Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH HEMOSTASIS

Dosen Pengampu :

Dr. Muji Rahayu, M.Si.Med, SpPK

Disusun oleh :

Hannung Firman yustika

(P1337434121005)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PRODI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2022/2023
BAB I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hemostasis adalah proses penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Ketika
pembuluh darah rusak atau pecah, proses hemostasis menghentikan pendarahan dan
memulihkan keseimbangan darah. Kegagalan dalam proses ini dapat menyebabkan masalah
serius seperti perdarahan berlebihan atau pembekuan darah yang tidak perlu.Studi tentang
hemostasis dimulai pada abad ke-17 ketika William Harvey mengembangkan teori sirkulasi
darah. Selama beberapa abad berikutnya, peneliti mempelajari berbagai aspek hemostasis,
termasuk bagaimana proses ini terjadi, bagaimana diatur, dan apa yang terjadi ketika ada
kelainan dalam sistem.
Fibrinolisis adalah proses alami dalam tubuh yang terlibat dalam penguraian atau
penghancuran fibrin, yaitu protein yang membentuk bekuan darah atau trombus. Fibrinolisis
dimediasi oleh enzim yang disebut plasmin yang dihasilkan dari plasminogen melalui
aktivasi oleh beberapa protease, seperti urokinase plasminogen activator (uPA) dan tissue
plasminogen activator (tPA). Fibrinolisis penting untuk menjaga keseimbangan antara
pembekuan dan penghancuran bekuan darah dalam tubuh. Ketidakseimbangan dalam proses
ini dapat menyebabkan kondisi medis seperti trombosis atau hemoragi. Beberapa kondisi
medis dapat mempengaruhi fungsi fibrinolitik, seperti defisiensi plasminogen atau
inhibitor plasmin.
Fibrinolisis adalah kondisi hancurnya fibrin (salah satu agen pembeku darah yang
diproduksi dalam darah sebagai produk akhir koagulasi). Darah juga mengandung enzim
fibrinolitik yang berguna mencegah pembentukan gumpalan atau pembekuan darah pada area
yang tidak terluka, sehingga tidak akan menghalangi aliran darah, dan juga enzim ini akan
menghancurkan fibrin bila luka telah sembuh. Fibrinolisis merupakan proses penghancuran
deposit fibrin oleh sistem fibrinolotik sehingga aliran darah akan terbuka kembali.Sistem
fibrinolitik merupakan sistem enzim multikomponen yang menghasilkan pembentukan enzim
aktif plasmin. Plasmin menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jumlah produk
degradasi fibrin yang terlarut. Pada fibrinolysis primer diduga disebabkan oleh pembentukan
plasmin yang berlebihan dalam tubuh. Fibrinolisis merupakan mekanisme pecahnya benang
fibrin (produk akhir koagulasi).
Pembekuan darah merupakan proses autokatalitik dimana sejumlah enzim yang
terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi
selanjutnya. Mekanisme kontrol diperlukan untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor
pembekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah,mekanisme pembersihan
(clearance) seluler dan inhibitor alamiah (Setyabudi R,2007).
Aliran darah akan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka. Faktor
pembekuan darah yang aktif juga dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Sel
retikuloendotelial pada hati berperan dalam menghilangkan tromboplastin jaringan dan
fibrin, sedangkan hepatosit menghilangkan F.IXa, F.Xa dan F.VIIa. Dalam keadaan normal,
plasma mengandung sejumlah protein yang dapat menghambat enzim proteolitik dan disebut
sebagai inhibitor protease, seperti antitrombin III (AT-III), alfa-2 makroglobulin, C1 esterase
inhibitor, alfa-1antitripsin dan protein C (Setyabudi R,2007)
D-dimer (atau D dimer) adalah produk degradasi fibrin (atau FDP), adalah sebuah
fragmen protein kecil yang ada dalam darah setelah bekuan darah terdegradasi oleh proses
fibrinolisis. Dinamakan demikian karena mengandung dua fragmen D dari protein fibrin
yang disambung dengan tautan silang.
Proses pembekuan darah dimulai melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan
oleh aktivasi kontak dan melibatkan F XII, XI, IX VIII HMWK PK, platelet faktor 3 (PF3)
dan ion kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin jaringan dan
melibatkan F VII, ion kalsium. Kedua jalur ini akan bergabung melalui jalur bersama yang
melibatkan F X, F V, PF3, protrombin dan fibrinogen. Pada akhir dari jalur koagulasi,
trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang
rantai polipeptida yaitu 2 alfa, 2 beta, 2 gama. Trombin akan memecah rantai alfa dan beta
pada N-terminal menjadi fibrinopeptida A,B dam fibrin monomer, Fibrin monomer kemudian
mengalami polimerisasi membentuk fibrin polimer. Pemecahan fibrin (fibrinolisis) oleh
plasmin berbeda dengan pemecahan fibrinogen, pemecahan fibrin berlangsung lebih lambat
karena adanya ikatan silang kovalen yang terbentuk dari fibrin monomer dan faktor XIIla
membuat plasmin hanya dapat memecahnya pada tempat tertentu saja. Plasmin merupakan
enzim fibrinolitik utama yang berfungsi memecah fibrinogen dan fibrin yang menghasilkan
bermacam-macam produk degenerasi fibrinogen (Fibrin Degradation Product / FDP). Jika
plasmin melisiskan unsoluble fibrin, maka akan meningkatkan jumlah produk degradasi
fibrin yang terlarut. Fibrin degradation product (FDP) yang dihasilkan berupa fragmen X, Y,
D dan E. Dua fragmen D dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-
dimer. Pemeriksaan D-Dimer adalah suatu jenis uji sampel darah di laboratorium yang
bertujuan untuk membantu melakukan diagnosis penyakit dan kondisi yang menyebabkan
hiperkoagulabilitas yaitu suatu kecenderungan darah untuk membeku melebihi ukuran
normal. Pemeriksaan D-dimer bermanfaat untuk mengetahui pembentukan bekuan darah
yang abnormal atau adanya kejadian trombotik (indirek) dan untuk mengetahui adanya lisis
bekuan atau proses fibrinolitik (direk). Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai
sensitifitas dan nilai ramal negatif yang tinggi untuk dua keadaan tersebut. Salah satu kondisi
yang umum ditemukan adalah pada trombosis vena dalam (DVT, deep vein thrombosis) yang
berhubungan dengan pembekuan darah di dalam pembuluh darah balik (vena) di dalam tubuh
terutama di kaki yang menyebabkan penyumbatan alirah darah di kaki sehingga
menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan. Hal ini juga dapat menimbulkan gumpalan kecil
yang terpecah dan berjalan mengikuti aliran darah menuju bagian lain di tubuh sehingga
dapat menimbulkan embolisme paru (PE, pulmonary embolism - bekuan darah di paru-paru).

1.2 Rumusan Masalah/Topik Bahasan


1. Apa saja parameter pemeriksaan-pemeriksaan yang masuk dalam fibrinolitik?
2. Apa saja parameter pemeriksaan inhibitor?
3. Bagaimana algoritma proses fibrinolitik?
4. Apa yang dimaksud pemeriksaan D-Dimer
1.3 Tujuan
1. Mengetahui parameter pemeriksaan-pemeriksaan yang masuk dalam fibrinolitik
2. Mengetahui parameter pemeriksaan inhibitor
3. Mengetahui algoritma proses fibrinolitik
4. Mengetahui pemeriksaan D-Dimer

1.3 Manfaat
1. Bagi pembaca agar dapat memperluas wawasan dan menjadi referensi mengenai
parameter pemeriksaan fibrinolitik dan inhibitor, memahami algoritma dari proses
fibrinolitik serta mengetahui penjelasan pemeriksaan D-Dimer
2. Bagi penulis agar lebih terlatih dan meningkatkan ketrampilan dalam menyusun makalah

BAB II: Pembahasan


2.1 parameter Pemeriksaan - pemeriksaan yang masuk dalam fibrinolitik
Beberapa parameter pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi fibrinolitik antara lain:
1. Plasminogen: Plasminogen adalah prekursor enzim plasmin, yang berperan dalam
penguraian fibrin. Tes darah untuk plasminogen dapat membantu menentukan
apakah ada defisiensi atau gangguan pada sistem fibrinolitik.
2. Fibrinogen: Fibrinogen adalah protein yang terlibat dalam pembentukan bekuan
darah. Peningkatan kadar fibrinogen dapat mengindikasikan aktivasi sistem
pembekuan darah yang berlebihan atau hiperkoagulabilitas, sedangkan penurunan
kadar fibrinogen dapat mengindikasikan gangguan fibrinolitik.
3. D-dimer: D-dimer adalah fragmen fibrin yang dihasilkan selama proses
penghancuran bekuan darah. Peningkatan kadar D-dimer dapat mengindikasikan
pembentukan bekuan darah yang tidak normal atau hiperfibrinolisis.
4. Plasmin-antiplasmin kompleks (PAP): PAP adalah kompleks protein yang terdiri
dari plasmin dan inhibitornya, antiplasmin. Tes PAP dapat digunakan untuk
mengevaluasi aktivitas sistem fibrinolitik.
5. Tissue plasminogen activator (tPA): tPA adalah enzim yang merangsang konversi
plasminogen menjadi plasmin, yang memecah fibrin. Tes tPA dapat digunakan
untuk mengevaluasi aktivitas sistem fibrinolitik dan mendeteksi kondisi yang
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk membentuk tPA.
2.2 Parameter pemeriksaan inhibitor
1. Konsentrasi inhibitor (IC50): Konsentrasi inhibitor yang dibutuhkan untuk menghambat
aktivitas enzim atau protein target sebesar 50%.
2. Konstanta penghambatan (Ki): Konstanta ini menggambarkan seberapa kuat inhibitor
berikatan dengan enzim atau protein target.
3. Konstanta disosiasi inhibitor (Kd): Konstanta ini menggambarkan seberapa kuat inhibitor
berikatan dengan enzim atau protein target, tetapi biasanya digunakan untuk mengukur
kekuatan ikatan antara dua molekul non-enzy matik.
4. Potensi inhibitor (IC50/Ki): Parameter ini menggambarkan efektivitas inhibitor dalam
menghambat aktivitas enzim atau protein target, di mana semakin kecil potensi inhibitor,
semakin efektif inhibitor tersebut.
5. Mekanisme penghambatan: Parameter ini menggambarkan jenis penghambatan yang
dilakukan oleh inhibitor, seperti penghambatan bersaing, tidak bersaing, atau campuran.
6. Aktivitas antitrombin III (AT III): AT III adalah protein plasma yang berfungsi sebagai
inhibitor koagulasi. Pemeriksaan aktivitas AT III dapat dilakukan untuk memperkirakan
risiko terjadinya trombosis.
7. Aktivitas protein C: Protein C adalah protein plasma yang berfungsi sebagai inhibitor
koagulasi. Pemeriksaan aktivitas protein C dapat dilakukan untuk mengevaluasi risiko
terjadinya trombosis dan menentukan pengobatan yang tepat.
8. Aktivitas protein S: Protein S adalah protein plasma yang berfungsi sebagai kofaktor
protein C dalam menghambat koagulasi. Pemeriksaan aktivitas protein S dapat dilakukan
untuk mengevaluasi risiko terjadinya trombosis dan menentukan pengobatan yang tepat.
9. Aktivitas faktor VIII: Faktor VIII adalah protein koagulasi yang diperlukan dalam proses
pembentukan bekuan darah. Pemeriksaan aktivitas faktor VIII dapat dilakukan untuk
mengevaluasi risiko terjadinya pembekuan darah berlebihan (hiperkogulasi).

2.3 Buat algoritma proses fibrinolitik


Mekanisme yang terjadi yaitu perubahan plasminogen menjadi plasmin, kemudian plasmin ini
yang akan mendegradasi menjadi fibrin yang masih panjang disebut Fibrin Degradation Products
(FDP). Kemudian Fibrin Degradation Products (FDP) jika dipecah akan menjadi suatu ikatan
yaitu DD/E atau disebut juga sebagai D-Dimer. Ada beberapa faktor yang memicu
perubahan/pengaktifan plasminogen menjadi plasmin, yaitu :
1. Diaktivasi oleh Tissue Plasminogen Activator (tPA) dan juga urokinase. Kedua faktor ini
dihambat oleh Plasminogen Activator Inhibitor 1&2 (PAI), jika PAI terhambat maka
urokinase dan tPA yang harusnya mempercepat plasminogen menjadi tidak memacu,
akhirnya perubahan plasminogen menjadi plasmin terhambat. Menyebabkan plasmin
akan menurun mengakibatkan tidak adanya kosling yang dihancurkan dan terjadi
penumpukan terus menerus menghasilkan sumbatan yang disebut trombosis.
2. Plasmin juga dihambat oleh α2-antiplasmin dan α2-macroglobulin
3. Thrombin juga berperan dalam fibrin menjadi Fibrin Degradation Products (FDP). Bisa
juga menghambat melalui Thrombin-Activate Fibrinolysis Inhibitor (TAFI)
2.4 Terangkan ttg DDimer
Kadar D-dimer adalah pengukuran terhadap pembentukan pembekuan darah dan
penghancurannya yang dihasilkan dari degradasi cross-linked fibrin. Sangat luas digunakan
sebagai indikator adanya Disseminated intravascular coagulation (DIC). D-dimer lebih
sensitif daripada pengukuran yang dulu biasanya dilakukan seperti Activated Partial
Thromboplastin Time (APTT) dan prothrombin time (PT). D-dimer juga telah ditentukan
sebagai tes untuk memprediksi adanya VTE. Pada pasien rawat jalan, hasil tes D-dimer yang
negative disertai gambaran klinis yang rendah (menggunakan kriteria Wells), mengindikasi
bahwa secara keseluruhan pasien menderita VTE sangatlah rendah. Hasil D-Dimer positif
palsu dapat diakibatkan karena penyakit hati, penyakit reumatik, inflamasi, keganasan,
trauma, kehamilan, mengalami operasi dalam waktu dekat dan meningkatnya usia. Hasil D-
Dimer negative palsu dapat terjadi apabila sampel diambil terlalu cepat setelah pembentukan
thrombus atau sampel diambil setelah beberapa hari setelah pembentukan thrombus. Selain
itu adanya obat antikoagulan yang di konsumsi dapat menghasilkan tes negatif, karena obat
ini dapat mencegah pembentukan thrombus.
Pemeriksaan D-Dimer adalah suatu jenis uji sampel darah di laboratorium yang bertujuan
untuk membantu melakukan diagnosis penyakit dan kondisi yang menyebabkan
hiperkoagulabilitas yaitu suatu kecenderungan darah untuk membeku melebihi ukuran
normal. Pemeriksaan D-dimer bermanfaat untuk mengetahui pembentukan bekuan darah
yang abnormal atau adanya kejadian trombotik (indirek) dan untuk mengetahui adanya lisis
bekuan atau proses fibrinolitik (direk). Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai
sensitifitas dan nilai ramal negatif yang tinggi untuk dua keadaan tersebut. Salah satu kondisi
yang umum ditemukan adalah pada trombosis vena dalam (DVT, deep vein thrombosis) yang
berhubungan dengan pembekuan darah di dalam pembuluh darah balik (vena) di dalam tubuh
terutama di kaki yang menyebabkan penyumbatan alirah darah di kaki sehingga
menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan. Hal ini juga dapat menimbulkan gumpalan kecil
yang terpecah dan berjalan mengikuti aliran darah menuju bagian lain di tubuh sehingga
dapat menimbulkan embolisme paru (PE, pulmonary embolism - bekuan darah di paru-paru).
Kadar D-dimer dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang menyebabkan hasil tes false
positive yaitu penyakit hati, faktor rheumatoid yang tinggi, inflamasi, keganasan, trauma,
kehamilan, riwayat operasi yang belum lama dan meningkatnya umur. Sedangkan kadar D-
dimer false negative dapat terjadi karena pengambilan sample terlalu cepat sertelah
pembentukan thrombus atau terlalu lama hingga beberapa hari sehingga proses thrombus
belum dimulai ataupun proses thrombus telah terlewati. Dan juga adanya antikoagulan dapat
menimbulkan hasil tes yang negative, karena zat-zat tersebut mencegah terjadinya thrombus.
Obat-obatan antikoagulan seperti dabigatran dan rivaroxaban menurunkan konsentrasi D-
dimer tapi tidak mempengaruhi tes D-dimer.
Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan antibodi monoklonal yang
mengenali epitop pada fragmen D-dimer. Ada beberapa metode pemeriksaan yaitu Enzym
Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Latex Agglutination (LA) dan Whole Blood
Agglutination (WBA). Metode ELISA dianjurkan untuk dipakai sebagai baku emas
pemeriksaan. Sensitivitas dan nilai ramal negatif untuk D-dimer berkisar 90 %. Antibodi
dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer dilapiskan pada suatu dinding atau microliter well
dan mengikat protein dalam plasma. Antibodi kedua ditambahkan dan jumlah substansi
berlabel yang terikat secara langsung sepadan dengan D-dimer yang diukur. Tes rapid ELISA
menunjukan sensitivitas mirip metode ELISA konvensional. Metode Latex agglutination
menggunakan antibodi yang dilapiskan pada partikel latex. Aglutinasi secara makroskopik
terlihat bila ada peningkatan D-dimer dalam plasma. Cara ini kurang sensitif untuk uji saring.
Latex agglutination yang dimodifikasi dengan menggunakan analyzer automatik dapat
dipakai untuk mengukur Ddimer secara kuantitatif dengan menilai sensitivitas 98 – 100 %.
Contohnya adalah Latex enhanced turbidimetric test. Prinsip metode ini adalah terbentuknya
ikatan kovalen partikel polystyrene pada suatu antibodi monoklonal terhadap cross-linkage
region dari D-dimer. Cross-linkage tersebut memiliki struktur stereosimetrik. Reaksi
aglutinasi yang terjadi dideteksi dengan menggunakan turbidimetri. Hasil metode ini
sebanding metode ELISA konvensional
2.5 (menyusul)
2.6 (menyusul)

BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai