Anda di halaman 1dari 2

EKONOMI DAN MATA PENCAHARIAN MELAYU RIAU

Sistem mata pencaharian masyarakat Melayu terlihat dari aktivitas mereka yang
menggunakan dan memanfaatkan alam saujana disekitarnya. Masyarakat Melayu pada umumnya
menghuni di tepi empat sungai besar di Riau dan cabang-cabangnya.
Sungai yang dimaksud itu adalah sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai Kampar, dan
Sungai Kuantan atau Sungai Inderagiri. Masing-masing negeri Melayu memiliki daerah
kampung, dusun, sawah, ladang, yang disebut dengan wilayah pertanian, kebun seperti wilayah
perkebunan atau dusun, rimba kepungan sialang, hutan produksi, dan rimba larangan.
Berdasarkan sajana alam seperti itu, maka orang Melayu lebih leluasa mengelola alamya
untuk memenuhi nafkah mereka. Pengelolaan lebih dapat disesuaikan , misalnya disesuaikan
dengan jarak tempat atau dengan waktu dan bidang pekerjaan. Penyesuaian sesuai dengan waktu,
jarak, atau bidang pekerjaan, misalnya disebut dengan Peresuk dan Tapak Lapan.

12.1 Peresuk
Peresuk adalah pentahapan jenis pekerjaan orang Melayu dalam sehari-hari. Orang
Melayu biasa melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan produktif untuk memenuhi keperluan
dan hajat hidup. Kuantitas kerja tersebut berbilang pada tingkat kesulitan dan lama pengerjaan
dalam rentang waktu satu hari penuh. Ada pekerjaan berat yang bisa selesai dalam waktu
singkat, ada pula jenis kerja yang sangat ringan namun dilakukan dalam rentang waktu panjang,
seperti menganyam misalnya. Masyarakat Melayu melazimkan sekurang-kurangnya 5 tahapan
atau peresk sehari-semalam, tentunya diselingi dengan istirahat, ibadah, dan aktifitas non kerja
lainnya.
a) Peresuk pertama
Menarik getah atau memotong karet; dilakukan selepas sholat subuh, saat pagi langau
terbang sampai matahari naik sepenggalah.
b) Peresuk kedua
Selepas menakik, dilanjutkan dengan pekerjaan semisak memetik buah kopi, ke kebun,
menjenguk air nira, dll ; yang berlangsung hingga menjelang sholat zuhur.
c) Peresuk ketiga
Sesudah zuhur dan makan siang, ada yang melakukan pekerjaan lain semisal mengambil
daun rumbia, hingga masuk waktu sholat Ashar.
d) Peresuk keempat
Setelah Ashar, dilanjutkan dengan mengolah daun rumbia untuk dijadikan atap, atau
menumbuk kopi yang sudah dijemur.
e) Peresuk kelima
Di malam hari ada yang menganyam tikar pandan atau membuat barang kerajinan
lainnya.
Lima peresuk diatas hanya salah satu bentuk variasi pekerjaan saja. Penempatan bidang
pekerjaan pada peresuk (tahapan) diatas sebenarnya sangat dinamis. Ada juga variasi lainnya,
tergantung suasana hari. Misalnya, memetik buah kopi, mengambil daun rumbia, mengolah hasil
agro industri dapat disesuaikan ddengan tingkat kepentingan. Namun, untuk beberapa pekerjaan
dilakukan pada jam tertentu. Menakik getah misalnya, selalu dilakukan selepas sholat Subuh
karena getah akan mengucur lebih banyak pada pagi harinya, atau pada petang hari karena
berharap getah mengucur lebih lama pada malamnya. Tapi jarang sekali dilakukan pada siang
hari karena getahnya cenderung seikit dan mengental.
Konsep peresuk diatas menggambarkan aktivitas harian orang Melayu nampak lebih aktif
dan rajin bekerja dengan durasi pekerjaan 13 hingga 17 jam. Itu dapat kita lihat perbandingannya
dengan orang kota atau masyarakat modern yang rata-rata bekerja 8 jam perhari untuk satu mata
pencaharian, misalnya masuk kantor dan kemudian pulang untuk beristirahat.

Anda mungkin juga menyukai