Anda di halaman 1dari 35

SUMBER – SUMBER

PENDAPATAN NASIONAL

Dosen Pembimbing:
Chandra Emirullah

Disusun oleh:
1. Adelia Rizkia Savira 1302181089
2. Fadhila Muthia Dwiriski 1302180868
3. Muhammad Abdul Azis 1302180184
4. Novi Anggraini Saragih 1302180738
5. Vira Ikhwani 1302180655

KELAS 2-36
PROGRAM DIPLOMA III AKUNTANSI
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TAHUN AJARAN 2018/2019
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
mana atas limpahan berkat dan rahmat-Nya kepada tim penulis, kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar dalam memenuhi tugas mata
kuliah ekonomi makro yang diberikan oleh dosen pengajar jurusan DIII Akuntansi
PKN STAN yang kami hormati dengan judul “Sumber-Sumber Pendapatan
Nasional”.

Kami juga menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-


besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam
proses penyusunan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan mudah.

Meskipun begitu, kami sangat menyadari betapa masih banyak kekurangan


dan kelemahan baik dari segi penyusunan maupun materi yang disajikan dalam
makalah ini yang didasarkan pada kurangnya kemampuan dan pengetahuan para
penulis. Dengan demikian, tim penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka
sangat mengharapkan adanya masukan, usul, dan saran yang membangun dari para
pembaca dalam rangka memperbaiki kualitas makalah ini begitu pula penyusunan
makalah lain ke depannya. Setiap pendapat, kritik dan saran yang diberikan akan
sangat kami hargai.

Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini akan memberikan manfaat


ilmu pengetahuan yang berarti bagi para pembaca, begitu juga bagi para penulis
sendiri.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang selatan, 21 Mei 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ...................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................2
BAB II Pembahasan .............................................................................................. 3
2.1 Pengertian Pendapatan Nasional ................................................................3
2.2 Ruang Lingkup Pendapatan Nasional ........................................................3
2.3 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional ...............................................6
1. Pendekatan Pendapatan ............................................................................6
2. Pendekatan Pengeluaran ...........................................................................7
3. Pendekatan Produksi .................................................................................8
2.4 Sumber-Sumber Pendapatan Nasional ......................................................9
2.4.1 Sumber Pendapatan Pajak ..................................................................9
2.4.2 Sumber Pendapatan Non-Pajak ....................................................... 18
2.4.3 Sumber Pendapatan Hibah ................................................................ 23
BAB III Penutup ................................................................................................. 31
3.1 Kesimpulan .................................................................................................31
3.2 Saran ............................................................................................................31
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 32

ii
BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia memerlukan materi dalam bentuk uang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hingga saat ini, uang yang dimiliki atau dihasilkan masih
menjadi indikator ukuran kesejahteraan bagi mayoritas masyarakat di
Indonesia. Semakin banyak uang yang dimiliki artinya semakin kaya
seseorang, maka semakin mudah pula orang tersebut untuk membelanjakan
uang tersebut untuk memperoleh materi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Darimanakah uang tersebut didapatkan? Setiap orang menjamin kelangsungan
hidupnya melalui profesi yang dimiliki. Setiap orang rela untuk melawan lelah
bahkan sampai mengambil resiko demi memperoleh sebuah pekerjaan, karena
hanya dengan bekerja seseorang memiliki pendapatan, baik yang bersifat tetap
maupun sementara. Secara umum, pendapatan diartikan sebagai sesuatu yang
didapatkan seseorang yang berasal dari mata pencahariannya dalam bentuk
uang atau materi lainnya dari suatu usaha sesuai dengan kemampuannya yang
kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga dalam
hal ini tingginya pendapatan seseorang sangat mempengaruhi kehidupan orang
tersebut. Karena dengan pendapatan tersebut seseorang dapat melakukan
perencanaan dan pemanfaatan materi yang lebih baik. Sebagai contoh, jika
seseorang dengan kemampuan yang dimilikinya mendirikan suatu usaha
dengan pendapatan tetap setiap bulannya maka ia mampu untuk menghitung
anggaran dan memperkirakan pengeluaran yang setiap bulannya sehingga tidak
akan terjadi kekurangan materi karena ia akan terus berusaha untuk
menyesuaikan pendapatannya itu dengan pengeluaran yang direncanakan
maupun realisasinya. Jika dianalogikan dengan contoh diatas, maka akan sama
seperti negara kita Indonesia ini. Berbagai sektor seperti kehutanan, pertanian,
pertambangan, perikanan, pariwisata, dan berbagai sektor lainnya sebagai
sumber kekayaan nasional saling berlomba untuk memberikan pendapatan
nasional yang tinggi demi menstabilkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dalam hal ini, pendapatan nasional diartikan sebagai ukuran nilai output
berupa barang atau jasa yang dihasilkan suatu negara dalam periode tertentu

1
atau dalam kata lain total pendapatan yang diterima masyarakat dalam suatu
negara. Oleh karena pendapatan nasional merupakan tolak ukur keberhasilan
pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka penting bagi rakyat indonesia
khususnya para pelajar dan akademisi untuk mempelajari peranan pendapatan
nasional dan sumber-sumbernya. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka
semakin sejahtera masyarakat di negara tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian Pendapatan Nasional?
b. Apa saja ruang lingkup Pendapatan Nasional?
c. Bagaimana metode perhitungan Pendapatan Nasional?
d. Apa sumber pendapatan nasional yang berasal dari pajak?
e. Apa sumber pendapatan nasional yang berasal dari non-pajak?
f. Apa sumber pendapatan nasional yang berasal dari hibah?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar memperluas wawasan
pembaca juga penulis tentang pendapatan nasional khususnya sumber-sumber
pendapatan nasional guna mengetahui seberapa besar pendapatan nasional dari
berbagai sumber, mengetahui cara menghitung pendapatan nasional Indonesia,
membandingkan sumber pendapatan nasional mana yang paling menghasilkan
bagi Indonesia sehingga memberikan pemahaman bagi para pembaca juga
penulis untuk mempertimbangkan strategi yang digunakan untuk masing-
masing sumber guna mengoptimalkan pendapatan nasional di tahun-tahun
berikutnya.

2
BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian Pendapatan Nasional


Pendapatan Nasional diartikan sebagai total pendapatan setiap orang dalam
perekonomian suatu negara dalam satu tahun, atau total pengeluaran atas
output barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara dalam periode
tertentu. Pendapatan Nasional dijadikan tolok ukur keberhasilan pertumbuhan
ekonomi suatu negara, sehingga pendapatan nasional merupakan sesuatu
memiliki peran penting di dalam suatu negara. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi pendapatan nasional suatu negara, maka semakin kaya rakyat negara
tersebut yang berarti semakin sejahtera rakyat itu. Namun, pada dasarnya,
besarnya pendapatan nasional tidak semata-mata mencerminkan nihilnya
rakyat miskin dalam suatu negara. Hal ini bisa terlihat dari pendapatan nasional
pada tahun 2010 yang tinggi, namun tetap saja tingkat kemiskinan di Indonesia
masih sangat besar.

2.2 Ruang Lingkup Pendapatan Nasional


Secara sederhana, pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah
barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara pada periode tertentu biasanya
satu tahun. Ruang lingkup yang berkaitan dengan pendapatan nasional antara
lain :

a. Gross Domestik Product (GDP)


GDP atau Produk Domestik Bruto yaitu nilai semua produk produksi
masyarakat nasional dan asing dalam suatu negara pada periode tertentu. GDB
juga sering disebut sebagai nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
suatu negara, penjumlahan nilai tambah dan penjumlahan pendapatan dalam
jangka waktu tertentu.
Adapun pertumbuhan GDB itu dipengaruhi oleh perubahan ketersediaan
sumber daya yang ada baik sumber daya manusia maupun alam. Sumber daya
merupakan hal yang penting dalam suatu proses produksi. Ketersediaan
sumber daya yang terbatas akan membuat proses produksi terhambat.
Sebaliknya jika ketersediaan sumber daya lancar dan melimpah, maka proses

3
produksi juga berjalan dengan lancar dan baik.Selain itu, GDB juga
dipengaruhi oleh peningkatan produktifitas, dimana semakin tinggi
produktifitas maka akan semakin meningkat pendapatan nasional suatu negara,
begitu pula sebaliknya.
Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor atau disebut juga dengan Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa final yang
diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode (Mankiw, 2006, p6),
meliputi faktor produksi milik warga negaranya sendiri maupun milik warga
negara asing yang melakukan produksi di dalam negara tersebut.

b. Gross National Product (GNP)


GNP atau Produk Nasional Bruto yaitu nilai semua produk produksi seluruh
masyarakat nasional baik di dalam maupun di luar negeri pada periode tertentu,
tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di
wilayah negara tersebut.
GNP ini lebih melihat produk yang dihasilkan berdasarkan
kewarganegaraan, artinya hanya perusahaan atau penghasilan masyarakat yang
berkewarganegaraan Indonesia saja yang masuk dalam produk nasional bruto
baik yang berada di dalam maupun luar negeri.
Produk nasional bruto ini merupakan hasil penjumlahan dari seluruh produk
yang dihasilkan oleh warga negara asli suatu negara baik mereka yang berada
di luar maupun dalam negeri.
Dalam GNP ada beberapa hal penting yang menjadi perhatian yaitu produk
nasional bruto hanya meliputi hasil barang-barang akhir atau hanya nilai
tambah. Jadi, barang setengah dan barang yang belum jadi belum termasuk
dalan produk nasional bruto. Bisa dikatakan bahwa GNP hanya menghitung
dan memasukkan nilai dari barang-barang yang telah diproduksi selama satu
tahun masa kerja.

c. Gross Domestic Regional Product (GDRP)


GDRP atau Produk domestik regional bruto merupakan jumlah keseluruhan
nilai bruto yang dapat dihasilkan oleh semua aktifitas perekonomian yang

4
berada di suatu wilayah selama periode tertentu. Jadi, sudah pasti bahwa setiap
daerah di suatu negara mempunyai produk domsetik regional bruto yang
berbeda-beda tergantung penghasilan daerah yang bersangkutan.

d. Net National Product (NNP)


NNP atau Produk Nasional Netto yaitu nilai GNP (Gross National
Product) yang mengalami perubahan disebabkan penyusutan harga barang-
barang modal.
Produk nasional netto merupakan konsep pendapatan nasional yang
dilihat dari laba yang didapatkan dari hasil produksi, diaman tujuannya adalah
untuk mengetahui sebarapa banyak laba yang diperoleh dalam jangka waktu
tertentu.

e. National Income (NI)


NI atau Pendapatan Nasional yaitu nilai NNP (Net National Product) yang
dikurangi dengan pajak secara tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak
langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti
pajak penjualan, pajak hadiah, dll. Pendapatan nasional jenis NI ini merupakan
konsep pendapatan nasional yang didapatkan dari imbalan atau balasan jasa dari
kinerja pemilik faktor produksi. Pendapatan nasional ini hanya berfokus pada
penyusutan modal serta pajak yang ditanggung pemilik faktor produksi.

f. Personal Income (PI)


Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan
yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang
diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga
menghitung pembayaran transfer (transfer payment).
Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan
balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan
nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi
para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya.
Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi
dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada
pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam
perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan

5
perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga
kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah
tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
Sebenarnya pendapatan perseorangan tidak diambil dari pendapatan per
individu atau per kapita, namun menekankan pada pendapatan bersih yang
telah diterima oleh masyarakat. Selain itu, pendapatan per kapita tidak bisa
dijadikan sebagai dasar dan patokan karena kondisi masyarakat setiap negara berbeda-
beda.

g. Disposable Income (DI)


Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi.
Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan
pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh
wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.

2.3 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional


Dalam menghitung pendapatan nasional suatu negara khususnya Indonesia,
terdapat tiga metode atau pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan
pendapatan, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan produksi. Berikut ini
akan dibahas ketiga pendekatan tersebut.

1. Pendekatan Pendapatan
Menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan yaitu
dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan berupa upah/wage,
sewa/rent, bunga/interest, dan laba/profit yang diterima seluruh rumah
tangga konsumsi dalam suatu negara dalam periode tertentu sebagai
imbalan dari fakto-faktor produksi yang disediakan kepada perusahan
dalam proses operasinya.
Rumus pendapatan nasional dengan metode pendapatan
Y=W+R+I+P

6
Keterangan :
Y : Pendapatan Nasional
W : Upah yang diterima faktor produksi
R : Sewa yang dibayarkan oleh perusahaan untuk modal
I : Bunga modal dalam proses perekonomian
P : Laba yang dihasilkan dalam suatu perekonomian

2. Pendekatan Pengeluaran
Berbeda dengan metode pendapatan, menghitung pendapatan nasional
dengan pendekatan pengeluaran yaitu dengan cara menghitung jumlah
seluruh pengeluaran guna memperoleh barang dan jasa yang diproduksi
salam suatu negara dalam periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan
ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat
komponen ekonomi nasional, yaitu Rumah Tangga/ Consumption,
Pemerintah/ Government Spending, Pengeluaran Investasi/Investment, dan
jumlah bersih nilai ekspor dikurangi nilai impor/X-M
Rumus Pendapatan Nasional dengan metode pengeluaran
Y = C + I + G + NX (X-M)
Keterangan:
Y : Pendapatan Nasional
C : Consumption, konsumsi rumah tangga
I : Investment, pengeluaran investasi setiap orang
G : Government Spending, pengeluaran yang dilakukan oleh
pemerintah
NX : Net Export, jumlah bersih ekspor dikurangi impor, atau dalam kata
lain X-M
X : Export, ekspor yang dilakukan suatu negara
M : Import, impor yang dilakukan suatu negara
Perhitungan pendapatan nasional dengan konsep pendapatan nasional
GNP dapat dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir setiap unit
ekonomi, yaitu seperti yang telah dijelaskan diatas, yaitu :
a. Konsumsi Rumah Tangga

7
b. Pengeluaran Pemerintah
c. Investasi Perusahaan
d. Pengeluaran negara berupa ekspor dan impor(Ekonomi Makro Islam
: Pendekatan Teoritis, 2009)
Rumus Pertumbuhan Ekonomi
g = {(PDB tahun lalu – PDB tahun sekarang)/ PDB tahun lalu}
x 100%
Keterangan :
g : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
PDB : PDB riil suatu negara

3. Pendekatan Produksi
Terakhir, Berbeda dengan metode pendapatan dan pengeluaran,
menghitung pendapatan nasional dengan pendekatan produksi yaitu dengan
cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari
berbagai sektor, seperti agraria, jasa, industri, dan pertambangan di suatu
negara dalam suatu periode tertentu, dengan catatan, nilai produk yang
dihitung dalam metode ini adalah nilai jasa dan barang jadi, bukanlah nilai
barang mentah atau barang yang masih dalam tahap produksi atau barang
setengah jadi.
Rumus Pendapatan Nasional dengan metode produksi
Y = (PxQ)1 + (PxQ)2 + … + (PxQ)n
Keterangan:
P : Price, Harga
Q : Quantity, kuantitas
Perhitungan pendapatan nasional dengan konsep pendapatan GDP,
perhitungan pendapatan produksi di Indonesia dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh sektor industri yang ada. Unit produksi dalam
perhitungannya dikelompokkan ke dalam 9 sektor, yaitu
a. Sektor Pertanian
b. Sektor Pertambangan dan Penggalian
c. Sektor Industri Pengolahan

8
d. Sektor Listrik, Air Bersih, dan Gas
e. Sektor Bangunan
f. Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran
g. Sektor Pengangkutan dan komunikasi
h. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan, Perusahaan
i. Sektor Jasa lainnya

2.4 Sumber-Sumber Pendapatan Nasional


2.4.1 Sumber Pendapatan Pajak
1. Pengertian Pendapatan Pajak
Pendapatan pajak merupakan sumber penerimaan yang dapat diperoleh
secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai
kebutuhan pemerintah serta kondisi masyarakat yang bersumber dari pajak
rakyat. Dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk
pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pendapatan pajak dalam negeri terdiri dari pendapatan PPh, PPN dan
PPnBM, PBB, Cukai, dan pajak lainnya. Faktor utama yang memengaruhi
pendapatan pajak dalam negeri adalah pertumbuhan ekonomi, infllasi, dan
nilai tukar rupiah terhadap dollar.

2. Jenis-jenis Pajak
1. Jenis Pajak Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: pajak tidak
langsung dan pajak langsung.
a) Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya diberikan kepada wajib
pajak bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. Sehingga pajak
tidak langsung tidak dapat dipungut secara berkala, tetapi hanya dapat
dipungut bila terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu yang menyebabkan
kewajiban membayar pajak. Contohnya: pajak penjualan atas barang
mewah, di mana pajak ini hanya diberikan bila wajib pajak menjual barang
mewah.

9
b) Pajak Langsung (Direct Tax)
Pajak langsung merupakan pajak yang diberikan secara berkala kepada
wajib pajak berlandaskan surat ketetapan pajak yang dibuat kantor pajak. Di
dalam surat ketetapan pajak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar wajib
pajak. Pajak langsung harus ditanggung seseorang yang terkena wajib pajak
dan tidak dapat dialihkan kepada pihak yang lain. Contohnya: Pajak Bumi
dan Penghasilan (PBB) dan pajak penghasilan.

2. Jenis Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut


Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis,
yaitu: pajak daerah dan pajak negara.
a) Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan
terbatas hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda
Tingkat II maupun Pemda Tingkat I. Contohnya: pajak hotel, pajak hiburan,
pajak restoran, dan masih banyak lainnya.
b) Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui
instansi terkait, seperti: Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan Cukai, maupun kantor
inspeksi pajak yang tersebar di seluruh Indonesia. Contohnya: pajak
pertambahan nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, dan masih
banyak lainnya.

3. Jenis Pajak Berdasarkan Objek Pajak dan Subjek Pajak


Berdasarkan objek dan subjeknya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:
pajak objektif dan pajak subjektif.
a) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya.
Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan bermotor, bea materai, bea masuk
dan masih banyak lainnya.
b) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan subjeknya.
Contohnya: pajak kekayaan dan pajak penghasilan.

10
Semua pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak pusat,
dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak serta Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
Sedangkan pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak daerah,
dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah
di bawah Pemerintah Daerah setempat.

3. Tata Cara Pemungutan Pajak


Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan
sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis tapi baru dapat dikenakan di
akhir periode.

b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)


Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-
Undang. Tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan
sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal
tahun dihitung berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan
keadaan yang sebebnarnya.

11
4. Sistem Pemungutan Pajak
a. Self Assessment System
Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang
membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib
pajak yang bersangkutan secara mandiri.
Bisa dikatakan, wajib pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam
menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah
dibuat oleh pemerintah.
Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai
pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system biasanya diterapkan
pada jenis pajak pusat. Misalnya adalah jjenis pajak PPN dan PPh. Sistem
pemungutan pajak yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah
masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.
Sistem pemungutan pajak ini memiliki kekuarangan, yaitu karena wajib
pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang
perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan berusaha untuk
menyetorkan pajak sekecil mungkin dengan membuat laporan palsu atas
pelaporan kekayaan
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Self Assessment:
 Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu secara
mandiri.
 Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya
mulai dari menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
 Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika
wajib pajak telat lapor, telat bayar pajak, atau terdapat pajak yang
seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.

b. Official Assessment System


Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang
membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada

12
fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak kepada seorang wajib
pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak bersifat pasif dan nilai pajak terutang
akan diketahui setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh aparat
perpajakan. Sistem pemungutan pajak ini biasanya diterapkan dalam
pelunasan pajak daerah seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB). Dalam
pembayaran PBB, kantor pajak merupakan pihak yang mengeluarkan surat
ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Wajib pajak
tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar
PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang
dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.
Ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment:
 Besarnya pajak yang dikenakan dihitung oleh petugas pajak.
 Wajib pajak sifatnya pasif dalam perhitungan pajak mereka.
 Besaran pajak terutang akan dketahui setelah petugas pajak menghitung
pajak yang terutang dan menerbitkan surat ketetapan pajak.
 Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang
wajib dibayarkan.

c. Withholding System
Pada siistem pemungutan pajak withholding system, besarnya pajak
biasanya dihitung oleh pihak ketiga. Bukan mereka wajib pajak dan bukan
juga aparat pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah pemotongan
penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi atau
perusahaan terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke kantor pajak
untuk membayarkan pajak tersebut. Jenis pajak yang biasanya
menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Bukti potong
atau bukti pungut biasanya digunakan sebagai bukti atas pelunasan pajak
dengan menggunakan sistem ini. Untuk beberapa kasus tertentu, bisa juga
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti potongan tersebut nantinya
akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari wajib
pajak yang bersangkutan.

13
5. Konsep Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang
menjadi tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase
yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Ada berbagai jenis tarif pajak dan
setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda. Dasar
pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar
untuk menghitung pajak terutang. Secara struktural, tarif pajak dibagi
menjadi 4 jenis, antara lain:
a. Tarif Progresif
Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana persentase
akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia itu
sendiri, tarif pajak progresif ini diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh)
wajib pajak orang pribadi, seperti:
 Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya
5%.
 Lapisan PKP lebih dari Rp50 - Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.
 Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.
 Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.

b. Tarif Degresif
Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini
merupakan tarif pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak akan
semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Jadi,
jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil.
Melainkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajaknya semakin besar.

c. Tarif Proporsional
Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi
perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah objek

14
pajak, persentasenya akan tetap. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai
(10%) dan PBB (0,5%) dari berapa pun objek pajaknya.

d. Tarif Tetap/Regresif
Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap
tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya. Tarif
tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap sesuai
dengan peraturan yang telah diberlakukan, seperti Bea Meterai dengan nilai
atau nominal sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.

6. Penggolongan Pajak di Indonesia


a. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pungutan yang dikenakan kepada
orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam suatu tahun pajak. Penghasilan tersebut dapat berupa keuntungan
usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
Subjek PPh sendiri terbagi menjadi dua yaitu wajib pajak dalam dan luar
negeri. Menurut ketentuan perpajakan di Indonesia, mereka adalah pihak
yang membayar, memotong, dan memungut pajak yang terutang atas objek
pajak. Objek PPh merupakan setiap penghasilan yang diterima atau
diperoleh wajib pajak. Penghasilan tersebut diperoleh wajib pajak dari
dalam maupun luar negeri.

b. Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pungutan yang dibebankan
atas transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan wajib pajak pribadi
atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dalam peredarannya, pajak ini dilakukan antara produsen ke konsumen.
PPN juga masuk dalam kategori jenis pajak tidak langsung. Jadi, yang
memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN
adalah produsen. Sedangkan yang berkewajiban untuk membayar PPN
adalah konsumen akhir.

15
Objek pajak atau orang yang dikenakan PPN diatur dalam pasal 4 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1984 tentang PPN dan perubahannya yakni
Undang-Undang 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010.
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984 tentang PPN
disebutkan, pungutan ini dikenakan atas:
 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang
dilakukan Pengusaha
 Impor Barang Kena Pajak.
 Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha.
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam paerah
pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
 Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
 Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Daerah pabean adalah wilayah di dalam kawasan Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, udara, dan tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku
undang-undang yang mengatur tentang kepabean (UU Nomor 10 Tahun
1995 yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Kepabean).

c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak penjualan
yang dikenakan atas transaksi barang mewah baik yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri.
Objek PPnBM atau barang yang tergolong dalam barang mewah di
antaranya:
 Barang yang bukan kebutuhan pokok.
 Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.

16
 Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
 Barang yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat yang
berpenghasilan tinggi.
Untuk melaporkan PPnBM, wajib pajak dapat menggunakan formulir SPT
Masa PPN 1111. SPT Masa PPN 1111 merupakan formulir yang digunakan
oleh para wajib pajak untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak baik
untuk melapor PPN maupun Pajak Penjualan Barang Mewah yang terutang.

d. Bea Materai
Bea Meterai (BM) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan
dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran
dan surat berharga yang memuat nominal uang di atas jumlah dan ketentuan
tertentu.
Untuk pelunasan Bea Meterai, kita mengenal dua cara yakni:
1. Benda meterai yang merupakan meterai tempel dan kertas meterai.
2. Cara lainnya adalah dengan cara yang sudah ditetapkan Menteri
Keuangan. Cara ini menggunakan teknologi pencetakan dan sistem
komputerisasi.
Nilai dari Bea Meterai juga terbagi menjadi 2 yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000.
Kedua nilai tersebut digunakan tergantung dari kebutuhannya.

e. Pajak Bumi Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas
kepemilikan, pemanfaatan dan/atau penguasaan atas tanah dan/bangunan.
PBB terbagi atas 2 sektor yakni PBB Sektor P2 (Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan yang diadministrasikan oleh pemerintah
kabupaten/kota) dan PBB Sektor P3 (Pajak Bumi dan Bangunan
Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan yang diadministrasikan
langsung oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak).
Pembagian sektor tersebut diatur dalam Undang-undang No. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sejak 1 Januari 2014.

17
Berikut ini macam-macam pajak daerah atau pajak yang dipungut
pemerintah daerah yaitu Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bemotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok,
Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan/atau Bangunan, Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan
Perkotaan.

2.4.2 Sumber Pendapatan Non-Pajak


1. Pengertian Pendapatan Negara Bukan Pajak
PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan
dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan
pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan
merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil
pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).PNBP ini diatur dalam UU 20 1997.

2. Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak


Pendapatan negara bukan pajak ini (PNBP) terdiri atas:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan;
4. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi;
6. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
7. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

18
3. Penetapan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak
Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan
memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan
usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan
jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek
keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. Tarif atas jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dalam Undang-undang atau
Peraturan Pemerintah yang menetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang bersangkutan.Berikut beberapa pendekatan yang dipakai dan
digunakan untuk menetapkan tarif penerimaan negara bukan pajak
(PNBP),yakni :
a) Tarif cost minus
Pendekatan ini dilakukan ketika pada suatu kondisi besaran tarif dari
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dikenakan lebih rendah
daripada dana yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan atau yang
lainnya. Contohnya ketika besaran tarif pelayanan yang ditetapkan
sebelumnya adalah Rp 35.000/ layanan namun yang terjadi di lapangan atau
kondisi realnya biaya atau tarif pelayanan sebesar Rp 40.000/ layanan.

b) Tarif cost recovery


Pendekatan ini dilakukan ketika pada suatu kondisi besaran tarif dari
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dikenakan sama dengan dana
yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan atau yang lainnya.
Contohnya besaran tarif yang sudah disepakati dan ditetapkan sebesar Rp
35.000/ layanan dan ternyata yang terjadi di lapangan sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan sebelumnya yakni Rp 35.000/ layanan.

c) Tarif Cost Plus


Pendekatan yang terakhir yakni tarif cost plus, berdasarkan namanya
maka sudah bisa diketahui, pendekatan ini akan berlaku ketika besaran tarif
dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dikenakan lebih besar

19
daripada dana yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan atau yang
lainnya. Contohnya besaran tarif yang ditentukan dan diterapkan
sebelumnya sebesar Rp 35.000/ layanan. Namun di lapangan besar tarif per
layanan hanya Rp 30.000/ layanan. Maka sisa dana yang tidak terpakai
digunakan untuk kepentingan lainnya.

4. Rincian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Postur APBN


2019
PNBP memiliki kontribusi terbesar kedua setelah penerimaan
perpajakan, kontribusinya dalam APBN tahun 2019 sebesar 17,5 persen
terhadap total Pendapatan Negara. Peningkatan atau penurunan PNBP
sangat dipengaruhi beberapa asumsi makro ekonomi antara lain harga
minyak mentah Indonesia (ICP), lifting migas dan nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi, serta perbaikan
kualitas layanan dan tarif layanan PNBP. Kebijakan mengenai jenis dan tarif
PNBP harus memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan
kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah
sehubungan dengan PNBP tersebut, dan aspek keadilan dalam pengenaan
beban kepada masyarakat.Berikut PNBP pada postur APBN 2019 antara
lain :
a) PNBP Sumber Daya Alam (SDA)
PNBP SDA dalam APBN tahun 2019 direncanakan sebesar Rp190.754,8
miliar yang terdiri dari pendapatan SDA migas sebesar Rp159.778,3 miliar
dan pendapatan SDA nonmigas sebesar Rp30.976,5 miliar. Secara umum,
pendapatan SDA mengalami peningkatan sebesar 10,7 persen dibandingkan
dengan outlook tahun 2018. Target pendapatan SDA migas dalam tahun
2019 tersebut terdiri dari pendapatan minyak bumi sebesar Rp118.606,7
miliar dan pendapatan gas bumi sebesar Rp 41.171,6 miliar. Target
penerimaan SDA migas naik 10,7 persen dari outlook tahun 2018 yang
mencapai Rp144.328,4 miliar. Kenaikan target penerimaan SDA migas
tersebut terutama dipengaruhi oleh naiknya proyeksi lifting gas bumi dan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika dari Rp13.973 per

20
dolar Amerika Serikat menjadi Rp15.000 per dolar Amerika Serikat dalam
APBN tahun 2019.
Pendapatan SDA nonmigas dalam APBN tahun 2019 tetap didominasi oleh
pendapatan yang berasal dari pertambangan mineral dan batubara yang
mencapai Rp24.960,7 miliar. Selanjutnya pendapatan SDA nonmigas yang
berasal dari kehutanan sebesar Rp4.511,5 miliar, perikanan sebesar Rp625,8
miliar dan panas bumi sebesar Rp878,4 miliar. Dalam tahun 2019,
pendapatan SDA nonmigas tersebut meningkat sebesar 24,6 persen jika
dibandingkan dengan targetnya dalam outlook tahun 2018.

b) PNBP dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan


Dalam APBN tahun 2019, akun pendapatan dari kekayaan negara
dipisahkan terdiri dari pendapatan dari bagian pemerintah atas laba BUMN
dan pendapatan dari kekayaan dipisahkan lainnya (antara lain pendapatan
dari surplus Bank Indonesia). Kontribusi terbesar dalam akun pendapatan
dari kekayaan negara dipisahkan masih pada pendapatan bagian pemerintah
atas laba BUMN. Hal ini mengingat pendapatan yang berasal dari kekayaan
negara dipisahkan lainnya seperti pendapatan dari surplus Bank Indonesia
memiliki karakteristik pendapatan yang tidak dapat diprediksikan, sehingga
tidak dimasukkan dalam penyusunan proyeksi target APBN tahun 2019.
Pendapatan bagian pemerintah atas laba BUMN pada tahun 2019
ditargetkan sebesar Rp45.589,3 miliar atau meningkat 2,0 persen jika
dibandingkan dengan target dalam outlook tahun 2018. Target pendapatan
bagian pemerintah atas laba BUMN tahun 2019 tersebut berasal dari
pendapatan laba BUMN perbankan sebesar Rp15.976,5 miliar dan
pendapatan laba BUMN nonperbankan sebesar Rp29.612,8 miliar.
Kenaikan target pendapatan bagian laba BUMN disebabkan oleh efi siensi
kinerja BUMN dengan tetap menjalankan penugasan Pemerintah kepada
BUMN sebagai agen perubahan.

21
c) PNBP Lainnya
Secara garis besar PNBP lainnya dikelompokkan ke dalam beberapa
jenis pendapatan, antara lain: (i) pendapatan dari penjualan, pengelolaan
barang milik negara (BMN), dan iuran badan usaha; (ii) pendapatan
administrasi dan penegakan hukum; (iii) pendapatan kesehatan,
perlindungan sosial, dan keagamaan; (iv) pendapatan pendidikan, budaya,
riset, dan teknologi; (v) pendapatan jasa transportasi, komunikasi dan
informatika; (vi) pendapatan jasa lainnya; (vii) pendapatan bunga,
pengelolaan rekening perbankan, dan pengelolaan keuangan; (viii)
pendapatan denda; dan (ix) pendapatan lain-lain. Dalam APBN tahun 2019,
PNBP lainnya ditargetkan mencapai Rp94.069,3 miliar atau naik 2,3 persen
jika dibandingkan dengan targetnya dalam outlook tahun 2018 sebesar
Rp91.962,1 miliar.

D) PNBP Badan Layanan Umum


Badan Layanan Umum (BLU) merupakan instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efi
siensi dan produktivitas. Dengan maksud memberikan pelayanan yang lebih
paripurna kepada masyarakat, maka terhadap satuan kerja BLU diberikan fl
eksibilitas dalam pengelolaan keuangannya, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, yang telah disempurnakan dengan PP
Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PP Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Pendapatan BLU dalam tahun 2019
ditargetkan mencapai sebesar Rp47.884,5 miliar, meningkat 10,6 persen
jika dibandingkan dengan targetnya dalam outlook tahun 2018. Kenaikan
tersebut terutama disebabkan peningkatan kapasitas dan kualitas layanan
BLU serta bertambahnya jumlah Satker BLU. Untuk mencapai target
tersebut, Pemerintah akan menempuh beberapa kebijakan di bidang BLU,
antara lain: (i) mendorong kinerja BLU dengan menetapkan indikator-

22
indikator KPI yang lebih menantang; (ii) melakukan evaluasi terhadap BLU
yang kinerjanya cenderung stagnan atau menurun, yang dapat berimplikasi
terhadap pencabutan status pengelolaan keuangan BLU sesuai dengan PMK
180 tahun 2016 tentang Penetapan dan Pencabutan Penerapan Pola
Pengelolaan Keuangan BLU pada Satuan Kerja Instansi Pemerintah; (iii)
mendorong optimalisasi atas aset-aset yang dimiliki BLU sebagai sumber
pendapatan diantaranya melalui kerjasama operasional.

2.4.3 Sumber Pendapatan Hibah


1. Pengertian Pendapatan Hibah
Pendapatan Hibah adalah setiap penerimaan pemerintah pusat dalam bentuk
uang, barang, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi
hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau
luar negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut, pemerintah mendapat
manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan
fungsi K/L, atau diteruskan kepada pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

2. Klasifikasi dan Mekanisme Hibah


a) Klasifikasi Hibah
Klasifikasi hibah dibedakan berdasarkan bentuk, mekanisme
pencairan dan juga sumber hibah.
 Bentuk Hibah
Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi :
I. Hibah Uang
Hibah uang terdiri dari :
- Uang tunai (RKUN, Rek. Lain)
Hibah dalam bentuk uang yang diterima
pemerintah dan penggunaannya sepenuhnya
ditentukan oleh pemerintah melalui mekanisme
APBN.
- Uang untuk membiayai kegiatan (DIPA,
Tunjangan Fungsional)
Hibah yang diterima pemerintah yang
peruntukannya ditentukan dalam Perjanjian
Hibah dan dilaksanakan oleh K/L atau
pemerintah daerah penerima hibah
II. Hibah Barang/Jasa
- Barang
Hibah yang diterima pemerintah yang
pengadaannya dilaksanakan oleh pemberi hibah

23
untuk mendukung kegiatan K/L/Pemerintah
Daerah/BUMN
- Jasa
Hibah yang diterima pemerintah berupa jasa
tertentu yang kegiatannya dilaksanakan oleh
pemberi hibah untuk mendukung kegiatan
K/L/Pemerintah Daerah/BUMN
III. Hibah Surat Berharga
Hibah yang diterima pemerintah yang dapat berupa
saham kepemilikan pada perusahaan
 Mekanisme Pencairan
Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi
:
I. Hibah Terencana
 Perencanaan Hibah Terencana
Perencanaan ini meliputi adanya Rencana
Kegiatan Jangka Menengah dan Tahunan
mencakup Rencana Pemanfaatan Hibah
(RPH) dan Daftar Rencana Kegiatan Hibah
(DRKH). RPH memuat kebijakan, strategi
pemanfaatan hibah jangka menengah sesuai
prioritas pembangunan. DRKH memuat
rencana tahunan kegiatan
K/L/Pemda/BUMN yang layak dibiayai
dengan hibah dan telah mendapat indikasi
pendanaan dari pemberi hibah.
 Proses Usulan
Pada proses ini, Menkeu mengusulkan
kegiatan kepada Calon Donor berdasarkan
DRKH
 Pelaksana Perundingan Hibah
Perundingan Hibah dilaksanakan oleh
Menteri Keungan atau pejabat yang telah
diberi kuasa. Pelaksanaan perundingan
dimaksud melibatkan unsur Kementrian
Keuangan, Kementrian Perencanaan,
dan/atau Kementrian/Lembaga teknis lainnya
 Penandatangan Perjanjian Hibah
Penandatanganan ini dilakukan melalui
Menteri Keuangan atau pejabat lainnya yang
diberi kuasa
 Perubahan Perjanjian Hibah
Perubahan ini dilakukan melalu Menteri
Keuangan
 Penarikan Dana Hibah

24
Penarikan Dana Hibah dilakukan melalui
KPPN (on Treasury)

II. Hibah Langsung


Hibah Langsung adalah hibah yang diterima
langsung oleh K/L, dan/atau pencairan dananya
dilaksanakan tidak melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara yang pengesahannya
dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa
Bendahara Umum Negara.
 Perencanaan Hibah Langsung
Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menerima
langsung hibah dengan memperhatikan
prinsip penerimaan hibah, wajib mengkaji
maksud dan tujuan hibah serta bertanggung
jawab terhadap hibah yang akan diterima
tersebut. Selanjutnya, Menteri/Pimpinan
Lembaga mengkonsultasikan rencana
penerimaan hibah langsung kepada Menteri
Keuangan, Perencanaan, dan
Menteri/Pimpinan Lembaga terkait lainnya
sebelum dilakukan penandatanganan
Perjanjian Hibah
 Perundingan dan Perjanjian Hibah Langsung
Perundingan ini dilakukan oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat
yang diberi kuasa.
 Penandatanganan Perjanjian Hibah
Perjanjian Hibah ditandatangani oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat
yang diberi kuasa oleh menteri. Perjanjian
Hibah itu sendiri paling sedikit harus memuat
jumlah, peruntukan, dan ketentuan
persyaratan.
 Perubahan Perjanjian Hibah
Perubahan ini diusulkan oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat
yang diberi kuasa
 Penarikan Dana Hibah
Penarikan ini bersifat pengesahan oleh KPPN

 Sumber Pendapatan Hibah


Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi :
I. Hibah Dalam Negeri

25
Hibah yang berasal dari dalam negeri bersumber dari
:
 Lembaga Keuangan Dalam Negeri
 Lembaga Non Keuangan Dalam Negeri
 Pemerintah Daerah
 Perusahaan asing yang berdomisili di wilayah
NKRI
 Lembaga lainnya dan perorangan

II. Hibah Luar Negeri


Hibah yang berasal dari luar negeri bersumber dari :
 Negara asing
 Lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB)
 Lembaga Multilateral
 Lembaga Keungan Asing
 Lembaga Non Keuangan Asing
 Lembaga keungan nasional yang berdomisili
di luar wilayah NKRI
 Perorangan

Penerusan Hibah Luar Negeri dapat diterushibahkan


atau dipinjamkan kepada pemerintah daerah atau
dapat dipinjamkan kepada BUMN sepanjang diatur
dalam Perjanjian Hibah.

3. Siklus Hibah
Siklus Hibah dimulai dari perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan
perundingan, penandatanganan perjanjian, penganggaran dan pelaksanaan,
selanjutnya penatausahaan, monitoring dan evaluasi, serta diakhiri dengan
pertanggung jawaban atas hasil pendapatan hibah. Setelah satu siklus
selesai, maka siklus dimulai kembali dari awal mula, yaitu perencanaan.

4. Pengesahan Hibah
Tata cara pengesahan hibah dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Tata cara pengesahan hibah dalam bentuk uang (kas)
Pengesahan melalui tahap ini dilakukan melalui tahapan :
 Pengajuan permohonan nomor register
 Pengelolaan rekening hibah
 Penyesuaian pagu hibah dalam DIPA
 Pengesahan pendapatan dan belanja

b) Tata cara pengesahan hibah dalam bentuk barang/jasa


Pengesahan ini melalui tahapah berikut :

26
 Penyampaian Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah
(SPTMH) dan Surat Pengesahan Hibah (SPH-BJ)
 Pengesahan SPH-BJ
 Pencatatan dalam Catatan atas Laporan Keuangan K/L

5. Penganggaran dan Pelaksanaan Hibah


 K/L menyusun RKA Hibah sebagai bagian dari RKA K/L untuk
dicantumkan dalam DIPA
 Dalam hal hibah dalam bentuk uang yang diperuntukkan untuk
membiayai kegiatan diterushibahkan kepada Pemda dan/atau
dipinjamkan kepada Pemda dan BUMN, Menteri menyusun
dokumen pelaksanaan anggaran
 Dalam keadaan darurat, hibah dalam bentuk uang untuk membiayai
kegiatan dapat dilaksanakan mendahului dokumen pelaksanaan
anggaran
 K/L, Pemda, BUMN sebagai pelaksana kegiatan wajib menyediakan
dana pendamping, dalam hal dipersyaratkan dalam Perjanjian
Hibah, Perjanjian Penerusan Hibah, dan Perjanjian Pinjaman Hibah
 Dana Hibah untuk membiayai kegiatan yang belum terlaksana,
ditampung dalam dokumen pelaksanaan anggaran tahun berikutnya
 Dalam hal hibah diterima setelah pagu APBN ditetapkan, dokumen
pelaksanaan anggaran hibah dapat diterbitkan setelah K/L
menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan
 Pertanggungjawaban pelaksanaan Hibah dilakukan sesuai dengan
mekanisme APBN.

6. Tata Cara Penarikan Hibah


Tata cara penarikan hibah dapat dilakukan melalui beberapa cara berikut :
a) Letter of Credit (L/C)
b) Transfer ke Rekening Kas Umum Negara
c) Pembayaran Langsung (Direct Payment)
d) Penggantian Pembiayaan Pendahuluan
e) Rekening Khusus (Special Account)

7. Pengukuran Hibah
Hibah yang diterima oleh pemerintah dalam bentuk :
a) Uang tunai, dicatat sebesar nilai nominal hibah yang diterima dan
disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum Negara atau rekening
yang ditentukan oleh Menteri sebagai bagian dari Penerimaan
APBN
b) Uang untuk membiayai kegiatan, dicatat sebesar nilai nominal hibah
yang diterima dan dicantumkan dalam dokumen pelaksanaan
anggaran

27
c) Barang/ jasa, dinilai dengan mata uang rupiah pada saat serah terima
barang/jasa untuk dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat
d) Surat berharga, dinilai dengan mata uang rupiah berdasarkan nilai
nominal yang disepakati pada saat serah terima oleh pemberi hibah
dan pemerintah untuk dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat

8. Pengakuan Hibah
Pendapatan hibah diakui pada saat kas diterima atau saat pengesahan
dilakukan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara Ditjen Perbendaharaan
dan/atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Jakarta
VI

9. Hibah Pemerintah kepada Pemerintah Daerah


a) Sumber Hibah kepada Pemerintah Daerah
Hibah dari pemerintah kepada pemerintah daerah bersumber dari :
 Pendapatan APBN
 Pinjaman Dalam dan Luar Negeri
 Hibah Luar Negeri

10. Pendapatan Hibah dalam Nota Keuangan dan APBN 2019


Penerimaan hibah yang diperoleh pemerintah dapat berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri. Hibah tersebut nantinya akan digunakan untuk
mendukung tugas dan fungsi K/L atau diterushibahkan kepada daerah.
Pengelolaan hibah dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, transparan,
akuntabel, dan mempertimbangkan asas efisiensi dan efektivitas dalam
pengalokasiannya.
Dalam RAPBN 2019, penerimaan hibah didasarkan pada komitmen
pemberi donor yang telah menandatangani memorandum of understanding
(MoU) dengan pemerintah Indonesia. Penerimaan hibah dalam RAPBN
2019 diperkirakan mencapai Rp 435,3 miliar atau turun 91,9 % dari tahun
2018. Sesuai dengankebijakan yang telah ditempuh, penerimaan hibah
tersebut akan digunakan untuk membiayai program-program penanganan
perubahan iklim, pengurangan emisi di perkotaan, kenakeragaman hayati
dan pelestarian hutan, baik yang dikelola oleh K/L meupun diterushibahkan
ke daerah sesuai dengan nota kesepakatan (MoU). Beberapa K/L penerima
hibah luar negeri dalam RAPBN tahun 2019 antara lain: Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Keuangan; Kementerian
Dalam Negeri; Kementerian PPN/ Bappenas; Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat; dan Kementerian Pariwisata.

28
Gambar 1: Postur APBN 2019

29
Gambar 2 : Postur APBN 2018

Dalam postur APBN 2018, Hibah ditargetkan sebesar 1,2 Triliun rupiah.
Pada realisasi nya, hibah tahun 2018 mencapai angka 5,4 Triliun rupiah
sedangkan pada APBN 2019, hibah ditargetkan sebesar 0,4 Triliun rupiah.

30
BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan
Setelah pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa poin kesimpulan,
diantaranya yaitu:
 Pendapatan Nasional adalah faktor penting penentu perekonomian suatu
negara, karena memperkirakan pendapatan total yang diperoleh seluruh
rakyatnya atau ukuran besarnya produksi barang dan jasa yang dihasilkan
suatu negara tertentu dalam periode tertentu
 Dalam menghitung pendapatan nasional, Indonesia dapat menggunakan
berbagai pendekatan atau metode yang berlainan, yaitu metode pendapatan
yang berfokus untuk menghitung upah, sewa, bunga, dan laba yag
dihasilkan pada suatu perekonomian suatu negara dalam periode tertentu,
atau menggunakan metode pengeluaran yang menghitung seluruh
pegeluaran suatu negara yang berfokus pada pengeluaran pemerintah,
investasi perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor bersih
negara tersebut, serta dapat menggunakan metode produksi yang
menghitung nilai produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian
negara dalam periode yang telah ditetapkan.
 Secara sederhana, pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah
barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara pada periode tertentu
biasanya satu tahun. Ruang lingkup yang berkaitan dengan pendapatan
nasional antara lain : GDP, GNP, GDRP, NNP, NI, DI, PI.

3.2 Saran
Saran dari kami mengenai pendapatan nasional adalah diharapkan warga
negara Indonesia dapat memahami dengan baik pengetahuan tentang pendapatan
nasional sehingga dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari
yaitu dengan cara membayar pajak tepat waktu demi peningkatan pendapatan
nasional dan kesejahteraan masyarakat.

31
Daftar Pustaka

Anonim. Nota Keuangan dan RAPBN. Berbagai Edisi. Dep. Keu .RI, Jakarta.

Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. (2009). Jakarta: Kencana Perdana


Media Group.

Https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/ekonomi-makro/penerimaan-negara-
bukan-pajak

Https://id.wikipedia.org/wiki/Penerimaan_Negara_Bukan_Pajak

Https://www.kemenkeu.go.id/media/11212/nota-keuangan-beserta-apbn-ta-
2019.pdf

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2015. Profil Pengelolaan Hibah


Pemerintah Pusat. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Edisi 1.

Pemerintah Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia


Nomor 191/ PMK.05/ 2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah.

Thegorbalsla. "Pendapatan Nasional : Pengertian, Rumus, Konsep, Komponen".


https://thegorbalsla.com/pendapatan-nasional/

32

Anda mungkin juga menyukai