Laporan Salep Mata
Laporan Salep Mata
SACHLO®
Kelompok III
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
A. PRAFORMULASI
I. Tujuan
1. Untuk mengetahui formulasi sediaan salep mata Kloramfenikol dan membuat
sediaan steril salep mata kloramfenikol skala laboratorium sesuai dengan
persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.
2. Untuk mengetahui permasalahan dan pengatasan masalah pada pembuatan salep
mata kloramfenikol
3. Untuk mengetahui evaluasi sediaan salep mata kloramfenikol
Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat
dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu
pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar salep yang dimanfaatkan
untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh, tidak
menimbulkan alergi, serta tidak bersifat hidrofilik sehingga tidak mudah tercuci oleh air
mata. Dalam beberapa hal campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak mineral)
digunakan sebagai dasar salep mata (Ansel, 2008). Kadang-kadang zat yang bercampur
dengan air seperti lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal ini memungkinkan air dan obat yang
tidak larut dalam air bartahan selama sistem penyampaian obat (Ansel,1989). Basis salep
mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi.
Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan paraffin liquidum. (Voight, 1994).
Basis atau bahan dasar salep mata sering mengandung vaselin, dasar absorpsi atau
dasar salep larut air. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa
bahan dasar salep yang dapat menyerap air, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan
bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar
salep seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh
menyebabkan iritasi pada mata (Depkes RI, 1995). Semua bahan yang dipakai untuk salep
mata harus halus, tidak enak dalam mata. Salep mata terutama untuk mata yang luka,
haruslah steril dan diperlukan syarat-syarat yang lebih teliti.
Yang optimal adalah basis dengan batas mengalir 10-50 N.m-2 dan daerah meleburnya
32-33ºC (suhu dari kornea atau konjungtiva). Dari sekian banyak basis salep yang tersedia
hanya sedikit yang dapat memenuhi tuntutan di atas. Gel hidrokarbon dengan tambahan
emulgator (misalnya kolesterol, malam, bulu domba) setelah konsistensinya diatur dengan
penambahan parafin cair (sampai 30%) dinilai sangat cocok sebagai basis salep mata.
Penggunaan polietilenglikol, media yang mengandung gliserol dan glikol mengingat kerjanya
yang merangsang mata karena daya osmotiknya, tidak disarankan untuk digunakan. Basis
pengemulsi jenis M/A juga dinilai kurang cocok, karena menimbulkan perangsangan dan
hambatan penglihatan yang kuat, pada saat digunakan (Voight, 1994).
Berikut adalah tips cara penggunaan salep mata
1. Cucilah tangan anda.
2. Jangan menyentuh ujung tube salep.
3. Tengadahkan kepala sedikit miring ke belakang
4. Pegang tube salep dengan satu tangan dan tariklah pelupuk mata yang sakit ke
arah bawah dengan tangan yang lain sehingga akan membentuk “kantung”.
5. Dekatkan ujung tube salep sedekat mungkin dengan “kantung” tanpa
menyentuhnya.
6. Bubuhkan salep sesuai dengan yang tertulis di etiket.
7. Pejamkan mata selama 2 menit.
8. Bersihkan salep yang berlebih dengan tissue.
9. Bersihkan ujung tube dengan tissue lain
Pembuatan salep mata harus berlangsung pada kondisi aseptik untuk menjamin
kemurnian mikrobiologi yang disyaratkan. Hal itu mensyaratkan, bahwa basis salep yang
digunakan sedapat mungkin dapat disterilkan. Disarankan untuk menggunakan vaselin yang
mengandung kolesterol, yang dapat disterilkan dengan menggunakan udara panas tanpa
mengurangi kualitasnya. Juga dimungkinkan dengan menggunakan panyaringan tekan yang
dapat dipanaskan.
Untuk menjamin pelepasan bahan obat yang baik, disarankan untuk membuat salep
suspensi. Dalam hal ini ukuran partikel bahan obat yang digabungkan menjadi sangat penting
artinya. Untuk mencegah rangsangan mekanik terhadap mata dan untuk menjamin kerjanya,
harus digunakan serbuk yang dimikronisasikan atau serbuk dengan karakteristik ukuran butir
yang sama. Penghancuran bahan secara ekstrim seperti itu sangat menyulitkan. Dengan alat
penggiling biasa seperti lumping dan alunya, penghalusan beberapa bahan obat dapat
menghasilkan ukuran partikel yang diperlukan meskipun membutuhkan waktu dan kerja yang
besar. Peracikan bahan obat dalam bentuk larutan dalam air, artinya pembuatan salep emulsi
pada prisipnya adalah mungkin. Akan tetapi prosedur ini baru dapat digunakan, jika kelarutan
bahan obat di dalam air sangat baik, sehingga proses penghabluran tidak perlu dikhawatirkan.
Untuk membuat salep mata digunakan lumping dan alunya atau lempeng salep kasar dengan
porfirisator. Tingkat distribusi bahan obat dalam salep suspensi dapat diperbaiki melalui
penggiling salep (Voight, 1995).
3.1 Farmakokinetik
Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi melalui
cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit mata
yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis
dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut. Jalur ekskresi kloramfenikol
utamanya melalui urine. Perlu diingat untuk penggunaan secara oral, obat ini
mengalami inaktivasi di hati. Proses absorsi, metabolisme dan ekskresi dari obat untuk
setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus
cepat dan agak lengkap. Difusi ke dalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali,
kecuali ke dalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan dengan
antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Waktu paruh (t 1/2) plasmanya rata-rata 3
jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru
dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami
keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit
inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahardhja, 2007).
3.4 Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitivitas terhadap kloramfenikol (Tjay dan Rahardja, 2007).
3.6 Dosis
Untuk sediaan salep mata, kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5 – 1 % dalam
sediaan (Ansel, 2008).
3.7 Penyimpanan
Disimpan pada suhu dibawah 30oC.
IV. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat
b. Kelarutan
Pelarut Kelarutan
Air Sukar larut (1:400)
Kloroform Sukar larut
Eter Sukar larut
Etanol Mudah larut (1: 2,5)
Propilen glikol Mudah larut (1: 7)
Aseton Mudah larut
Etil asetat Mudah larut
(Depkes RI 1995; Lund, 1994)
c. Stabilitas
Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan hingga waktu
yang cukup lama dengan menempatkan sediaan pada kondisi yang optimum selama
penyimpanan. Sediaan salep mata akan lebih stabil apabila basisnya mengandung
lemak bulu domba atau adeps lanae dan setil alkohol.
- Stabilitas terhadap cahaya :
Penyimpanan sediaan salep mata kloramfenikol diusahakan terlindung dari
cahaya atau sinar matahari (Reynolds, 1982).
- Stabilita terhadap pH :
pH stabil dari zat kloramfenikol berkisar antara 4,5 sampai 7,5 (Depkes RI,
1995 ; Lund, 1994). pKa 5,5 (McEvoy, 2002).
d. Titik Lebur
Titik lebur kloramfenikol antara 149-1530C (Reynolds, 1982).
e. Inkompatibilitas
Kloramfenikol sodium suksinat dilaporkan inkompatibilitas dengan adanya
kandungan seperti aminofilin, ampisilin, asam askorbat, kalsium klorida,
chlorpromasin HCl, garam eritromisin, gentamisin sulfat, natrium hidrokortison
suksinat, natrium nitrofurantoin (Lund,1994).
c. Kelarutan
Dalam air : tidak larut (tetapi tercampur tanpa pemisahan dengan sekitar 2
kali berat air)
Dalam alkohol : sedikit larut dalam alkohol dingin, lebih larut dalam alkohol
panas.
Dalam kloroform : mudah larut
Dalam eter : mudah larut
(Sweetman, 2007).
d. Stabilitas
Lanolin dapat mengalami proses autooksidasi, sehingga didalamnya
ditambahkan antioksidan yaitu butilated hidroksitoluena. Ekspose pemanasan
yang lama dapat menyebabkan warna lanolin menjadi gelap dan menimbulkan
bau yang tengik. Lanolin dapat disterilisasi dengan sterilisasi panas kering pada
suhu 150oC. Pada sediaan salep mata yang mengandung lanolin, dapat
menggunakan sterilisasi filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma (Rowe, et al.,
2004).
e. Penyimpanan
Disimpan pada tempat yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, dan pada
temperature 15 – 30oC (Sweetman, 2007).
g. Penggunaan
Sebagai agen pengemulsi, basis salep (Rowe, et al., 2004).
h. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi
Lanolin (adeps lanae) secara luas digunakan dalam bidang formulasi sediaan
farmasi dan kosmetik. Lanolin dapat digunakan sebagai pembawa hidrofobik
dan pada preparasi air dalam minyak pada krim dan salep. Jika dicampurkan
dengan minyak sayur yang sesuai atau dengan paraffin, dapat memproduksi
krim emolien (pelembab) yang memfasilitasi penetrasi bahan obat ke dalam
kulit (Rowe, et al., 2004).
i. Inkompatibilitas
Lanolin mengandung prooksidan, yang mungkin dapat mempengaruhi stabilitas
obat tertentu (Rowe, et al., 2004).
b. Pemerian
Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning, sifat ini tetap
setelah zat dileburkan atau dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Berflouresensi
lemah, juga jika dicairkan ; tidak berbau, hampir tidak berasa (Depkes RI,
1979).
c. Kelarutan
Dalam air : praktis tidak larut
Dalam etanol : praktis tidak larut
Dalam kloroform : larut
Dalam eter : larut
Dalam eter minyak tanah : larut
Larutan kadang-kadang beropalesensi lemah (Depkes RI, 1979).
d. Stabilitas dan penyimpanan
Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan terlindung dari
cahaya (Sweetman, 2007).
f. Penggunaan
Vaselin digunakan sebagai basis salep dan emolien pada pengobatan penyait
kulit (Sweetman, 2007).
4.2.3 Parafin
a. Definisi
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral,
sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluena
tidak lebih dari 10 bpj (Depkes RI, 1979).
b. Pemerian
Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).
c. Kelarutan
Dalam air : tidak larut
Dalam alkohol : sedikit larut alkohol
Dalam minyak menguap : larut
Dapat dicampur dengan hidrokarbon, dan minyak tertentu (kecuali minyak
jarak) (Sweetman, 2007).
d. Stabilitas dan Penyimpanan
Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan pembekuan
yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya. Parafin harus disimpan
pada tempat yang tertutup rapat, dengan temperature tidak kurang dari 40oC
(Rowe, et al., 2004).
f. Penggunaan
Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit tertentu, dan
sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan mata yang kering
(Sweetman, 2007).
I. Macam-Macam Formulasi
R/ Kloramfenikol 1%
Setil alkohol 2,5 %
Adeps lanae 6%
Parafin cair 40 %
Vaselin kuning ad 10 gram
(Evi, 2009)
R/ Kloramfenikol 1%
Cetyl alkohol
Destiled water
Liquid paraffin atau propilien glikol
Span 40 atau Tween 40
(Lund, 1994)
R/ Kloramfenikol 1%
Adeps lanae 10 %
Vaselin flavum 80 % 90 % 99 %
Parafin cair 10 %
R/ Kloramfenikol 0,1 g
Adeps lanae 0,99 g
Vaselin flavum 8,019 g
Parafin cair 0,891 g
III. Permasalahan
1. Kloramfenikol tidak larut air, sehingga ketika mencampurkan kloramfenikol pada
basis akan lebih sulit dihomogenkan, karena tidak dapat dilarutkan dalam air sebelum
dicampur ke dalam basis.
2. Karena akan digunakan pada konjungtiva mata, maka basis salep harus cukup lembut.
V. Perhitungan
Dibuat salep mata kloramfenikol 1 % sebanyak 2 sediaan dengan bobot masing-masing
sediaan 10 gram.
b. Basis Salep
Berat basis salep = 99 % b/b x 10 gr
99 gr
= x10 gr
100 gr
= 9,9 gram
Basis salep yang digunakan terdiri dari adeps lanae (lanolin), vaselin flavum, dan
parafin cair.
1. Adeps lanae
Diperlukan 10 % b/b dari basis salep
10 gr
Berat adeps lanae = x9,9 gr
100 gr
= 0,99 gram
Penambahan 10 % = 0,99 gram + (10% x 0,99 gram)
= 1,089 gram
Untuk 2 sediaan = 2 x 1,089 gram
= 2,178 gram
2. Parafin Cair
Diperlukan 10 % b/b dari vaselin flavum (penggantian 10 % vaselin flavum
dengan parafin cair).
Berat vaselin flavum sebenarnya : 90 % b/b dari basis salep
90 gr
Berat vaselin flavum sebenarnya = x9,9 gr
100 gr
= 8,91 gram
3. Vaselin Flavum
Berat vaselin flavum = berat total basis – (berat adeps + berat parafin cair)
= 9,9 gram – (0,99 gram + 0,891 gram)
= 9,9 gram – 1,881 gram
= 8,019 gram
Penambahan 10 % = 8,019 gram + (10% x 8,019 gram)
= 8,8209 gram
Untuk 2 sediaan = 2 x 8,8209 gram
= 17,641
Tabel Penimbangan Bahan
No. Bahan Persentase Fungsi Penimbangan 1 Penimbangan
sediaan 2 sediaan
1. Kloramfenikol 1% Zat aktif 0,11 gram 0,22 gram
2. Adeps lanae 10 % Basis Lemak 1,089 gram 2,178 gram
3. Vaselin flavum 80,91% Basis 8,8209 gram 17,6418 gram
hidrokarbon
4. Parafin cair 8,91 % Emolien 0,9801gram 1,9602 gram
C. PELAKSANAAN
I. Cara Kerja
a. Semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu
b. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya
c. Basis salep (adeps lanae, vaselin flavum, dan parafin cair) diletakkan pada cawan
porselen yang telah dilapisi dengan kasa steril
d. Basis salep kemudian dilebur dalam oven pada suhu 60oC selama 60 menit
e. Lelehan basis salep diaduk perlahan hingga semua basis meleleh sempurna dan
tercampur dengan homogen
f. Kloramfenikol digerus di dalam mortir hingga halus
g. Sedikit demi sedikit lelehan basis dimasukkan kedalam mortir yang telah berisi
kloramfenikol kemudian digerus hingga homogen
h. Campuran bahan ditimbang sebanyak 10 g, lalu dimasukkan kedalam pot salep yang
telah disiapkan.
i. Pot salep yang telah berisi salep kemudian diberikan etiket, lalu dimasukkan ke dalam
kemasan sekunder bersama dengan brosur sediaan, lalu sediaan disimpan pada box
praktikum.
Skema kerja :
Sterilisasi alat
Penimbangan bahan
Diberi etiket, lalu bersama dengan brosur, sediaan dimasukkan ke dalam kemasan
sekunder
2.2 Bahan
Kloramfenikol
Adeps lanae
Vaselin flavum
Parafin cair
Alkohol 70 %
Alkohol 96 %
I. Evaluasi Fisika
a. Homogenitas
Pengujian homogenitas sediaan salep mata kloramfenikol 1 % dilakukan dengan
mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen (Depkes RI, 1995).
I. Hasil
a. Uji Homogenitas
Sebaran partikel-partikel salep kurang homogen.
b. Uji Organoleptis
Bentuk : semisolida
Warna : kekuningan
Bau : khas
1,8+1,2+1,0
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑙𝑒𝑘𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑙𝑒𝑝 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 3
= 1,33
∑(𝑥−𝑥̅ )2
Standar Deviasi (SD) formula =√
𝑛−1
(0,3025)+(0,0169)+(0,1089)
=√
3−1
0,4283
=√
2
= √0,21415
=0,4627
e. Uji pH
pH sediaan salep yang diuji memiliki pH sebesar 7,0.
II. Pembahasan
Pada praktikum ini dibuat salah satu jenis sediaan semisolida untuk penggunaan
topikal yaitu sediaan salep mata dengan bahan aktif kloramfenikol sebesar 1%, sesuai dengan
yang telah ditetapkan dalam literatur yakni kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5-1% dalam
sediaan (Ansel, 2008). Kloramfenikol dalam sediaan ini berkhasiat untuk mengobati infeksi
superficial pada mata yang disebabkan bakteri (McEvoy, 2002). Pada praktikum ini dibuat
sediaan salep mata kloramfenikol dengan bobot 10 gram di mana sediaan akan dibuat
sebanyak 2 tube sehingga bobot total sediaan yang harus dibuat sebanyak 20 gram. Karena
sangat sensitif, kesterilan dari sediaan salep mata harus benar-benar terjaga. Salep mata yang
baik harus memiliki kehomogenan yang baik atau harus bebas dari partikel kasar yang dapat
mengiritasi mata serta salep mata mata harus memiliki daya serap yang bagus agar dapat
berpenetrasi dengan cepat pada cairan mata dan tentunya harus bebas dari mikroba.
Sediaan salep mata kloramfenikol merupakan sediaan steril yang tidak tahan terhadap
panas, sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir terhadap sediaan ini. Dengan demikian
untuk menjamin sterilitas dari sediaan salep mata kloramfenikol, maka selama proses
produksi harus dilakukan secara aseptis, dimana semua alat-alat dan bahan-bahan yang akan
digunakan saat proses pembuatan salep mata harus disterilisasi terlebih dahulu kemudian
dalam pengerjaannya dijaga seminimal mungkin dari kontaminasi mikroba. Basis salep yang
terdiri dari adeps lanae, vaselin flavum dan paraffin cair dapat disterilisasi sekaligus dilebur
dengan cara melebur basis salep dengan menggunakan oven selama 60 menit pada suhu
60oC. Mortir dan stamper disterilisasi dengan cara pembakaran langsung dengan alkohol
96%. Zat aktif kloramfenikol sendiri secara teoritis dapat disterilisasi dengan metode
radiasi,namun hal ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasn alat dan bahaya dari radiasi.
Selain itu, tube salep sekaligus tutupnya yang akan digunakan juga perlu disterilisasi dengan
cara dioven pada suhu 180oC selama 30 menit. Metode sterilisasi ini dilakukan untuk
menjamin sterilitas sediaan salep mata kloramfenikol dan mencegah kontaminasi mikroba
dan pirogen.
Sediaan salep mata yang dibuat harus memiliki basis yang halus agar dalam
penggunaannya tidak mengiritasi mata dan mampu memberikan kenyamanan. Oleh karena
itu, untuk menghasilkan basis yang halus maka 10% dari basis vaselin flavum dapat diganti
dengan sejumlah sama paraffin cair yang berfungsi sebagai pelembut.
Adapun formula yang Formulasi yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:
R/ Kloramfenikol 0,1 g
Adeps lanae 0,99 g
Vaselin flavum 8,019 g
Parafin cair 0,891 g
1. Untuk membuat sediaan salep mata kloramfenikol dengan bobot 10 gram dapat
menggunakan formula berikut ini :
R/ Kloramfenikol 0,1 g
Adeps lanae 0,99 g
Vaselin flavum 8,019 g
Parafin cair 0,891 g
2. Permasalahan yang muncul dalam pembuatan sediaan ini adalah sifat
kloramfenikol yang tidak larut air sehingga untuk menghasilkan sediaan yang
homogen maka kloramfenikol terlebih dahulu digerus dalam mortir dan dilarutkan
dalam basis berlemak. Selain itu karena sediaan ini ditujukan untuk penggunaan
pada konjungtiva mata maka sediaan harus lembut dan tidak mengiritasi mata
sehingga diperlukan penggantian vaselin flavum sebanyak 10 % parafin cair yang
bersifat sebagai emolient (pelembut).
3. Pembuatan sediaan salep mata kloramfenikol tidak memerlukan proses sterilisasi
akhir melainkan dikerjakan dengan teknik aseptis.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.
BNF. 2007. British National Formulary 54. England : BMJ Publishing Group and RPS
Publishing.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Evi. 2009. Salep Mata (cited 17 April 2011)
Available at : http://salepmata.blogspot.com
Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957. Scoville’s
The Art of Compounding. New York : McGraw-Hill Book Company.
Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 3 edisi 8. Jakarta : Salemba
Medika.
Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L.Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Jakarta : UI Press.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London : The Pharmaceutical
Press.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America : American Society
of Health System Pharmcists.
Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1.
London : Pharmaceutical Press (PhP).
Rowe, R. C., Paul J. S., and Paul J. W. 2003. Hand Book of Pharmaceutical Excipients. USA:
Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association.
Sweetman, Sean C. 2002. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third edition.
London, Chicago : Pharmaceutical Press.
Tjay, T. H., dan K. Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.