Anda di halaman 1dari 95

PELABUHAN

TUGAS FINAL
“RESUME”
DI

OLEH:

NINDA NIDYA MUMTAZ


160110129

A1

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2018/2019
DAFTAR ISI

BAB 1. Pendahuluan
1.1. Sejarah Perkembangan Pelabuhan
1.2. Pengertian Pelabuhan
1.3. Fungsi dari pelabuhan
1.4. Peranan Transportasi Laut
1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pelabuhan
1.6. Perkembangan Pelabuhan Indonesia
1.7. Macam – macam Pelabuhan
1.8. Kapal

BAB 2. Beberapa Tinjauan Dalam Perencanaan Pelabuhan


2.1 Persyaratan dan Perlengkapan Pelabuhan
2.2 Pemilihan Lokasi Pelabuhan
2.3 Tinjauan Hidro-Oceanografi terhadap Bentuk Pelabuhan
2.3.1 Tinjauan Pelayaran
2.3.2 Tinjauan Gelombang
2.3.3 Tinjauan Sedimentasi
2.3.4 Penentuan Tata Letak Pemecah Gelombang
2.4 Tata Letak Fasilitas Pelabuhan
2.5 Mulut Pelabuhan

BAB 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan dan Pelaksanaan


Pembangunan Pelabuhan
3.1 Umum
3.2 Ekologi Pantai
3.3 Faktor Angin dan Pengaruhnya
3.3.1 Pengertian Angin
3.3.2 Pengaruh Angin Terhadap Perencanaan Pelabuhan
3.4 Faktor Kedalaman Air
3.4.1 Pengertian
3.4.2 Pengamatan Lapangan
3.5 Faktor Pasang Surut
3.5.1 Pengertian Pasang Surut
3.5.2. Tipe Pasang Surut
3.5.3. Pengaruh Pasang Surut terhadap Perencanaan Pelabuhan
3.5.4. Pengamatan Pasang Surut
3.6 Faktor Arus
3.6.1. Pengertian Arus
3.6.2. Arus Pasang Surut
3.6.3 Endapan (Sedimentologi)

3.6.4 Pengamatan Arus, Endapan dan Material Tanah Dasar


3.7. Faktor Gelombang
3.7.1. Umum
3.7.2 Pembentukan dan Perambatan Gelombang
3.7.3 Klasifi kasi Gelombang
3.7.4. Peramalan Panjang dan Tinggi Gelombang
3.8 Karakteristik Kapal yang Berkaitan dengan Perencanaan Pelabuhan
3.8.1 Kapasitas Angkut
3.8.2 Demensi Vertikal
3.8.3 Dimensi Horisontal
3.8.4 Ukuran standar kapal
BAB 4. Alur Pelayaran
4.1 Pemilihan Karakteristik Alur
4.2 Kedalaman Alur
4.3 Lebar Alur
4.4 Layout Alur Pelayaran
4.5 Kolam Pelabuhan

BAB 5. Pemecah Gelombang


5.1 Pengertian Pemecah Gelombang
5.2 Tipe-tipe Pemecah Gelombang
5.2.1 Ditinjau dari bentuk konstruksinya yaitu:
5.2.2 Ditinjau dari letak konstruksinya
5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Tipe Pemecah Gelombang
5.4 Pemecah Gelombang Sisi Miring
5.4.1 Konfigurasi potongan melintang
5.4.2 Dimensi pemecah gelombang sisi miring
5.4.3 Contoh Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Miring
5.5 Pemecah Gelombang Sisi Miring Tumpukan Batu dan Cetakan Beton
(Concrete Block and Rock-Mound Breakwaters)
5.5.1 Contoh Pemecah Gelombang Blok Beton di Atas Tumpukan Batu
5.5.2 Pemecah Gelombang dengan Unit Irregular Concrete
5.5.3 Contoh Bangunan Pemecah Gelombang dengan tetrapod dan Tribar
5.6 Pemecah Gelombang Sisi Tegak
5.6.1 Contoh Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Tegak
BAB 6. Dermaga (Wharves, Piers, Bulkhead, Dolphin dan Mooring
6.1 Pengertian Dermaga
6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan tipe Dermaga
6.3 Bahan dan Tipe Konstruksi Dermaga
6.4 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Perencanaan Dermaga
6.4.1 Penentuan Ukuran dan Layout Dermaga
6.4.2 Tipe disain

6.5. Fender Dermaga


6.5.1 Fungsi Fender Dermaga
6.5.2 Tipe Fender
6.5.3 Disain Umum Fender
6.6 Tiang Dermaga
6.7 Bolder
6.8 Desain Umum Dermaga

BAB 7. Fasilitas Pelabuhan Di Darat


7.1. Pendahuluan
7.2. Terminal Barang Umum (General Cargo Terminal)
7.3. Terminal Barang Curah (Bulk Cargo Terminal)
7.4. Terminal Peti Kemas (Container Terminal)
7.4.1. Penanganan peti kemas
7.4.2. Fasilitas pada terminal peti kemas
7.4.3. Sistem penanganan peti kemas di container yard
7.4.4. Kebutuhan luas terminal peti kemas
7.4.5. Luas lapangan penumpukan peti kemas (container yard)
7.4.6. Kinerja peralatan penangan peti kemas
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Perkembangan Pelabuhan


Dari penemuan-penemuan Archaeologists (hasil survei, penggalian-
penggalian dan berdasarkan pada dokumen-dokumen tua), dapat diketahui
bahwa sejarah dari perkembangan pelabuhan pada hakekatnya sudah dimulai
pada waktu Kekasiaran Romawi, sekitar tahun 3500 SM. Bangunan-bangunan
pelabuhan tersebut banyak dijumpai di lautan Tengah, lautan Merah dan teluk
Persia.
Dengan adanya pertualangan pelaut-pelaut yang gagah berani seperti
Columbus, Drake, Releigh, Cook, Mangellan dan lain-lain yang memelopori
pelayaran dengan menggunakan kapal-kapal besar dengan crew yang besar
mengarungi lautan yang luas dari benua ke benua. Keberanian yang dilakukan
oleh mereka itu menghapuskan ketakyulan dan ketakutan akan lautan dan
daratan diseberang. Selanjutnya yang tadinya pelayaran yang hanya dilakukan
dalam jarak dekat yang biasanya hanya sepanjang sungai atau pantai serta
dengan kapal-kapal kecil dengan muatan sedikit sudah mulai berganti dengan
kapal-kapal yang besar dengan crew yang besar segera berlayar mengangkut
penumpang dan barang dari benua ke benua menyebabkan munculnya
pelabuhan-pelabuhan modern. Dari hasil-hasil ekspedisi tersebut melahirkan
pertumbuhan lalu lintas, perkembangan pembangunan fasilitas-fasilitas
pelabuhan seperti dermaga, dibuatkan terusan-terusan dan sebagainya.
Dari hasil penemuan-penemuan tersebut telah membuktikan kepada
kita bahwa teknik pembuatan pelabuhan sudah cukup maju dan sudah
direncanakan dengan baik sehingga sampai sekarangpun banyak dipakai dalam
perencanaan dan desain konstruksi pelabuhan seperti dalam menentukan letak
bangunan penangkis gelombang yang efisien dan efektif. Tapi oleh karena

6
banyak sebab seperti jatuhnya kekaisaran Romawi, bencana alam (gempa bumi,
banjir dan sebagainya). Kurangnya perawatan maka, akibatnya banyak
bangunan-bangunan pelabuhan yang hancur atau lenyap.
Mulai abad ke XVIII perhatian dalam pekerjaan-pekerjaan pelabuhan
muncul kembali berkenaan dengan keinginan dari bangsa-bangsa didunia untuk
menjelajah lautan serta pencarian jalur perdagangan dan pencarian tanah-
tanah dan daerah baru dalam memperluas imperiumnya. Perluasan koloni oleh
Kerajaan Inggris, Spanyol, Protugis, Belanda dan lainnya, semuanya ini
mempunyai andil dalam perkembangan pelabuhan apalagi setelah
ditemukannya mesin uap, kapal tidak lagi digerakkan oleh layar tetapi sudah
digerakkan oleh mesin uap.
Dari mulai saat itu pekerjaan konstruksi pelabuhan berkembang pesat.
Jumlah kapal-kapal bertambah pesat, kebutuhan akan fasilitas untuk kapal yang
berlabuh menjadi jelas kelihatan sehingga fasilitas-fasilitas pelabuhan menjadi
perlu.
Perkembangan pelabuhan lebih meningkat lagi setelah adanya
pelabuhan bebas free port, baunded ware hauses) yang merupakan indikasi
bahwa pelabuhan merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi secara
keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan dengan kondisi ekonomi daerah yang
dilayani oleh pelabuhan tersebut. Peningkatan perkembangan perdagangan
dunia yang cepat mengakibatkan banyak prasarana harus disesuaikan untuk
memberikan pelayanan pelabuhan yang lebih baik yang berakibat pada biaya
atau investasi yang besar.
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pada tahun 1920 ada 500 pelabuhan,
tapi sekarang justru berkurang dan sekarang terdapat 336 pelabuhan yang
disinggahi oleh kapal-kapal secara regular yang terdiri atas :
- Pelabuhan laut 51 buah,
- Pelabuhan pantai yang terbuka untuk ekspor impor 38 buah,
- Pelabuhan pantai umum 164 buah,
- Pelabuhan pantai khusus 67 buah,
- Pelabuhan khusus 16 buah.

Pada waktu penjajahan Belanda, walaupun bangunan-bangunan


pelabuhan berkembang sangat pesat namun hal ini tidak lebih untuk
kepentingan penjajah sendiri sehingga bangsa dan rakyat Indonesia sendiri
sangat ketinggalan dalam membangun pelabuhan. Baru setelah Indonesia
merdeka bangsa dan rakyat Indonesia sudah mulai bisa membuat pelabuhan
sendiri, bahkan saat ini tenaga-tenaga ahli Indonesia banyak membangun
pelabuhan tidak saja di negara sendiri. Dan saat ini diseluruh Indonesia
terdapat 336 pelabuhan besar dan kecil dengan panjang dermaga (tahun 1993)
adalah 55.155 meter. Dari pelabuhan-pelabuhan tersebut hanya 87 pelabuhan
yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia I sampai dengan IV.
Pelabuhan Indonesia dibedakan atas beberapa kelas pelabuhan yaitu
Kelas I sebanyak 4 pelabuhan, kelas II sebanyak 15 pelabuhan, kelas III
sebanyak 21 pelabuhan, kelas IV sebanyak 31 pelabuhan, dan kelas V sebanyak
16 pelabuhan.
PT. Pelabuhan I (Pelindo I) memiliki 19 pelabuhan, Pelindo II 19
pelabuhan, Pelindo III 28 pelabuhan dan Pelindo IV 21 pelabuhan. Pelabuhan-
pelabuhan tersebut disinggahi oleh kapal-kapal pelayaran nusantara, pelayaran
lokal, kapal samudara dan kapal luar Negeri, serta pelayaran perintis lainnya.
Jadi pada dasarnya Indonesia telah memiliki jaringan perhubungan yang
cukup baik bila terurus dengan baik, akan tetapi karena pertumbuhan
penduduk, keterbatasan anggaran untuk pengurusan serta mobilitas satuan-
satuan ekonomi yang lebih cepat, tepat, selamat, maka sektor perhubungan
dianggap sektor yang harus terus dibenahi karena memegang peranan strategis
bagi pertumbuhan ekonomi untuk itu pemerintah diharapkan memberi
prioritas penting pada sektor perhubungan khususnya perhubungan laut.
Pada saat ini terdapat 4 (empat) pelabuhan utama nasional yaitu
Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan dan Makassar, yang semuanya
mengendalikan angkutan barang melalui kontainer untuk ekspor dan impor.
Pelabuhan terbesar adalah Tanjung Priok, yang mempunyai total 78 (tujuh
puluh delapan) tempat sandar kapal dan 14 (empat belas) untuk kontainer.
Jumlah lalu lintas barang di Tanjung Priok adalah 36 (tiga puluh enam) MT,
dimana setengah diantaranya merupakan untuk keperluan domestik, dan
kapasitas untuk operasi kontainer sebesar 3,6 (tiga koma enam) juta TEUs.
Angkutan barang melalui pelayaran antar pulau jauh melebihi volume
angkutan barang internasional. Sementara perkembangan angkutan kargo
dunia saat ini sekitar 80% (delapan puluh persen) diangkut menggunakan
kontainer, dengan kapasitas kapal terus meningkat dari ukuran 1.500 (seribu
lima ratus) TEUs hingga 9.000 (Sembilan ribu) TEUs. Kapal dengan ukuran 9.000
(sembilan ribu) TEUs membutuhkan kedalaman sandar minimal 13 (tiga belas)
meter.
Bahkan pada tahun 2013 kapal pengangkut kontainer ukuran 12.000
(dua belas ribu) TEUs diperkirakan akan beroperasi, yang membutuhkan
kedalaman sandar minimal 18 (delapan belas) meter.
Agar dapat menampung kebutuhan lalu lintas kargo dan kapal seperti
tersebut di atas, Indonesia harus meningkatkan kapasitas pelabuhan
nasionalnya, termasuk membangun pelabuhan hub internasional. Gambaran
pelabuhan nasional yang ada saat ini berdasarkan Pengaturan Sistem
Kepelabuhan Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
terdapat 25 (dua puluh lima) Pelabuhan strategis utama, yang mencakup :
1) 8 pelabuhan di Sumatera;
2) 6 pelabuhan di Jawa/Bali;
3) 4 pelabuhan di Kalimantan;
4) 3 pelabuhan di Sulawesi;
5) 1 pelabuhan di Nusa Tenggara;
6) 1 pelabuhan di Maluku.

1.2. Pengertian Pelabuhan


Pelabuhan mula-mula mempunyai arti yang sempit, yaitu suatu perairan
yang terlindung sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal dengan aman dengan
cara membuang sauh. Disamping itu ada beberapa istilah atau sebutan-sebutan
lain seperti:
Harbour, adalah perairan yang terlindung, tempat kapal-kapal
berlindung dengan aman (dari gangguan alam) dengan membuang sauh
atau mengikat dengan pelampung.
Port, adalah pintu gerbang atau tempat yang mempunyai harbour
lengkap dengan petugas bea cukai.
Dock, adalah suatu kolam dengan pintu air tempat dimana kapal
membongkar muat atau keperluan perbaikan.

Berarti pelabuhan adalah suatu daerah perairan yang tertutup dan juga
terlindung dari alam (angin topan, badai) sehingga kapal-kapal dapat berlabuh
dengan aman, nyaman dan lancar untuk bongkar muat barang, penumpang,
pengisian bahan bakar, perbaikan kapal dan sebagainya.
Pelabuhan dalam arti yang luas adalah merupakan gerbang tempat
berpindahnya angkutan darat ke laut, angkutan laut ke darat, arus terminal dari
angkutan laut ke laut. Sebagai terminal: harus menyediakan tempat berlabuh,
menyediakan tempat menyimpan barang, menyediakan peralatan
pengangkatan/pengangkutan.
Selanjutnya menurut peraturan pemerintah nomor 11 tahun 1983,
pelabuhan adalah tempat berlabuh dan/atau tempat bertambatnya kapal laut
serta kendaraan lainnya, menaikan dan menurunkan penumpang, bongkar
muat barang dan hewan serta merupakan daerah lingkungan kerja kegiatan
ekonomi.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pelabuhan mencangkup
pengertian sebagai prasarana dan sistem, yaitu pelabuhan adalah suatu
lingkungan kerja terdiri dari area daratan dan perairan yang dilengkapi dengan
fasilitas tempat berlabuh dan bertambatnya kapal, untuk terselenggaranya
bongkar muat serta turun naiknya penumpang, dari suatu moda transportasi
laut (kapal) ke moda transportasi lainnya atau sebaliknya.

1.3. Fungsi dari Pelabuhan


Sesuai dengan arti dan maksudnya, maka fungsi Pelabuhan adalah
memberikan pelayanan bagi kapal-kapal dalam kegiatannya menurunkan dan
menaikkan muatannya (baik cargo maupun manusia) dan juga memberikan
fasilitas lainnya yang diperlukan oleh kapal, misalnya air tawar, bahan bakar
dan lain sebagainya.
Pelabuhan laut sangat penting perannya bagi kepentingan antar Negara,
sebagai pintu masuk, terutama dalam kegiatan perdagangan. Karena melalui
pintu inilah arus barang dilakukan.
Suatu negara pasti memerlukan pemasukan devisa. Oleh karena itu
keberadaan pelabuhan sangat penting perannya dalam menunjang kegiatan
ekspor yang akan menghasilkan devisa bagi negara. Disamping pelabuhan yang
sifatnya internasional, tentunya juga diperlukan pelabuhan local yang melayani
bongkar muat barang dan menurunkan/menaikkan penumpang dalam lingkup
local (domestik). Terlebih-lebih bagi negara Indonesia yang merupakan negara
kepulauan. Sejarah juga telah membuktikan bahwa negara yang memiliki
pelabuhan mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan negara
yang tidak memiliki pelabuhan yang memadai. Jadi dilihat dari kondisi negara
Indonesia, mestinya Indonesia mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding
negara lain, bila didukung oleh pelabuhan yang memadai.

1.4. Peranan Transportasi Laut


Peranan transportasi laut bagi Indonesia yang merupakan negara
kepulauan yang memiliki 17.508 pulau, sejak dahulu kala sangat penting
artinya. Sejarah mencatat kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit
tumbuh dan jaya karena didukung oleh armadanya yang kuat. Negara
kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dengan tingkat kepadatan penduduk
yang cukup tinggi dimana potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusianya tersebar disegenap wilayahnya, dimana perwujudan wawasan
nusantara merupakan komitmen nasional, sehingga angkutan laut mempunyai
peran yang penting bagi kegiatan sosial ekonomi. Persatuan Indonesia dan
kesatuan ekonomi Negara kepulauan ini hanya dapat dipertahankan dan
dilestarikan oleh transportasi yang terintegrasi, regular, handal, efisien dan
terjangkau. Tanpa itu kita membiarkan Indonesia hanya sebagai kumpulan
pulau-pulau yang dipisahkan secara geografis oleh beragam etnik dan suku
bangsa.
Kelancaran arus perhubungan akan mempercepat pencapaian sasaran-
sasaran pembangunan serta memperkokoh persatuan dan kesatuan Bangsa
dalam meningkatkan ketahanan nasional dan perwujudan Wawasan Nusantara.
Maka untuk itu pemerintah melalui pembangunan Lima Tahun I sampai
sekarang telah, sedang dan akan melakukan rehabilitasi dan membangun
sarana dan prasarana perhubungan yaitu antara lain mengadakan modernisasi
dibidang pengangkutan laut seperti dioperasikannya kapal- kapal kontainer
dengan fasilitas-fasilitas lainnya yang serba modern. Dengan demikian dapat
diharapkan biaya jasa perhubungan dapat diperkecil karena peningkatan
efisiensi serta keselamatan dapat lebih terjamin. Disamping itu untuk lebih
menyeragamkan sistem fungsi pelayanan di pelabuhan, maka pemerintah pada
tahun 1984 memperkenalkan sistem empat pintu gerbang (Four Gateway Ports
System) yaitu:
1. Tanjung Priok (Jakarta)
2. Tanjung Perak (Surabaya)
3. Belawan (Medan)
4. Makasar (Ujung Pandang)

Dengan Sistem ini dimaksudkan disamping untuk mengefisiensikan


bongkar muat di pelabuhan juga dapat digunakan sebagai standar perencanaan
dalam mendesain pelabuhan sehingga dapat dihindarkan adanya suatu
investasi yang terlalu besar atau terlalu kecil atau fasilitas-fasilitas yang
dibangun sesuai dengan fungsi pelabuhan tersebut. Disamping itu untuk
menghapuskan mekanisme cara pemeriksaan barang dan pelayanan yang
birokratis dan berbelit-belit yang selama ini berlangsung di pelabuhan baik oleh
bea cukai maupun instansi lainnya yang mengakibatkan harga barang- barang
menjadi tinggi. Pemerintah melalui Inpres No. IV Tahun 1985 dengan segala
macam peraturan pelaksanaanya mengatur kembali kebijaksanaan tata laksana
operasional pelabuhan untuk kelancaran arus lalulintas barang antar pulau,
ekspor dan impor guna menunjang peningkatan kegiatan ekonomi pada
umumnya dan peningkatan ekspor komoditi non migas pada khususnya.
Apalagi sekarang ini dalam kondisi krisis ekonomi serta dalam era reformasi,
maka mau tidak mau segala bentuk kegiatan yang menghambat, yang membuat
biaya tinggi harus dihapuskan atau direformasi.
Sejalan dengan peningkatan kegiatan-kegiatan ekonomi menyebabkan
pembangunan fasilitas pelabuhan juga meningkat dengan sangat cepat. Dengan
pesatnya pembangunan fasilitas pelabuhan seperti dermaga, pemecah
gelombang dan perancangan bangunan pantai untuk pelabuhan, dan fasilitas-
fasilitas lainnya dengan menggunakan teknologi yang serba modern, maka hal
ini menjadi tantangan bagi para perencana pelabuhan.

1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pelabuhan


Perkembangan atau pertumbuhan Pelabuhan disebabkan oleh
pertumbuhan arus kapal/barang di dalam suatu Pelabuhan. Banyak faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan arus kapal/barang di suatu Pelabuhan, seperti
peningkatan jumlah penduduk dunia dan pertumbuhan sumber bahan mentah
seberang laut dan lain-lain. Faktor-faktor ini dan yang lebih umum ditunjukkan
seperti dalam Gambar (1.1).

Gambar 1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan


pelabuhan.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengembangan Pelabuhan antara


lain adalah:
- Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Dunia
Fungsi pelabuhan antara lain adalah melayani manusia yang
menggunakan fasilitas pelabuhan (transportasi melalui laut). Oleh
karena itu, pertambahan jumlah penduduk sudah pasti memengaruhi
jumlah pelabuhan yang diperlukan. Dalam kenyataan jumlah penduduk
di dunia selalu bertambah terus. Bahkan banyak negara maju yang
berusaha untuk menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk, pada
jumlah yang layak dan terkendali.
Hal ini disadari sepenuhnya karena jumlah sumber daya yang diperlukan
manusia dalam kehidupannya, terbatas. Dengan demikian untuk dapat
menyejahterakan penduduk, maka jumlah penduduk negara yang
bersangkutan harus dikendalikan dengan selayaknya.

- Pertumbuhan Industri Umum


Sama dengan transportasi manusia, maka dengan berkembangnya
industri umum, berarti transportasi barang yang menggunakan fasilitas
pelabuhan juga meningkat. Transportasi barang ini tidak hanya
meningkat dalam jumlahnya saja, tetapi juga dalam aneka jenisnya dari
yang kecil sampai dengan yang besar dan berat. Kebutuhan akan barang
tidak selamanya tersedia disuatu daerah, sehingga selalu terjadi
perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini dapat
dilihat indikasinya dengan berkembangnya pembangunan pelabuhan di
berbagai negara, yang memiliki batas pantai, seperti Indonesia.

- Pertumbuhan Industri Minyak


Pertumbuhan industry minyak, sampai saat ini masih menjadi
kebutuhan yang belum dapat sepenuhnya diganti dengan bahan lain,
menyebabkan bertambahnya pelabuhan-pelabuhan khusus minyak.
Kondisi alam yang ada memang tidak menyediakan minyak disetiap
tempat melainkan di beberapa tempat tertentu saja, sehingga terjadi
transportasi minyak ke seluruh daerah di dunia, yang tentunya
memerlukan peran pelabuhan khusus untuk minyak.

- Pertumbuhan Perdagangan Dunia


Pertumbuhan perdagangan dunia, menyebabkan transportasi barang
maupun manusia jadi meningkat intansitasnya, yang tentunya juga
menuntut tambahan jumlah pelabuhan. Pertumbuhan perdagangan ini
sangat erat kaitannya dan berbanding lurus dengan pertambahan
jumlah penduduk di dunia. Artinya dengan pertambahan jumlah
penduduk, pasti memerlukan pertambahan barang dan terakhir
dampaknya memerlukan tambahannya pelabuhan untuk melayani
perpindahan barang-barang tersebut.

- Pengembangan Pelabuhan Khusus


Pelabuhan khusus adalah suatu pelabuhan yang dapat menangani
barang dagangan (commodities), yang sifatnya khusus seperti cairan
(minyak) yang dibawa dengan Kapal Tanker, dan materialnya curah
seperti gula, semen, batu bara, beras, dan lain sebagainya. Semuanya itu
memerlukan peralatan dan fasilitas yang khusus untuk pembongkaran
dan pemuatan. Mereka juga memerlukan daerah yang luas untuk
penimbunan yang biasanya lokasinya di luar pelabuhan, jauh dari
terminal barang maupun terminal penumpang.

- Modernisasi dan Rehabilitas Pelabuhan


Jumlah Pelabuhan di seluruh dunia saat ini, sulit untuk dihitung karena
terlalu banyak. Seiring berjalannya waktu Pelabuhan juga memerlukan
rehabilitas khusus dan semakin bertambah, karena alasan-alasan
tertentu.

1.6. Perkembangan Pelabuhan Indonesia


Indonesia sebagai Negara kepulauan mempunyai lebih dari 13.000
pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling dunia
melalui katulistiwa. Kegiatan pelayaran sangat diperlukan untuk menghu
ungkan antar pulau, pemberdayaan sumber daya kelautan, penjagaan wilayah
laut, penelitian kelautan dan sebagainya. Salah satu kegiatan pelayaran
terpenting adalah pelayaran niaga, yamg dapat dibedakan menjadi pelayaran
lokal, pelayaran pantai dan pelayaran samudra. Pada pelayaran lokal,
pelayaran hanya bergerak dalam batas daerah tertentu di dalam suatu
propinsi di Indonesia, atau dalam dua propinsi yang berbatasan. Sebagai
contoh adalah pelayaran di wilayah Kepulauan Riau, pelayaran antara
pelabuhan Panjang di Propinsi Lampung dan Merak di Jawa Barat. Luas
wilayah operasional lokal tidak melebihi 200 mil. Kapal-kapal yang
digunakan adalah kapal kecil dan biasanya kurang dari 200 DWT. Pelayaran
pantai, yang juga disebut pelayaran antar pulau atau pelayaran Nusantara,
mempunyai wilayah operassi di seluruh perairan Indonesia. Pelayaran
Samudra adalah pelayaran yang beroperassi dalam perairan internassional,
dengan membawa barang-barang ekspor dan impor dari satu negara ke Negara
lain. Selain ketiga jenis pelayaran tersebut, terdapat pelayaran rakyat
sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional yang merupakan bagian dari
usaha angkutan di perairan. Pelayaran ini menggunakan kapal-kapal kecil.
Wilayah operasi adalah di seluruh perairan Indonesia.
Sehubungan dengan jenis pelayaran niaga tersebut, maka
pelabuhan sebagai prasarana angkutan laut juga disesuaikan. Ditinjau dari
fungsinya dalam perdagangan nasional dan internasional pelabuhan dibedakan
menjadi dua macam yaitu pelabuhan laut dan pelabuhan pantai. Pelabuhan
laut bebas dimasuki oleh kapal-kapal asing. Pelabuhan ini banyak
dikunjungi oleh kapal-kapal samudra dengan ukuran yang besar. Pelabuhan
laut juga sering disebut dengan pelabuhan samudra. Pelabuhan pantai
hanya digunakan untuk perdagangan dalam negeri sehingga tidak bebas
disinggahi oleh kapal-kapal asing, kecuali dengan ijin.
Sesuai dengan jenis dan ukuran kapal yang singgah di pelabuhan
dan tingkat perkembangan daerah yang tidak sama, maka Pemerintah telah
melakukan kebijaksanaan dalam pengembangan jaringan system pelayanan
angkutan laut dan kepelabuhan yang didasarkan pada 4th Gate Way Ports
System.

1.7. Macam – macam Pelabuhan


Pelabuhan dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung
pada sudut tinjauannya, yaitu dari segi penyelenggaraannya, pengusahaannya,
fungsi dalam perdagangan nasional dan internasional, segi kegunaan dan letak
geografisnya.

- Ditinjau dari Segi Penyelenggaraannya


a. Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan
masyarakat umum. Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh
Pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik
negara yang didirikan untuk maksud tersebut.
b. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin Pemerintah.
Pelabuhan khusus dibangun oleh suatu perusahaan baik pemerintah maupun
swasta, yang berfungsi untuk prasarana pengiriman hasil produksi perusahaan
tersebut. Sebagai contoh adalah Pelabuhan LNG Arun di Aceh yang digunakan
untuk mengirimkan hasil produksi gas alam cair ke daerah atau negara lain.

- Ditinjau dari Segi Pengusahaannya


a. Pelabuhan yang Diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas- fasilitas
yang diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan
kegiatan bongkar muat barang, menaik-turunkan penumpang serta kegiatan
lainnya. Pemakaian pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya, seperti biaya jasa
labuh, jasa tambat, jasa pemanduan, jasa penundaan, jasa pelayanan air bersih,
jasa dennaga, jasa penumpukan, bongkar-muat, dan sebagainya.
b. Pelabuhan yang Tidak Diusahakan
Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal, tanpa fasilitas
bongkar muat, bea cukai, dan sebagainya. Pelabuhan ini mempa- kan pelabuhan
kecil yang disubsidi oleh Pemerintah, dan dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis
Direktorat Jendral Perhubungan Laut.

- Ditinjau dari Fungsi Perdagangan Nasional dan Internasional


a. Pelabuhan Laut
Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal-kapal
berbendera asing. Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan utama di suatu
daerah yang dilabuhi kapal-kapal yang membawa barang untuk ekspor/impor
secara langsung ke dan dari luar negeri. Di Indonesia terdapat lebih dari seratus
pelabuhan seperti ini. Contohnya adalah Pela- buhan Gorontalo, Pelabuhan
Tarakan, Tanjung Mas Semarang, Tanjung lntan Cilacap, dan masih banyak lagi.
b. Pelabuhan Pantai
Pelabuhan pantai ialah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan
dalam negeri dan oleh karena itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera
asing. Kapal asing dapat masuk ke pelabuhan ini dengan meminta ijin terlebih
dulu.

- Ditinjau Dari Segi Penggunaannya.


a. Pelabuhan Ikan
Pelabuhan ikan menyediakan tempat bagi kapal-kapal ikan untuk
melakukan kegiatan penangkapan ikan dan memberikan pelayanan yang
diperlukan. Berbeda dengan pelabuhan umum di mana semua kegiatan sc- perti
bongkar muat barang, pengisian perbekalan, perawatan dan perba- ikan ringan
yang dilakukan di dermaga yang sama; pada pelabuhan ikan sarana dennaga
disediakan secara terpisah untuk berbagai kegiatan.
Gambar 1.2 Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap (Ijin PPS Cilacap)

b. Pelabuhan Minyak
Untuk keamanan. pelabuhan minyak harus diletakkan agak jauh dari
keperluan umum. Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau
pangkalan yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar. melainkan
cukup membuat jembatan perancah atau tambatan yang dibuat menjorok ke laut
untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup besar. Bongkar muat dilakukan
dengan pipa pipa dan pompa-pompa.
c. Pelabuhan Barang
Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi, yaitu dari
angkutan laut ke angkutan darat dan sebaliknya. Barang di bongkar dari kapal
dan diturunkandi dermaga. Selanjutnya barang tersebut diangkut langsung
dengan menggunakan truk atau kereta api kc tempat tujuan. atau disimpan di
gudang atau lapangan penumpukan terbuka sebelum di kirim ke tempat tujuan.
Demikian pula sebaliknya, barang-barang dari pengirim ditempatkan di gudang
atau lapangan penumpukan sebelum dimuat ke kapal dan diangkut ke pelabuhan
tujuan.
d. Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan/tenninal penumpang digunakan oleh orang-orang yang
bepergian dengan menggunakan kapal penumpang. Terminal penumpang
dilengkapi dengan stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang
berhubungan dengan kebutuhan orang yang bepergian, seperti ruang tunggu,
kantor maskapai pelayaran, tempat penjualan tiket, mushala, toilet, kantor
imigrasi, kantor bea cukai, keamanan, direksi pelabuhan, dan sebagainya.
Barang-barang yang perlu dibongkar muat tidak begitu banyak, sehingga gudang
barang tidak perlu besar. Untuk kelancaran masuk keluarnya penumpang dan
barang, sebaiknya jalan masuk/keluar dipisahkan. Penumpang melalui lantai atas
dengan menggunakan jembatan langsung ke kapal, sedang barang-barang
melalui dennaga. Pada pela- buhan dengan tinggi pasang surut besar, dibuat
jembatan apung yang digunakan oleh penumpang untuk masuk ke kapal dan
sebaliknya.

Gambar 1.3 Pelabuhan Penumpang di Ambon

e. Pelabuhan Campuran
Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang
dan barang, sedang untuk keperluan minyak dan ikan bia- sanya tetap terpisah.
Tetapi bagi pelabuhan kecil atau masih dalam taraf perkembangan, keperluan
untuk bongkar muat minyak juga menggunakan dermaga atau jembatan yang
sama guna keperluan barang dan penumpang. Pada dennaga dan jembatan juga
diletakkan pipa-pipa untuk mengalirkan minyak.
f. Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk
memungkinkan gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan
cukup terpisah. Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan
pelabuhan barang, hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain. Pada
pelabuhan barang letak/kegunaan bangunan harus seiñsien mungkin, sedang
pada pelabuhan militer bangunan-bangunan pelabuhan harus dipisah-pisah yang
letaknya agak berjauhan.

1.8. Kapal

1. Kapal Konvensional (Break-Bulk atau Conventional General Cargo)


Break bulk didefinisikan sebagai semua jenis dari box, peti kayu,
kantong, karung, drum, spare-part mesin, pendingin seperti untuk buah-buahan,
daging dan sebagainya. Biasanya break bulk cargo diangkut oleh salah satu dari
tiga tipe kapal break bulk yaitu: kapal barang umum konvensional, kapal serba
guna, dan kapal-kapal pendingin.
- Kapal Barang Umum
Kapal barang umum dapat mengangkut semua jenis dari break-bulk
cargo. Berat dari masing-masing muatan (daya angkat) adalah terbatas sesuai
dengan maksimum kapasitas angkat shore based crane atau Derek kapal. Setiap
muatan di tangani terpisah atau kadang-kadang dirakit dari item- item kecil.
Sistem cassette relatif baru, dan dirancang untuk mengefisienkan penanganan
barang yang digulung seperti kertas.
Kapal barang umum adalah pola dasar dari kapal barang. Semua kapal
barang yang baru, kapal-kapal khusus berasal dari kapal barang umum.
Kapasitas kapal general cargo konvensional biasanya antara 5000 sampai dengan
25000 t. Mempunyai empat sampai lima ruang penyimpanan (ruangan untuk
penyimpanan muatan dibawah dek) dan biasanya satu atau dua yang sejajar
sepanjang kapal. Hal ini dibuat untuk memungkinkan pengaturan muatan
sedemikian rupa agar dapat didistribusikan rata diatas kapal dan/atau untuk
membongkar sejumlah tertentu muatan dalam suatu pelabuhan tertentu tanpa
mengganggu muatan lainnya.
Kapal-kapal general cargo yang lama dapat dengan mudah dikenali
dengan melihat banyaknya Derek (ship’s crane) yang ditempatkan pada deck.
Draf kapal biasanya kecil antara 7,5 sampai kira-kira 10 meter yang
memungkinkan kapal, bahkan yang lebih kecil untuk singgah di pelabuhan
belahan dunia.

- Kapal Serbaguna (Multipurpose Ship)


Kapal serbaguna, sebenarnya sebuah kapal kargo umum, mampu
mengangkut hampir setiap bagian kargo, mulai dari kotak kecil untuk kontainer
atau bahkan sebuah truk. Desain yang dibuat dalam beberapa tahun terakhir juga
menunjukkan kapasitas yang terbatas untuk membawa kargo curah, baik cair
(minyak, produk kimia), atau curah kering (biji-bijian, biji, dll) dan didinginkan
dalam kargo.

- Kapal Refrigerated General Cargo (Reefer)


Kapal kargo umum ini hanya digunakan untuk transportasi buah, daging,
atau komoditas lainnya yang mudah, yang disimpan pada suhu antara 30° c dan
12° c.reefer bebeda dengan kapal konvensional kargo umum dengan fi tur
berikut; kapal biasanya dicat putih, kecepatannya lebih tinggi (biasanya antara
18-25 knots), terlihat cukup elegan dan cepat serta penampilan yang efisien.
2. Kapal Kontainer/Kapal Peti Kemas (Container Vessels)
Kapal kontainer “generasi pertama” merupakan kapal kargo umum,
kemudian dikonversi untuk membawa kontainer. Sejak itu beberapa kelas kapal
kontainer telah dibangun dengan peningkatan dimensi dan kapasitas. Dimensi
peti kemas/kontainer pertama adalah 80 ft x 8 ft x 20 ft (2,44 x 2,44 x 6,10 m).
Adapun karakteristik kapal kontainer sebagai berikut:

3. Kapal Ro / Ro
Kapal Ro hampir sama dengan feri, mereka harus memiliki fasilitas
untuk mendorong kargo dan menghentikan kapal. Berlawanan dengan feri, yang
biasanya berlayar pada rute pendek saja, jenis kapal ini melayani rute yang
longgar.
Jenis kapal Ro / Ro pertama umumnya memiliki jalan di buritan kapal.
Ketika di dalam kapal kemudian ditarik ke posisi vertikal dan di pelabuhan
kemudian diturunkan ke dermaga. Kerugian dari jenis ramp ini adalah,
dibutuhkan tempat khusus di pelabuhan atau bahkan diperlukan konstruksi
dermaga khusus.
BAB II
BEBERAPA TINJAUAN DALAM PERENCANAAN PELABUHAN

2.1 Persyaratan dan Perlengkapan Pelabuhan


Kapal laut diusahakan oleh suatu perusahaan pelayaran untuk
mengangkut barang atau penumpang. Keuntungan yang diperoleh perusahaan
tersebut tergantung banyak faktor seperti banyak atau sedikitnya barang dan
penumpang yang diangkut, waktu pelayaran kapal , waktu singgah di pelabuhan
dan sebagainya. Semakin banyak barang atau penumpang yang diangkat akan
memberikan penghasilan yang besar. Waktu pelayaran dipengaruhi oleh
kecepatan kapal. Kapal yang berlayar dengan kecepatan penuh akan memakan
bahan bakar yang banyak, sebaliknya jika terlalu lambat dapat mengacaukan
jadwal pelayaran dan kemungkinan kerusakan (busuk) barang yang diangkut.
Biasanya kapal berlayar dengan kecepatan ekonomis, yaitu suatu kecepatan
dimana pengeluaran biaya adalah serendah mungkin.
Kapal yang berada di pelabuhan harus membayar biaya jasa pelabuhan,
yang meliputi biaya pandu, tunda ,labuh, tambat, air, dermaga dan sebagainya.
Untuk menghemat biaya maka kapal harus diusahakan sesingkat mungkin berada
di pelabuhan. Oleh karena itu berbagai kegiatan di pelabuhan harus dapat
dilakukan secepat mungkin meninggalkan pelabuhan. Berbagai kegiatan yang
ada du pelabuhan antara lain melakukan bongkar muat barang dan menaik-
turunkan penumpang, penyelesaian surat-surat administrasi,pengisian bahan
bakar, reparasi, penyediaan perbekalan dan air bersih, dan sebagainya. Untuk
bisa memberi pelayanan yang baik dan cepat, maka pelabuhan harus bisa
memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.
1. Harus ada hubungan yang mudah antara transportasi air dan darat seperti
jalan raya dan kereta api, sedemikian sehingga barang-barang dapan
dapat diangkut ke dan dari pelabuhan dengan mudah dan cepat.
2. Pelabuhan berada di suatu lokasi yang mempunyai daerah belakang
(daerah pengaruh) subur dengan populasi penduduk yang cukup padat.
3. Pelabuhan harus mempunyai kedalaman air dan lebar alur yang cukup.
4. Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan harus bisa membuang sauh
selama menunggu untuk merapat ke dermaga guna bongkar muat barang
atau mengisi bahan bakar.
5. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkas muat barang (kran dan
sebagainya) dan gudang-gudang penyimpanan barang.
6. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk mereparasi kapal-kapal.

Gambar 2.1 Bangunan pada Pelabuhan


Untuk memenuhi persyaratan tersebut pada umumnya pelabuhan
mempunyai bangunan-bangunan berikut ini (Lihat Gambar 2.1):
1. Pemecah gelombang, yang berfungsi untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang. Gelombang besar yang datang dari
laut lepas akan dihalangi oleh bangunan ini. Ujung pemecah gelombang
(mulut pelabuhan) harus berada di luar gelombang pecah. Apabila daerah
perairan sudah terlindungi secara alami, misalnya berada di selat, teluk,
muara sungai, maka tidak diperlukan pemecah gelombang.
2. Alur pelayaran yang berfungsi untuk mengarahkan kapal-kapal yang akan
keluar masuk ke pelabuhan. Alur pelayaran harus mempunyai kedalaman
yang lebar yang cukup untuk bisa di lalui kapal-kapal yang menggunakan
pelabuhan. Apabila laut dangkal maka harus dilakukan pengerukan untuk
mendapatkan kedalaman yang di perlukan.
3. Kolam pelabuhan, merupakan daerah perairan dimana kapal berlabuh
untuk melakukan bongkar muat, melakukan gerakan untuk memutar (di
kolam putar) dan sebagainya. Kolam pelabuhan harus terlindung dari
gangguan gelombang dan mempunyai kedalaman yang cukup. Di laut
yang dangkat diperlukan pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang
di rencanakan.
4. Demarga, adalah bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya
kapal dan menambatkannya pada waktu bongkar muat barang. Ada dua
macam dermaga yaitu yang berada di garis pantai dan sejajar dengan
pantai yang yang disebut pier atau jetty. Pada pelabuhan barang,
dibelakang dermaga harus terdapat halaman yang cukup luas untuk
menempatkan barang-barang selama menunggu pengapalan atau angkutan
ke darat. Dermaga ini juga dilengkapi dengan kran atau alat bongkar muat
lainnya untuk mengangkut barang dari dan ke kapal.
5. Alat penambat digunakan untuk menambatkan kapal pada waktu merapat
di dermaga maupun menunggu di perairan sebelum bisa merapat ke
dermaga. Alat penambat bisa diletakkan di dermaga atau di perairan
pelabuhan. Bentuk lain dari pelampung penambat adalah dolphin yang
terbuat dari tiang-tiang yang dipancang dan dilengkapi dengan alat
penambat.
6. Gudang Lini I dan lapangan penumpukkan terbuka, yang terletak di
belakang dermaga untuk menyimpan barang-barang yang harus menunggu
pengapalan atau yang di bongkar dari kapal sebelum dikirim ketempat
tujuan,Gudang Lini I digunakan untuk menyimpan barang-barang yang
mudah rusak,mudah hilang dan barang berharga yang memerlukan
perlindungan terhadap cuaca dan hujan. Sedang lapangan penumpukan
terbuka di gunakan untuk menyimpan barang-barang besar, berat(
mesin,besi,pipa,dll) yang tidak mudah hilang dan rusak akibat cuaca dan
hujan. Untuk barang-barang yang mengganggu, berbahaya dan mudah
terbakar,beracun, mudah meledak dan lain-lain harus ditumpuk digudang
khusus, bahkan terhadap barang berbahaya kelas 1 (bahan peledak), harus
langsung dikeluarkan dari daerah kerja pelabuhan.
7. Gedung terminal untuk keperluan admisnistrasi.
8. Fasilitas bahan bakar untuk kapal.
9. Fasilitas pandu kapal, kapal tunda dan perlengkapan lain yang diperlukan
untuk membawa kapal masuk/keluar pelabuhan. Untuk kapal-kapal
besar,keluar masuknya kapal dari/ke pelabuhan tidak boleh dengan
kekuatan (mesin) nya sendiri , sebab perputaran baling-baling kapal dapat
menimbulkan gelombang yang akan dapat mengganggu kapal-kapal yang
sedang melakukan bongkar muat barang , untuk itu kapal harus dihela oleh
kapal tunda, yaitu kapal kecil bertenaga besar yang dirancang khusus
untuk menunda kapal.
10. Peralatan bongkar muat seperti kran darat (gantry crane), kran
apung,kendaraan untuk mengangkat/memindahkan barang seperti forklift,
straddle carrier, slidelift truck, dan sebagainya.
11. Fasilitas-fasilitas lain utnuk keperluan penumpang, anak buah kapal dan
muatan kapal seperti terminal penumpang, ruang tunggu, karantina,bea
cukai,imigrasi,dokter pelabuhan, keamanan dan sebagainya.

2.2 Pemilihan Lokasi Pelabuhan


Pemilihan lokasi rencana pelabuban dilakukan dengan memperhatikan
kondisi fisik lokasi yang meliputi 1) aksesibilitas (kondisi jalan menuju lokasi),
2) daerah pengaruh (hinterland), 3) ketersediaan lahan. 4) kondisi oseanografi,
dan 5) fasilitas pendukung. Pemilihan lokasi pelabuhan harus
mempertimbangkan berbagai faktor tersebut. Tetapi biasanya tidak semua faktor
bisa terpenuhi, sehingga diperlukan suatu kompromi untuk mendapatkan hasil
optimal.
1) Aksesibilitas
Suatu pelabuhan akan dapat berkembang dengan baik apabila lokasi
tesebut terhubung dengan jaringan jalan atau saluran transportasi air
dengan daerah di sekitarnya, sehingga muatan (barang dan penumpang)
dapat diangkut ke dan dari pelabuban dengan mudah dan cepat. Kondisi
jalan yang baik, lebar, datar dan dekat dengan lokasi pelabuhan
memungkinkan hubungan yang lancar dengan kota-kota di sekitamya.
2) Daerah pengaruh
Pelabuhan yang mempunyai daerah pengaruh subur dengan populasi
penduduk cukup padat dan dekat dengan kota-kota besar di sekitamya
akan dapat berkembang dengan baik. Masyarakat dan industri akan mudah
memanfaatkan keberadaan pelabuhan, baik untuk angkutan pennumpang,
barang maupun komoditi lainnya.
3) Ketersediaan lahan
Ketersediaan lahan yang cukup luas baik di perairan maupun daratan, akan
dapat mcnampung fasilitas-fasilitas pendukung pelabuhan. Tinjauan
daerah perairan menyangkut luas perairan yang diperlukan untuk alur
pelayaran, kolam putar (turning basin). penambatan dan tempat berlabuh.
Daerah daratan juga harus cukup luas untuk bisa meng-antisipasi
perkembangan di daerah sekitar pelabuban, seperti pengembangan industri
dan kegiatan lainnya. Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus
memungkinkan untuk membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan
untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan harus cukup
luas untuk membangun suatu fasilitas pelabuban seperti dermaga, jalan,
gudang dan juga daerah induslri. Apabila daerah daratan sempit maka
pantai harus cukup luas dan dangkal untuk memungkinkan perluasan
daratan dengan melakukan penimbunan pantai tersebut. Daerah yang akan
dignnakan untuk perairan pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang
cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk ke pelabuhan. Selain keadaan
tersebut, kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya
melakukan pengerukan daerah perairan dan kemungkinan menggunakan
basil pengerukan tersebut untuk menimbun tempat lain.
4) Hidrooseanografi
Perairan pelabuhan harus tenang terhadap serangan gelombang dan
terhindar dari sedimentasi. Untuk itu sedapat mungkin pelabuhan berada di
perairan yang terlindung secara alami dari pengaruh gelombang seperti di
perairan yang terlindung oleh pulau, di teluk di muara sungai/estuari.
Namun apabila hal ini tidak memungkinlam, pelabuhan ditempatkan di
pantai terbuka dengan membuat pemecah gelombang, dengan konsekuensi
biaya pembangunan menjadi lebih mahal. Pemecah gelombang merupakan
fasilitas pelabuhan yang sangat paling mahal.
5) Fasititas pendukung
Keberadaan fasilitas pendukung pelabuhan yang telah ada di lokasi
pelanuhan seperti air bersih, listrik dan komunikasi.

Dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempenganlhi penentuan


lokasi pelabuhan tersebut akan dapat diketahui apakah suatu lokasi layak
dibangun suatu pelabuhan. Perlu diketahui kelayakan pelabuhan tersebut dengan
memperhatikan beberapa hal berikut ini.
1) Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan,
termasuk pengerukan pertama yang harus dilakukan.
2) Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur
dan kolam pelabuhan.
3) Penghasilan dari pelabuhan untuk dapat mengembalikan biaya investasi
yang telah dikeluarkan dan biaya operasional dan pemeliharam
pelabuhan.
4) Manfaat dari pelabuhan tersebut terhadap perkembangan daerah
pengaruh.
2.3 Tinjauan Hidro-Oceanografi terhadap Bentuk Pelabuhan
Kondisi hidro-oseanografi sangat penting di dalam menentukan tata
letak suatu pelabuhan. Kondisi hidro-oseanografi yang ditinjau meliputi
gelombang, arus, sedimentasi dan pengaruhnya terhadap gerak kapal yang
masuk ke pelabuhan. Pelabuhan harus bisa memberi kemudahan dan keamanan
bagi kapal- kapal yang masuk dan keluar ke dan dari pelabuhan.
2.3.1 Tinjauan Pelayaran
Pelabuhan yang dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang
akan menggunakannya. Kapal yang berlayar dipengaruhi faktor-faktor alam
seperti angin, gelombang, dan arus yang dapat menimbulkan gaya-gaya
yang bekerja pada badan kapal. Gelombang yang mempunyai amplitudo
besar akan menyebabkan diperlukannya kedalaman alur pelayaran yang
lebih besar, karena pada keadaan tersebut kapal-kapal berosilasi (bergoyang
naik turun sesuai dengan fluktuasi muka air)

2.3.2 Tinjauan Gelombang


Perairan pelabuhan harus tenang terhadap gangguan gelombang
supaya kapal dapat melakukan kegiatan bongkar muat barang dan menaik-
turunkan penumpang. Mulut pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga gelombang tidak langsung masuk ke perairan pelabuhan.

2.3.3 Tinjauan Sedimentasi


Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran
di daerah perairan pelabuhan memerlukan biaya yang cukup besar.
Pengerukan ini dapat dilakukan pada waktu membangun pelabuhan maupun
selama perawatan. Pelabuhan harus dibuat sedemkian rupa sehingga
sedimentasi yang terjadi harus sesedikit mungkin (kalau bisa tidak ada). Oleh
karena itu, pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
sedimentasi yang terjadi sesedikit mungkin.

2.3.4 Penentuan Tata Letak Pemecah Gelombang


Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan bahwa kapal-kapal yang
masuk ke mulut pelabuhan tidak menerima serangan gelombang dan angin
pada sisi kapal yang dapat membahayakan gerak kapal. Ditinjau dari sisi
pelayaran, mulut pemecah gelombang sebaiknya menghadap arah datangnya
gelombang.
2.4 Tata Letak Fasilitas Pelabuhan
Penentuan tata letak fasilitas pelabuhan tergantung pada beberapa
faktor, di antaranya adalah angin, gelombang, arus, kondisi geografis, jumlah dan
ukuran kapal yang akan menggunakan pelabuhan, dan penggunaan kapal
tunda untuk membantu gerak kapal. Pelabuhan yang direncanakan harus
seefektif dan seefisien mungkin sedemikian sehingga biaya pembangunan
seminimal mungkin, tetapi masih memungkinkan pengoperasian kapal dengan
mudah dan aman.

2.5 Mulut Pelabuhan


Pemecah gelombang digunakan untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan terhadap gangguan gelombang. Kapal masuk dan keluar ke/dari
peabuhan melalui mulut pelabuhan. Tata letak dan lebar mulut pelabuhan
harus direncanakan dengan cermat yang memungkinkan kapal masuk ke
pelabuhan dengan mudah dan aman. Tata letak mulut pelabuhan ditentukan
berdasar tinjauan kemudahan pelayaran, ketengan perairan terhadap
gangguan gelombang, dan pengaruh sedimentasi.
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERENCANAAN DAN
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PELABUHAN

3.1 Umum
Perencanaan pelabuhan harus memperhatikan berbagai faktor yang
akan berpengaruh pada bangunan-bangunan pelabuhan dan kapal-kapal yang
berlabuh. Ada tiga faktor yang harus diperhitungkan yaitu angin, pasang
surut dan gelombang. Pengetahuan tentang angin sangat penting karena angin
menimbulkan arus dan gelombang dan angin dapat menimbulkan tekanan
pada kapal dan bangunan pelabuhan. Pasang surut sangat penting dalam
menentukan dimensi bangunan pelabuhan seperti pemecah gelombang,
dermaga, penampung penambat, kedalaman alur pelayaran dan perairan
pelabuhan dan sebagainya.
Elevasi puncak bangunan didasarkan pada elevasi muka air pasang,
sedangkan kedalaman alur dan perairan pelabuhan berdasar muka air surut.
Elevasi muka air rencana ditetapkan berdasarkan pengukuran pasang surut
dalam periode waktu yang panjang.

3.2 Ekologi Pantai


Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang didalamnya terdapat
interaksi antara komponen biotic (komunitas makhluk hidup) dan
komponen abiotik dikawasan tertentu. Dalam sebuah ekosistem terdapat siklus
hidup dan rantai makanan yang menandai adanya kehidupan, karena itu
sebuah ekosistem memiliki beberapa komponen yaitu:
1. Komponen biotik mencakup semua makhluk hidup yang ada dalam
ekosistem. Mulai dari yang mikroskopis sampai pada tingkat paling
tinggi (manusia).
2. Komponen abiotik mencakup benda-benda mati yang ada disekitar
makhluk hidup itu. Misalnya tanah, udara, cahaya dan lainnya.
Pengertian ekosistem pantai adalah interaksi antara komponen biotik
dan komponen abiotik yang ada di dataran pantai.Jadi ekosistem pantai
masuk kedalam jenis ekosistem darat bukan ekosistem perairan. Sama seperti
ekosistem hayati lainnya, ekosistem pantai juga terdiri dari beberapa
komponen.
Komponen-komponen yang menyusun ekosistem pantai adalah sebagai
berikut :
1. Komponen abiotik. Mencakup suhu, udara, batuan, pasir, tana, air
dan lain-lain. Komponen abiotik pantai yang khas adalah pasir dan
batu karang.
2. Komponen biotik autotrof adalah mahluk hidup yang berada di dasar
rantai makanan dalam sebuah komponen. Organisme autotrof
ditandai dengan kemampuannya menghasilkan makanan sendiri.
Sehingga tidak perlu “memangsa” organisme lain. organisme
autotrof disebut juga sebagai produsen. Organisme autotrof di
pantai yang khas antara lain : ganggang, bakau, kelapa dan lain-
lain.
3. Komponen biotik heterotof. Merupakan organisme yang tidak bisa
menghasilkan makanan sendiri, sehingga harus memangsa
organisme lain untuk bertahan hidup. Karena itu disebut juga
sebagai konsumen. Ada beberapa tingkat konsumen dalam rantai
makanan. Konsumen tingkat satu adalah organisme heterotof yang
langsung memakan produsen, selanjutnya ada konsumen tingkat 2
yang memangsa konsumen tingkat 1. Begitu seterusnya.
Komponen biotik heterotof yang khas dalam ekosistem pantai
adalah umang-umang, kepiting, rubah pantai, tupai dan lain-lain.
4. Dekomposer, yaitu komponen dalam ekosistem yang berfungsi
menguraikan sisa-sisa mahluk hidup yang telah mati. Biasanya terdiri
dari jenis bakteri dan jamur.
3.3 Faktor Angin dan Pengaruhnya
Indonesia adalah Negara yang berada di antara dua benua yaitu asia
dan Australia, serta dikelilingi oleh dua samudera yaitu pasifik dan india.
Dengan letak demikian, Indonesia termasuk dalam iklim tropis dengan angin
musim yang banyak berpengaruh dalam merencanakan pelabuhan. Di lain
pihak, letaknya diantara dua samudera yaitu samudera pasifik dan india dengan
sebagian panjang batasnya yang berimpitan dengan kedua samudera ini.
Lingkungan lautan/daratan dimana pelabuhan direncanakan untuk
dioperasikan, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alami.
Kapasitas pelabuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis konstruksi
yang mampu mengatasi hambatan lingkungan dan sekaligus ramah akan
faktor-faktor yang terus terjadi atas konsistensi alami, tanpa memperhatikan
faktor-faktor ini akan member dampak negative pada kelangsungan usaha
pelayanan jasa kepelabuhan.
Keberadaan suatu pelabuhan perlu memperhatikan adanya suatu
kebutuhan (need) oleh pelanggan dan calon pelanggan, dengan
memperhatikan pula dukungan daerah belakang pelabuhan (hinterland) serta
ketenagakerjaan. Untuk menawarkan ide suatu jasa baru diperlukan suatu
penelitian yang lebih cermat, bukan saja dari segi bisnis tetapi lebih lagi diteliti
adanya keperluan baru sebagai pengganti jasa yang ada dengan
memperhatikan faktor-faktor social, teknologi, lingkungan dan operasional.
Khusus dalam menangani faktor lingkungan misalnya diteliti mengenai
iklim/cuaca, radiasi matahari/temperature, komposisi air laut/salinitas, dan arah
yaitu angin, arus, gelombang (frekuensi dan besaran tenaga), pasang surut,
gempa (gunung api, tektonis) dan lain sebagainya. Memperhatikan faktor-faktor
diatas, perencanaan perlu mencari alternative-alternatif penentu dalam
mengantisipasi berbagai persoalan yang mungkin timbul di kemudian
hari(Asiyanto 2008).
3.3.1 Pengertian Angin
Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut
angin. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperature atmosfer.
Pada waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang, yang berakibat
naiknya udara tersebut yang kemudian diganti oleh udara yang lebih dingin
di sekitarnya. Perubahan temperature di atmosfir disebabkan oleh perbedaan
penyerapan panas oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di gunung dan
lembah atau perbedaan suhu pada bagian bumi bagian utara dan selatan karena
adanya perbedaan musim dingin dan panas.

3.3.2 Pengaruh Angin Terhadap Perencanaan Pelabuhan


Angin terjadi akibat adanya gerakan udara dan tekanan tinggi
menuju tekanan rendah. Kecepatan gerakan udara tergantung dari besarnya
perbedaan tekanan dan jaraknya. Angin terbagi dua bagian yaitu:
1. Angin laut
2. Angin darat

Angin yang bekerja pada bangunan-bangunan menimbulkan suatu tekanan


yang berbentuk muatan sebagai akibat perubahan kecepatan pada sekitar
bangunan yang harus dipikul konstruksi tersebut. Besarnya tekanan muatan
angin dinyatakan dalam peraturan muatan Indonesia 1970 atau NI-18. Yang
besarnya dinyatakan dengan rumus:

…………………………………………………………………….(3.1)
Keterangan:
P = Tekanan angin
V = Kecepatan angin

3.4 Faktor Kedalaman Air


Kedalaman suatu perairan berhubungan erat dengan produktivitas,
suhu vertical, penetrasi cahaya, densitas, kandungan oksigen, serta unsure
hara. Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap biota yang
dibudidayakan. Hal ini berhubungan dengan tekanan yang diterima di dalam
air, sebab tekanan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah
teknik berbagai pesisir seperti erosi.

3.4.1 Pengertian
Kedalaman perairan merupakan petunjuk keberadaan parameter
oseanografi. Intensitas cahaya matahari akan berkurang secara cepat dan
akan menghilang pada kedalaman tertentu, begitu pula temperatur dan
kandungan oksigen terlarut semakin berkurang pada kedalaman tertentu
sampai dasar perairan. Jadi kadar oksigen terlarut sangat berkaitan juga
dengan variabel kedalaman suatu perairan atau kolam. Fitoplankton dalam
melakukan fotosintesis membutuhkan cahaya matahari. Penyinaran cahaya
matahari akan berkurang secara cepat dengan makin tingginya kedalaman. Ini
sebabnya fitoplankton sebagai produsen primer hanya dapat didapat di
suatu daerah atau kedalaman dimana sinar matahari dapat menembus pada
badan perairan.

3.4.2 Pengamatan Lapangan


Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung
atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi
penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain
penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati
langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu
pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi
untuk membuktikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut.
Tujuan dari dilakukannya pengamatan kita dapat memperoleh
gambaran tentang kehidupan sosial yang sukar untuk diketahui dengan
metode lainnya. Observasi dilakukan untuk menjajaki sehingga berfungsi
eksploitasi. Dari hasil observasi kita akan memperoleh gambaran yang jelas
tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara
pemecahannya. Jadi, jelas bahwa tujuan observasi adalah untuk memperoleh
berbagai data konkret secara langsung di lapangan atau tempat penelitian.
3.5 Faktor Pasang Surut

Dalam konsep dan teori mengenai pasang surut air laut yang telah
dikemukakan di atas, kita mengetahui bahwa terjadinya pasang surut air
laut karena pengaruh oleh gaya gravitasi serta gaya tarik menarik benda- benda
langit. Namun, untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyebabnya, alangkah
baiknya apabila kita mengupasnya lebih dalam karena pada kenyataannya
juga ada beberapa faktor yang turut menyebabkan terjadinya pasang surut
air laut ini. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut air laut
menurut teori keseimbangan, pasang surut air laut dipengaruhi oleh:
1. Rotasi Bumi pada sumbunya Rotasi Bumi menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya pasang surut air laut menurut teori
keseimbangan. Rotasi bumi merupakan peristiwa berputarnya bumi
pada porosnya atau sumbunya. Ketika Bumi berputar, maka waktu
dimana posisi suatu wilayah laut menghadap bulan, dan ada
waktu dimana posisi menghadap matahari. Air laut akan bertemu
dengan bulan pada waktu malam hari. oleh karena sebelumnya
sudah dikatakan bahwasannya gaya tarik bulan lebih besar dua kali
lipat daripada gaya tarik matahari, maka tidak heran apabila banya air
laut mengalami pasang ketika malam hari.
2. Revolusi Bumi terhadap matahari Menurut teori keseimbangan,
faktor selanjutnya ynag mempengaruhi terjadinya pasang surut air
laut adalah adanya peristiwa revolusi bumi terhadap bulan.
Revolusi merupakan peristiwa berputarnya benda langit
mengelilingi benda langit lainnya yang menjadi pusatnya. Salah
satu benda yang melakukan revolusi adalah planet, termasuk bumi.
Planet- planet melakuka revolusi terhadap matahari yang
merupakan pusat dari tata surya. Dengan adanya revolusi ini maka
kita bisa mempunyai tahun. Revolusi bumi terhadap matahari menjadi
salah satu faktor penyebab pasang surut air laut karena ada
masanya bumi dekat dengan matahari dan adakalanya bumi jauh
dari matahari. Hal ini salah satunya karena lintasan atau orbit bumi
berbentuk oval.
3. Revolusi bulan terhadap matahari Jika sebelumnya adalah revolusi
bumi terhadap matahari, maka faktor penyebab pasang surut yang
lainnya adalah revolusi bulan terhadap matahari. Bulan yang
merupakan satelit alam dari bumi, ternyata mempunyai revolusi
ganda, yakni dengan bumi dan juga dengan matahari. Ketika
mengalami revolusi bersama- sama dengan Bumi, maka ada satu
kemungkinan dimana matahari dan bulan berada dalam satu titik
yang berdekatan. Dengan demikian kekuatan gaya tarik keduanya
akan bergabung dan dapat menarik permukaan air laut daripada
kondisi yang biasanya.

3.5.1 Pengertian Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu
karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan
bulan terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih
kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi lebih besar
daripada pengaruh gaya tarik matahari. Pengetahuan tentang pasang surut
adalah penting di dalam perencanaan pelabuhan. Elevasi muka air tertinggi
(pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk merencanakan
bangunan-bangunan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak bangunan
pemecah gelombang dan dermaga ditentukan oleh elevasi muka air pasang,
sementara kedalaman alur pelayaran dan perairan pelabuhan ditentukan oleh
muka air laut.

3.5.2. Tipe Pasang Surut


Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam
satu hari dapat terjadi sat kali atau dua kali pasang surut. Secara umum
pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu
pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semi diurnal tide)
dan sua jenis campuran.
1. Pasangan surut harian ganda (semi diurnal tide) Dalam satu hari
terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi
yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan
secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24
menit. Pasang surut jenis ini terdapat di selat malaka sampai laut
Andaman.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Dalam satu hari terjadi
satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut
adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat
karimana.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide
prevailing semidiurnal) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan
dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut
jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia timur.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal ( mixed tide
prevailing diurnal) Pada tipe ini dala satu hari terjadi satu kali air
pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara
waktu terjadi satu kali pasang dan dua kali pasang surut dengan
tinggi dan periode yang sangat berbead. Pasang surut jenis ini
terdapat di selat Kalimantan dan pantai utara jawa barat.

3.5.3. Pengaruh Pasang Surut terhadap Perencanaan Pelabuhan


Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut
atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut (occanic tide) dan pasang
surut bumi padat (tide of the solid earth). Pasang surut laut merupakan hasil
dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah
dorongan kearah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan
massa tetapi berbanding terbalik dengan jarak. Meskipun ukuran bulan lebih
kecil dari pada matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar dari
pada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena
jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air ke laut kea rah bulan dan matahari
dan menghasilkan dua tonjolan (bilge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang
dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu
rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

3.5.4. Pengamatan Pasang Surut


Pengamatan pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi
muka air laut disuatu lokasi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat
ditetapkan datum vertical tertentu sesuai untuk keperluan-keperluan tertentu
pula.
Pengamatan pasang surut dilakukan dengan mencatat atau merekam
data tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu. Rentang
pengamatan pasang surut sebaiknya dilakukan selama selang waktu
keseluruhan periodisasi benda- benda langit yang mempengaruhi terjadinya
pasang surut telah kembali pada posisinya semula. Rentang waktu
pengamatan pasang surut yang lazim dilakukan untuk keperluan praktis adalah
15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam). Interval waktu pencatatan untuk
perekaman tinggi muka air laut biasanya adalah 15, 30 atau 60 menit.
Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasang surut dilakukan
dengan palem atau rambu pengamat pasang surut. Tinggi muka air setiap
jam diamati secara manual oleh operator (pencatat) dan docatat pada suatu
formulir pengamatan pasang surut. Pada palem dilukis tanda-tanda skala
bacaan dalam satuan desimeter. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi
muka air lautrelatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan
skala bacaan yang tertulis pada palem. Muka air laut yang relative tidak
tenang membatasi kemampuan pencatatan dalam menaksirkan bacaan skala.
Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk memperoleh data pasang
surut denagn ketelitian hingga sekitar 2,5 cm. tinggi palem disesuaikan
dengan karakter tunggang air pada wilayah perairan yang diamati pola pasutnya,
yang biasanya sekitar 4 hingga 6 meter.

3.6 Faktor Arus


Secara umum, ada dua yang menjadi penyebab terjadinya arus laut yaitu:
1. Faktor internal, merupakan faktor yang berhubungan dengan air laut itu
sendiri, contohnya adalah densitas air, gradient tekanan, serta gesekan lapisan air
laut. 2. Faktor eksternal, merupakan faktor yang berhubungan dengan
komponen- komponen laut disekitar lautan, contohnya adalah gerakan angin,
tekanan udara, gaya tarik matahari, gaya gravitasi, bulan dan lain sebagainya.

3.6.1. Pengertian Arus


Arus laut adalah pergerakan air di laut baik itu secara vertical atau secara
horizontal sehingga membentuk gerakan seimbang yang sangat luas
diseluruh lautan di dunia. Ada beberapa penyebab dari munculnya air laut,
diantaranya adalah tiupan angina tau perbedaan densitas atau pergerakan dari
gelombang laut.

3.6.2. Arus Pasang Surut


Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya
pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus
pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena
gerakan pasang surut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit
seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasang surut (tidal
current). Gerakan arus pasang surut dari laut lepas yang merambat ke
perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya
antara lain adalah berkurangnya kedalaman.

3.6.3 Endapan (Sedimentologi)


Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport
oleh media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat
di mulut-mulut sungaiadalah hasil dan proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang
terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-
material yang diangkut oleh angin. sedimentasi dapat dibedakan:
1. Sedimentasi air ,misalnya terjadi di sungai.
2. Sedimentasi angin, biasanya disebut sedimentasi aeolis
3. Sedimentasi gletser, mengahasilkan drumlin, moraine, ketles dan
esker.

Hasil dari sedimentasi ini dapat berupa batuan breksi dan batuan
konglomerat yang terendapkan tidak jauh dari sumbernya, batu pasir yang
terendapkan lebih jauh dari batu breksi dan batuan konglomerat, serta
lempung yang terendapkan jauh dari sumbernya.

3.6.4 Pengamatan Arus, Endapan dan Material Tanah Dasar


1. Pengamatan arus .
2. Pengamatan endapan .
3. Pengamatan material tanah dasar Setiap bangunan selalu dihadapkan
pada masalah pondasi dan stabilitas yang erat kaitannya dengan
masalah karakteristik, klasifikasi dan daya dukung tanah.
Karakteristik dan struktur tanah sebagai pendukung bangunan
keseluruhan banyak ditentukan atas kekuatan tanah yang diukur
sebagai tekanan tanah yang diijinkan, dengan demikian
pembebanan maximum harus didasarkan pada daya tekanan tanah
maximal, penurunan bangunan yang direncanakan, bangunan harus
dapat memikul gaya-gaya yang timbul, seperti gaya-gaya lateral
dan vertikal dalam tanah.

3.7 Faktor Gelombang


3.7.1. Umum
Gelombang dapat terjadi karena angin, pasang surut, gangguan buatan
seperti gerakan kapal dan gempa bumi. Pengaruh gelombang terhadap
perencanaan pelabuhan antara lain;
1. Besar kecilnya gelombang sangat menentukan dimensi dan
kedalaman bangunan pemecah gelombang.
2. Gelombang menimbulkan gaya tambahan yang harus diterima oleh
kapal dan bangunan dermaga.
Besarnya gelombang laut tergantung dari beberapa faktor, yaitu;
1. Kecepatan angin.
2. Lamanya angin bertiup.
3. Kedalaman laut dan luasnya perairan.

Pada perencanaan pelabuhan penumpang dan barang diusahakan


tinggi gelombang serendah mungkin, dengan pembuatan pemecah
gelombang maka akan terjadi defraksi (pembelokan arah dan perubahan
karakteristik) gelombang. Gelombang merupakan faktor utama dalam
penentuan tata letak (lay out) pelabuhan, alur pelayaran dan perencanaan
bangunan pantai (Triatmodjo, 1996). Oleh karena itu, pengetahuan tentang
gelombang harus dipahami dengan baik.
Menurut Triatmodjo (1999), gelombang di laut menurut gaya
pembangkitnya dapat dibedakan antara lain sebagai berikut;
1. Gelombang angin
2. Gelombang pasang surut
3. Gelombang tsunami
4. Gelombang karena pergerakan kapal
Untuk perencanaan bangunan pantai, yang paling penting dan berpengaruh
adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut.

3.7.2 Pembentukan dan Perambatan Gelombang


Gangguan gelombang amat terasa pada kedalaman tertentu dan oleh
lkarena itu kedalaman dari air sangat berpengaruh pada karakteristik
gelombang. Gelombang juga tergantung pada kekuatan angin dan kondisi
tanah dasarnya. Sehingga bisa saja terjadi gelombang sudah pecah pada
kedalaman yang agak dalam.
Gelombang osilasi/goyangan adalah gelombang yang terjadi terus menerus
atau tidak terputus-putus dan tetap ada walaupun sudah pecah pada air yang
dalam karena gelombang tersebut akan dibentuk kembali.

3.7.3 Klasifikasi Gelombang


Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman
air (d) dan panjang gelombang (L), (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam, yaitu: 1. Gelombang di laut dangkal, jika d/L ≤1/ 20 2.
Gelombang di laut transisi, jika 1/20 < d/L< 1/2. 3. Gelombang dilaut dalam,
jika d/L ≥ ½.

3.7.4. Peramalan Panjang dan Tinggi Gelombang


Secara umum dapat dikatakan bahwa gelobang laut ditimbulkan
karena angin, meskipun gelombang dapat pula disebabkan oleh bermcam-
macam hal,misalnya letusan gempa di dasar laut, tsunami, gerakan kapal,
dan lain sebagainya. Tinggi gelombang banyak ditentukan sebagai hasil
interaksi beberapa factor. Dari faktor-faktor tersebut yang lebih menentukan
adalah:
1. Kecepatan angin, hal ini sangat berkaitan dengan perbedaan
besaran pusat atmosfer bertekanan tinggi/rendah. Kecepatan ini
bergantung dari arah angin yang ditentukan oleh lokasi dari atmosfer
tersebut.
2. Lama dari keberadaan angin tersebut.
3. Fetch, yaitu jarak sepanjang permukaan angin tersebut meniup
dalam satu arah.

3.8 Karakteristik Kapal yang Berkaitan dengan Perencanaan Pelabuhan


Panjang, lebar, serta draft kapal yang akan menggunakan pelabuhan
tersebut akan berpengaruh pada desain saluran pendekatan, pelabuhan, dan
fasilitas terminal, dan yang terakhir jenis kapal dan kapasitasnya atau tonase
akan berpengaruh juga terhadap perencanaan pelabuhan tersebut.

3.8.1 Kapasitas Angkut


Tonase kapal mengindikasikan kapasitas angkut kapal dalam jumlah
dari barang yang dapat diangkut oleh kapal. Namun, tergantung pada tipe
kapal, Negara asal, atau maksud dari pemakaian tonase (seperti misalnya
untuk sewa pelabuhan), terdapat beberapa tonnage yang digunakan. Yang
paling penting diantaranya adalah GTR Gross Register Tonnage, NRT Net
Register Tonnage, DWT Dead Weight Tonnage.

3.8.2 Dimensi Vertikal


Draf kapal (draught) D adalah jarak maksimum dalam meter antara
garis air dan keel (struktur memanjang garis tengah di bagian bawah
lambung kapal, dalam sebagian kapal diperpanjang ke bawah sebagai pisau
atau ridge untuk meningkatkan stabilitas). Garis draf terdiri dari sebuah
lingkaran dan garis horizontal yang memotong ditengah lingkaran dengan
tulisan disisi kanan dan kirinya lingkaran.

3.8.3 Dimensi Horisontal


1. Panjang
Panjang kapal dapat dinyatakan dalam dua macam berbeda:
a. Panjang yang diukur tegak lurus, LBP = Legth Between
Perpendiculars.
b. Panjang yang diukur seluruhnya, LOA. LOA adalah jarak horizontal
antara dua garis vertical: tangent haluan kapal dan buritan kapal
untuk dimensi basis pelabuhan dan berlabuh biasanya menggunakan
lOA.
2. Lebar
Lebar kapal atau biasanya disebut beam atau breadt adalah jarak
maksimum dalam meter antara dua sisi dari kapal.

3.8.4 Ukuran standar kapal


BAB IV
ALUR PELAYARAN

4.1 Pemilihan Karakteristik Alur


Alur masuk ke pelabuhan biasanya sempit dan dangkal. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelabuhan
adalah sebagai berikut:
1. Keadaan tarif kapal
2. Keadaan geografi dan meterologi di daerah alur
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan yang diberikan pada pelayaran
5. Karakteristik kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan
6. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.

4.2 Kedalaman Alur


Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di
alur masuk harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air
terendah dengan kapal bermuatan penuh.
Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor. Rumus
kedalaman air total adalah:
= + + + + +
………………………………………………………………….(4.1)
Keterangan:
d = Draft kapal
G = Gerak vertical kapal karena gelombang dan squat
R = Ruang kebebasan bersih
P = Ketelitian pengukuran
S = Pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K = Toleransi pengerukan

4.3 Lebar Alur


Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau
pada kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa
faktor, yaitu:
1. Lebar, kecepatan dan pergerakan kapal
2. Trafik kapal, apakah alur direncakan untuk satu atau dua jalur
3. Kedalaman alur
4. Apakah alur sempit atau lebar
5. Stabilitas tebing alur
6. Angin, gelombang, arus dan arus melintang dalam alur

4.4 Layout Alur Pelayaran


Untuk mengurangi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin
trase aluran pelayaran merupakan garis lurus. Apabila hal ini tidak mungkin,
misalnya karena adanya dasar karang, maka sumbu alur dibuat dengan
beberapa bagian lurus yang dihubungkan dengan busur lingkaran. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pada saat pemilihan trase adalah kondisi tanah
dasar laut, kondisi pelayaran, (angin, arus, gelombang), peralatan bantu dan
pertimbangan ekonomis.
Beberapa ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam
merencanakan trase alur pelayaran.
1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus
2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil
dengan interval pendek
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus
mempunyai panjang minimum 10 kali panjang kapal tersebut
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus
dominan, untuk memperkecil alur melintang
5. Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang,
arus berlawanan dengan arah kapal yang datang
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin
melintang
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh
kembali di mana kapal tidak boleh berhenti atau berputar dan
mulai dari titik tersebut kapal- kapal diharuskan melanjutkan sampai
ke pelabuhan.

4.5 Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi


biasa maupun badai. Kolam di depan dermaga harus tenang untuk
memungkinkan selama 95% - 97,5% dari hari atau lebih dalam satu
tahun.
BAB V
PEMECAH GELOMBANG

5.1 Pengertian Pemecah Gelombang


Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk
melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang.
Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut bebas, sehingga
perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut.
Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah perairan pelabuhan menjadi
tenang dan kapal bias melakukan bongkar muat barang dengan mudah.
Pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga mulut pelabuhann
tidak menghadap kearah gelombang dan arus dominan yang terjadi di lokasi
pelabuhan.

5.2 Tipe-tipe Pemecah Gelombang


5.2.1 Ditinjau dari bentuk konstruksinya yaitu:
1. Pemecah gelombang sisi miring (sloping type/mound type S)
- Multi-layered rubble mound breakwater
- Armour layer
- Reef breakwater/submerged
- Reshaping breakwater
2. Pemecah gelombang tegak (vertical type/upright type V)
3. Campuran (mixed type/composite breakwaters)
- Vertical composite breakwaters
- Horizontal composite breakwaters
4. Pemecah gelombang khusus
- Certain wall breakwater
- Horizontal plate breakwater
- Pemecah gelombang apung
- Pemecah gelombang turap dari beton dan baja
- Pemecah gelombang pancaran air dan udara

5.2.2 Ditinjau dari letak konstruksinya


1. Pemecah gelombang sambung pantai
2. Pemecah gelombang lepas pantai

5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Tipe Pemecah Gelombang


Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tipe pemecah gelombang
antara lain adalah: Biaya, konstruksi, material yang tersedia dan yang bisa
digunakan di daerah proyek, pilihan Owner, kedalaman air, kondisi tanah dasar,
fungsi pelabuhan, peralatan yang tersedia untuk pembangunan. Dalam kondisi
tertentu salah satu faktor mungkin lebih berpengaruh dibandingkan yang
lainnya. Konstruksi, Parameter perancangan meliputi: konstruksi, aspek biaya,
perbaikan, upgrade dan pemeliharaan. Kunci perancangan pemecah gelombang
meliputi:
1. Layout pelabuhan
2. Waktu pelaksanaan
3. Umur rencana pelabuhan dan juga breakwater
4. Tingkat toleransi perawatan dan operasi
5. Dampak pada lingkungan

Selanjunya gaya-gaya gelombang harus sudah dimengerti. Karena


merupakan salah satu elemen penting dalam perancangan pemecah gelombang.
Untuk ini ada baiknya dibaca kembali pada Bab 2. Rubble mound breakwaters
solusi yang lebih sering dipilih dalam perancangan karena kemiringannya
mampu memecah gelombang untuk dessipasi energinya, sehingga hanya
sebagian di refleksikan.
5.4 Pemecah Gelombang Sisi Miring
Dalam pengisian material untuk pemecah gelombang ini, pengisian
material material tersebut biasanya dilakukan secara proporsional serta sangat
ditentukan oleh lokasi dimana pemecah gelombang tersebut ditempatkan.
Walaupun begitu kelihatannya ada dua jenis dari konstruksi di atas yang menonjol
dari yang lainnya dan layak untuk dibahas lebih lanjut :

1. Type 1, Konstruksinya menggunakan inti sampai diatas muka rata-


rata dengan bahan batu. Kemudian pada sisi-sisinya dilapisi oleh
lapisan pelindung yang kadang-kadang terpisah dari bahan inti oleh
satu atau lebih lapisan.
2. Type 2, Sama seperti type diatas menggunakan bahan inti tapi bahan
intinya hanya sampai dibawah muka air rata-rata. Kemudian bahan
intinya dilapisi lagi oleh batu dengan berat yang medium yang
dibentuk sedemikian rupa sehingga lapisannya sangat kuat.

- Class A, batu dipilih dari quarry, beratnya tidak boleh kurang dari 1
ton dan paling sedikit 95% beratnya 10 ton atau lebih.
- Class B, batu dari quarry yang beratnya 20 lb tidak boleh lebih dari
25 % dan yang beratnya 1 ton paling sedikit 40 %
- Class C, bahannya biasanya dari sisa-sisa yang tidak bisa dipakai
pada Class A atau B atau bisa juga berasal dari hasil pengerukan
pelabuhan.

5.4.1 Konfigurasi potongan melintang


Tipe bangunan pemecah gelombang sisi miring, dibuat dari beberapa
lapisan material yang ditumpuk (mound) dan dibentuk (umumnya bila
dilihat potongan melintangnya membentuk trapezium) sehingga terlihat seperti
gundukan besar batu. Lapisan luar disebut sebagai lapisan penutup utama
(armour), istilah yang digunakan disini “bongkahan” (rubble) meliputi batu,
riprap atau unit beton pracetak. Penampang inti rockfill relative padat dengan
satu atau dua lapisan batuan atau salah satu dari berbagai jenis unit
lapisan pelindung beton pracetak sehingga bangunan pemecah gelombang ini
disebut rubble mound.

5.4.2 Dimensi pemecah gelombang sisi miring


Elevasi puncak pemecah gelombang tergantung pada limpasan yang
diijinkan. Elevasi puncak dihitung berdasarkan kenaikan (runup) gelombang,
yang tergantung pada karakteristik gelombang, kemiringan bangunan,
porositas dan kekasaran lapis pelindung.
Lebar puncak tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi
limpasan diijinkan, lebar puncak minimum sama dengan lebar dari iga butir batu
pelindung yang disusun berdampingan. Untuk bangunan tanpa terjadi
limpasan, lebar puncak bias lebih kecil. Selain itu, puncak harus cukup
lebar untuk keperluan operasi perlatan pada waktu pelaksanaan dan perawatan.

5.4.3 Contoh Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Miring


1. Pemecah gelombang La Guaria, Venezuela
2. Pemecah gelombang di pelabuhan Taconite, Lake Superior
3. Pemecah gelombang di Pelabuhan Matarani, Peru

5.5 Pemecah Gelombang Sisi Miring Tumpukan Batu dan Cetakan


Beton (Concrete Block and Rock-Mound Breakwaters)
Tipe konstruksi ini digunakan apabila batu alam tidak tersedia di
lokasi proyek pembangunan pemecah gelombang atau apabila dalam studi
perencanaan yang telah dilakukan ternyata apabila menggunakan batu
alam tidak ekonomis atau ukuran batu yang dibutuhkan sangat besar dan
tidak mungkin didapatkan di lokasi karena ukurannya sangat besar dan
berat. Keadaan seperti yang disebutkan ini sering sekali ditemui,
khususnya apabila pemecah gelombang yang direncanakan untuk
ketinggian gelombang yang besar.
5.5.1 Contoh Pemecah Gelombang Blok Beton di Atas Tumpukan Batu
1. Pemecah gelombang di Naval Air Station, Coco Coco Solo, Panama
canal
2. Pemecah gelombang pada Pelabuhan Safi, Marocco
3. Pemecah gelombang di Zonguldak, Turki

5.5.2 Pemecah Gelombang dengan Unit Irregular Concrete


Pemecah gelombang dengan unit irregular concrete digunakan untuk
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan batu yang berat dengan jumlah
yang sangat banyak. Beberapa bentuk unit irregular concrete yang sering
digunakan yaitu:
1. Tetrapod, mempunyai 4 kaki yang berbentuk kerucut terpancung
2. Tribar, memiliki 3 kaki yang saling dihubungkan oleh lengan
3. Quadripod, memiliki bentuk mirip tetrapod tetapi sumbu-sumbu
dari ketiga kakinya berada pada bidang datar
4. Dolos, terdiri dari 2 kaki saling menyilang yang dihubungkan dengan
lengan.

5.5.3 Contoh Bangunan Pemecah Gelombang dengan tetrapod dan Tribar


1. Pemecah gelombang di Pelabuhan Rota Spanyol
2. Pemecah gelombang di Pelabuhan Safi Marocco

5.6 Pemecah Gelombang Sisi Tegak


Pemecah gelombang sisi tegak biasanya ditempatkan di laut dengan
kedalaman lebih besar dari tinggi gelombang. Kedalaman maksimum
pemecah gelombang sisi tegak adalah antara 15-20 m. Pemecah gelombang
isis tegak dibuat apabila tanah dasar mempunyai daya dukung besar dan
tahan terhadap erosi. Pemecah gelombang siis tegak dibuat dari blok-blok
beton massa yang disusun secara vertical, kaison beton, turap beton atau
baja yang dipancang dan sebagainya.
Di dalam perencanaan pemecah gelombang sisi tegak perlu
diperhatukan hal-hal berikut:
1. Tinggi gelombang masksimum rencana harus ditentukan dengan baik,
karena stabilitas terhadap penggulingan merupakan factor penting
2. Tinggi dinding harus cukup untuk memungkinkan terjadinya kalpotis
3. Pondasi bangunan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi erosi pada kaki bangunan.

5.6.1 Contoh Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Tegak


1. Pemecah gelombang di Pelabuhan Itali
2. Pemecah gelombang di Pelabuhan Algiers Morocco
3. Pemecah gelombang di Pelabuhan Milwaukee, Lake Michigan
4. Pemecah gelombang di Pelabuhan Helsingbong, Swedia
5. Pemecah gelombang di Pelabuhan Marsa el Brega, Libya
6. Pemecah gelombang di Pelabuhan Buffalo, Newyork
7. Pemecah gelombang di Pelabuhan Calumet, Lake Michigan
BAB VI
Dermaga (Wharves, Piers, Bulkhead, Dolphin dan Mooring

6.1 Pengertian Dermaga


Dermaga adalah suatu bangunan struktur di air yang digunakan untuk
bertambatnya kapal-kapal agar dapat melakukan bongkar muat barang atau
menaik turunkan penumpang dengan aman dan lancar. Bentuk dan dimensi
dermaga tergantung pada jenis ukuran kapal yang bertambat pada dermaga
tersebut. Dermaga harus direncahakan sedemikian rupa sehingga kapal dapat
merapat dan bertambat serta melakukan kegiatan di pelabuhan dengan aman,
cepat dan lancer. Di belakang dermaga terdapat apron dan fasilitas jalan. Apron
adalah daerah yang terletak antara sisi dermaga dan sisi depan gudang (pada
terminal barang umum) atau container yard dimana terdapat pengalihan kegiatan
angkutan laut ke kegiatan angkutan darat. Container yard digunakan untuk
menyimpan barang atau peti kemas sebelum diangkat oleh kapal, atau setelah
dibongkar dari kapal dan menunggu pengangkutan barang ke daerah yang dituju.

Gambar 6.1 Tampang dermaga

Dermaga dapat dibedakan menjadi bebrapa tipe yaitu:


1. Wharf, adalah dermaga yang parallel dengan pantai dan biasanya
berimpit dengan garis pantai. Wharf berfungsi sebagai penahan tanah
yang ada dibelakangnya.
2. Pier, adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya
tegak lurus dengan garis pantai. Pier bias digunakan pada satu sisi atau
dua sisinya, sehingga dapat digunakan untuk menambat lebih banyak
kapal
3. Bulkhead, tipe ini sama dengan wharf, perbedaannya hanya terletak
pada kondisi tanahnya.
4. Dolphin, adalah suatu konstruksi di laut yang berfungsi sebagai tempat
bertambatnya kapal-kapal. Konstruksi ini biasanya digunakan dalam
bentuk kombinasi dengan piers dan wharf agar dapat memperpendek
panjang dermaga. Dolphin mempunyai 2 tipe yaitu:
- Breasting dolphin, yaitu tipe dolphin yang dirancang untuk dapat
menahan tumbukan kapal yang merapat ke dermaga serta untuk
pegangan kapal apabila ada angin besar
- Mooring dolphins, adalah konstruksi yang dirancang untuk tidak
menerima gaya akibat tumbukan kapal yang lokasinya dibelakang
dermaga dimana konstruksi ini tidak menerima benturan
5. Fixed mooring berth, adalah suatu bangunan di laut yang terdiri dari
suatu platform untuk tempat peralatan bongkar muat dan tidak
dirancang untuk menerima gaya tumbukan dari kapal-kapal sewaktu
merapat.
6. Mooring for ship, pada posisi tertentu dilengkapi dengan pegangan
untuk mengikat tali-tali kapal. Setiap unit dari alat pegangan terdiri
dari satu atau lebih jangkar yang dilengkapi dengan rantai, sinker dan
pelampung untuk mengikat tali kapal yang biasanya berlokasi pada
buritan dan haluan dari kapal.

6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan tipe Dermaga


Dermaga umumnya dibangun untuk melayani kegiatan bongkar muat
tertentu. Fungsi yang utama kemungkinan untuk menangani bongkar muat
barang atau penumpang atau kombinasi keduanya atau kemungkinan untuk
menangani jenis-jenis barang khusus terutama barang-barang curah seperti:
minyak, batubara, semen serta biji-bian (padi, gandum). Fungsi pelayanan
merupakan hal pokok dalam pemilihan jenis dermaga yang akan direncanakan.
Walaupun begitu terdapat faktor-faktor yang lain yang juga menentukan dalam
pemilihan jenis dermaga yang akan dibangun seperti misalnya:
1. Instalasi yang diinginkan apakah permanen atau hanya sementara
2. Ukuran dari kapal yang akan menggunakan dermaga tersebut
3. Arah angin dan gelombang
4. Letak dan kedalaman perairan dermaga yang direncanakan
5. Beban muatan yang harus dipikul dermaga, baik beban merata maupun
beban terpusat (Crane, forklift dan lain-lain)
6. Kondisi tanahnya, terutama jika dipertimbangkan adanya pengerukan
7. Karakteristik tanah, terutama yang bersangkutan dengan daya dukung
tanah, stabilitas bangunan dan lingkungan maupun kemungkinan
penurunan bangunan sebagai akibat konsolidasi tanah
8. Jenis konstruksi yang paling ekonomis

6.3 Bahan dan Tipe Konstruksi Dermaga


Konstruksi dermaga umumnya diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Dermaga konstruksi terbuka yang umumnya menggunakan tiang-tiang
pancang
2. Dermaga konstruksi tertutup atau solid, seperti turap, bulkhead, krib,
kaison dan dinding penahan tanah.

Dermaga konstruksi terbuka selanjutnya dibagi berdasarkan posisi


geladaknya yaitu:
1. Posisi geladak yang tinggi (high level deck)
2. Tipe peron (relieving-type platform)

Dermaga konstruksi terbuka biasanya digunakan untuk dermaga pier yang


biasanya didukung oleh tiang-tiang pancang dari kayu, beton dan baja atau
kombinasi beton dan baja. Pada tahun-tahun terakhir ini penggunaan beton
pratekan sangat popular digunakan untuk tiang-tiang pancang dermaga pier atau
dolphin karena bentuknya yang menyebabkan konstruksinya lebih ekonomis.

6.4 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Perencanaan Dermaga


6.4.1 Penentuan Ukuran dan Layout Dermaga
Ukuran suatu pelabuhan ditentukan berdasarkan panjang dermaga, lebar,
kedalaman kolam pelabuhan dan daerah pendukung operasinya. Ukuran dan tipe
konstruksi dermaga yang tepat (efektif, efisien) akan sangat menentukan
terhadap besarnya nilai investasi yang diperlukan. Investasi pembangunan
maupun penambahan prasarana dan sarana pelabuhan dilakukan untuk menjaga
keseimbangan antara permintaan jasa kepelabuhan dan kapasitas yang tersedia
pada tingkat pelayanan tertentu. Didalam prakteknya proposal investasi
penambahan unit dermaga, secara garis besar mengandung:
1. Peramalan arus lalu lintas penumpang serta barang serta produktivitas
pelabuhan,
2. Penentuan ukuran dermaga dan prasarana serta sarana penunjang
lainnya.
3. Analisa ekonomi dan financial

Dermaga harus mempunyai ukuran-ukuran minimal demi untuk menjaga


agar kapal dapat dengan aman bertambat atau meninggalkan dermaga dan
melakukan bongkar muat. Dermaga untuk bersandarnya empat kapal harus
mempunyai kolam pelabuhan yang cukup lebar (slip) untuk manuver kapal, keluar
masuk kapal.

6.4.2 Tipe desain


Sebuah dermaga dapat dirancang sebagai struktur kaku di mana gaya
lateral diambil alih oleh tiang pancang atau dengan gaya rangka kaku. Namun,
karena deformasi elastis dan lentur, beberapa gerakan mungkin terjadi, tapi ini
biasanya diabaikan dalam menyerap tumbukan dari kapal. Beberapa konstruksi
dirancang untuk menjadi fleksibel sehingga dapat menyerap tumbukan kapal
saat merapat. Kumpulan tiang pancang dari kayu adalah contoh dari jenis
fleksibilitas, karena mereka menyerap energy dari tumbukan melalui gerakan
besar dimana kayu mampu menjalani tanpa terjadi distorsi permanen.
Penggunaannya, bagaimanapun, biasanya terbatas pada dermaga untuk kapal
tongkang dan kapal kecil. Di mana kapal besar yang akan berlabuh terhadap
struktur yang fleksibel itu harus dirancang dari struktur rangka baja dan tiang
baja untuk memberikan gaya
melawan yang memadai.

6.5. Fender Dermaga


6.5.1 Fungsi Fender Dermaga
Fungsi utama dari fender dermaga adalah untuk mencegah kapal dan / atau
dermaga dari kerusakan pada saat kapal merapat di dermaga. Dalam kondisi
yang ideal dan terkendali sempurna kapal mungkin mendekati dermaga tanpa
benturan yang keras, tetapi masih penting untuk memisahkan dermaga dengan
gesekan dengan landasan kayu atau karet untuk mencegah cat tidak rusak yang
disebabkan dari gerakan relatif antara dermaga dan kapal, yang disebabkan oleh
angin dan ombak. Kayu gelondongan mengambang atau “unta,” kadang-kadang
ditempatkan di antara kapal dan sistem fender atau dimuka dermaga. Ini
mempunyai dua tujuan yaitu, memegang kapal dari muka dermaga, dan
membantu untuk mendistribusikan beban di sepanjang sistem fender. Yang
terakhir ini penting ketika sebuah kapal besar yang berlabuh di samping dermaga
kayu dengan kumpulan fender kayu.

6.5.2 Tipe Fender


1. Fender kayu
Gambar 6.2 Tipe fender kayu

2. Fender karet

Gambar 6.3 Tipe fender karet

3. Fender karet silinder


Gambar 6.4 Tipe fender karet silinder

4. Fender karet dengan tiang pancang

Gambar 6.5 Tipe fender karet dengan tiang pancang

6.5.3 Disain Umum Fender


Benturan maksimum yang disebabkan oleh kapal yang membentur
dermaga ketika merapat didasarkan pada asumsi tertentu dari operasi kapal
menyangkut sudut dan kecepatan saat merapat ke dermaga. Dalam perancangan
biasanya kapal dianggap terisi penuh (displaced tonnage) dan pendekatan
merapat dengan sudut 10o ke muka dermaga dimana haluan kapal akan
membentur fender, dan hanya sekitar dari kapasitas kapal yang akan efektif
dalam menciptakan energi tumbukan yang akan diserap oleh fender dan
dermaga. Kecepatan pendekatan harus diasumsikan dan bahwa di sini ada
ketidakpastian sangat besar, terutama karena efeknya pada energy bervariasi
sebagai kuadrat kecepatan. Kecepatan kapal harus dikonversi ke dalam
komponen normal ke dermaga, dan pengalaman telah menunjukkan bahwa
kecepatan ini akan berada di antara 0,15 dan 1,0 ft per detik, angka terakhir yang
berhubungan dengan kecepatan pendekatan sekitar 31/2 knot pada sudut 10o ke
muka dermaga. Secara umum, kecepatan dari 0.5 sampai 1,0 ft per detik adalah
normal dan diasumsikan untuk muka dermaga terkena benturan lebih, kapal-
kapal berlabuh diasumsikan tanpa bantuan kapal tunda, dan untuk kapal tonase
ringan, sedangkan kecepatan di bawah 0,5 ft per detik berlaku untuk kapal-kapal
yang lebih berat akan merapat di lokasi yang dilindungi atau dengan bantuan
kapal tunda.
Dampak energy kinetic adalah, E = ½ Mv2 dan W/g untuk massa M, E
menjadi:
E = ½(W/g)v2……………………………………………………...…...(6.1)
Keterangan:
E = energy (ft-tons (2240 lb))
W = berat displaced kapal (long tons)
v = kecepatan normal kapal merapat (ft/sec)
g = gaya gravitasi (32,2 ft/sec2)

Displacement kapal:
W = Cb.L.B.D.j.......................................................................................(6.2)
Keterangan :
Cb = block coefficient (0,65-0,75)
B = lebar kapal (m)
L = panjang kapal (m)
D = draft maksimum kapal (m)
j = berat volume air laut (1,03 t/m3)
W = displacement kapal (ton)

Energy yang akan diserap oleh system fender dan dermaga biasanya
diambil menjadi 1/2E, diasumsikan setengah diserap oleh kapal dan air karena
rotasi pusat massa dari kapal sekitar titik kontak dari haluan dengan fender dan
diasumsikan pada titik seperempat dari panjang kapal.
Beberapa pihak menyarankan harus mempertimbangkan efek dari
gumpalan air laut yang bergerak bersama dengan kapal bergerak. Berat air
tersebut merupakan berat tambahan yang harus ditambahkan dengan berat kapal.
Berat tambahan tersebut dapat didekati dengan menyamakan dengan berat
gumpalan silinder air sepanjang kapal dan diameter sama dengan draft kapal.
W = /4 D2 L ……………………………………………………...(6.3)
Keterangan:
= kepadatan air laut (0,0287 long ton/cu ft)

6.5 Tiang Dermaga


Desain tiang pancang untuk dermaga berbeda dengan tiang pancang pada
umumnya. Tiang pancang pada dermaga disamping sebagai pondasi yang
menyokong dermaga juga berfungsi sebagai kolom. Analisa dan perencanaan
tiang pancang pelabuhan terlebih dahulu diperhatikan beban atau gayagaya yang
bekerja pada tiang pancang yaitu:
1. Gaya-gaya vertikal yang bekerja pada dermaga yaitu akibat berat
sendiri dan beban hidup.
2. Gaya-gaya horisontal yaitu: docking impact, angin dan arus,
tarikan bolder dan gaya gempa.

6.6 Bolder
Gaya tarik kapal (mooring force) ditentukan berdasarkan pengaruh gaya
akibat angin dan arus yang bekerja pada kapal yang sedang bertambat alat
tambat untuk menahan tarikan kapal disebut bolder. Sehingga kapasitas bolder
cukup ditentukan atas dasar kecepatan angin dan arus maksimum yang diijinkan
sehubungan dengan manuver dan bertambat yang moderat bagi kapal, sebagai
berikut:
1. Angin, Vmaximum: 40 knot = 20,63 m/detik
2. Arus Vmaksimum 3 knot = 1,547 m/detik.

Sedangkan menurut Peraturan Muatan Indonesia untuk Gedung, 1981


(PMI, 1981), tekanan tiup harus diambil minimum 40 kg/m2 yaitu setara
dengan 25,3 m/dt > 20,63 m/dt. Dalam perencanaan biasanya nilai ini yang
diambil sebagai dasar perencanaan. Gaya tambat kapal (mooring force) dihitung
dengan anggapan bahwa tali pengikat kapal membentuk sudut = 30o terhadap
sumbu memanjang dermaga (pada bidang horisontal) dan sudut vertical adalah
25o.

6.7 Desain Umum Dermaga


Desain umum dermaga meliputi:
1. Perhitunagn pelat lantai dermaga
- Momen akibat berat sendiri
- Momen akibat beban pangkalan
- Momen akibat mobile blasting
- Kombinasi momen
- Penulangan pelat lantai dermaga
2. Perencanaan fender
- Displacement kapal
- Energi tumbukan kapal
- Energi yang diserap fender
- Energi yang diterima
- Pengaruh angin dan arus
- Jarak fender
- Pemilihan fender serta energi tiap fender
3. Perencanaan bolder (direncanakan saat kapal kosong dan penuh)
BAB VII
FASILITAS PELABUHAN DI DARAT

7.1 Pendahuluan
Muatan yang diangkut kapal dapat dibedakan menjadi barang umum
(general cargo), barang curah (bulk cargo), dan peti kemas (container cargo).
Barang umum terdiridari barang satuan seperti mobil, mesin-mesin, material yang
ditempatkan dalam bungkus, koper, karung atau peti. Barang- barang ini
memerlukan perlakuan khusus dalam pengangkutannya untuk menghindari
kerusakan. Barang curah terdiri dari barang lepas dan barang tidak
dibungkus/dikemas, yang dapat dituangkan atau dipompa ke dalam/dari kapal.
Barang ini dapat berupa biji-bijian (beras, jagung, gandum, dsb), butiran atau batu
bara; atau bisa juga berbentuk cairan seperti minyak. Karena angkutan barang
curah dapat dilakukan dengan lebih cepat dan biaya lebih murah daripada barang
alam bentuk kemasan, maka diangkut dalam bentuk lepas. Sebagai contoh adalah
pengangkutan semen, gula, beras, jagung, dan sebagainya. Peti kemas adalah peti
besar yang di dalamnya diisi barang. Biasanya peti kemas diangku dengan kapal
khusus yang disebut dengan kapal peti kemas, sedangkan di darat diangkut
dengan truk triler dan kereta api.
Penanganan muatan di pelabuhan dilakukan di terminal pengapalan yang
disesuaikan dengan jenis muatan yang diangkut. Terminal merupakan tempat
untuk pemindahan muatan di antara sistem pengangkutan yang berbeda yaitu dari
angkutan darat ke angkutan laut dan sebaliknya. Masing-masing terminak
mempunyai bentuk dan fasilitas berbeda. Terminal barang umum (general cargo
terminal) harus mempunyai peralatan bongkar muat berbagai bentuk barang yang
berbeda. Terminal barang curah biasanya direncanakan untuk tunggal guna; dan
mempunyai peralatan bongkar muat untuk muatan curah. Demikian juga terminal
peti kemas yang khusus menangani muatan yang dimasukkan dalam peti kemas,
mempunyai peralatan untuk bongkar muat peti kemas.
Tidak semua pelabuhan mempunyai peralatan bongkar muat yang berada
di dermaga. Beberapa pelabuhan yang relatif kecil seperti Pelabuhan Gorontal,
Tanjung Intan (Cilacap), Tarakan dan beberapa pelabuhan lainnya, bongkar muat
barang dari kapal ke dermaga dan sebaliknya dilakukan dengan menggunakan
(crane) kapal.

Gambar 7.1 Terminal Peti Kemas dan Barang Umum

Untuk mendukung penanganan muatan di pelabuhan, selain fasilitas


pelabuhan yang berada di perairan seperti alur pelayaran, pemecah gelombang,
dermaga, alat penambat dan sebagainya; diperlukan pula fasilitas yang ada di
darat seperti gudang laut, gudang, bangunan pendingin, gedung administrasi,
gedung pabean, kantor polisi, kantor keamanan, ruang untuk buruh/pekerja
pelabuhan, bengkel reparasi, garasi, rumah pemadam kebakaran, dan rumah
tenaga. Sebagai tambahan untuk terminal pengiriman barang curah harus
dilengkapi dengan elevator, silo, tangki penyimpanan, gudang-gudang untuk gula,
pupuk dan sebagainya. Sedangkan untuk terminal peti kemas diperlukan lapangan
penumpukan, gudang penyortiran, garasi perawatan, menara kontrol.
Beberapa dari fasilitas di atas dapat berada dalam satu bangunan, misalnya
gudang laut dapat menjadi satu dengan kantor pabean, kantor administrasi dan
perusahaan pelayaran, ruang tenaga kerja, kamar kecil. Hal ini mengingat di
gudang lauut teerdapat kegiatan yang memerlukan fasilitas-fasilitas tersebut.
Selain itu, pada pelabuhan-pelabuhan besar diperlukan kantor-kantor pusat dari
berbagai fasilitas tersebut yang berada di dalam satu bangunan. Kantor/bangunan
pusat ini merupakan tempat kedudukan kepala pelabuhan, kepala pemeriksa
pabean, kepala polisi kepala pergudangan, departemen akutansi, dsb. Semua
kegiatan yang ada di pelabuhan dikendalikan dari kantor pusat ini.

7.2 Terminal Barang Umum (General Cargo Terminal)


Fasilitas-fasilitas yang ada dalam terminal barang potongan yaitu:
1. Apron
Apron adalah halaman di atas dermaga yang terbentang dari sisi muka
dermaga sampai gudang laut atau lapangan penumpukan terbuka. Apron
digunakan untuk menampatkan barang yang akan dinaikkan ke kapal atau barang
yang baru saja diturunkan dari kapal. Bentuk apron tergantung pada jenis muatan,
apakah barang umum, curah atau peti kemas. Lebar apron tergantung pad fasilitas
yang ditempatkan di atasnya, seperti forklift, kran mobil, gerobag yang ditarik
traktor, dan sebagainya. Biasanya lebar apron adalah antara 15 dan 25 meter.

2. Gudang Laut dan Lapangan Penumpukan Terbuka


Gudang laut (disebut juga gudang pabean, gudang linie ke I, gudang transit)
adalah guadng yang berda di tepi perairan pelabuhan dan hanya dipisahkan dari
air laut oleh dermaga pelabuhan. Gudang ini menyimpan barang-barang yang
baru saja diurunkan dari kapal yang akan dimuat ke kapal, sehingga barang
terlindungi dari hujan dan terik matahari. Untuk barang yang tidak memerlukan
perlindungan, seperti mobil, truk, besi beton, dan sebagainya dapat ditempatkan
pada lapangan penumpukan terbuka. Barang-barang tersebut harus diselesaikan
urusan administrasinya, seperti pengecekan untuk menyesuaikan antara barang
dan packing list, pembayaran bea masuk (import) atau bea eksport dan biaya-
biaya lainnya.
Gambar 7.2 Terminal Barang Umum
Gudang laut hanya meyimpan barang- barang untuk sementara waktu
sambil menunggu pengangkutan lebih lanjut ke tempat tujuan terakhir. Masa
penyimpanan barang-barang dalam gudang laut adalahmaksimum 15 hari untuk
barang-barang yang akan dimasukkan ke dalam peredaran bebas setempat (dengan
angkutan darat) dan maksimum 30 hari untuk barang-barang yang akan diterukan
ke pelabuhan lain (dengan kapal lain). Apabila sampai batas waktu tersebut
barang belum bisa dikirim ke tempat tujuan akhir maka barang harus dipindahkan
ke gudang lini ke II (warehouse). Fasilitas yang ada di gudang laut biasanya tidak
dipungut biaya untuk waktu pemakaikan antara 3 sampai 5 hari. Tetapi apabila
lebih dari waktu tersebut akan dikenakan biaya.
Tidak semua barang yang dibongkar dari kapal disimpan di gudsng dsn
lapangan penumpukan. Sebagian barang dikirim langsung ke tempat tujuan,
sedang sisanya tertahan di pelabuhan dan disimpan di gudang dan lapangan
penumpukan.
Luas gudang dan lapngan penumpukan dapat dihitung dengan persamaan
berikut :

A= ................................................................................... (7.1)
Keterangan:
A : Luas gudang (m2)
T : Throughput per tahun (muatan yang lewat tiap tahun, ton)
TrT : Transit time/dwelling time (waktu transit, hari)
Sf : Stroage factor (rata-rata volume untuk setiap satuan berat komoditi,
m3/ton; misalkan tiap 1 m3 muatan mempunyai berat 1,5 ton; berarti
Sf = 1/1,5 = 0,6667)
Sth : Stacking height (tinggi tumpukan muatan, m)
BS : Broken stwage of cargo (volume ruang yang hilang diantara tumpukan
muatan dan ruangan yang diperlukan untuk lalu lintas alat pengangkut
seperti forklift atau peralatan lain untuk menyortir, menumpuk dan
memindahkan muatan, %)
365 : Jumlah hari dalam setahun

3. Gudang
Gudang (warehouse) digunakan untuk menyimpan barang dalam waktu lama.
Gudang ini dibuat agak jauh dari dermaga. Hal ini mengingat beberapa hal berikut
ini.
3.1. Ruangan yang tersedia di dermaga biasanya terbatas dan hanya digunakan
untuk keperluan bongkar muat dari dan atau ke kapal
3.2. Pengoperasian gudang laut sangat berbeda dengan gudang. Gudang laut
memerlukan gang yang lebih besar untuk penanganan secara cepat barang-
barang dengan menggunakan peralatan pengangkut (fork lift, dsb)
3.3. Dari tinjauan ekonomis pembuatan gudang di dermaga tidak menguntungkan,
mengingat konstruksi gudang lebih berat dari gudang laut, sementara kondisi
tanah di daerah tersebut kurang baik sehingga diperlukan fondasi
tiangpancang yang mahal.

4. Bangunan Pendingin (Cold Storage)


Apabila barang yang memerlukan pendinginan dikapalkan oleh kapal dengan
pendingin atau didistribusikan ke daerah tujuan dengan kereta api atau truk, maka
diperlukan bangunan pendingin (Cold Storage Building) di dermaga sedemikian
sehingga barang-barang beku tersebut dapat dipindahkan dari kapal ke tempat di
bangunan cold storage dalam waktu sesingkat mungkin sehingga perubahan
temperatur yang terjadi sekecil mungkin. Dengan demikian kerusakan makanan
yang terjadi dapat ditekan. Bahan makanan yang memerlukan pendinginan adalah
daging, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran.

5. Fasilitas Penanganan Barang Umum


Ada beberapa macam alat yang dipergunakan untuk melakukan bongkar muat
barang potongan, seperti berikut:
5.1. Derek kapal (ship’s derricks)
Alat ini digunakan untuk mengangkat muatan yang tidak terlalu berat dan
pengangkatan berlaku untuk radius kecil, yaitu sekitar 6 meter dari lambung
kapal. Derek kapal ini terdiri dari lengan, kerekan dan kabel baja yang
digerakkan (dilepas dan ditarik) dengan bantuan pesawat lain yang disebut
winch. Pada sebuah kapal biasanya terdapat beberapa buah derek yang biasa
berkapasitas 0,5 ton; 2,5 ton atau 5 ton; yang tergantung pada besar kecilnya
kapal. Untuk kapal-kapal besar biasanya mempunyai satu atau beberapa buah
dere berat (heavy derrick) yang berkapasitas 10 ton, 20 ton dan bahkan ada
yang 50 ton sampai 70 ton. Radius pengangkatan derek kapal ini biasanya
kecil, sebab apabila terlalu panjang bisa mengganggu stabilitas kapal.

Gambar 7.3 Derek/Kran Kapal


5.2. Kran darat (shore crane)
Kran darat adalah pesawat untuk bongkar muat dengan lengan cukup panjang
yang ditempatkan di atas dermaga pelabuhan, dipinggir permukaan perairan
pelabuhan. Kran ini mempunyai roda dan dapat berpindah sepanjang rel
kereta api. Daya angkat kran darat bermacam-macam, bisa 2,5 ton, 5ton, 10
ton, 20 ton atau lebih. Sesuaidengan besar kecilnya daya angkat, jangkauan
lengan kran juga dapat diatur. Jarak jangkauan lengan cukup panjang
sehingga dapat meletakkan muatan pada lantai kedua dari gudang yang
bertingkat atau meletakkan muatan pada radius 20 m dari lambung kapal.
Selain kran darat yang bertumpu pada rel kereta api, ada juga kran yang
bertumpu pada roda truk. Mengingat besarnya beban yang ditimbulkan oleh
kran ini, maka didalam perencanaan dermaga harus diperhitungjan beban dari
kran tersebut.

Gambar 7.4 Kran Darat

5.3. Kran terapung (floating crane)


Kran terapung adalah pesawat bongkar muat yang mempunyai mesin sendiri
untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi ada juga pesawat
jenis ini yang tidak dilengkapi dengan mesin sendiri, dan perpindahan tempat
dilakukan dengan ditarik oleh kapal tunda. Lengannya dipasangmati dan tidak
dapat diatur panjang jangkauannya seperti pada kran darat. Kran terapung
biasanya digunakan untuk bongkar muat barang dengan ukuran besar, seperti
lokomotif, gerbong kereta api, mesin-mesin pembangkit tenaga listrik, dan
muatan berat lainnya (20 ton, 25 ton, 50 ton, 200 ton atau lebih). Meskipun
bisa mengangkat beban sangat berat, kran terapung tidak meneruskan beban
tersebut ke dermaga. Apabila pengangkatan muatan berat tersebut dilakukan
dengan menggunakan kran darat dapat menimbulkan tekanan terlalu besar
pada lantai dermaga.

Gambar 7.5 Kran apung (floating crane)

6. Alat pengangkat muatan di atas dermaga


Ada beberapa macam alat untuk menangkat dan mengangkut barang di atas
dermaga, diantaranya adalah fork lift, kran mobil, gerobag yang ditarik traktor,
dsb.
Fork lift banyak digunakan untuk mengangkat barang dari apron dan
membawanya ke gudang laut, dan bisa menumpuknya sampai pada ketinggian
mencapai 6 m. Penumpukan barang ini memungkinkan penggunaan ruangan lebih
efisien. Selain fork lift, kran mobil dengan roda dari ban mobil/truk yang
dilengkapi dengan derek yang bisa diatur panjang lengannya secara hidraulis juga
banyak digunakan di atas dermaga. Alat ini dapat beroperasi di ruangan sempit.
Traktor yang menarik gerobag dengan dasar rendah dan beroda truk juga dapat
digunakan apabila jarak antara sisi kapal dan tempat penumpukan barang cukup
jauh untuk dilayani fork lift secara efisien. Gerobag ini juga berguna untuk
mengangkut barang campuran yang terdiri dari bungkusan-bungkusan kecil yang
dikirim ke alamat berbeda. Barang dalam bentuk satuan juga dapat diangkut
secara horisontal untuk jarak yang pendek dengan menggunakan sabuk berjalan
(belt coveyor). Gambar 7.10 menunjukkan fork lift yang sedang mengangkut
semen dari peti kemas di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.

Gambar 7.6 Fork lift mengangkut semen dari peti kemas

7.3 Terminal Barang Curah (Bulk Cargo Terminal)


Muatan curah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Muatan lepas yang berupa hasil tambang seperti batu bara, biji besi, bouxit
dan hasil pertanian seperti beras, gula, jagung dan sebagainya;
2. Muatan cair yang diangkut dalam kapal tangki seperti minyak bumi, minyak
kelapa sawit, bahan kimia cair dan sebagainya.
Terminal muatan curah harus dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan
muatan. Tipe fasilitas penyimpanan tergantung pada jenis muatan, yang bisa
berupa lapangan untuk mengangkat muatan, tangki-tangki untuk minyak, silo atau
gudang untuk material yang memerlukan perlindungan terhadap cuaca, atau
lapangan terbuka untuk menimbun batu bara, biji besi dan bauxit.
Barang curah dapat ditangani secara ekonomis dengan menggunakan belt
coveyor atau bucket elevator atau kombinasi dari keduanya. Barang cair dapat
diangkut dengan pompa. Sedang barang berupa bubuk, material berbutir halus
seperti semen dan butiran atau material yang ringan dapat diangkut denngan alat
penghisap (alat pneumatis).
Belt coveyor adalah alat yang paling serbaguna untuk mengangkut
berbagai macam barang berbentuk bubuk, butiran dan kental. Alat tersebut dapat
untuk mengangkut material dalam jumlah besar untuk jarak jauh, baik secara
horisontal maupun naik atau turun dengan kemiringan dari 15° sampai 20°. Alat
ini digunakan untuk memindahkan material dari tempat penimbunan ke dalam
kapal, dan sebaliknya.
Bucket elevator mengangkut material secara vertikal atau yang mempunyai
kemiringan besar. Kapasitasnya lebih rendah daripada kapasitas belt coveyor. Alat
ini digunakan untuk mengisi silo.
Kran yang dapat bergerak di sepanjang dermaga dengan menggunakan rel
juga banyak digunakan untuk bongkar muat barang curah. Pada kran ini
digantungkan ember yang dapat digerakkan naik-turun dan ke depan/belakang.
Apabila diperlukan penanganan muatan dengan kecepatan tinggi, dapat digunakan
dua atau lebih kran yang dikerjakan pada satu kapal.
Jenis-jenis terminal barang curah yaitu:
1. Terminal barang tambang (batubara, biji besi, bouxit)
Barang curah padat bisa berupa barang tambang seperti batubara, pasir besi,
bouxit; material konstruksi seperti semen, pasir, batu, kerikil; atau produk
pertanian seperti beras, jagung, gandum, dsb. Terminal untuk barang curah hasil
tambang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu terminal untuk pemuatan dan
pembongkaran. Operasi pemuatan muatan curah ke kapal (eksport) berbeda
dengan pembongkaran muatan dari kapal (import). Terminal pemuatan berada di
daerah penghasil barang tambang yang mengirim muatan ke daerah yang
membutuhkan.
Pengusaha tambang banyak yang menggunakan tongkang untuk angkutan
muatan. Pada umumnya tongkang mampu mengangkut muatan antara 5000 ton
sampai 10.000 ton, yang jauh lebih efisiean dibanding truk yang kapasitasnya
kecil. Tongkang dapat mengangkut batubara langsung ke tempat tujuan (Lokasi
indutri atau PLTU yang membutuhkan) atau menuju ke pelabuhan dan
memindahkan muatan ke kapal yang lebih besar.
Terminal pemuatan besar biasanya dilengkapi dengan alat pemuat yang bisa
bergerak secara radial atau linier di atas badan kapal untuk menuangkan muatan
yang dibawanya dengan belt conveyor. Terminal ini mempunyai lapangan
penimbunan muatan yang luas dengan jaringan distribusi menuju ke alat pemuat.

Gambar 7.7 Pemuatan barang curah

Terminal pembongkaran dilengkapi dengan kran yang dapat bergerak


disepanjang dermaga dengan menggunakan rel. Pada kran tersebut digantungkan
ember (bucket) yang dapat diturunkan di kapal untuk mengeruk muatan.
Kemudian ember dan isinya bergerak untuk menuangkan isinya di lapangan
penimbunan, atau langsung ke alat pengangkut di darat seperti truk, kereta api
atau belt conveyor. Meskipun muatan bisa langsung dipindah dari kapal ke alat
pengangkut di darat, namun sebaiknya juga tetap disediakan lapangan
penimbunan sementara di belakang dermaga supaya pembongkaran di kapal tidak
terganggu apabila terjadi keterlambatan/kerusakan alat tersebut.

2. Terminal muatan biji-bijian


Untuk biji-bijian seperti beras, tepung, gula dan sebagainya; bongkar muat
barang dapat dilakukan dengan alat khusus yang berupa alat penghisap atau
dengan elevator. Muatan tersebut kemudian disimpan dalam silo, yaitu suatu
tabung besar dan tinggi yang terbuat dari beton. Silo ini dihubungkan dengan
peralatan yang ada di dermaga dengan menggunakan belt conveyor atau bucket
elevator. Dari silo ini muatan dipindahkan ke truk atau gerbong kereta api.
Gambar 7.8 Terminal muatan curah dengan menggunakan silo

3. Terminal minyak
Bongkar muat minyak dilakukan dengan tenaga pompa melalui pipa yang
dipasang pada jetty (jembatan) dan menghubungkan kapal dengan tangki
penyimpanan. Pada umumnya fasilitas penambatan berupa jetty menjorok ke laut
yang dilengkapi dengan dolphin penahan dan dolphin penambat. Tangki yang
digunakan terbuat dari baja yang dibangun di atas tanah atau di bawah laut.
Untuk kapal tangker raksasa yang mempunyai draft besar sehingga tidak bisa
masuk ke pelabuhan yang ada, maka penambatan dilakukan di lepas pantai.
Bongkar muat muatan dilakukan dengan menggunakan pipa bawah laut, atau
dengan memindahkan muatan ke dalam kapal yang lebih kecil dan kemudian
membawanya ke pelabuhan.

7.4 Terminal Peti Kemas (Container Terminal)


Pengiriman barang dengan menggunakan peti kemas (container) telah
banyak dilakukan dan volumenya terus meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa
pelabuhan terkemuka telah mempunyai fasilitas-fasilitas pendukungnya yang
berupa terminal peti kemas seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Mas,
Tanjung Perak, Belanda dan Ujung Pandang.
Pengangkutan dengan menggunakan peti kemas memungkinkan barang-
barang digabung menjadi satu dalam peti kemas sehingga aktivitas bongkar muat
dapat dimekanisasikan. Hal ini dapat meningkatkan jumlah muatan yang bisa
ditangani sehingga waktu bongkar muat jadi lebih cepat.
Ada beberapa jenis peti kemas yang tergantung pada tipe muatan yang
diangkut. Dry Cargo Container digunakan untuk mengangkut barang umum
kering yang tidak memerlukan perlakuan khusus. Reefer Container digunakan
untuk mengangkut barang yang dikapalkan dalam keaadan dingin atau beku
seperti daging/ikan segar,udang dan komoditi lainnya yang memerlukan
pendinginan selama pengapalan. Untuk itu peti kemas dilengkapi dengan
pendingin. Selama pengangkutan di dalam kapal, didarat (truk trailer atau kerta
api) dan penyimpanan di container yard, peti kemas dihubungkan dengan aliran
listrik. Bulk container digunakan untuk mengangkut muatan curah seperti
beras,gandum dan lain lainnya.
Pengiriman barang dengan menggunakan peti kemas dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu full container load (FCL) dan less than container load
(LCL). Pada FCL seluruh isi peti kemas milik seorang pengirim atau penerima
muatan, sedang dalam LCL peti kemas berisi beberapa pengiriman yang masing
masing pengiriman terdiri dari sejumlah muatan yang volumenya kurang dari satu
peti kemas.
Pengangkutan dengan peti kemas ini memungkinkan diterapkan
pengangkutan intermodal dari pintu ke pintu (door to door), yaitu pengangkutan
yang berlangsung dari pintu gudang eksportir ke pintu gudang importir
diselenggarakan oleh satu tangan. Eksportir dan importir hanya berhubungan
dengan satu perusahaan saja tanpa mengingat bahwa pengangkutan barang
dilakukan oleh lebih dari satu perusahaan pelayaran.
Dalam pengiriman door to door tersebut digunakan berbagai macam alat
transportasi seperti truk/kereta api – kapal laut – truk/kereta api sehungga sistem
ini disebut intermodal. Pada pengiriman door to door ini muatan dimasukkan ke
peti kemas di gudang eksportir dan peti kemas tersebut tidak dibuka sampai
menyelesaikan seluruh rangkain perjalanannya sampai di gudang importir untuk
kemudian dibongkar isinya. Di negara-negara maju pemeriksaan pabean
dilakukan pada waktu barang dimasukkan di peti kemas digudang eksportir dan
pada waktu pembongkaran barang di gudang importir,sehingga proses
pengangkutan peti kemas menjadi lancar dan cepat. Di Indonesia hal seperti itu
belum bisa dilaksanakan akarena berbagai hambatan administratif,psikologis dan
mental. Oleh karena itu pengiriman door to door ke dan dari Indonesia tetap
mengalami pemeriksaan pabean di pelabuhan.

7.4.1 Penanganan Peti Kemas


Penanganan bongkar muat di terminal peti kemas dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu lift on/lift off (Lo/Lo) dan roll on/roll off (Ro/Ro). Pemakaian
kedua metode tergantung pada cara kapal bongkar muat muatannya. Pada metode
Lo/Lo,bongkar muat dilakukan secara vertikal dengan menggunakan kran,baik
kran kapal,kran mobil dan/atau kran tetap yang ada di dermaga (quai gantry
crane). Beberapa pelabuhan di Indonesia seperti Pelabuhan Tanjung
Intan,Gorontalo,Tarakan,dan pelabuhan lainnya belum dilengkapi dengan quai
gantry crane ,dan bongkar muat peti kemas dilakukan dengan menggunakan
kran/derek kapal. Pada metode Ro/Ro, bongkar muat dilakukan secara horisontal
dengan menggunakan truk/trailer.
Pada pelabuhan besar seperti Tanjung Priok–Jakarta, Tanjung Mas-
Semarang, Tanjung Perak–Surabaya, Belawan–Medan, Panjang Banjar Lampung,
dan Makassar, penanganan peti kemas menggunakan kran yang ditempatkan di
dermaga (quai gantry crane). Peralatan ini berupa kran raksasa yang dipasang
diatas rel di sepanjang dermaga untuk bongkar muat peti kemas dari dan ke kapal.
Alat ini dapat menjangkau jarak yang cukup jauh di daratan maupun di atas kapal.
Pada umumnya penanganan peti kemas di lapangan penumpukan
(container yard) dapat dilakukan dengan menggunakan sistem berikut ini:
1. Forklift truck, reach stacker dan side loader yang dapat mengangkat peti
kemas dan menumpuknya sampai enam tingkat
2. Straddle carrier yang dapat menumpuk peti kemas dalam dua atau tiga
tingkat
3. Rubber tyre gantry (RTG) atau transtainer yaitu kran peti kemas yang
berbentuk portal beroda karet atau yang dapat berjalan pada rel yang dapat
menumpuk peti kemas sampai empat atau enam tingkat dan dapat mengambil
peti tersebut dan menempatkannya di atas gerbong kereta api atau truck
trailer
4. Gabungan dari beberapa sistem diatas
Pada metode Ro/Ro peti kemas berada diatas chasis atau trailer yang
ditarik traktor masuk ke kapal. Trailer dan peti kemas tersebut kemudian
dilepaskan dari traktor dan ditempatkan di geladak kapal. Selanjutnya traktor
tersebut kembali ke darat untuk mengambil trailer yang lain. Operasi bongkar
muat ini dilakukan secara simultan. Kapal tipe Ro/Ro mempunyai geladak yang
bertingkat. Keluar masuknya truk ke kapal melalui semacam jembatan yang
disebut rampa yang biasanya berada di buritan, haluan atau samping kapal. Peti
kemas ditempatkan di tingkat bawah, tengah atau atas sesuai dengan tujuan
pengirimannya.
Kelebihan dari pengoperasian Ro/Ro adalah dapat memuat jenis muatan
lain seperti pipa dan baja dengan ukuran panjang, tangki-tangki besar, mobil, truk
dan sebagainya.Selain itu juga mempunyai tingkat pembongkaran dan pemuatan
yang tingg, serta tidak diperlukan kran-kran darat yang mahal. Kekurangan dari
metode Ro/Ro adalah banyaknya ruang kosong yang tidak dimanfaatkan,
mengingat peti kemas berada diatas chasis,sehingga mengurangi kapasitas kapal.

7.4.2 Fasilitas pada terminal peti kemas


Pelabuhan terkemuka di Imdonesia telah dilengkapi terminal yang khusus
menangani angkutan peti kemas. Beberapa fasilitas di terminal peti kemas adalah
demaga, apron, container yard (lapangan penumpukan peti kemas), container
freight stasion (CFS), menara pengawas, bengkel pemeliharaan, dan fasilitas lain
seperti jalan masuk, gedung perkantoran, tempat parkir, dsb.
1. Dermaga
Pada umumnya dermaga peti kemas berbentuk wharf, hal ini mengingat
beberapa hal berikut ini:
1.1. Dermaga menerima beban cukup besar, baik beban peti kemas maupun beban
peralatan untuk bongkar muat dan alat pengangkutan. Tanah dipinggir pantai
mempunyai daya dukung yang lebih besari dibanding tanah di perairan
(apabila dermaga berbentuk jetty atau pier)
1.2. Terminal peti kemas memerlukan halaman luas untuk menampung peti kemas
dalam jumlah banyak, yang bisa mencapai 10 ha atau lebih untuk tiap satu
tambahan. Di belakang wharf bisa diperoleh lahan yang cukup luas
dibanding dengan apabila dermaga bertipe jetty atau pier.
Namun demikian, ada juga dermaga terminal peti kemas yang berupa jetty.
Dermaga berupa jetty yang menjorok ke laut untuk memperoleh kedalaman yang
cukup bagi kapal peti kemas. Dengan menggunakan gantry crane peti kemas
dibongkar dari kapal dan dibawa oleh truk trailer menuju ke lapangan
penumpukan peti kemas yang berada di darat. Pembuatan jetty dimaksudkan
untuk menghindari pengerukan pelabuhan dengan volume yang sangat besar.
Panjang dermaga tergantung pada panjang dan jumlah kapal yang
bersandar di dermaga. Mengingat kapal-kapal peti kemas berukuran besar maka
dermaga harus cukup panjang dan dalam. Panjang dermaga antara 250 m – 350 m,
sedangkan kedalamannya dari 12 m sampai 15 m; yang tergantung pada ukuran
kapal.
2. Apron
Apron terminal peti kemas lebi lebar dibanding dengan apron untuk terminal
lain, yang biasanya berukuran dari 20 m sampai 50 m. Pada apron ini ditempatkan
peralatan bongkar muat peti kemas seperti gantry crane, rel-rel kereta api dan
jalan truk trailer, serta pengoperasian peralatan bongkar muat peti kemas lainnya.
Fasilitas-fasilitas tersebut memberikan beban yang sangat besar pada dermaga dan
harus diperhitungkan dengan teliti di dalam perencanaan.

3. Container yard (lapangan penumpukan peti kemas)


Container yard adalah lapangan untuk mengumpulkan, menyimpan dan
menumpuk peti kemas; di mana peti kemas yang berisi muatan diserahkan ke
penerima barang dan peti kemas kosong diambil oleh pengirim barang. Pada
terminal peti kemas modern/besar container yard dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu container yard untuk peti kemas export, container yard untuk peti kemas
import, container yard untuk peti kemas dengan pendingin (reftigerated
container), dan container yard untuk peti kemas kosong.
Lapangan ini berada di daratan dan permukaannya harus diberi perkerasan
untuk bisa mendukung peralatan pengangkat/pengangkut dan beban peti kemas.
Beban peti kemas tertumpu pada keempat sudutnya. Beban tersebut bisa cukup
besar, terutama bila peti kemas ditumpuk. Penumpukan dapat dilakukan sampai
tigas atau empat tingkat. Dengan cara penumpukan dapat mengurangi luas
container yard, tetapi berakibat bertambahnya waktu penanganan muatan karena
peti kemas paling atas harus dipindahkan pada saat peti kemas di bawahnya akan
dikirim lebih dahulu. Container yard harus memiliki ganggang baik memanjang
maupun melintang untuk beroperasinya peralatan penanganan peti kemas.
Beberapa pelabuhan yang relatif kecil digunakan untuk bongkar muat barang
campuran,seperti barang umum dengan kemasan karung dan drum; peti kemas,
kayu gelondongan, dsb. Bongkar muat dilakukan pada satu dermaga. Angkutan
peti kemas di dermaga dilakukan dengan menggunakan forklift.

4. Container freight stasion (CFS)


Container freight stasion adalah gudang yang disediakan untuk barang-
barang yang diangkut secara LCL. Di CFS pada pelabuhan pemuatan,barang-
barang dari beberapa pengirim dimasukkan menjadi satu dalam peti kemas. Di
pelabuhan tujuan/pembongkaran,peti kemas yang bermuatan LCL diangkut ke
CFS dan kemudian muatan tersebut dikeluarkan dan ditimbun dalam gudang
perusahaan pelayaran yang bersangkutan dan peti kemasnya ditempatkan di
container yard untuk peti kemas kosong kosong (empty container depot, ECD)
untuk sewaktu-waktu digunakan lagi dalam kegiatan eksport.

5. Menara pengawas
Menara pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan di semua tempat
dan mengatur serta mengarahkan semua kegiatan di terminal,seperti
pengoperasian peralatan dan pemberitahuan arah penyimpanan dan penempatan
peti kemas.
6. Bengkel pemeliharaan
Mekanisasi kegiatan bongkar muat muatan di terminal peti kemas
menyebabkan dibutuhkannya perawatan dan reparasi peralatan yang digunakan
dan juga untuk memperbaiki peti kemas kosong yang akan digunakan lagi.
Kegiatan tersebut dilakukan di bengkel perawatan. Sebelum peti kemas kosong,
biasanya dilakukan pemeriksaan apakah ada kerusakan. Apabila ada kerusakan
maka dilakukan perbaikan sehingga peti kemas siap dipakai sewaktu-waktu.
Bengkel pemeliharaan ini ditempatkan dekat dengan container yard untuk peti
kemas kosong.

7. Fasilitas lain
Di dalam terminal peti kemas diperlukan pula beberapa fasilitas umum
lainnya seperti jalan masuk, bangunan perkantoran, tempat parkir, sumber tenaga
listrik untuk peti kemas khusus berpendingin, suplai bahan bakar, suplai air tawar,
penerangan untuk pekerjaan pada malam hari dan keamanan, peralatan untuk
membersihkan peti kemas kosong dan peralatan bongkar muat, listrik tegangan
tinggi untuk mengoperasikan kran.

7.4.3. Sistem penanganan peti kemas di container yard


Pemindahan peti kemas dari kapal ke lapangan penumpukan peti kemas
atau container yard dan sebaliknya dari lapangan penumpukan ke kapal dilakukan
dengan menggunakan berbagai peralatan. Tata letak peti kemas di lapangan
penumpukan tergantung pada sistem penanganan peti kemas yang digunakan.
Selain itu, setiap alat memiliki ukuran yang berbeda sehingga memerlukan lebar
jalur yang berbeda dalam beroperasi.
Berdasarkan pada peralatan yang digunakan di container yard, sistem
penanganan peti kemas dapat dibedakan menjadi empat tipe berikut ini:
1. Sistem chasis
Pada sistem ini peti kemas ekspor ditaruh di atas chasis dan ditempatkan di
lapangan penumpukan (container yard). Peti kemas dan chasisnya ditarik
oleh traktor menuju ke dermaga dan kemudian quai gantry crane mengangkat
peti kemas dari chasis dan memasukkannya ke dalam kapal. Selanjutnya quai
gantry crane mengambil peti kemas dari kapal dan menempatkannya di atas
chasis yang masih berada di dermaga. Kemudian trktor membawanya
kembali ke container yard. Sistem ini mmungkinkan peti kemas dapat
diambil setiap saat karena peti kemas tidak ditumpuk. Sistem chasis cocok
untuk prngiriman door to door. Selain itu jumlah muatan yang rusak dapat
dikurangi karena peti kemas tidak sering diangkat. Tetapi sistem ini
mempunyai kekurangan yaitu diperluikan lapangan yang luas dan chasis
dalamn jumlah banyak.

2. Sistem fork lift truck


Pada sistem ini peti kemas dari lapangan penumpukan dimuat ke atas tractor-
trailer dan dibawa ke dermaga, yang kemudian di angkat oleh quai gantry
crane dari tractor-trailer dan dimasukkan ke dalam kapal. Selanjutnya quai
gantry crane mengambil peti kemas dari kapal dan menempatkannya di atas
tractor-trailer yang masih berada di dermaga, dan membawanya ke container
yard. Penanganan peti kemas di container yard dapat dilakukan dengan
menggunakan forklift truck, reachstacker dan/atau side loader. Peralatan
tersebut dapat menumpuk peti kemas bermuatan penuh dengan ketinggina
susun sampai dua atau tiga tumpukan. Peti kemas kosong bisa ditumpuk
sampai empat susun. Untuk dapat menahan beban peti kemas dalam beberapa
tumpukan, sehingga lapangan penumpukan perlu diperkeras untuk dapat
menahan beban. Pada system ini terdapat gang cukup lebar untuk
memungkinkan peralatan dapat bergerak dengan lancar. Lapangan
penumpukan untuk peti kemas ukuran 40 kaki di perlukan jalan dengan lebar
18 m, sedang untuk peti kemas 20 kaki diperlukan lebar jalan sebesar 12 .
Penangan peti kemas dengan system forklift dan reach stacker ini adalah yang
paling ekonimis dan untuk terminal kecil. Forklift digunakan untuk terminal
yang menangani sekitar 60.000-80.000 TEUs per tahun, sedang reach stacker
untuk penanganan peti kemas pada terminal dengan kapasitas sekitar 200.000
TEUs sampai 300.000 TEUs. Biasanya satu quai gantry crane dilayani oleh
3-5 tractor-trailer dan 2 reach stacker. Jumlah tractor-trailer tergantung
pada jarak antara dermaga dan container yard. Kapasitas penumpukan
relative rendah yaitu sekitar 500 TEUs/ha dengan penyusunan sekitar empat
tumpukan (Thoresen, CA., 2003).

Gambar 7.9 Tata letak peti kemas sistem fork lift truck

3. Sistem straddle carrier


Penanganan peti kemas dengan sistem straddle carrier banyak digunakan
pada lapangan penumpuan peti kemas (container yard). Peti kemas yang
dibongkar dari kapal diletakkan di apron yang kemudian diangkut dengan
menggunakan stranddler carrier ke container yard untuk ditata dalam dua
atau tiga tumpukan. Untuk meningkatkan efisiensi, penanganan peti kemas
dapat dilakukan dengan membawa peti kemas dari dermaga ke lapangan
penumpukan, kemudian straddlercarrier mengangkut dan menyusun peti
kemas di container yard. Pada saat peti kemas ekspor datang, peti kemas
tersebut diterima di container yard dan staddle carrier memindahkannya dari
chasisnya menuju ke tempat penyimpanan di atas tanah atau di atas di atas
peti kemas lainnya jika penyimpanan dilakukan dalam tumpukan. Apabila
peti kemas akan dikapalkan, straddle carrier memindahkan peti kemas pada
chasis yang ditarik traktor dan membawanya ke dermaga untuk dinaikkan ke
kapal oleh gantry crane. Apabila peti kemas siap dikirim untuk dikirim ke
penerima barang, straddle carrier menempatkannya pada truk trailer yang
membawanya keluar pelabuhan. Kelebihan dari sistem straddle carrier ini
adalah dimungkinkan menyimpan peti kemas dalam tumpukan sampai tiga
tumpukan sehingga dapat mengurangi luas lapangan penumpuan. Sedang
kekurangannya adalah pada setiap pemindahan peti kemas diperlukan
kembali mengangkut peti kemas ke truck trailer. Sistem straddle carrier
digunakan pada terminal yang melayani peti kemas sebanyak lebih dari
100.000 TEUs per tahun. Biasanya satu gantry crane dilayani oleh 3 sampai 5
straddle carrie. Produktifitas straddle carrier adalah sekitar 10 gerakan
(moves)/jam. Kapasitas penumpukan sedang yaitu sekitar 750 TEUs/ha
dengan penyusunan sekitar tiga tumpukan (Thoresen, CA., 2003).

Gambar 7.10 Penyimpanan peti kemas di container yard dengan sistem sraddle
carrier.

4. Sistem rubber tyred gantry crane


Pada sistem ini quai gantry crane menurunkan peti kemas dari kapal dan
dimuat di atas tractor trailer yang kemudian membawanya ke salah satu blok
pada lapngan penumpukan peti kemas. Selanjutnya rubber tyred gantry crane
(RTGC) menyusun peti kemas dalam enam sampai sembilan baris dan
penumpukan sampai lima atau enam tingkat. Pada sistem ini tidak diperlukan
gang yang lebar, sehingga pemakaian lapangan dapat lebih efektif. Untuk itu
luas lapangan yang sama dapat ditumpuk peti kemas dalam jumlah yang lebih
banyak daripada dengan tata letak pada sistem yang lain. Sistem ini
digunakan pada terminal yang melayani lebih dari 200.000 TEUs per tahun.
Satu quai gantry crane dilayani oleh 2-3 tractor trailer dan 2 RTGC, yang
tergantung pada jarak antara demaga dan lapangan penumpukan. Kebanyakan
terminal peti kemas besar dan sibuk banyak menggunakan sistem ini.
Kapasitas penumpukan tinggi yaitu sekitar 800 TEUs/ha dengan penyusunan
sekitar empat tumpukan (Thoresen, CA., 2003). Gambar 7.32 menunjukkan
susunan peti kemas yang ditangani oleh RTGC.

Gambar 7.11 Susunan peti kemas sistem RTGC

7.4.4. Kebutuhan luas terminal peti kemas


Ukuran terminal dan kapasitas terminal peti kemas tergantung pada
ketersediaan lahan dan kondisi tanah, peralatan penanganan peti kemas, sistem
operasi, dan perkiraan jumlah peti kemas yang keluar dan masuk melalui terminal.
Apabila ketersediaan lahan cukup dan harga lahan murah, sistem penyimpanan
tanpa ditumpuk adalah ekonomis dan tidak diperlukan peralatan yang mampu
menyusun peti kemas dalam tumpukan. Namun pada sistem ini jarak angkut
menjadi lebih jauh sehingga diperlukan peralatan tambahan untuk transfer. Sistem
penyususnan peti kemas tanpa ditumpuk juga sesuai untuk tanah reklamasi
dengan kondisi tanah lunak, karena beban peti kemas satu susun adalah kecil.
Sebaliknya, jika ketersediaan lahan terbatas dan harganya mahal, maka diperlukan
sistem penumpukan, sehingga lapangan bisa menampung lebih banyak peti
kemas. Luas terminal peti kemas adalah penjumlahan dari luasan berikut ini:

AT = APK + ACFS + APKK + AFPP ........................................................... 7.2)

Keterangan:
AT : luas total terminal peti kemas
APK : luas lapangan penumpukan peti kemas, dengan luasan sekitar 50-75%
dari luas total
ACFS : luas container freight stasion, sekitar 10-30% luas total
APKK : luas lapangan penumpukan peti kemas kosong, sekitar 10-20% luas
total
AFPP : luas fasilitas jalan masuk, bangunan kantor, tempat parkir,dsb; sekitar
5-15% luas total

7.4.5. Luas lapangan penumpukan peti kemas (container yard)


Lapangan penumpukan digunakan untuk menempatkan peti kemas yang
akan di muat ke kapal atau setelah dibongkar dari kapal, baik yang berisi muatan
ataupun peti kemas kosong. Luas lapangan penumpukan peti kemas dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
! "ᴛᴇᴜ
A=& .................................................................................................... (7.3)
' ()

Keterangan:
T : arus peti kemas per tahun (box,TEUs), 1 TEUS = 29 mᶾ, dan 1 box =
1,7 TEUs
AT : luas lapangan penumpukan peti kemas yang diperlukan (m²)
D : dwelling time atau jumlah hari rerata peti kemas tersimpan di lapangan
penumpukan. Apabila tidak ada informasi, bisa digunakan 7 hari untuk
peti kemas import dan 5 hari untuk peti kemas eksport. Untuk peti
kemas kosong waktu peyimpanan adalah 20 hari.
ATEU : luasan yang diperlukan untuk satu TEU yang tergantung pada sistem
penanganan peti kemas dan jumlah tumpukan peti kemas di lapangan
penumpukan, seperti diberikan dalam Tabel 7.1.
BS : broken stwage (luasan yang hilang karena adanya jalan atau jarak antara
peti kemas di lapangan penumpukan, yang tergantung pada system
penanganan peti kemas, nilainya sekitar 25-50%.
Tabel 7.1 Luasan diperlukan per TEU

7.4.6. Kinerja peralatan penangan peti kemas


Pengadaan peralatan untuk penanganan peti kemas perlu memperhatikan
beberapa faktor, di antaranya adalah biaya operasi, sistem dalam penanganan
bongkar muat, kehandalan alat, ketersediaan suku cadang serta teknologi yang
digunakan.
Kegiatan bongkar muat di terminal peti kemas membutuhkan peralatan
yang berbeda dengan dermaga barang umum. Peralatan yang digunakan seperti
quai gantry crane (GC), rubber tyred gantry crane (RTG) atau transteiner,
straddle carrier,head truck dan chassis, top loader, forklift,side loader.
Kapasitas terpasang peralatan adalah kemampuan peralatan untuk
menangani kegiatan bongkar muat peti kemas, baik dari/ke kapal maupun
menyusun peti kemas di lapangan penumpukan.
1. Quai gantry crane (GC)
Variabel yang berpengaruh di dalam menentukan kapasitas quai gantry crane
(GC) adalah :
1.1 Jumlah quai gantry crane : n₁ unit
1.2 Kecepatan pelayanan : V₁ box/GC/jam
1.3 Waktu kerja dalam satu tahun : t₁ jam
Dari variabel di atas dapat dihitung throughput alat :
1.1 Throughput capacity GC : TCGC = V₁ t₁ box/GC/jam
1.2 Kapasitas terpasang : KTGC = TCGC n₁ box/tahun

2. Rubber tyred gantry crane (RTG)


Variabel yang berpengaruh di dalam menentukan kapasitas Rubber tyred
gantry crane (RTG) adalah :
2.1 Jumlah RTG : n₂ unit
2.2 Kecepatan pelayanan : V₂ box/GC/jam
2.3 Waktu kerja dalam satu tahun : t₂ jam
Dari variabel di atas dapat dihitung throughput alat :
2.1 Throughput capacity RTG : TCRTG = V₂ t₂ box/RTG/jam
2.2 Kapasitas terpasang : KTRTG = TCRTG n₂ box/tahun
Untuk mengetahui kinerja peralatan bongkar muat barang/peti kemas di
pelabuhan dilakukan pencatatan waktu operasi peralatan tersebut. Rudy
Setiawan,dkk (2007) telah melakukan pencatatan waktu pelayanan (service time)
GC untuk menurunkan peti kemas dari kapal ke tractor trailer dan RTG
menumpuk peti kemas di lapangan penumpukan peti kemas. Rincian waktu GC
membongkar peti kemas adalah sebagai berikut :
2.1 Mengunci peti kemas di kapal : 10 detik
2.2 Mengangkat peti kemas dari kapal : 25 detik
2.3 Mmenggeser peti kemas dari kapal ke Tractor-Trailer : 30 detik
2.4 Menurunkan peti kemas ke atas Tractor-Trailer : 10 detik
2.5 Melepaskan kunci di atas Tractor-Trailer : 10 detik
2.6 Mengembalikan posisi spreader ke peti kemas di dalam kapal : 60 detik
Sub Total : 145 detik
Jadi total waktu diperlukan untuk menurunkan peti kemas dari kapal ke
tractor trailer adalah 145 detik.
Produktifitas GC : V = 3600/145 = 24 box/GC/jam
Pada kemas yang telah berada diatas tractor-trailer kemudian dibawa
kelapangan penumpukan peti kemas, Kecepatan tractor-trailer dibatasi pada
20km/jam. Dengan mengetahui jarak rerata antara dermaga dan lapangan
penumpukan peti kemas akan dapat dihitung waktu yang diperlukan untuk
mambawa peti kemas dari dermaga ke container yard. Setelah sampai di lokasi
penumpukan, peti kemas tersebut ditumpuk oleh berikut ini (Rudy Setiawan, dkk,
(2007).
2.1 Mengunci peti kemas di atas tractor-trailer : 10 detik
2.2 Mengangkat peti kemas dari tractor-trailer : 20 detik
2.3 Membawa peti kemas ke lokasi penumpukan : 15 detik
2.4 Menurunkan peti kemas di lokasi penumpukan : 10 detik
2.5 Meletakkan peti kemas di lokasi penumpukan : 10 detik
2.6 Mengembalikan posisi sreader ke atas tractor-trailer : 40 detik
Sub Total : 105 detik

Jadi total waktu diperlukan dari menurunkan peti kemas dari tractor trailer
sampai menyusun di container yard adalah 105 detik.
Produktifitas RTG : V = 3600/105 = 34 box/RTG/jam
Produktifitas dari peralatan lain, seperti straddle carrier,head truck dan
chassis, top loader, fork lift, side loader dapat dihitung dengan cara yang sama.
Dengan demikian akan dapat diketahui kinerja dari terminal peti kemas dan
selanjutnya apabila diketahui arus barang dan kapal yang dilayani akan dapat
dihitung kebutuhan fasilitas yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Nyoman Budhiarta, R. M., 2015, Pelabuhan Perencanaan dan Perancangan


Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai, Buku Arti, Denpasar, Bali
Triatmodjo, B., 2010, Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta

95

Anda mungkin juga menyukai