Anda di halaman 1dari 3

1). Membaca merupakan kegiatan menyerap informasi.

Kita bisa melakukannya


untuk refreshing, mencari inspirasi, serta menambah wawasan dan kosakata. Begitu
menariknya membaca, terkadang sulit menahan keinginan membeli buku baru. Padahal
masih banyak buku lama yang belum kita baca.
Tumpukan “backlog” seperti ini tidak baik, karena dapat memunculkan tekanan
dalam diri kita untuk menyelesaikannya. Kita merasa ada tuntutan untuk terus
membaca, sementara melakukannya sulit karena kita tak punya cukup waktu.
Ini masalah yang lazim terjadi di kalangan penggemar buku. Sebetulnya, bisa jadi
masalah terletak bukan pada kurangnya waktu, tapi pada cara membaca kita yang
kurang efektif. Berikut ini beberapa tip untuk kamu coba agar kamu bisa membaca lebih
cepat, namun tetap menyerap informasi dengan maksimal.

2). Indonesia berada di peringkat 2 terbawah untuk urusan membaca. Penelitian PISA
menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Ini
adalah hasil penelitian terhadap 72 negara. Respondennya adalah anak-anak sekolah
usia 15 tahun, jumlahnya sekitar 540 ribu anak 15. Sampling error-nya kurang lebih 2
hingga 3 skor.
Indonesia berada pada ranking 68 dari 70 negara yang disurvei (bukan 72 karena 2
negara lainnya yakni Malaysia dan Kazakhstan tak memenuhi kualifikasi penelitian).
Indonesia masih mengungguli Brazil namun berada di bawah Yordania. Skor rata-rata
untuk sains adalah 493, untuk membaca 493 juga, dan untuk matematika 490. Skor
Indonesia untuk sains adalah 403, untuk membaca 397, dan untuk matematika 386.
3). Kebiasaan membaca di Indonesia masih kalah jauh dengan kebiasan membaca
orang-orang di Jepang. Ternyata, sejak zaman sekolah, anak-anak di Jepang sudah
diajari yang namanya membudidayakan membaca dimanapun tempatnya. Bahkan di
MRT pun mereka hanya punya dua pilihan aktifitas, kalau tidak tidur yang membaca.
Gak kayak di kita ya guys, malah asik rumpiin cowok atau cewek kece di jalan.
Menurut Yoshiko Shimbun, sebuah harian nasional Jepang terbitan Tokyo,
kebiasaan membaca di Jepang diawali dari sekolah. Para guru mewajibkan siswa-
siswanya untuk membaca selama 10 menit sebelum melakukan kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Kebijakan ini telah berlangsung selama 30 tahun. Para ahli
pendidikan Jepang mengakui bahwa pola kebiasaan yang diterapkan ini terlalu bersifat
behavioristik, di mana terdapat reward (penghargaan) dan punishment(hukuman) dalam
pelaksanaan aturan tersebut. Namun, pembiasaan yang dilakukan dari tingkat sekolah
dasar dinilai cukup efektif, karena dilakukan pada anak-anak sejak usia dini.
Awalnya, seperti yang disebutkan harian tersebut, pelaksanaan regulasi tersebut
memang sulit dilakukan, mengingat para murid memiliki latar belakang keluarga dan
lingkungan yang berbeda. Namun, karena pola pendidikan di Jepang didesain
sedemikian sehingga berkesinambungan dengan pola pendidikan di rumah, sehingga
dalam pelaksanaannya, orangtua juga proaktif mengembangkan kebiasaan baca di
sekolah

4). Gerakan literasi saat ini tengah digalakkan oleh pemerintah untuk menaikkan minat
baca di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah tingkat literasi di Indonesia, ada beberapa upaya yang
dapat dan perlu dilakukan, antara lain:
Merekrut dan meningkatkan kualitas guru sejalan dengan Kesepakatan Muscat
(Muscat Agreement), sebuah perjanjian yang disepakati pada 2014 oleh delegasi
pertemuan Global Education for All yang diselenggarakan UNESCO di Muscat, Oman.
Salah satu targetnya adalah: semua negara memastikan bahwa pada 2030, seluruh
pelajar dididik oleh guru-guru yang memenuhi kualifikasi, terlatih secara profesional,
memiliki motivasi, dan mendapatkan dukungan.
Mengatasi masalah gizi sedini mungkin. Peningkatan anggaran pendidikan tanpa
perbaikan gizi anak ternyata tidak berdampak terhadap peningkatan kecerdasan dan
prestasi belajar–ditandai oleh peningkatan nilai PISA yang tidak signifikan. Karena itu
alokasi anggaran pendidikan yang cukup besar (untuk tahun 2018 sebesar Rp441
triliun) sebagian perlu dialihkan untuk program perbaikan gizi melalui penyediaan
makanan tambahan di sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini sampai sekolah
menengah atas.
Membangun dan meningkatkan infrastruktur pendidikan terutama penyediaan listrik,
perpustakaan, lab komputer dan akses terhadap internet serta peningkatan infrastruktur
ICT yang saat ini tertinggal di ASEAN.
Memasukkan kembali buku bacaan wajib ke dalam kurikulum. Untuk menjamin
ketersediaan buku bacaan bermutu, maka fungsi penerbit milik negara Balai Pustaka
perlu dikembalikan ke posisi sebelumnya sebagai penerbit dan penyedia buku bacaan
bermutu bagi sekolah-sekolah.
5). Bangsa yang maju adalah bangsa yang masyarakatnya gemar membaca. Dalam
penelitian kebiasaan masyarakat di berbagai negara dalam membaca dan dukungan
yang mereka miliki, negara maju seperti Amerika Serikat menduduki peringkat ke 7
sedangkan Inggris ke 17. Dari 61 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkatt
ke 60. Hasil ini menunjukkan minat dan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia
masih tertinggal dari negara-negara lain.
Di Amerika Serikat dan Inggris, ternyata kegiatan membaca dilakukan oleh warga di
sana bukan karena keharusan. Kebiasaan membaca telah menjadi bagian dari
keseharian mereka.
Di Inggris, berbagai contoh mengenai bagaimana budaya membaca ditumbuhkan dan
dipelihara dapat dengan mudah ditemukan. Misalnya, sekolah mengadakan reading
day setiap minggunya. Juga pojok buku yang selalu tersedia di children center dan
sekolah, dilengkapi dengan rak-rak buku besar yang berisi bacaan-bacaan bermutu.
Perpustakaan adalah faktor penting lain dalam menunjang minat baca. Di Inggris
sendiri, banyak perpustakaan yang berukuran besar dan terkelola dengan sangat rapi.
Selain memiliki jumlah buku yang banyak untuk setiap judulnya, koleksinya pun
beragam dan mencakup hampir seluruh topik. Selain itu, selalu ada hari mendongeng
yang gratis untuk anak-anak.
Mengingat angka literasi yang rendah di Indonesia, berbagai usaha untuk
meningkatkan minat baca anak bangsa perlu dihargai. Salah satunya adalah Program
Pelita Pustaka yang dilakukan oleh Tanoto Foundation. Didirikan oleh Sukanto
Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto, Tanoto Foundation melalui Program Pelita
Pustaka mengembangkan perpustakaan sekolah menjadi tempat yang nyaman dan
mudah diakses oleh murid-murid sehingga mereka bisa mengunjunginya secara rutin
dan mendapatkan berbagai jenis buku.
Pelita Pustaka juga mendorong murid-murid untuk meningkatkan kebiasaan
membaca sejak usia dini. Untuk mencapainya, guru-guru di sekolah mitra Tanoto
Foundation dilatih tentang sistem pengelolaan perpustakaan kecil. Selanjutnya, agar
murid bisa membaca koleksi buku yang lebih beragam, pihak sekolah didorong untuk
menjalankan sistem rotasi buku dengan sekolah-sekolah lain yang berdekatan.

Anda mungkin juga menyukai