnya adalah melakukan
iterasi pada system coupling sampai mencapai kriteris konvergensi.
3.2.3.5 Post Processing
Pada tahap ini dilakukan pemrosesan data, dimana data mentah yang
dihasilkan dari proses iterasi diolah menjadi bentuk plot, kontur maupun vektor.
Gambar 3.23 dan Gambar 3.24 di bawah ini adalah contoh proses pembuatan
kontur.
40
3.3 Diagram alir penelitian
Gambar 3.25 menunjukkan urutan dari keseluruhan penelitian. Penelitian
ini dimulai dengan pembelajaran dan pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian
dan literatur yang sudah ada sebelumnya.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
42
desain untuk journal bearing dengan film thickness yang kecil.
20000
15000
10000
Tekanan (MPa)
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
-5000
-10000
-15000
-20000
Sudut (o)
Gambar 4.2 menunjukkan kontur hasil numerik dari present study pada journal
bearing. Terlihat pada gambar tersebut diperoleh tekanan maksimum yaitu pada
kisaaran sudut 0o, dan tekanan minimum pada kisaran sudut 180o dengan kontur
berwarna merah menandakan tingginya tekanan dan kontur berwarna biru
menandakan rendahnya tekanan. Pada grafik dan kontur tersebut terlihat adanya
kenaikan tekanan seiring dengan semakin kecilnya parameter kekasaran.
(a) (b)
43
(c) (d)
Gambar 4.2 kontur tekanan pada elasto-hydrodynamic lubrication; a) Ra = 0.1,
b) Ra= 0.4, c) Ra = 1.6, d) Ra = 12.5.
gambar tersebut diperoleh tekanan maksimum yaitu pada sekitar sudut 0o, dan
tekanan minimum pada kisaran sudut 180o dengan kontur berwarna merah
44
menandakan tingginya tekanan dan kontur berwarna biru menandakan rendahnya
tekanan. Pada grafik dan kontur tersebut terlihat adanya kenaikan tekanan seiring
dengan semakin kecilnya parameter kekasaran.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.3 Kontur tekanan pada elasto-hydrodynamic lubrication ; a) Ra= 0.1,
b) Ra = 0.4, c) Ra = 1.6, d) Ra = 12.5.
distribusi tekanan maksimum terjadi pada kisaran sudut 00 dan distribusi tekanan
minimum ada pada kisaran sudut 1800. Terlihat pada Gambar 4.4 tekanan tertinggi
terdapat pada Ra=0.1 dan terendah ada pada Ra = 12.5 yang menunjukkan bahwa
tekanan menurun seiring meningkatnya tingkat parameter kekasaran sehingga pada
hasil tersebut dapat diketahui bahwa parameter kekasaran seperti Ra sebaiknya
dipertimbangkan pada fakor desain untuk journal bearing dengan film thickness
yang kecil.
45
20000
15000
Tekanan (MPa) 10000
5000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
-5000
-10000
-15000
-20000
Sudut (o)
Gambar 4.4 Distribusi tekanan pada journal bearing dengan kondisi batas no-slip
dan isothermal.
5000
0
-5000 0 50 100 150 200 250 300 350
-10000
-15000
-20000
Sudut (o)
46
Di bawah ini adalah tabel perbandingan load support antara pelumasan
hydrodynamic (mengabaikan deformasi) dengan elasto-hydrodynamic lubrication
(mempertimbangkan deformasi). Terlihat pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.2 di bawah
ini load support semakin menurun seiring besarnya parameter kekasaran yang
diberikan. Venner dkk (2004) melakukan penelitian yang memberikan hasil adanya
kemungkinan penurunan load support ini dikarenakan adanya daerah yang tidak
terlumasi dikarenakan adanya deformasi pada poros dan housing yang
mengakibatkan lubricant starvation. Selain itu dari hasil penelitian Vyas (2002)
didapat bahwa load support yang menurun ini dapat disebabkan oleh adanya
lubrikan yang mengisi lembah pada poros yang kasar yang mengikuti putaran poros
yang seharusnya terhambat karena efek no-slip sehingga aliran fluida meningkat
atau sama dengan kecepatan poros yang mengakibatkan menurunnya load support.
Tiwari dkk (2012) meneliti bahwa pengurangan load support ini terjadi jika kedua
permukaan poros dan bearing mempunyai karakteristik yang sama, efek dari wall
slip akan complex sehingga menurunkan load support. Untuk menghindari
terjadinya wall slip pembatasan shear stress diperlukan pada permukaan housing
daripada pada permukaan poros. Pada hasil tersebut dapat diketahui bahwa
parameter kekasaran seperti Ra sebaiknya dipertimbangkan pada fakor desain untuk
journal bearing dengan film thickness yang kecil.
62,000 61,127 60,986
61,000 60,430
60,000
Load Support (N)
59,000
58,000
57,000 61,124 60,982 60,426 55,992
56,000
55,000
55,987
54,000
53,000
0.1 0.4 1.6 12.5
Ra
HD EHD
47
Tabel 4.2 Nilai load support pada journal bearing.
Load Support (N)
Ra
HD Penurunan (%) EHD Penurunan (%)
0.1 61,1271 61,1239
0.4 60,9859 0,23101 60,9818 0,23252
1.6 60,4304 0,91082 60,4263 0,91094
12.5 55,9916 7,34537 55,9866 7,34721
N1 N 2
Catatan : Penurunan(%)
N1
Tekanan yang diberikan lubrikan ke poros dan housing cukup kuat
sehingga mampu memberikan deformasi elastis seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.8. Deformasi yang terjadi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
tingginya asperity dan clearance sehingga tidak memungkinkan terjadinya metal-
to metal contact yang beresiko menyebabkan meningkatnya gesekan. Gambar 4.8
adalah kontur deformasi pada journal bearing dengan kontur berwarna merah
menandakan tingginya tekanan dan kontur berwarna biru menandakan rendahnya
deformasi. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa deformasi semakin berkurang seiring
dengan meningkatnya tingkat parameter kekasaran. Pengurangan deformasi ini
dimungkinkan disebabkan oleh tekanan hydrodynamic lubrikan yang semakin kecil
yang menjadi parameter utama terjadinya deformasi pada poros dan housing.
Pada Gambar 4.7 menunjukkan kontur dari tegangan Von Misses, dapat
diketahui bahwa yield strength pada structural steel lebih besar daripada tegangan
Von Misses deformasi yang terjadi adalah deformasi elastis.
(a) (b)
48
(c) (d)
Gambar 4.7 Kontur tegangan Von Misses pada journal bearing dengan berbagai
variasi tingkat kekasaran ; a) Ra = 0.1µm, b) Ra=0.4 µm, c) Ra=1.6 µm, d)
Ra=12.5 µm.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Deformasi yang terjadi pada poros dan housing pada parameter
kekasaran Ra = 0.1.
49
Tabel 4.3 Besar deformasi pada journal bearing.
Total Deformasi Maksimum Total Deformasi Maksimum
Ra
pada Bearing (mm) pada Poros (mm)
0.1 2.0691x10-10 9.8255x10-11
50
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Dengan adanya penelitian ini dapat diberikan saran bahwa untuk
penelitian berikutnya perlu diberikan efek termal karena dimungkinkan
efek termal juga akan dapat mempengaruhi kavitasi yang terjadi pada
journal bearing.
51
DAFTAR PUSTAKA
Adams, T., Grant, C. & Watson, H., 2012. A Simple Algorithm to Relate Measured
Surface Roughness to Equivalent Sand-grain Roughness. International
Journal of Mechanical Engineering and Mechatronics, 1(1), hal.66–71.
ANSYS, 2013. ANSYS FLUENT User’s Guide.
Cupillard, S., Glavatskih, S. & Cervantes, M.J., 2008. Computational fluid
dynamics analysis of a journal bearing with surface texturing. Proceedings
of the Institution of Mechanical Engineers, Part J: Journal of Engineering
Tribology, 222, hal.97–107.
Czaban, A., 2014. Cfd Analysis of Hydrodynamic Lubrication of Slide Conical
Bearing With Consideration of the Bearing Shaft and Sleeve Surface
Roughness. Journal of KONES Powertrain and Transport, 21(3), hal.3–8.
Dobrica, M.B., Fillon, M., Pascovici M.D., & Cicone, T., 2010. Optimizing surface
texture for hydrodynamic lubricated contacts using a mass-conserving
numerical approach. Proceedings of the Institution of Mechanical
Engineers, Part J: Journal of Engineering Tribology, 224(8), hal.737–750.
Elsharkawy, A.A., 2005. Surface roughness effect on finite journal bearings with
flexible porous liners. Lubrication Science, 17(4), hal.361–387.
He, Z., Zhang, J., Li, Z., Ba, L., Wang, K., & Lu, X., 2013. Inter-asperity cavitation
for misalignment journal lubrication problem based on mass-conservative
algorithm. Journal of Zhejiang University SCIENCE A, 14(9), hal.642–
656.
Javorova, J., 2010. Ehd lubrication of journal bearings with rough surfaces.
Mechanical Engineering in XXI Century, 1, hal.149–152.
Wang, L.-L. & Changhou, 2014. Numerical analisys of spiral oil wedge sleeve
bearing including cavitation and wall slip. Lubrication Science, 27,
hal.193–207.
Sahlin, F., 2004. Hydrodynamic Lubrication of Rough Surfaces. Lulea University
of Technology.
Shi, X. & Ni, T., 2011. Effects of groove textures on fully lubricated sliding with
52
cavitation. Tribology International, 44(12), hal.2022–2028.
Tiwari, P. & Kumar, V., 2012. Analysis Of Hydrodynamic Journal Bearing : A
Review. , 1(7), hal.1–7.
Venner, C.H., Berger, G. & Lugt, P.M., 2004. Waviness Deformation in Starved
EHL Circular Contacts. Journal of Tribology, 126(April), hal.248.
Rowe W.B & Stour K.J, 1977. Design Data and A Manufacturing Technique for
Spherical Hydrostatic Bearings in Machine Tool Applications. Int. J.
Mach. Tool Des. Res, 11, hal.293–307.
Wang, D.S. & Lin, J.F., 1991. Effect of surface roughness on elastohydrodynamic
lubrication of line contacts. Tribology International, 24(1), hal.51–62.
Wang, L.-L., Lu, C.-H., Ge, P.Q., & Chen, S.-J., 2012. Study on the influence of
critical shear stress on wall slip of spiral oil wedge journal bearing.
Proceedings of the Institution of Mechanical Engineers, Part J: Journal of
Engineering Tribology, 226(5), hal.362–376.
53
LAMPIRAN
BERITA ACARA
TUGAS PERANCANGAN *)
50
R12
17,89
31
114
106
,10
R12
R2
17,89
26,80
31
7
R4
3
R4
R12
R13
,50
R2
,39
6
,3
R2
80
,
R1
65,30
65,70
67,60
68
68,40
70
3
71
71,15
72
15,20
14,50
10
9,57
5,85 1,
12
5,43
2,20
58,80
62
64
5
14,25
5
R21
65
°
60
10
22
5°
9,50
9
4,50