Hemofilia
Hemofilia
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat
yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan
intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau
faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B.
Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008). Oleh karena itu, semua anak
perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit,
dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang
karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia.
Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu
karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand,
Pettit, 1993).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor
resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial
yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Wiwik Handayani,
2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit
herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga
5
8
2.3 Klasifikasi
Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk :
hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi
faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan
dekat telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang
berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis;
perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah, hematuria, serta hemartrosis.
1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait
–X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut
juga hemofilia klasik
2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X
yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga
chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi
faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.
3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi
Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan
memar ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan
lama, dan masa rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang
memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin antecedent deficiency.
PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome.
Derajat penyakit pada hemofilia :
1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat
dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang
lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.
9
2.4 Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A
dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait –X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari
laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-
laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang kerier memiliki
kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia dapat terjadi pada
wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) tetapi
keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit,
1993).
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia
mendapatkan mutasi gen resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F
IX terletak pada kromosom X dan bersifat resesif., maka penyakit ini
dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada laki-
laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila
kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). Penyebab
hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk
koagulasi darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan
pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan normal
bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit
yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular.Hemofilia A disebabkan
10
2.5 Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital
karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor
IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini
diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX
adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan
untuk pembekuan darah faktor-faktor tersebut diperlukan untuk
pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn
Betz, 2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit
dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons
pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan
bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada
tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah
melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial.
Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein
lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan
menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut.
Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah
11
Gambar.1
sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan
lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan
saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (2006) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan
bahwa Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-
turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu,
pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami
hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat
gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu
menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar,
khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul)
dan lengan bawah.Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah
yang nayata. Pendarahan intracranial bisaterjadi secara spontan atau
trauma yang menyebabkan kematian. Retriperitoneal dan retrofaringeal
yang membhayakan jalan nafas dan mengancam kehidupan. Kulit
mudah memar, Perdarahan memanjang akibat luka, Hematuria spontan,
Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkannyeri,
pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan
lunak.Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative
pada persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru
et al, 2010).
14
2.7 Diagnosis
Anamnesis
Saat lahir biasanya terjadi perdarahan dari tali pusat
Pada anak yang lebih besar biasanya terjadi perdarahan sendi
sebagai akibat jatuh pada saat belajar berjalan, riwayat tibulnya
biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal)
Adanya keluhan perdarahan spontan yang biasa berlangsung lama
15
Pemeriksaan Fisik
Hematom di kepala atau tungkai atau/bawah
Hematrosis
Sering dijumapai perdarahn interstial yang akan menyebabkan
atrofi otot, pergerakan akan terganggu dan terjadi kontraktur sendi.
Sendi yang paling sering terkena alaha siku, lutut pergelangan
kaki, paha dan sendi bahu.
Sering dijumpai perdarahan di rongga mulut, kerongkongan,
hidung, perdarahan retroperitoneal, hematuri.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated
Partial Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil
normal dan APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi
(kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi plasma
(F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien
dengan perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan
pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk
memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
16
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor
VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup
pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
18
2.10 Pencegahan
Tindakan pencegahan pada hemofilia adalah yang berhubungan
dengan komplikasi masalah perdarahan. Dengan kemajuan pengobatan,
pasien hemofilia sekarang mungkin bisa hidup dengan normal.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari
komplikasi :
a. Ikuti rencana terapi dengan tepat seperti yang telah
diresepkan dokter
b. Memeriksakan secara rutin dan vaksinasi seperti yang
direkomendasikan
c. Beritahukan pada semua penyedia pelayanan kesehatan
tentang kondisi anda
d. Melakukan perawatan gigi secara teratur.
e. Kenali tanda dan gejala perdarahan di sendi dan bagian lain
dari tubuh.
2.11 Prognosis
Pasien hemofilia mempunyai prognosis yang baik apabila diterapi
dengan tepat. Sebagian besar pasien dapat hidup seperti orang normal.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat
yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan
intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau
faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B.
Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait-X,
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX
maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena
itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Gambaran klinis yang sering terjadi pada penderita dengan
hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka
ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada
sendi, serta keterbatasan gerak.Hematuria spontan dan perdarahan
gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi.
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hemofilia adalah
perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria
spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS
akibat transfusi darah.
28
21
3.2 Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka
untuk penderita hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha
untuk pengobatan rutin. Dan berusaha agar menjaga kesehatan dan
mencegah dampak dari hemofilia.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru et al. 2009.Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
2. Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
3. I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
4. Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
5. Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia
6. Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
7. World federation of Hemophilia, Canada.2005.
8. Antonius, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. 2010. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI
9. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. (Edisi VI). Jakarta : ECG. Pp. 340-84
10. Robbins. 2002. Buku Ajar Patologi Anatomi. Jakarta : ECG. Pp.862-89
11. Atul, B. M & Victor,H.(2008). Haematology at a glance (Edisi2).
Penerjemah: H. Hartanto.Jakarta: Erlangga