Suku Nuaulu merupakan penduduk asli pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Berdasarkan sejarah suku Nuaulu adalah perpaduan antara suku Alune dan Wamale, hingga saat ini suku tersebut memiliki pemerintahan sendiri secara adat Pata Lima yang disebut dalam bahasa adat “Upu Latu” artinya “Tuan Raja” (Sri, 2016) Saat ini Suku Nuaulu masih menjunjung tinggi adat istiadat yang mengandung nilai-nilai budaya dan menjadi karakteristik khas suku Nuaulu. Terdapat banyak ritual budaya yang masih dilakukan oleh suku Nuaulu salah satunya adalah budaya ritual masa kelahiran yang disebut suu anaku yang berarti memandikan anak. Upacara ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pertama (bayi dilahirkan dan dimandikan), tahap kedua (bayi berusia lima hari), dan tahap ketiga (pemebrian perkasa/ nama adat). Terdapat beberapa pantangan pada upacara suu anaku, yaitu pantang bagi kaum pria untuk mendekati posune karena diyakini akan menimbulkan bahaya gaib bagi yang bersangkutan. Selain itu, pada saat bayi dilahirkan tidak boleh menggunakan benda-benda yang terbuat dari logam karena logam dianggap benda yang banyak mengandung kekuatan sakti yang dapat mendatangkan kematian bagi sang bayi. Pada saat wanita akan terjadi kelahiran irrihititipue akan mengabarkan pada semua wanita yang telah manikah dari kerabat orang tua bayi yang selama proses melahirkan sampai memandikan bayi akan diminta oleh irrihititipue memanjatkan do’a sesuai adat kepada Upu Kumahatama. Selain itu, irrihititipue juga akan menyiapkan air dari sungai yang dianggap keramat yang disimpan dalam ruas – ruas bambu yang akan digunakan untuk memandikan bayi kaitama atau wane yang dibuat dari belahan bambu khusus sebagau alat pemotong tali pusar bayi yang setelah itu akan diikat menggunakan kain dan kapas. Proses memandikan bayi ini dilakukan untuk membersihkan dari roh jahat. ASPEK KEPERAWATAN Tradisi dalam upacara suu anaku terdapat proses persalinan yang kurang sesuai dengan prosedur dan standar kesehatan, yaitu persalinan dilakukan harus oleh dukun bayi (irrihititipue) karena sudah merupakan tradisi, pemotongan tali pusar dengan menggunakan alat yang terbuat dari bambu kemudian pada tali pusat yang sudah putus diberi ramuan daun langsat atau biji pala yang dibakar di atas tempurung sampai hangus dan digiling sampai halus. Hal ini berbeda dengan perawatan yang dilakukan secara medis modern dan menimbulkan resiko infeksi pada bayi yang dapat berakibat kematian. Selain itu kebersihan diri selama di posuno,dimana ibu setelah melahirkan tidak mandi sebelum ibu keluar dari posuno sekitar 40 hari kecuali pada 5 hari pertama setelah bersalin ibu harus mandi karena masih mengeluarkan darah. DAFTAR PUSTAKA
Setyowati, Sri E. 2016. Pengasingan Wanita Melahirkan Suku Nuaulu Di Dusun
Rohua Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Riset Kesehatan, volume 5 (1), 14-20 Utami, Ritna W. 2015. “Pengembangan Civic Culture Melalui Pendidikan Formal Dan Budaya Lokal Masyarakat Suku Nuaulu”. Prodi Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung