Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

FARMASI KOMUNITAS
“ SWAMEDIKASI”

DISUSUN OLEH :
NAMA : SHELLA MANGIRI’ ( 19340042 )
RISFA MANTA ( 19340043 )
ROSPINA LAMBI ( 19340045 )
YOSRAN A. ABUNG (19340047 )
YARTI MERIMBA ( 19340058 )
KELAS :B

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami telah mampu menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul
(Swamedikasi), ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmasi Komunitas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu selama penulisan
makalah ini. Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kami dan pembaca. Amin.

Jakarta, 18 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI i
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................3
BAB II. TEORI UMUM
2.1 Swamedikasi/Pengobatan Sendiri
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Swamedikasi……………………………………..
2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi………………………………..
2.1.3 Jenis Obat Swamedikasi…………………………………………………………
2.2 Penyakit Influenza.................................................................................4
2.2.1 Defenisi........................................................................................4
2.2.2 Penularan.....................................................................................5
2.2.3 Tanda dan Gejala.........................................................................5
2.2.4 Etiologi.........................................................................................6
2.2.5 Patofisiologi Influenza.................................................................7
2.2.6 Klasifikasi.....................................................................................7
2.2.7 Penatalaksanaan Terapi..............................................................8
2.2.8 Terapi..........................................................................................9
Bab III. SWAMEDIKASI
3.1 Terapi Farmakologi..............................................................................14
3.2 Sediaan Herbal....................................................................................19
3.3 Tanaman Herbal..................................................................................21
Bab IV. PEMBAHASAN...........................................................................................24
Bab V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................26
5.2 Saran....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
BAB I ii

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Swamedikasi merupakan bagian dari self-care di mana merupakan usaha pemilihan dan
penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk
mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). Pengobatan sendiri (self-medication)
merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri yang biasanya
dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami
masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain (Binfar, 2007). Pada dasarnya, bila dilakukan secara rasional,
swamedikasi memberikan keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan
nasional (Depkes RI, 2008).
Menurut data World Health Organization (WHO) di banyak negara sampai 80% episode
sakit dicoba diobati sendiri oleh penderita (Suryawati, 1997). Sedangkan berdasarkan hasil
Susenas tahun 2009, BPS mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit di Indonesia melakukan
swamedikasi sebagai usaha pertama dalam menanggulangi penyakitnya. Persentase tersebut
cenderung lebih tinggi dibandingkan 44% penduduk yang langsung berobat jalan ke dokter.
Meski begitu, tingginya angka ini harus tetap diwaspadai, pasalnya pada pelaksanaan
swamedikasi, diprediksi akan banyak terjadi kesalahan penggunaan obat (medication error) yang
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaanya
(Depkes RI, 2006).
Ada beberapa pengetahuan minimal terkait swamedikasi yang sebaiknya dipahami
masyarakat, pengetahuan tersebut antara lain tentang mengenali gejala penyakit, memilih
produk sesuai dengan indikasi dari penyakit, mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket
brosur, memantau hasil terapi dan kemungkinan efek samping yang ada (Depkes RI, 2008).
Untuk melakukan swamedikasi secara aman, rasional, efekif dan terjangkau masyarakat
perlu menambah pengetahuan dan melatih keterampilan dalam praktik swamedikasi.
Masyarakat mutlak memerlukan informasi yang jelas dan terpercaya agar penentuan
1
kebutuhan
jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional (Suryawati, 1997).
Beberapa faktor yang berperan pada perilaku swamedikasi antara lain adalah persepsi
tentang sakit, ketersediaan obat yang dijual bebas, serta ketersediaan informasi yang benar
mengenai penggunaan obat tersebut (Sukasediati, 2000). Persepsi seseorang tentang sakit
sangat menentukan kapan dan bagaimana seseorang tersebut mengambil tindakan pengobatan
sendiri. Ketersediaan obat yang dijual bebas memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan
dan menggunakan obat tersebut dengan mudah. Sedangkan ketersediaan informasi mengenai
obat dapat menentukan pemilihan dan penggunaan obat tersebut.
Untuk melakukan pengobatan sendiri yang berkualitas, masyarakat membutuhkan
informasi yang benar. Informasi tersebut harus obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan
(Depkes RI, 1994). Informasi mengenai obat dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari
anggota masyarakat maupun dari media massa seperti televisi, radio, koran, majalah, dan
sebagainya.
Berdasrkan uraian tersebut, pengetahuan mendasar mengenai penyakit mencakup
patofisiologi, epidemiologi dan etiologi, diagnosis, penatalaksanaan, terapi non farmakologi dan
non farmakolog, swamedikasi dan pengobatan herbal yang dapat mengurangi keluhan hingga
menyembuhkan gejala influenza dinilai perlu untuk diketahui oleh seorang Apoteker
menjalankan praktiknya dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja keuntungan dan kerugian Swamedikasi/pengobatan sendiri ?
2. Apa saja jenis- jenis obat Swamedikasi ?
3. Bagaimanakah patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan gejala influenza ?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan terapi herbal pada gejala influenza ?
5. Bagaimanakah penerapan swamedikasi pada gejala influenza ?
6. Apa saja obat sintesis yang dapat digunakan pada gejala influenza ?
2
7. Apa saja obat tradisional yang dapat digunakan pada gejala influenza ?
1.3 Tujuan
Untuk memahami defenisi Swamedikasi, keuntungan dan kerugian swamedikasi, jenis-
jenis obat swamedikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis tentang gejala influenza serta
penatalaksanaan untuk swamedikasi menggunakan obat sintesis, obat tradisional dan tanaman
yang tepat untuk pengobatan gejala influenza.
BAB II 3

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Swamedikasi / Pengobatan sendiri
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Swamedikasi
Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit

yang umum diderita, dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas di pasaran atau obat

keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (BPOM,

2004). swamedikasi juga merupakan praktik menyembuhkan diri sendiri dari penyakit-penyakit

ringan baik itu dengan penggunaan obat modern maupun obat tradisional tanpa bantuan dari

dokter tetapi dengan pengawasan apoteker.

Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan diri, mengobati penyakit ringan

dan mengelola pengobatan rutin dari penyakit kronis setelah melalui pemantauan dokter.

Sedangkan fungsi dan peran swamedikasi lebih terfokus pada penanganan terhadap gejala

secara cepat dan efektif tanpa intervensi sebelumnya oleh konsultan medis kecuali apoteker,

sehingga dapat mengurangi beban kerja pada kondisi terbatasnya sumber daya dan tenaga

(WHO, 1998)

2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi

Manfaat optimal dari swamedikasi dapat diperoleh apabila penatalaksanaannya

rasional. Swamedikasi yang dilakukan dengan tanggungjawab akan memberikan beberapa

manfaat yaitu : membantu mencegah dan mengatasi gejala penyakit ringan yang tidak

memerlukan dokter, memungkinkan aktivitas masyarakat tetap berjalan dan tetap produktif,

menghemat biaya dokter dan penebusan obat resep yang biasanya lebih mahal,

meningkatkan kepercayaan diri dalam pengobatan sehingga menjadi lebih aktif dan peduli
terhadap kesehatan diri (WHO, 2000). Bagi paramedis kesehatan hal ini amat membantu,

terutama di pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas yang jumlah dokternya

terbatas. Selain itu, praktik swamedikasi meningkatkan kemampuan masyarakat luas mengenai

pengobatan dari penyakit yang diderita hingga pada akhirnya, masyarakat diharapkan mampu

memanajemen sakit sampai dengan keadaan kronisnya (WSMI, 2010).

Akan tetapi bila penatalaksanaannya tidak rasional, swamedikasi dapat menimbulkan

kerugian seperti: kesalahan pengobatan karena ketidaktepatan diagnosis sendiri;

penggunaan obat yang terkadang tidak sesuai karena informasi bias dari iklan obat di media;

pemborosan waktu dan biaya apabila swamedikasi tidak rasional; dapat menimbulkan reaksi

obat yang tidak diinginkan seperti sensitivitas, alergi, efek samping atau resistensi (Holt et al,

1986).

2.1.3 Jenis Obat Swamedikasi

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993 tentang

kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak dikontraindikasikan pada

wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan lanjut usia diatas 65 tahun; pengobatan

sendiri dengan obat dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap

penyakitnya; dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara khusus yang hanya dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek

samping minimal dan dapat dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk pengobatan sendiri.

Pada tahun 1998, WHO mensyaratkan obat yang digunakan dalam swamedikasi harus

didukung dengan informasi tentang bagaimana cara penggunaan obat; efek terapi yang

diharapkan dari pengobatan dan kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan; bagimana

efek obat tersebut dimonitoring; interaksi yang mungkin terjadi; perhatian dan peringatan

mengenai obat; lama penggunaan; dan kapan harus menemui dokter.


Berdasarkan dua kriteria diatas, kelompok obat yang baik digunakan untuk swamedikasi

adalah obat-obat yang termasuk dalam obat Over the Counter (OTC) dan Obat Wajib Apotek

(OWA). Obat OTC terdiri dari obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter, meliputi

obat bebas, dan obat bebas terbatas.

Sedangkan untuk Obat Wajib Apotek hanya dapat digunakan dibawah pengawasan
Apoteker (BPOM, 2004).
a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas diwarung kelontong, toko obat dan

apotek. Pemakaian obat bebas ditujukan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak

memerlukan pengawasan dari tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada

kemasan, hal ini dikarenakan jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman. Efek samping yang

ditimbulkan pun minimum dan tidak berbahaya. Karena semua informasi penting untuk

swamedikasi dengan obat bebas tertera pada kemasan atau brosur informasi di dalamnya,

pembelian obat sangat disarankan dengan kemasannya. Logo khas obat bebas adalah tanda

berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Yang termasuk obat golongan ini

contohnya adalah analgetik antipiretik (parasetamol), vitamin dan mineral (BPOM, 2004).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat bebas adalah : lihat

tanggal kedaluwarsa obat; baca dengan baik keterangan tentang obat pada brosur;

perhatikan indikasi penggunaan karena merupakan petunjuk kegunaan obat untuk penyakit;

perhatikan dengan baik dosis yang digunakan, untuk dewasa atau anak-anak; perhatikan

dengan baik komposisi zat berkhasiat dalam kemasan obat; perhatikan peringatan-peringatan

khusus dalam pemakaian obat, perhatikan tentang kontraindikasi dan efek samping obat

(Depkes, 2006).

b. Obat Bebas Terbatas


Golongan obat ini disebut juga obat W (atau Waarschuwing) yang artinya waspada.

Diberi nama obat bebas terbatas karena ada batasan jumlah dan kadar dari zat aktifnya.

Seperti Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas mudah didapatkan karena dijual bebas dan dapat

dibeli tanpa resep dokter.

Gambar 1. Peringatan pada obat bebas terbatas menurut ketetapan Menteri


Kesehatan
(Depkes,
2006)

Meskipun begitu idealnya obat ini hanya dijual di apotek atau toko obat berizin

yang dikelola oleh minimal asisten apoteker dan harus dijual dengan bungkus/kemasan aslinya.

Hal itu disebabkan obat ini sebenarnya masih termasuk dalam obat keras, artinya obat bebas

terbatas aman hanya jika digunakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karenanya, obat bebas

terbatas dijual dengan disertai beberapa peringatan dan informasi memadai bagi masyarakat

luas. Obat ini dapat dikenali lewat lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam yang

mengelilingi. Contoh obat bebas terbatas : obat batuk, obat flu, obat pereda rasa

nyeri, obat yang mengandung antihistamin (Depkes, 2006).


c. Obat Wajib Apotek

Obat Wajib Apotek adalah golongan obat yang wajib tersedia di apotek. Merupakan

obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat ini aman dikonsumsi bila sudah

melalui konsultasi dengan apoteker. Tujuan digolongkannya obat ini adalah untuk melibatkan

apoteker dalam praktik swamedikasi. Tidak ada logo khusus pada golongan obat wajib

apotek, sebab secara umum semua obat OWA merupakan obat keras. Sebagai gantinya, sesuai

dengan ketetapan Menteri Kesehatan No 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang DOWA 1; No

924/MenKes/PER/X/1993 tentang DOWA 2; No 1176/MenKes/SK/X/1999 tentang DOWA 3

diberikan Daftar Obat Wajib Apotek untuk mengetahui obat mana saja yang dapat digunakan

untuk swamedikasi. Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran

cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem

neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal (BPOM


2.2 PENYAKIT INFLUENZA

2.2.1 Definisi
Menurut Kurnia (2009), influenza merupakan sebuah penyakit infeksi
saluran nafas yang bisa menyerang semua manusia tanpa mengenal usia.
Umumnya penyakit ini bisa sembuh sendiri dan biasanya masa inkubasi selama 2
hari, tetapi ada juga yang mencapai 4 hari. Influenza adalah salah penyakit yang
dapat di lakukan pengobatan sendiri / Swamedikasi dengan menggunkan obat
bebas terbatas.
Salesma adalah penyakit yang disebabkan oleh virus pilek yang dikenal dengan
Rhynovirus dan gejalanya berupa pilek berat, mata banyak mengeluarkan air,
kepala terasa mampat, dan disertai demam ringan. Influenza merupakan
penyakit yang menunjukan gejala seperti Salesma, namun bersifat lebih berat
yaitu demam tinggi, hidung tersumbat, nyeri otot dan persendian, nyeri kepala
dan tenggorokan, suara serak, hilangnya nafsu makan, dan adakalanya nyeri
telinga, mual, muntah dan diare.
Patogenesis penyakit virus merupakan hasil interaksi antara virus dan inang
yang terinfeksi. Virus bersifat patogenik untuk inang tertentu jika virus tersebut
dapat menginfeksi dan menimbulkan gejala penyakit pada inang tersebut. Untuk
menimbulkan penyakit, virus harus memasuki suatu inang, melakukan kontak
dengan sel yang dapat dimasukinya, bereplikasi dan menimbulkan cedera sel.
Agar infeksi dapat terjadi, virus mula-mula harus melekat dan memasuki sel dari
suatu permukaan tubuh (dapat melalui kulit,saluran pernafasan, pencernaan,
saluran kemih atau konjungtiva). Sebagian besar virus memasuki inang melalui
mukosa saluran pernafasan atau pencernaan, namun ada virus yang langsung
masuk ke dalam aliran darah atau melalui gigitan serangga (Maulana, 2010).
2.2.2 Penularan
Menurut Maryani dan Kristiana (2004), Penularan penyakit influenza dapat
melalui dua cara juga yaitu melalui pernapasan dan kontak jasmani. Cara
pertama, ketika seorang penderita influenza baik batuk, bersin, virus ini akan di
keluarkan dan menyebar ke udara. Akibanya, orang yang sehat dapat tertular
4
virus influenza. Cara kedua, jika orang sehat tidak sengaja bersentuhan dengan
orang yang terinfeksi seperti berjabat tangan, menyentuh benda benda yang
tercemar virus kemudian menyentuh hidung dan mulutnya, maka virus akan
masuk ke saluran nafas orang sehat tersebut.
Virus ini juga dapat menular dengan mudah dari orang ke orang melalui
droplet dan partikel kecil yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau
bersin. Influenza cenderung menyebar cepat pada epidemi musiman.
Kebanyakan orang yang terinfeksi sembuh dalam waktu satu sampai dua minggu
tanpa memerlukan perawatan medis. Namun, di sangat muda, orang tua, dan
mereka dengan kondisi medis yang serius, infeksi dapat mengakibatkan
komplikasi parah dari pneumonia, kondisi yang mendasari dan kematian.
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada
orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan
selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan
virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling
infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang dilepaskan
nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih
besar saat temperaturnya lebih tinggi.
2.2.3 Tanda dan Gejala
Menurut Soedarmo (2002), gejala dan tanda influenza pada anak dan
dewasa berbeda, yaitu anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, pembesaran
kelenjar servikal dan demam sampai 38,9°C, lebih sering ditemukan pada anak
dibandingkan dengan pasien dewasa lain, berbeda dengan pendapat Biddulp
(1999), menurutnya gejala dan tanda influenza adalah demam, malaise (merasa
kurang enak badan), nausea (mual, seperti mau muntah), sakit kepala, muntah,
sakit tenggorokan, sakit mata, nyeri otot dan ingus encer. Influenza dapat
berlangsung selama tiga sampai sepuluh hari. Kekebalan terhadap influenza
terjadi sebagai akibat dari interaksi kompleks antara mekanisme humoral,
sekretori, dan seluler.
2.2.4 Etiologi
Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni a,b dan tpe c.
Diantara banyak sub tipe virus influenza a, saat ini sub tipe influenza a (H1N1)
dan a (H3N2) adalah yang banyak beredar diantara manusia. Virus influenza
bersirkulasi disetiap bagian dindingnya. Kasus flu akibat tipe c terjadi lebih jarang
dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus influenza A dan B termasuk dalam
vaksin influenza musiman. Influenza musiman menyebar dengan mudah saat
seseorang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan orang
lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission. Virus
juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah
penularan, orang harus menutup mulut dan hidung mereka dengan tissu ketika
batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur (WHO, 2009).
Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat
ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak
besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah
influenza manusia. Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen
diantara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat, yang
paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (HINI) dan flu burung (H5N1)
(Spickler, 2009).
Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan
lebih jarang dibandingkan virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman
antigenik, beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi sistem
kekebalan ini tidak permanen karena adanya kemungkinan mutasi virus. Virus
influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala menyebabkan
penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi
disbanding jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada ana-
anak (Spickler, 2009).

2.2.5 Patofisiologi Influenza


6
Virus flu menyerang sel-sel permukaan saluran napas. Jaringan menjadi
bengkak dan meradang. Namun meskipun rusak jaringan ini akan sembuh dalam
beberapa minggu. Meskipun influenza sering disebut penyakit pernapasan,
namun penyakit ini bisa memberi pengaruh ke seluruh tubuh.Penderita secara
tiba-tiba menjadi demam, letih, lesu, kehilangan selera makan, dan sakit kepala,
belakang tangan dan kaki.Juga menderita sakit tenggorokan dan batuk kering,
mual dan mata seperti terbakar. Panas bisa meningkat hingga 104 derajat
Fahrenheit, tapi akan menurun setelah 2 hingga 3 hari. Gejala saluran nafasnya
sendiri bisa berupa pilek dan batuk. Transimisi virus influenza lewat partikel
udara dan lokalisasinya ditraktus respiratorius. Penularan bergantung pada
ukuran partikel (droplet) tang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran
nafas. Pada dosis infeksius 10 virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini
akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan
bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa
jam sudah mengalami replikasi.
Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat
permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain.
Virus influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen
lipopoli-sakarida kuman Gram negatif (Nelwan, 2006).
2.2.6 Klasifikasi
Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan Tipe C. Di
antara banyak subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A (H1N1) dan A
(H3N2) adalah yang banyak beredar di antara manusia. Virus influenza
bersirkulasi di setiap bagian dunia. Kasus flu akibat virus tipe C terjadi lebih
jarang dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus influenza A dan B termasuk
dalam vaksin influenza musiman. Influenza musiman menyebar dengan mudah
Saat seseorang yang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan
orang lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission.
Virus juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah
penularan, orang harus menutup mulut dan hidung mereka dengan tisu ketika
batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur (WHO, 2009).
2.2.7 Penatalaksanaan Terapi
 Farmakologi
1. Terapi Obat Modern
Untuk mencegah infeksi virus influenza hingga kini belum ditemukan
obatnya. Setelah terinfeksi, tubuh membentuk zat-zat penangkis. Jenis virus
influenza banyak, maka flu akan kambuh lagi, sehingga tiap kali virus kembali
menyerang, tubuh belum siap melawan serangan virus tersebut. Risiko terkena
infeksi dapat diperkecil dengan cara-cara hidup sehat yang ditujukan untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh, misalnya cukup tidur dan makan
dietsehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi sayur dan buah-buahan.
Dengan demikian, tubuh diberi kesempatan untuk memperkuat sistem
tangkisnya dan mengahalau semua virus penyerbu (Tjay dan Rahardja, 1993).
2. Terapi Alternatif (Obat Tradisional)
Beberapa penyakit bisa di cegah dan diobati dengan obat tradisioanal.
sudah di pahami bahwa flu di sebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan
sakit bila terjadi penurunan daya tahan tubuh seseorang. Maka beberapa
tanaman obat tradisional dapat digunakan untuk mengatasi penyakit flu dengan
meredakan gejala demam, pilek, batuk, nyeri otot dan tulang dan meningkatkan
daya tahan tubuh.Lebih baik lagi bila tanaman obat tersebut mempunyai daya
antivital. Tanaman obat tradisional dapat di gunakan secara tunggal atau dalam
bentuk ramuan. Berikut ini beberapa tanaman obat tradisional yang telah
diketahui dan bisa digunakan untuk mengatasi flu / influenza :
a) Sambiloto (Androgaphis paniculata Burm. F nees)
Tanaman ini memiliki rasa pahit, dan dingin.Mempunyai fungsi
menurunkan demam (antipiretik), anti radang, anti racun, anti bengkak dan
mengaktifkan kelenjar kelenjar tubuh.Tanaman ini ini dapat merangsang
fagositosis untuk meningkatkan aktivitas kekebalan seluler hingga efektif
8
melawan virus ataupun kuman.
b) Meniran (Phylantus Urinaria Linn)
Tanaman ini memiliki rasa agak asam dan sejuk memiliki efek
menurunkan demam, peluruh air seni, Anti radang (radang ginjal dan radang
hepatitis) dan juga dapat menigkatkan kekebalan tubuh.
c) Tapak liman (Elephantophus scaber)
Dalam pengobatan tradisional cina, tapak liman di kenal sebagai tanaman
yang memiliki rasa pahit, pedas, dan sejuk. Bisa digunakan untuk anti radang
(radang amandel dan tenggorokan, radang hati radang ginjal), peluruh air
seni, menghilangkan bengkak, menetralkan racun, mengatasi perut
kembung, disentri, pembersih darah, dan peluruh haid.
2.2.8 Terapi
A. Terapi Non Farmakologi
Usaha yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan influenza antara
lain:
1. Vaksinasi
Untuk pencegahan influenza di banyak negara Barat, setiap tahun
diberikan 2 minggu sebelumnya epidemi yang diperkirakan. Namun, vaksinasi
tidak memberikan jaminan terhindar dari influenza. Tetapi, jika terserang infeksi
biasanya gejala-gejalanya lebih ringan (Tjay dan Rahardja,1993).
2. Antibiotik
Antibiotika hanya digunakan pada orang-orang yang berisiko tinggi
dengan daya tangkis lemah, seperti pada penderita bronkitis kronis, jantung atau
ginjal. Mereka mudah dihinggapi infeksi sekunder dengan bakteri, yang tak
jarang berakhir fatal (Maulana, 2010).
3. Vitamin C
Adanya radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada
tubuh. Kerusakan jaringan tersebut dapat terlihat pada proses menua, kanker,
dan penyakit lain seperti jantung, pembuluh, mata, paru, lambung, usus dan
sistem imun. Menurut ahli ortomolekuler, vitamin C 500-1000 mg berguna
9
sebagai antioksidan, yakni melindungi jaringan tubuh terhadap kerusakan
oksidatif oleh radikal bebas yang merugikan jaringan tubuh, antara lain membran
sel dan intiDNA. Perlindungan dilakukan dengan mengaktifasi fagosit dan
menstimulasi produksi interferon dengan daya antiviral. Oleh karena itu dalam
keadaan streskontinu dan pembebanan belebihan sehingga daya tahan tubuh
menurun, asupan vitamin C dalam dosis tinggi sangat berguna (Maulana, 2010).
4. Aturan hidup sehat
Menurut Tjay dan Rahardja (1993), Resiko adanya infeksi dapat diperkecil
dengan cara hidup yang ditujukan untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh.
Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya dengan:
a. Tidak makan makanan yang berlemak, gula, garam tinggi, berbumbu dan
alkohol
b. Makan buah, sayur, bawang merah dan bawang putih
c. Istirahat cukup dan olahraga ringan.
B. Terapi Farmakologi
Untuk mencegah infeksi virus influenza hingga kini belum ditemukan obatnya.
Setelah terinfeksi, tubuh membentuk zat-zat penangkis. Jenis virus influenza
banyak, maka flu akan kambuh lagi, sehingga tiap kali virus kembali menyerang,
tubuh belum siap melawan serangan virus tersebut. Risiko terkena infeksi dapat
diperkecil dengan cara-cara hidup sehat yang ditujukan untuk meningkatkan
sistem daya tahan tubuh, misalnya cukup tidur dan makan diet sehari-hari yang
bervariasi dengan banyak konsumsi sayur dan buah-buahan. Dengan demikian,
tubuh diberi kesempatan untuk memperkuat sistem tangkisnya dan mengahalau
semua virus penyerbu (Tjay dan Rahardja, 1993). Untuk mengatasi influenza
dapat digunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala yang diderita yaitu:
1. Analgetik non narkotika
Analgetika non narkotika disebut juga analgetik antipiretik. Obat
golongan ini dapat dibeli di toko obat maupun apotek tanpa resep dokter.
Analgetika menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara
10
langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis
biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi
reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin,
histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium,
yang merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi. Antipiretik
menimbulkan efek dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita
dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah
perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran
keringat (Siswandono dan Soekardjo, 2000) Contoh: asetaminofen
(parasetamol), asetosal.
a. Asetaminofen (paracetamol)
Derivat asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu
banyak digunakan sebagai analgetik. Namun, pada tahun 1978 fenasetin telah
ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen)
Dewasa ini asetaminophen umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling
aman, juga untuk swamedikasi. Efek analgetiknya dapat diperkuat oleh kofein
dengan kira-kira 50%. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara
rektal lebih lambat. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit
toksis yang diekskresi lewat kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek
samping tak jarang terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah.
Parasetamol termasuk dalam daftar obat kategori aman untuk wanita hamil juga
selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Dosis dewasa untuk nyeri dan
demam oral 2-3 kali sehari 0,5 gram, maksimum 4 gram/hari (Tjay dan Rahardja,
2002).
b. Asetosal (asam asetilsalisilat atau aspirin)
Asetosal merupakan obat antinyeri tertua juga berkhasiat sebagai
antidemam, namun pada dosis tinggi lebih bekerja sebagai analgetik karena
bekerja dengan perintangan prostaglandin di ujung- ujung saraf. Pada umumnya
mulai kerjanya agak cepat, dalam 20-30 menit dan efeknya bertahan hingga 5
jam (Tjay dan Rahardja, 1993).
2. Dekongestan
11
Dekongestan merupakan golongan simpatomimetika yang bekerja pada
reseptor adrenergik. Contoh dekongestan dalam obat flu antara lain: Efedrin,
Epinefrin, Fenilefrin HCl, Pseudoefedrin HCl (Tjay dan Rahardja, 2002).
a. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan efedra.
Farmakodinamik dari efedrin sama seperti amfetamin (tetapi efek sentralnya
lebih lemah) atau mirip seperti epinefrin. Di bandingkan dengan epinefrin,
efedrin dapat diberikan peroral, masa kerjanya jauh lebih lama, efek sentralnya
lebih kuat dan untuk terapi diperlukan efek yang lebih besar dari dosis epinefrin.
Seperti epinefrin, efedrin menimbulkan bronkodilatasi, tetapi efeknya lebih
lemah dan berlangsung lama. Contoh obat yang mengandung efedrin
(Hardjasaputra dkk, 2002):
a) Dalam tiap tablet mixadin (Dankos, obat batuk) mengandung 12,5 mg
efedrin.HCl. Efedrin.HCl merupakan suatu simpatomimetik yang berfungsi
untuk melonggarkan saluran nafas dan melegakan pernafasan.
b) Dalam tiap tablet demacolin (Coronet, obat demam) mengandung efedrin
HCl 7,5 mg. Dalam tiap tablet asmasolon (Westmont, antiasma)
mengandung 12,5 mg efedrin.HCl.
b. Pseudoefedrin
Pseudoefedrin (PSE) adalah bentuk distereomer dari efedrin yang
biasanya digunakan sebagai dekongestan. Pseudoefedrin selain diperoleh dari
tanaman efedra (Ma Huang, sama dengan efedrin), secara industri diperoleh dari
hasil fermentasi dektrosa dengan benzaldehid. Cina dan India merupakan negara
Industri pseudoefedrin terbesar didunia dan sebagian besar adalah untuk
keperluan ekspor. Contoh obat yang mengandung pseudoefedrin (Hardjasaputra
dkk, 2002):
a) Dalam tiap tablet Actifed (Glaxo, obat pilek) mengandung 60 mg
pseudoefedrin.HCl. Pseudoefedrin HCl mempunyai aktivitas
simpatomimetik langsung maupun tidak langsung dan merupakan
12
dekongestan saluran nafas bagian atas.
b) Pseudoefedrin merupakan dekongestan pada membrane mukosa dari
saluran pernafasan atas khususnya mukosa nasal dan sinus.

13
BAB III

SWAMEDIKASI

3.1 Terapi Farmakologi


a. Asetaminofen (Parasetamol)

Komposisi : Parasetamol 500 mg


Indikasi : Nyeri ringan smapai sedang, nyeri sesudah operasi cabut
gigi, pireksia.
Dosis : Sirup 120 mg per 5 ml, Tablet 100 mg dan 500 mg
sebaliknya dibawah umur 3 bulan (hanya dengan saran
dokter)
Dosis oral, 0,5-1 g setiap 4-6 jam hingga maksimum 4 gram
per hari; anak-anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca
imunisasi pireksia;
Golongan : Obat Bebas
Efek Samping : Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi
reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah
(termasuk trombositopenia, leukopenia, neutropenia);
hipotensi juga dilaporkan pada infusi; penggunaan jangka

14
panjang dan dosis berlebihan atau over dosis dapat
menyebabkan kerusakan hati.
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitifitas.
Golongan : Obat Bebas Terbatas
Bentuk Sediaan : Tablet, Sirup
No Registrasi : GBL7820901710A1
Produsen : PT. Pharos Indonesia atau Prima Medeca Laboratories
b. Aptor

Komposisi : Acetosal 100 mg


Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang; demam
Dosis : 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan; maksimum 4 g
per hari. Anak dan remaja tidak dianjurkan
Kontraindikasi : Anak dan remaja dibawah usia 16 tahun dan ibu menyusui
(sindrom reye : lihat bawah; riwayat maupun sedang
menderita tukak saluran cerna; hemfolia; tidak untuk
pengobatan gout
Golongan : Obat Bebas
Bentuk Sediaan : Tablet
No Registrasi : DBL9417805715AI
Produsen : Bayer Farma Indonesia

15
c. Efedrin

Komposisi : Ephedrine HCL 25 mg


Indikasi : Untuk bronkospasme akut, hidung tersumbat, dan
hipotensi yang disebabkan oleh anestesi spinal atau
epidural, pembengkakan saluran napas.
Dosis : 1-2 tablet (25-50 mg) setiap 3 atau 4 jam sehari
Kontraindikasi : Pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitivitas
terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, dan
penggunaan bersama siklopropan atau halotan.
Golongan : Obat Keras (Decongestant)
Bentuk Sediaan : Tablet
No Registrasi : DKL9366603230A1
Produsen : Kimia Farma
d. Epinefrin

16
Komposisi : Epenephrine 1 mg/mL
Indikasi : Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau
akseserbasi asma yang berat
Dosis : Dewasa suntikkan melalui intra muscular : 0,5 mg
diberikan setiap 5 menit hingga ada tanda-tanda
pemulihan kondisi pasien dari syok anafilaktik.
Anak-anak suntikkan intra muscular atau intra vena : 0,01
mg/ kg BB
Kontraindikasi : Epinefrin tidak boleh diberikan pada penderita
hipertirosis, klerosis, sklerosis koroner, serebral, hipertensi
berat, narkosis dengan hidrokarbon terhalogenasi atau
dengan eter serta setelah pemakaian digitalis.
Efek Samping : Berkeringat, mual dan muntah, gelisah, pusing, lemas,
gangguan pernapasan, gangguan irama jantung.
Golongan : Obat Keras
Bentuk Sediaan : Injeksi
No Registrasi : DKL1570210043A1
Produsen : PT. ETHICA

e. Fenilefrin HCl

Komposisi : Phenylephrine/ Fenilefrin HCL


Indikasi : Meredakan gejala hidung tersumbat secara sementara.

17
Dosis : Dewasa : 10 mg tiap 4 jam. Dosis maksimal harian
sebanyak 60 mg atau 12 mg, paling banyak diberikan 4 kali
dalam sehari. Anak usia 2-6 tahun : 1,87-3,75 mg tiap 12
jam. Untuk tetes mata dewasa : sediaan 10%, diberikan
satu tetes. Anak <1 tahun : tetes mata sediaan 2,5%,
diberikan satu tetes tiap 15-30 menit sebelum prosedur
operasi mata.
Kontraindikasi : Hipertensi berat, takikardi vertikal, hipertiroid, terapi
MAOI, glaukoma sudut sempit.
Golongan : Bebas Terbatas
Bentuk Sediaan : Tablet, sirup, dan tetes mata.
No Registrasi : DKL8315604637A1
Produsen : Combiphar Indonesia
f. Rhinofed

Komposisi : Pseudoefedrin HCl 30 mg, Terpenadine 40 mg


Indikasi : Untuk mengatasi gejala hidung tersumbat pada kasus flu
atau pilek, serta penyakit pernapasan lainnya.
Dosis : 60 mg 4 kali sehari; 10 ml 3 kali sehari; anak 2-5 tahun :
2,5 ml; 6-12 tahun : 5 ml
Efek Samping : Sakit kepala, mulut kering, mual dan muntah, gelisah,
tremor, lemas, susah tidur.

18
Kontraindikasi : Pada anak dibawah usia 2 tahun (karena keamanan belum
diketahui) pasien dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap obat ini, riwayat hipertensi atau arteri koroner.
Perhatian : Penggunaan obat ini juga perlu mendapat perhatian
khusus pada pasien dengan hipertensi, hipertiroid,
diabetes militus, penyakit arteri koroner, glaukoma,
hipertrofi fosfat, dan gangguan fungsi hati dan ginjal yang
berat.
Golongan : Obat Bebas Terbatas
Bentuk Sediaan : Tablet
No Registrasi : DTL9305011837A1
Produsen : PT. Novartis Indonesia

3.2 Sediaan Herbal


a. Sambiloto

Indikasi : Membantu meredakan demam


Dosis : @400 mg
Aturan pakai : Untuk pencegahan atau pemeliharaan kesehatan 2 kali
sehari 1 kapsul sesudah makan. Untuk pengobatan 2 kali
sehari 2 kapsul sesudah makan. Bila ada terapi medis
diberikan jedah 30 sampi 60 menit antara konsumsinya.

19
Kontraindikasi : Dapat menyebabkan alergi terhadap pasien yang peka
terahadap famili acanthaceae kemudian sebaiknya tidak
dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui serta tidak
diberikan kepada anak-anak tanpa pengawasan tenaga
medis.
No Registrasi : POM TR. 053348841
Bentuk Sediaan : Kapsul
Produsen : PT. Lisa Herbal International
b. Meniran

Indikasi : Membantu memperbaiki sistem imun


Dosis : 50 mg
Kontraindikasi : Memiliki riwayat hipersensitif alergi terhadap kandungan
bahan aktif suplemen
Aturan pakai : Membantu penyembuhan dari sakit 1 kapsul 3 kali sehari.
Pencegahan 1 kapsul per hari. Membantu menjaga
kesehatan 1 kapsul 2 kali sehari
No Registrasi : POM VV 041300411
Bentuk Sediaan : Kapsul
Produsen : PT. Dexa Medika

20
c. Tapak Liman

Indikasi : Anti radang, mengatasi peradangan amandel, influenza,


radang tenggorokan, radang ginjal akut dan kronis serta
keputihan.
Aturan pakai : 3 kali sehari 2 kapsul
No Registrasi : POM TR. 133370361
Bentuk Sediaan : Kapsul
Produsen : CV Griya Annur
3.3 Tanaman Hebal
a. Sambiloto

Spesies : A. Paniculata
Indikasi : Mengobati flu biasa, penyakit radang usus, alergi, infeksi
sinus, anoreksia, penyakit jantung, rheumatoid arthritis.

21
Kandungan : Tanaman ini mengandung senyawa diterpene, lactone,
dan flavanoid.\
Cara Membuat : Daun sambiloto segar sebanyak satu genggam (30 gram)
ditumbuk rata kemudian ditambahkan air matang setengah
cangkir (110 mL), saring kemudian minum sekaligus.
Aturan Pakai : Diminum 2 kali sehari sebelum makan.
b. Meniran

Spesies : Phyllanthus niruri L.


Indikasi : Antibakteri, Immunodulator, Antikanker
Kandungan : nirurin, phllanthenol, niranthin, nirtetrali
Cara Membuat : Cuci bersih 50 gr daun meniran segar, rebus dalam 3 gelas
hingga tersisa satu 1
/2gelas. Setelah dingin, saring dan
minum masing-masing ½ gelas .
Aturan Pakai : Diminum ½ gelas pagi, siang dan malam.
c. Tapak Liman

22
Spesies : Elephantopus scaber L.
Indikasi : berguna untuk sakit diare, panas, obat diuretik, cacingan.
Kandungan : Mengandung zat glikosida, Molephantinin, Elephantopin.
Cara Membuat : Tanaman kering 15-30 gram dicuci bersih, direbus dan
airnya diminum.
Aturan Pakai : Airnya diminum 2 kali sehari.

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Swamedikasi merupakan bagian dari self-care di mana merupakan usaha


pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh
seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998).
Pengobatan sendiri (self-medication) merupakan upaya yang dilakukan
masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri yang biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain.
Influenza merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan atas yang
disebapkan oleh virus influenza yang dapat menyerang manusia tanpa mengenal
usia. Penyakit influenza ditanda dengan gejalah yang sangat bervariasi
tergantung pada penderitanya dimulai dari demam tinggi dengan suhu tubuh
yang mencapi 390 C, batuk, pilek, bersin, mata berair, hidung tersumbat, nyeri
otot dan persendian, sakit kepala dan tenggorokan suara serak, hilangnya nafsu
makan, dan ada kalanya nyeri pada telingan, mual, muntah dan diare. Selain
karena virus, ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya influensa yaitu
faktor umur, musim pancaroba, cuaca, polusi udara dan asap rokok. Influenza
merupakan penyakit yang paling sering terjadi dan gejalahnya tidak berbahaya.
Biasanya penyakit ini sembuh sendiri dalam lima hari hingga tujuh hari namun
gejalahnya sangat mengganggu dan dapat dialami secara berulang dan
tergantung pula pada kekebalan tubuh penderita.
Pengobatan influenza dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi dapat
dilakukan dengan menggunakan obat-obatan analgetik antipiretik yang banyak
beredar dipasaran dan penggunaan obat tradisional. Pengobatan non
farmakologi dapat dilakukan dengan mengonsumsi vitamin C untuk

24
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit
seperti influenza, melakukan vaksinasi untuk mencegah penyebaran influenza
yang dilakukan terhadap orang yang belum terkena influenza dan vaksinasi pada
usia ( < 65 tahun) produktif dapat mengurangi tingkat penularan influenza
(jumlah penderita flu), dan menerapkan pola hidup sehat, banyak mengonsumsi
air minum, instrahat yang cukup, menghindari minuman alkohol dan merokok,
serta membiasakan diri menggunakan masker pelindung.
Ada beberapa pengetahuan minimal terkait swamedikasi influenza yang
sebaiknya dipahami masyarakat, pengetahuan tersebut antara lain tentang
mengenali gejala penyakit, memilih produk sesuai dengan indikasi dari penyakit,
mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket brosur, memantau hasil terapi dan
kemungkinan efek samping yang ada. Untuk melakukan swamedikasi secara
aman, rasional, efekif dan terjangkau masyarakat perlu menambah pengetahuan
dan melatih keterampilan dalam praktik swamedikasi. Masyarakat mutlak
memerlukan informasi yang jelas dan terpercaya agar penentuan kebutuhan
jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional.

25
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Swamedikasi gejala influenza dapat diobati dengan menggunakan beberapa
terapi obat baik obat sintesis, obat herbal dan juga tanaman-tanaman yang
dapat dengan mudah ditemukan. Penggunaan obat sintesis yang digunakan
untuk swamedikasi yaitu golongan obat bebas, bebas terbatas, dan obat wajib
apotek.
Obat sintesis yang dapat digunakan untuk swamedikasi influenza yaitu
asetaminofen (parasetamol), aptor (asetosal), efedrin, epinefrin, fenilefrin HCl,
Rhinofed (Pseudoefedrin dan Terpenadine). Obat herbal yang dapat digunakan
untuk swamedikasi influenza yaitu sambiloto kapsul, meniran kapsul dan tapak
liman kapsul.
5.2 Saran
Penggunaan terapi untuk swamedikasi hendaklah melihat gejala-gejala yang
terjadi sehingga swamedikasi yang dilakukan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
26
American Lung Association.2018. Flu Symptoms, Causesand Risk Factors

Depkes RI.2006. Tentang “medication error” dalam Swamedikasi. Jakarta,


Departemen Kesehatan RI

Kurnia, S.Nova.2009. Menghindari Gangguan saat melahirkan & panduan


lengkap
mengurut bayi. Yogyakarta

Suryawati S.1997. Menuju swamedikasi yang rasional. Pusat Studi farmakologi


klinik dan kebijakan obat. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Sukasetiadi, N.2000. Peningkatan Mutu Pengobatan Sendiri Menuju Kesehatan


Untuk Semua, Puslitbang Framasi, Badan Litbangkes Depkes

Spickler.2009. Tentang Klasifikasi Virus Influenza

IONI. 2017. Informatorium Obat Nasional Indonesia

WHO (World Healath Organization).2009. Pedoman Penanggulangan Episenter


Pandemi Influenza.

WHO (World Healath Organization).1995. Penggunaan Obat Secara Rasional

Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 1993. Swamedikasi (Cara-cara mengobati Gangguan
Sehari-hari dengan Obat-obat Bebas Sederhana), Edisi 1

Tjay, H. T., dan Rahardja, K.,2002. Obat-obat Penting, Elex Media Komputindo:
Jakarta

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan : Badan litbang


Kehutanan Indonesia: Jakarta. Jilid II dan III. Cetakan Kesatu. Yayasan
Sarana Wana Jaya.56

Siswandono dan soekardjo, B.1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press:


Surabaya

27

Anda mungkin juga menyukai