FARMASI KOMUNITAS
“ SWAMEDIKASI”
DISUSUN OLEH :
NAMA : SHELLA MANGIRI’ ( 19340042 )
RISFA MANTA ( 19340043 )
ROSPINA LAMBI ( 19340045 )
YOSRAN A. ABUNG (19340047 )
YARTI MERIMBA ( 19340058 )
KELAS :B
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami telah mampu menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul
(Swamedikasi), ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmasi Komunitas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selama penulisan
makalah ini. Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kami dan pembaca. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI i
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................3
BAB II. TEORI UMUM
2.1 Swamedikasi/Pengobatan Sendiri
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Swamedikasi……………………………………..
2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi………………………………..
2.1.3 Jenis Obat Swamedikasi…………………………………………………………
2.2 Penyakit Influenza.................................................................................4
2.2.1 Defenisi........................................................................................4
2.2.2 Penularan.....................................................................................5
2.2.3 Tanda dan Gejala.........................................................................5
2.2.4 Etiologi.........................................................................................6
2.2.5 Patofisiologi Influenza.................................................................7
2.2.6 Klasifikasi.....................................................................................7
2.2.7 Penatalaksanaan Terapi..............................................................8
2.2.8 Terapi..........................................................................................9
Bab III. SWAMEDIKASI
3.1 Terapi Farmakologi..............................................................................14
3.2 Sediaan Herbal....................................................................................19
3.3 Tanaman Herbal..................................................................................21
Bab IV. PEMBAHASAN...........................................................................................24
Bab V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................26
5.2 Saran....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
BAB I ii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Swamedikasi merupakan bagian dari self-care di mana merupakan usaha pemilihan dan
penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk
mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). Pengobatan sendiri (self-medication)
merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri yang biasanya
dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami
masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain (Binfar, 2007). Pada dasarnya, bila dilakukan secara rasional,
swamedikasi memberikan keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan
nasional (Depkes RI, 2008).
Menurut data World Health Organization (WHO) di banyak negara sampai 80% episode
sakit dicoba diobati sendiri oleh penderita (Suryawati, 1997). Sedangkan berdasarkan hasil
Susenas tahun 2009, BPS mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit di Indonesia melakukan
swamedikasi sebagai usaha pertama dalam menanggulangi penyakitnya. Persentase tersebut
cenderung lebih tinggi dibandingkan 44% penduduk yang langsung berobat jalan ke dokter.
Meski begitu, tingginya angka ini harus tetap diwaspadai, pasalnya pada pelaksanaan
swamedikasi, diprediksi akan banyak terjadi kesalahan penggunaan obat (medication error) yang
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaanya
(Depkes RI, 2006).
Ada beberapa pengetahuan minimal terkait swamedikasi yang sebaiknya dipahami
masyarakat, pengetahuan tersebut antara lain tentang mengenali gejala penyakit, memilih
produk sesuai dengan indikasi dari penyakit, mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
brosur, memantau hasil terapi dan kemungkinan efek samping yang ada (Depkes RI, 2008).
Untuk melakukan swamedikasi secara aman, rasional, efekif dan terjangkau masyarakat
perlu menambah pengetahuan dan melatih keterampilan dalam praktik swamedikasi.
Masyarakat mutlak memerlukan informasi yang jelas dan terpercaya agar penentuan
1
kebutuhan
jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional (Suryawati, 1997).
Beberapa faktor yang berperan pada perilaku swamedikasi antara lain adalah persepsi
tentang sakit, ketersediaan obat yang dijual bebas, serta ketersediaan informasi yang benar
mengenai penggunaan obat tersebut (Sukasediati, 2000). Persepsi seseorang tentang sakit
sangat menentukan kapan dan bagaimana seseorang tersebut mengambil tindakan pengobatan
sendiri. Ketersediaan obat yang dijual bebas memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan
dan menggunakan obat tersebut dengan mudah. Sedangkan ketersediaan informasi mengenai
obat dapat menentukan pemilihan dan penggunaan obat tersebut.
Untuk melakukan pengobatan sendiri yang berkualitas, masyarakat membutuhkan
informasi yang benar. Informasi tersebut harus obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan
(Depkes RI, 1994). Informasi mengenai obat dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari
anggota masyarakat maupun dari media massa seperti televisi, radio, koran, majalah, dan
sebagainya.
Berdasrkan uraian tersebut, pengetahuan mendasar mengenai penyakit mencakup
patofisiologi, epidemiologi dan etiologi, diagnosis, penatalaksanaan, terapi non farmakologi dan
non farmakolog, swamedikasi dan pengobatan herbal yang dapat mengurangi keluhan hingga
menyembuhkan gejala influenza dinilai perlu untuk diketahui oleh seorang Apoteker
menjalankan praktiknya dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja keuntungan dan kerugian Swamedikasi/pengobatan sendiri ?
2. Apa saja jenis- jenis obat Swamedikasi ?
3. Bagaimanakah patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan gejala influenza ?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan terapi herbal pada gejala influenza ?
5. Bagaimanakah penerapan swamedikasi pada gejala influenza ?
6. Apa saja obat sintesis yang dapat digunakan pada gejala influenza ?
2
7. Apa saja obat tradisional yang dapat digunakan pada gejala influenza ?
1.3 Tujuan
Untuk memahami defenisi Swamedikasi, keuntungan dan kerugian swamedikasi, jenis-
jenis obat swamedikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis tentang gejala influenza serta
penatalaksanaan untuk swamedikasi menggunakan obat sintesis, obat tradisional dan tanaman
yang tepat untuk pengobatan gejala influenza.
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Swamedikasi / Pengobatan sendiri
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Swamedikasi
Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit
yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas di pasaran atau obat
keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (BPOM,
2004). swamedikasi juga merupakan praktik menyembuhkan diri sendiri dari penyakit-penyakit
ringan baik itu dengan penggunaan obat modern maupun obat tradisional tanpa bantuan dari
dan mengelola pengobatan rutin dari penyakit kronis setelah melalui pemantauan dokter.
Sedangkan fungsi dan peran swamedikasi lebih terfokus pada penanganan terhadap gejala
secara cepat dan efektif tanpa intervensi sebelumnya oleh konsultan medis kecuali apoteker,
sehingga dapat mengurangi beban kerja pada kondisi terbatasnya sumber daya dan tenaga
(WHO, 1998)
manfaat yaitu : membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak
memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif,
menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal,
meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli
terhadap kesehatan diri (WHO, 2000). Bagi paramedis kesehatan hal ini amat membantu,
terbatas. Selain itu, praktik swamedikasi meningkatkan kemampuan masyarakat luas mengenai
pengobatan dari penyakit yang diderita hingga pada akhirnya, masyarakat diharapkan mampu
penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bias dari iklan obat di media;
pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional; dapat menimbulkan reaksi
obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi (Holt et al,
1986).
kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada
wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan lanjut usia diatas 65 tahun; pengobatan
sendiri dengan obat dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap
penyakitnya; dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek
Pada tahun 1998, WHO mensyaratkan obat yang digunakan dalam swamedikasi harus
didukung dengan informasi tentang bagaimana cara penggunaan obat; efek terapi yang
diharapkan dari pengobatan dan kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan; bagimana
efek obat tersebut dimonitoring; interaksi yang mungkin terjadi; perhatian dan peringatan
adalah obat-obat yang termasuk dalam obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek
(OWA). Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter, meliputi
Sedangkan untuk Obat Wajib Apotek hanya dapat digunakan dibawah pengawasan
Apoteker (BPOM, 2004).
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko obat dan
apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak
memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada
kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang
ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi penting untuk
swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya,
pembelian obat sangat disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda
berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk obat golongan ini
contohnya adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral (BPOM, 2004).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah : lihat
tanggal kedaluwarsa obat; baca dengan baik keterangan tentang obat pada brosur;
perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit;
perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak; perhatikan
dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat; perhatikan peringatan-peringatan
khusus dalam pemakaian obat, perhatikan tentang kontraindikasi dan efek samping obat
(Depkes, 2006).
Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya.
Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karena dijual bebas dan dapat
Meskipun begitu idealnya obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin
yang dikelola oleh minimal asisten apoteker dan harus dijual dengan bungkus/kemasan aslinya.
Hal itu disebabkan obat ini sebenarnya masih termasuk dalam obat keras, artinya obat bebas
terbatas aman hanya jika digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karenanya, obat bebas
terbatas dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat
luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang
mengelilingi. Contoh obat bebas terbatas : obat batuk, obat flu, obat pereda rasa
Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek. Merupakan
obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi bila sudah
melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah untuk melibatkan
apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo khusus pada golongan obat wajib
apotek, sebab secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Sebagai gantinya, sesuai
diberikan Daftar Obat Wajib Apotek untuk mengetahui obat mana saja yang dapat digunakan
untuk swamedikasi. Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran
cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem
2.2.1 Definisi
Menurut Kurnia (2009), influenza merupakan sebuah penyakit infeksi
saluran nafas yang bisa menyerang semua manusia tanpa mengenal usia.
Umumnya penyakit ini bisa sembuh sendiri dan biasanya masa inkubasi selama 2
hari, tetapi ada juga yang mencapai 4 hari. Influenza adalah salah penyakit yang
dapat di lakukan pengobatan sendiri / Swamedikasi dengan menggunkan obat
bebas terbatas.
Salesma adalah penyakit yang disebabkan oleh virus pilek yang dikenal dengan
Rhynovirus dan gejalanya berupa pilek berat, mata banyak mengeluarkan air,
kepala terasa mampat, dan disertai demam ringan. Influenza merupakan
penyakit yang menunjukan gejala seperti Salesma, namun bersifat lebih berat
yaitu demam tinggi, hidung tersumbat, nyeri otot dan persendian, nyeri kepala
dan tenggorokan, suara serak, hilangnya nafsu makan, dan adakalanya nyeri
telinga, mual, muntah dan diare.
Patogenesis penyakit virus merupakan hasil interaksi antara virus dan inang
yang terinfeksi. Virus bersifat patogenik untuk inang tertentu jika virus tersebut
dapat menginfeksi dan menimbulkan gejala penyakit pada inang tersebut. Untuk
menimbulkan penyakit, virus harus memasuki suatu inang, melakukan kontak
dengan sel yang dapat dimasukinya, bereplikasi dan menimbulkan cedera sel.
Agar infeksi dapat terjadi, virus mula-mula harus melekat dan memasuki sel dari
suatu permukaan tubuh (dapat melalui kulit,saluran pernafasan, pencernaan,
saluran kemih atau konjungtiva). Sebagian besar virus memasuki inang melalui
mukosa saluran pernafasan atau pencernaan, namun ada virus yang langsung
masuk ke dalam aliran darah atau melalui gigitan serangga (Maulana, 2010).
2.2.2 Penularan
Menurut Maryani dan Kristiana (2004), Penularan penyakit influenza dapat
melalui dua cara juga yaitu melalui pernapasan dan kontak jasmani. Cara
pertama, ketika seorang penderita influenza baik batuk, bersin, virus ini akan di
keluarkan dan menyebar ke udara. Akibanya, orang yang sehat dapat tertular
4
virus influenza. Cara kedua, jika orang sehat tidak sengaja bersentuhan dengan
orang yang terinfeksi seperti berjabat tangan, menyentuh benda benda yang
tercemar virus kemudian menyentuh hidung dan mulutnya, maka virus akan
masuk ke saluran nafas orang sehat tersebut.
Virus ini juga dapat menular dengan mudah dari orang ke orang melalui
droplet dan partikel kecil yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau
bersin. Influenza cenderung menyebar cepat pada epidemi musiman.
Kebanyakan orang yang terinfeksi sembuh dalam waktu satu sampai dua minggu
tanpa memerlukan perawatan medis. Namun, di sangat muda, orang tua, dan
mereka dengan kondisi medis yang serius, infeksi dapat mengakibatkan
komplikasi parah dari pneumonia, kondisi yang mendasari dan kematian.
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada
orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan
selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan
virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling
infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang dilepaskan
nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih
besar saat temperaturnya lebih tinggi.
2.2.3 Tanda dan Gejala
Menurut Soedarmo (2002), gejala dan tanda influenza pada anak dan
dewasa berbeda, yaitu anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, pembesaran
kelenjar servikal dan demam sampai 38,9°C, lebih sering ditemukan pada anak
dibandingkan dengan pasien dewasa lain, berbeda dengan pendapat Biddulp
(1999), menurutnya gejala dan tanda influenza adalah demam, malaise (merasa
kurang enak badan), nausea (mual, seperti mau muntah), sakit kepala, muntah,
sakit tenggorokan, sakit mata, nyeri otot dan ingus encer. Influenza dapat
berlangsung selama tiga sampai sepuluh hari. Kekebalan terhadap influenza
terjadi sebagai akibat dari interaksi kompleks antara mekanisme humoral,
sekretori, dan seluler.
2.2.4 Etiologi
Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni a,b dan tpe c.
Diantara banyak sub tipe virus influenza a, saat ini sub tipe influenza a (H1N1)
dan a (H3N2) adalah yang banyak beredar diantara manusia. Virus influenza
bersirkulasi disetiap bagian dindingnya. Kasus flu akibat tipe c terjadi lebih jarang
dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus influenza A dan B termasuk dalam
vaksin influenza musiman. Influenza musiman menyebar dengan mudah saat
seseorang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan orang
lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission. Virus
juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah
penularan, orang harus menutup mulut dan hidung mereka dengan tissu ketika
batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur (WHO, 2009).
Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat
ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak
besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah
influenza manusia. Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen
diantara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat, yang
paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (HINI) dan flu burung (H5N1)
(Spickler, 2009).
Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan
lebih jarang dibandingkan virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman
antigenik, beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi sistem
kekebalan ini tidak permanen karena adanya kemungkinan mutasi virus. Virus
influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala menyebabkan
penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi
disbanding jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada ana-
anak (Spickler, 2009).
13
BAB III
SWAMEDIKASI
14
panjang dan dosis berlebihan atau over dosis dapat
menyebabkan kerusakan hati.
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitifitas.
Golongan : Obat Bebas Terbatas
Bentuk Sediaan : Tablet, Sirup
No Registrasi : GBL7820901710A1
Produsen : PT. Pharos Indonesia atau Prima Medeca Laboratories
b. Aptor
15
c. Efedrin
16
Komposisi : Epenephrine 1 mg/mL
Indikasi : Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau
akseserbasi asma yang berat
Dosis : Dewasa suntikkan melalui intra muscular : 0,5 mg
diberikan setiap 5 menit hingga ada tanda-tanda
pemulihan kondisi pasien dari syok anafilaktik.
Anak-anak suntikkan intra muscular atau intra vena : 0,01
mg/ kg BB
Kontraindikasi : Epinefrin tidak boleh diberikan pada penderita
hipertirosis, klerosis, sklerosis koroner, serebral, hipertensi
berat, narkosis dengan hidrokarbon terhalogenasi atau
dengan eter serta setelah pemakaian digitalis.
Efek Samping : Berkeringat, mual dan muntah, gelisah, pusing, lemas,
gangguan pernapasan, gangguan irama jantung.
Golongan : Obat Keras
Bentuk Sediaan : Injeksi
No Registrasi : DKL1570210043A1
Produsen : PT. ETHICA
e. Fenilefrin HCl
17
Dosis : Dewasa : 10 mg tiap 4 jam. Dosis maksimal harian
sebanyak 60 mg atau 12 mg, paling banyak diberikan 4 kali
dalam sehari. Anak usia 2-6 tahun : 1,87-3,75 mg tiap 12
jam. Untuk tetes mata dewasa : sediaan 10%, diberikan
satu tetes. Anak <1 tahun : tetes mata sediaan 2,5%,
diberikan satu tetes tiap 15-30 menit sebelum prosedur
operasi mata.
Kontraindikasi : Hipertensi berat, takikardi vertikal, hipertiroid, terapi
MAOI, glaukoma sudut sempit.
Golongan : Bebas Terbatas
Bentuk Sediaan : Tablet, sirup, dan tetes mata.
No Registrasi : DKL8315604637A1
Produsen : Combiphar Indonesia
f. Rhinofed
18
Kontraindikasi : Pada anak dibawah usia 2 tahun (karena keamanan belum
diketahui) pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap obat ini, riwayat hipertensi atau arteri koroner.
Perhatian : Penggunaan obat ini juga perlu mendapat perhatian
khusus pada pasien dengan hipertensi, hipertiroid,
diabetes militus, penyakit arteri koroner, glaukoma,
hipertrofi fosfat, dan gangguan fungsi hati dan ginjal yang
berat.
Golongan : Obat Bebas Terbatas
Bentuk Sediaan : Tablet
No Registrasi : DTL9305011837A1
Produsen : PT. Novartis Indonesia
19
Kontraindikasi : Dapat menyebabkan alergi terhadap pasien yang peka
terahadap famili acanthaceae kemudian sebaiknya tidak
dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui serta tidak
diberikan kepada anak-anak tanpa pengawasan tenaga
medis.
No Registrasi : POM TR. 053348841
Bentuk Sediaan : Kapsul
Produsen : PT. Lisa Herbal International
b. Meniran
20
c. Tapak Liman
Spesies : A. Paniculata
Indikasi : Mengobati flu biasa, penyakit radang usus, alergi, infeksi
sinus, anoreksia, penyakit jantung, rheumatoid arthritis.
21
Kandungan : Tanaman ini mengandung senyawa diterpene, lactone,
dan flavanoid.\
Cara Membuat : Daun sambiloto segar sebanyak satu genggam (30 gram)
ditumbuk rata kemudian ditambahkan air matang setengah
cangkir (110 mL), saring kemudian minum sekaligus.
Aturan Pakai : Diminum 2 kali sehari sebelum makan.
b. Meniran
22
Spesies : Elephantopus scaber L.
Indikasi : berguna untuk sakit diare, panas, obat diuretik, cacingan.
Kandungan : Mengandung zat glikosida, Molephantinin, Elephantopin.
Cara Membuat : Tanaman kering 15-30 gram dicuci bersih, direbus dan
airnya diminum.
Aturan Pakai : Airnya diminum 2 kali sehari.
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit
seperti influenza, melakukan vaksinasi untuk mencegah penyebaran influenza
yang dilakukan terhadap orang yang belum terkena influenza dan vaksinasi pada
usia ( < 65 tahun) produktif dapat mengurangi tingkat penularan influenza
(jumlah penderita flu), dan menerapkan pola hidup sehat, banyak mengonsumsi
air minum, instrahat yang cukup, menghindari minuman alkohol dan merokok,
serta membiasakan diri menggunakan masker pelindung.
Ada beberapa pengetahuan minimal terkait swamedikasi influenza yang
sebaiknya dipahami masyarakat, pengetahuan tersebut antara lain tentang
mengenali gejala penyakit, memilih produk sesuai dengan indikasi dari penyakit,
mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket brosur, memantau hasil terapi dan
kemungkinan efek samping yang ada. Untuk melakukan swamedikasi secara
aman, rasional, efekif dan terjangkau masyarakat perlu menambah pengetahuan
dan melatih keterampilan dalam praktik swamedikasi. Masyarakat mutlak
memerlukan informasi yang jelas dan terpercaya agar penentuan kebutuhan
jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Swamedikasi gejala influenza dapat diobati dengan menggunakan beberapa
terapi obat baik obat sintesis, obat herbal dan juga tanaman-tanaman yang
dapat dengan mudah ditemukan. Penggunaan obat sintesis yang digunakan
untuk swamedikasi yaitu golongan obat bebas, bebas terbatas, dan obat wajib
apotek.
Obat sintesis yang dapat digunakan untuk swamedikasi influenza yaitu
asetaminofen (parasetamol), aptor (asetosal), efedrin, epinefrin, fenilefrin HCl,
Rhinofed (Pseudoefedrin dan Terpenadine). Obat herbal yang dapat digunakan
untuk swamedikasi influenza yaitu sambiloto kapsul, meniran kapsul dan tapak
liman kapsul.
5.2 Saran
Penggunaan terapi untuk swamedikasi hendaklah melihat gejala-gejala yang
terjadi sehingga swamedikasi yang dilakukan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
26
American Lung Association.2018. Flu Symptoms, Causesand Risk Factors
Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 1993. Swamedikasi (Cara-cara mengobati Gangguan
Sehari-hari dengan Obat-obat Bebas Sederhana), Edisi 1
Tjay, H. T., dan Rahardja, K.,2002. Obat-obat Penting, Elex Media Komputindo:
Jakarta
27