Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN JURNAL

Pengaruh Mobilisasi Progresif Level 1 Terhadap Tekanan Darah Dan Saturasi Oksigen
Pasien Dengan Penurunan Kesadaran Diruangan Icu Rumah Sakit Muhamadyah
Palembang

ANALISIS PICOT

Populasi, problem, patient

Pengambilan sampel pada penelitian ini sebanyak 16 responden dilakukan


secara conse-cutive sampling dengan kriteria inklusi: pasien yang dirawat di ICU
dengan penurunan tingkat kesadaran yang tekanan sistolik berkisar 90-180 dan saturasi
oksigen berkisar >90%, usia >18 tahun, pasien yang terpasang monitor.

Intervensi :

1. Intervensi disini adalah rencana penelitian menggunakan analisis Univariat


Analisi univariatdalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan
distribusifrekuensi dan presentasi peningkatan tekanan darah sistole, diastole
maupun saturasi oksigen pada pasien dengan penurunan kesadaran.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan dan berkolerasi. Dalam penelitian ini analisa bivariat
digunakan untuk membandingkan tekanan darah dan saturasi oksigen pasien
dengan penurunan kesadaran sebelum intervensi dan sesudah intervensi. Uji
menggunakan uji Wilcoxon, karena untuk menguji beda dua mean berpasangan
berskala ordinal dengan taraf signifikasi 5% (a = 0,05).

Comparasi

Berdasarkan hasil uji analisis statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon


Signed Rank Test antara data pre-test dan post-test tekanan darah dengan nilai α = 5%
didapatkan p value < 0,001 (systole), < 0,001 (diastole) dan < 0,001 (saturasi oksigen)
yang artinya Ho di tolak dengan asumsi bahwa ada beda tekanan darah systole, diastole
dan saturasi oksigen sebelum dan sesudah intervensi mobilisasi progresif level 1 .

Outcome

Pada penelitian ini Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji


Wilcoxon. Hasil: Terdapat pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap tekanan darah

82
83

sistole (p value < 0,001); Terdapat pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap
tekanan darah diastole (p value < 0,001); Terdapat pengaruh mobilisasi progresif level I
terhadap saturasi oksigen (p value < 0,001) sturasi oksigen terhadap status
hemodinamik. Hal ini didapatkan dari hasil data penelitian dengan nilai p value < 0,001
(p value < 0,05).

Time

Tanggal 9 April 2019 sampai dengan 2 Mei 2019.

Kelebihan :

Jurnal ini memaparkan secara jelas pengaruh mobilisasi progresis level 1


terhadap perubahan tekanan darah dan saturasi oksigen pasien dengan penurunan
kesadaran ,dimana setiap perlakuan memiliki tekhnik latihan yang lengkap . dan jurnal
ini menambah wawasan terutama pada keluarga pasien dengan melatih mobilisasi level
1 pada terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen yang tidak stabil pada pasien
penurunan kesadaran dilakukan keluarga secara mandiri atau dengan bantuan petugas.

Kekurangan :

Jurnal ini tidak mencantumkan populasi dan waktu penelitian dilakukan lebih
kurang 1 bulan serta tidak menyertakan jam.

Pembahasan :

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari (2016) tentang pengaruh
mobilisasi progresif terhadap status hemodinamik pada pasien kritis di ICU RSUD
Karanganyar. Pada penelitian ini terdapat pengaruh mobilisasi progresif terhadap status
hemodinamik. Hal ini didapatkan dari hasil data penelitian dengan nilai p value < 0,001
(p value < 0,05).

Tekanan darah sistole merupakan tekanan darah yang terukur pada saat ventrikel
kiri jantung berkontraksi. Darah mengalir dari jantung ke pembuluh darah arteri
sehingga pembuluh darah teregang maksimal karena tekanan maksimum yang diberikan
oleh darah. (Ardiansyah, 2012). Tekanan darah diastole merupakan tekanan darah yang
terjadi saat jantung berelaksasi. Pada saat diastole, tidak ada darah yang mengalir dari
jantung ke pembuluh darah sehingga pembuluh darah dapat kembali ke ukuran
normalnya, sementara darah didorong ke bagian arteri lebih distal (Ardiansyah, 2012).
Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin
terhadap kemampuan total Hb darah mengikat O2. Saturasi oksigen (SaO2) merupakan
persentase hemoglobin (Hb) yang mengalami saturasi oleh oksigen yang mencerminkan
tekanan oksigen arteri darah (PaO2) yang digunakan untuk mengevaluasi status
pernafasan (Zakiyyah, 2014; Lestari, 2016).

83
84

Akibat dari imobilisasi terhadap sistem kardiovaskuler adalah hipotensi


ortostatik dan pembentukan thrombus. Hal ini terjadi karena sistem syaraf otonom tidak
dapat menjaga ke-seimbangan suplai darah ke tubuh pada saat posisi berbaring terlalu
lama. Thrombus atau massa padat darah terbentuk dijantung atau
pembuluhmempengaruhi tekanan darah hal ini dikarenakan setelah diberikan mobil-
isasi progresif level 1 pada posisi head of bed menunjukkan aliran balik darah dari
bagian inferior menuju ke atrium kanan cukup baik karena resistensi pembuluh darah
dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi, sehingga volume darah yang masuk
(venous return) ke atrium kanan cukup baik dan tekanan pengisian ventrikel kanan
(preload) meningkat, yang dapat mengarah pada peningkatan volume jantung dan
cardiac output ( volume darah yang dipompakan ventrikel kiri ke aorta setiap menit),
saat diberikan ROM pasif pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah maka pembuluh
darah menjadi elastis dan terjadi fase dilatasi pada pembuluh darah maka aliran darah
menuju kejantung menjadi lancar yang menyebabkan kerja jantung meningkat sehingga
kemampuan jantung dalam memompa darah meningkat kemudian terjadi peningkat-an
tekanan darah.

HEAD UP IN MANAGEMENT INTRACRANIAL


FOR HEAD INJURY
Paper Evidence Based Practice (Ebp)

84
85

Deni Wahyudi1

Program Magister Ilmu Keperawatan Konsentrasi Keperawatan Kritis Fakultas


Keperawatan Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Perawatan merupakan inter disipliner untuk focus pasien dengan cedera pada otak
karena traumatik dengan mengobati cedera otak primer dan membatasi kerusakan otak
lebih lanjut dari cedera sekunder. Pada perawatan unit intensif perawat memiliki peran
integral dalam mencegah cedera otak sekunder, namun sedikit yang diketahui tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian perawat tentang risiko cedera otak
sekunder. Tujuan mengetahui variable mana yang fisiologis dan situasional
mempengaruhi penilaian perawat unit intensif yang peduli risiko pasien untuk cedera
otak sekunder, manajemen memfasilitasi dengan intervensi keperawatan, dan
manajemen dengan berkonsultasi anggota lain dari tim kesehatan dalam perawatan.
Metode, Tahapan metode yang digunakan dengan survey beberapa faktor. Sketsa
mencerminkan kompleksitas scenario kehidupan nyata secara acak dihasilkan dengan
menggunakan nilai yang berbeda dari masing-masing variable independen. Survei yang
berisi sketsa dikirim keperawat di 2 tingkat pusat trauma. Regresi digunakan untuk
menentukan variable mempengaruhi penilaian tentang cedera otak sekunder. Hasil,
Penilaian tentang risiko cedera otak sekunder dipengaruhi oleh saturasi oksigen dari
seorang pasien tersebut, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral, mekanisme
cedera, dan diagnosis utama, serta dengan pergeseran keperawatan. Penilaian tentang
intervensi dipengaruhi oleh saturasi oksigen pasien, tekanan intra kranial, dan tekanan
perfusi serebral dan dengan pergeseran keperawatan. Penentuan awal yang dilakukan
oleh perawat adalah variabel yang paling signifikan dari prediksi tindak lanjut penilaian.
Kesimpulan, Perawat perlu standar, berbasis bukti yang nyata dari manajemen cedera
otak sekunder pada pasien sakit kritis dengan cedera otak akibat

Kata kunci : intracranial, manajemen, cedera

ABSTRACT

Interdisciplinary care for patients with traumatic brain injury focuses on treating the
primary brain injury and limiting further brain damage from secondary injury. Intensive
care unit nurses have an integral role in preventing secondary brain injury; however,
little is known about factors that influence nurses’ judgments about risk for secondary
brain injury. Objective To investigate which physiological and situational variables
influence judgments of intensive care unit nurses about patients’ risk for secondary
braininjury, management solely with nursing interventions, and management by
consulting another member of the health care team. Methods A multiple segment
factorial survey design was used. Vignettes reflecting the complexity of real-life

85
86

scenarios were randomly generated by using different values of each independent


variable. Surveys containing the vignettes were sent to nurses at 2 level I trauma
centers. Multiple regression was used to determine which variables influenced
judgments about secondary brain injury. Results Judgments about risk for secondary
brain injury were influenced by apatient’s oxygen saturation, intracranial pressure,
cerebral perfusion pressure, mechanism of injury, and primary diagnosis, as well as by
nursing shift. Judgments about interventions were influenced by a patient’s oxygen
saturation, intracranial pressure, and cerebral perfusion pressure and by nursing shift.
The initial judgments made by nurses were the most significant variable predictive of
follow-up judgments. Conclusions Nurses need standardized, evidence-based content
formanagement of secondary brain injury in critically ill patients with traumatic brain
injury. Keywords : intracranial, management, injury

ANALISIS PICOT

Populasi, problem, patient

Pada jurnal ini populasi tidsk disebutkan berapa banyak pasien yang di jadikan
sempel, hanya mencantumkan pasien COB di IGD RS dr. Soetomo Surabaya.

Intervensi :

Pada Penelitian ini, intervensi yang diberikan adalah Head Up Management


yaitu posisi Head Up 30o terhadap perubahan tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
pada pasien COB

Comparasi :

Berdasarkan langkah analisis varians, nilai P berkisar 0,34-0,97, baik melampaui


05.Hal tersebut menunjukan tidak ada kerusakan saraf terjadi. Kesimpulan secara
umum, elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan perubahan berbahaya
dalam aliran darah di otak yang berhubungan dengan vasospasme

Outcome

Tidak Tercantumkan.

Time :

Waktu Pemberian intervensi 2-5 menit.

Kelebihan :

86
87

Jurnal ini memaparkan bagaimana pengambaran Head Up dalam menejemen


peningkatan intrakranial, dimana di sebutkan bahwa posisi head up tidak mempengaruhi
kenaikan tekanan intra cranial..

Kekurangan :

Jurnal ini tidak mencantumkan populasi dan waktu penelitian dilakukan dalam
rentan waktu berapa lama.

Pembahasan :

Dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan bagaimana ketinggian kepala


pada tempat tidur dari 20º dan 45º mempengaruhi dinamika serebrovaskular pada pasien
dewasa dengan vasospasme ringan atau sedang setelah aneurisma subarachnoid
hemorrhage dan untuk menggambarkan respon vasospasme ringan atau sedang kepala
pada tempat tidur elevasi 20º dan 45º terhadap variabel seperti kelas perdarahan
subarachnoid dan tingkat vasospasme .

Metode penelitiannya pasien desain diulang dengan langkah yang digunakan.


Kepala pasien dan tempat tidur diposisikan urutan 0º - 20º - 45º - 0º - 20 º pasien dengan
vasospasme ringan atau sedang antara hari 3 dan 14 setelah aneurisma subarachnoid
hemorrhage. Kontinyu transkranial Doppler rekaman diperoleh selama 2 sampai 5 menit
setelah membiarkan sekitar 2 menit untuk stabilisasi dalam setiap posisi.

Hasilnya ada pola atau trend yang menunjukkan bahwa kepala pada tempat tidur
yang ditinggikan akan meningkatkan vasospasme. Sebagian kelompok , tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam pasien pada posisi yang berbeda dari kepala yang
ditinggikan tempat tidurnya. Memanfaatkan lain langkah analisis varians, nilai P
berkisar 0,34-0,97, baik melampaui 05. Hal tersebut menunjukan tidak ada kerusakan
saraf terjadi. Kesimpulan secara umum, elevasi kepala pada tempat tidur tidak
menyebabkan perubahan berbahaya dalam aliran darah di otak yang berhubungan
dengan vasospasme .

Peningkatan tekanan intrakranil ini bisa disebabkan oleh 3 faktor (Suadoni,


2009) yaitu peningkatan volume otak (odema, perdarahan), cairan cerebrospinal
(peningkatan produksi, penurunan absorbsi, ketidak adekuatan cirkulasi) dan juga
disebakan oleh darah (vasodilatasi, obstruksi vena kapa superior, gagal jantung dan
trombosis di vena serebral). Peningkatan tekanan tinggi intrakranial secara klasik
ditandai dengan suatu trias, yaitu nyeri kepala, muntah-muntah dan papil edema.

87

Anda mungkin juga menyukai