Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi Ulkus Peptikum

Patofisiologi terjadinya ulkus peptikum sangat kompleks. Pentimg adanya


keseimbangan antara:

a. Faktor agresif asam-pepsin (produksi asam dan pepsin), dengan


b. Faktor defensif mukosa lambung dan usus (produksi mukus, bikarbonat,
dan aliran darah mukosa).

Asam lambung HCL dikeluarkan oleh sel parietal. Sel peptic atau zimogen
mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCL akan diubah menjadi pepsin. HCL dan
pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan PH < 4. Bahan iritan akan
membuat defek pada mukosa lambung dan terjadi difus balik ion H. terjadi sekresi
histamin yang akan merangsang pelepasan HCL lambung oleh sel parietal, timbul
dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung, gastritis akut/kronik, dan tukak gaster (Tjokroprawiro et al, 2015).

Meskipun lambung berisi sekret asam yang dapat mencerna sejumlah substansi,
namun pertahanan intrinsiknya melindungi membran mukosa lambung terhadap
cedera akibat sekret tersebut. Lapisan mukus yang kental dan lengket melindungi
lambung terhadap autodigesti, trauma mekanis, dan trauma kimia. Prostaglandin
merupakan baris pertahanan lain. Ulkus lambung dapat terjadi karena kerusakan
sawar mukosa (Kowalak et al, 2011).

Membrane plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid bersifat
pendukung barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seseorang
dapat mempunyai massa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaser
yang letaknya di pylorus atau dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral
gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat
lain di lambung/pangastritis biasanya disertai hiposekresi asam (Tjokroprawiro et
al, 2015).

Pertahanan mukosa (defensif) menurun bila timbul:

a. Kerusakan mukosa
b. Penurunan sekresi mukosa
c. Penurunan sekresi bikarbonat
d. Penurunan aliran darah mukosa (mikrosirkulasi).

Agresivitas asam lambung ditentukan oleh:

a. Sekresi asam malam hari (nocturnal secresion)


b. pH intraluminer yang tetap rendah
c. Pembersihan asam dalam lambung
d. Pengaruh beberapa faktor, seperti stress, alkohol, obat-obat tertentu
(NSAID, salisilat, steroid), dan adanya infeksi H. pylori.

Pada ulkus peptikum → faktor defensif lebih menonjol. Pada tukak duodenum
→ faktor agresif lebih dominan (Tjokroprawiro et al, 2015).

Duodenum terlindungi dari ulserasi karena kerja kelenjar Brunner. Kelenjar ini
memproduksi sekret alkalis yang kental, mukoid, dan menetralkan kimus yang
asam (kowalak et al, 2011).

H. pylori melepaskan suatu toksin yang merusak mukosa lambung dan


duodenum dengan menurunkan resistensi epitelium terhadap digesti asam dan
menimbulkan gastritis serta penyakit ulkus(Kowalak et al, 2011).

Salisilat dan obat-obat golongan NSAID lain menghambat sekresi


prostaglandin (substansi yang menyekat ulserasi). Sakit tertentu, seperti
pankreatitis, penyakit hepar, penyakit Crohn, gastritis yang sudah ada sebelumnya,
dan sindrom Zollinger-Ellison juga turut menimbulkan ulserasi (Kowalak et al,
2011).

Selain penyebab utama ulkus peptikum, keberadaan beberapa faktor


predisposisi juga sudah diakui. Faktor ini meliputi golongan darah (ulkus lambung
dengan golongan darah A; ulkus duodeni dengan golongan darah O), dan faktor
genetik. Pajanan dengan zat-zat iritan seperti alkohol, kopi, dan tembakau dapat
turut menyebabkan ulkus peptikum dengan mempercepat pengosongan lambung
serta meningkatkan perekahan mukosa. Stres emosional juga memiliki kontribusi
dalam pembentukan ulkus karena meningkatkan stimulasi sekresi asam lambung
serta pepsin dan menurunkan pertahanan mukosa. Trauma fisik dan proses penuaan
yang normal juga merupakan faktor predisposisi tambahan (Kowalak et al, 2011).
Daftar Pustaka

Tjokroprawiro, Askandar et al. 2015. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM


EDISI 2. Surabaya: Airlangga University Press (AUP).

Kowalak et al. 2011. BUKU AJAR PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai