Obstruksi Biliaris
Obstruksi Biliaris
Kelompok:
Ferti Wahyuni
Hesti Anisa
Analia Eka Lestari
Maria Uli Tresia
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Neonatus yang
berjudul “Obstruksi biliaris”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Neonatus sebagai
pembelajaran mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus. Dalam menyusun ini kami banyak
dibantu oleh dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran karya tulis
ini dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan. Untuk itu kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dan penyusunan
makalah ini.
Kami selaku penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi dalam pembelajaran Asuhan Kebidanan Neonatus. Akhirnya, sebagai manusia biasa
yang tidak terhindar dari kekeliruan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Dan karenanya, segala saran dan kritikan yang membangun yang datang dari pembaca
sangat kami sebagai bahan masukan untuk bahan perbaikan di masa-masa mendatang.
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................................
Kata Pengantar........................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Obstruksi Biliaris................................................................................................
B. Fungsi Empedu............................................................................................... ….
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Obtruksi Biliaris……………………………………………….
B. Etiologi Obtruksi Biliaris……………………………………………………
C. Gejala Obtruksi Biliaris……………………………………………………..
D. Diagnosa Obtruksi Biliaris………………………………………………….
E. Pencegahan Obtruksi Biliaris………………………………………………
F. Penatalaksanaan Obtruksi Biliaris………………………………………….
G. Asuhan Kebidanan………………………………………………………….
H. Terapi Dan Tatalaksana ……………………………………………………
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan.....................................................................................................
B.Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini, banyak sekali perubahan baik ilmu pengetahuan,
teknologi maupun perubahan pola pikir masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas dan
profesionalisme pemberian pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kebidanan sebagai profesi
dan bidan sebagai tenaga profesional juga dituntut untuk bertanggungjawab dalam memberikan
pelayanan kebidananan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun
bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya.
Tenaga bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam
mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan bahwa bidan merupakan
“back bone” untuk mencapai target-target global, nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan
karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang melayani pasien selama 24 jam secara terus
menerus dan berkesinambungan serta berada pada garis terdepan dalam pemberian pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dan membantu memberikan informasi tentang kesehatan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
A. Obstruksi Biliaris
Obstruksi Biliaris adalah suatu kelainan bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran
empedu sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan dalam
feses atau obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu karena terbentuknya
jaringan fibrosis.
Obstruksi biliaris yaitu timbunan kristal didalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu.
Obstruksi billiaris adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut.
B. Fungsi Empedu
Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap yang terkandung dalam
empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90% fungsi penting garam empedu
yaitu:
1. Berperan dalam emulsi lemak, asam empedu membantu mengemulsi partikel-partikel
lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dan area permukaan yang lebih luas
untuk kerja enzim.
2. Dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pangkres, asam empedu
membantu transport dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menembus membran
sel.
3. Berperan dalam mengeluarkan beberapa produk buangan dari darah antara lain bilirubin,
suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk
oleh sel- sel hati. Sedangkan fungsi utama dari kandung empedu adalah menyimpan cairan
empedu yang secara terus menerus disekresi oleh hati, mengkonsentrasikan cairannya
dengan cara mereabsorpsi cairan dan elektrolit.
BAB III
PEMBAHASAN
G. Asuhan Kebidanan
1) Pertahanan kesehatan bayi dengan pemberian makanan cukup gizi sesuai dengan
kebutuhan, pencegahan hipotermia, pencegahan infeksi dan lain-lain.
2) Lakukan konseling pada orang tua agar mereka menyadari bahwa kuning yang dialami
bayinya bukan kuning biasa tetapi disebabakan karena adanya penyumbatan pada
saluran empedu.
3) Lakukan inform consent dan inform choice untuk dilakukan rujukan.
4) Penatalaksanaan medisnya ialah dengan operasi elektif.
Pada obstruksi biliaris oleh karena cholelithiasis (batu pada saluran empedu), baik pasien sendiri
yang menolak operasi ataupun memiliki kontra intraindikasi terhadap tindakan intervensi bedah,
teknik yang digunakan untuk melarutkan batu non kalsifikasi yang diderita dapat dilakukan
dengan pemberian garam empedu per oral selama 2 tahun Oleh karena pengosongan kandung
emperdu merupakan faktor penentu dalam penyingkiran batu, fungsi kandung empedu yang
normal harus dipastikan terlebih dahulu dengan kolesistografi oral.
b. Ursodeoxycholic acid
Ursodeoxycholic acid atau Ursodiol (10 mg/kgBB/hari) bekerja mengurangi sekresi kolesterol
empedu.
Penurunan kolesterol akan menurunkan saturasi cairan empedu, sehingga pada 30-40% pasien,
didapatkan terjadi pelarutan secara bertahap dari batu yang mengandung kolesterol. Namun, batu
bisa kambuh kembali dalam 5 tahun setelah obat dihentikan (50% dari pasien).
Lithotripsy extracorporeal shock-wave dapat digunakan sebagai tambahan dari terapi oral.
Dengan meningkatkan rasio permukaan-ke-volume batu, kombinasi kedua teknik dapat
meningkatkan kecepatan pelarutan batu dan membuat pembersihan fragmen yang lebih kecil
lebih mudah. Kontraindikasi meliputi komplikasi penyakit batu empedu (misalnya, kolesistitis,
choledocholelithiasis, bilier pankreatitis), kehamilan, dan koagulopati atau penggunaan obat
antikoagulan (misalnya, karena risiko pembentukan hematoma).
Sementara itu, Lithotripsy konvensional dikaitkan dengan angka kekambuhan hingga 70% untuk
batu empedu, sehingga tidak disetujui oleh Asosiasi Obat dan Makanan AS (FDA), dan dibatasi
penggunaannya untuk program penelitian saja.
d. Resin pengikat asam empedu
Resin pengikat asam empedu seperti cholestyramine (4 g) atau colestipol (5 g), dilarutkan
dalam air atau jus, dikonsumsi 3 kali sehari, dapat membantu mengobati gejala pruritus
yang berhubungan dengan obstruksi bilier. Namun, kekurangan vitamin A, D, E, dan K yang
terjadi pada steatorrhea, dapat diperburuk oleh penggunaan cholestyramine atau colestipol ini.
Oleh karena itu, rejimen individual untuk suplemen vitamin ini kadang diperlukan dalam
perawatan pasien dengan kondisi tersebut.
Cholestyramine bekerja dengan cara mengikat asam empedu membentuk kompleks yang lebih
kurang larut di dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali oleh jalur reuptake garam
empeduenterohepatik.
Colestipol bekerja dengan cara mengikat asam empedu di usus, memfasilitasi penyingkiran
garam empedu dari sirkulasi enterohepatik , dan mencegah penyerapannya kembali.
e. Antihistamin
Antihistamin dapat digunakan untuk pengobatan gejala pruritus, khususnya sebagai obat
penenang di malam hari. Efektivitas golongan obat ini sedang. Opioid endogen diduga sebagai
salah satu penceetus timbulnya gejala pruritus pada kolestasis. Sehingga, pengobatan dengan
nalokson secara parenteral, atau rejimen terbaru, nalmefene, telah terbukti membantu
mengurangi pruritus pada beberapapasien.
f. Rifampin
Rifampiin (Rifadin, Rifadin IV, Rimactane) telah disarankan sebagai tambahan medikasi
untuk pengobatan kolestasis. Dengan mengurangi flora usus, dapat memperlambat konversi
garam empedu primer menjadi sekunder sehingga dapat mengurangi kadar serum bilirubin,
kadar ALP, dan pruritus pada pasien tertentu.
Rifampin bekerja menghambat pertumbuhan bakteri tergantung DNA dengan cara berikatan
dengan sub unit beta dari enzym RNA polymerase yang tergantung DNA, berujung pada
penghambatan proses transkripsi dan menghentikan pertumbuhan bakteri.
Penghentian obat yang dapat menyebabkan atau memperburuk kolestasis dan / atau obstruksi
bilier bisa menyebabkan proses pemulihan yang total. Demikian pula, efek yang sama
didapatkan, bila dilakukan perawatan yang tepat terhadap infeksi (misalnya, virus, bakteri,
parasit).
TERAPI BEDAH
Seperti pada perawatan medis, kebutuhan untuk dilakukannya tindakan intervensi bedah
tergantung pada penyebab obstruksi bilier.
a. Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan tindakan bedah yang dianjurkan dalam kasus cholelithiasis yang
disertai gejala klinis, karena pada kelompok pasien ini memiliki risiko mendapat komplikasi
lebih lanjut.
Kolesistektomi terbuka relatif aman, dengan angka kematian dari 0,1-0,5%. Sementara,
kolesistektomi laparoskopi masih merupakan terapi bedah pilihan untuk batu empedu
simtomatik. Hal ini karena periode pemulihan pasca operasi lebih pendek (bisa kembali bekerja
rata-rata dalam 7 hari), penurunan tingkat ketidaknyamanan pasca operasi, dan meningkatkan
hasil kosmetik (jaringan parut minimal)
Namun, sekitar 5% dari kasus laparoskopi dikonversi ke prosedur terbuka sekunder, ketika
dokter ahli bedah kesulitan dalam memvisualisasikan anatomi atau komplikasi yang terjadi.
Resektabilitas penyebab neoplastik dari obstruksi bilier bervariasi, tergantung pada lokasi dan
luasnya penyakit. Terapi photodynamic (PDT) telah terbukti memiliki hasil yang baik dalam
pengobatan paliatif keganasan saluran empedu stadium lanjut, terutama bila digunakan bersama
dengan prosedur stenting bilier.
PDT menghasilkan nekrosis jaringan lokal dengan mengaplikasikan agen photosensitizing, yang
secara spesifik akan terakumulasi dalam jaringan tumor. Setelah agen photosensitizing
diaplikasikan, lalu daerah target diekspos daerah sinar laser, yang akan mengaktifkan
pengobatan dan hasilnya berupa penghancuran sel tumor.
c. Transplantasi hati
Bila diperlukan, maka transplantasi hati dapat dipertimbangkan pada pasien yang tepat.
KONSULTASI
Obesitas, asupan energi berlebih, dan penurunan berat badan yang cepat dapat
menyebabkan pembentukan batu, dengan potensi obstruksi bilier sebagai konsekuensinya.
Penurunan berat badan secara bertahap dan sedang, akan bermanfaat pada pasien yang berisiko.
Mengurangi asupan lemak jenuh.
Asupan tinggi serat telah dikaitkan dengan risiko lebih rendah terjadinya batu empedu.
Mengurangi asupan gula karena asupan gula yang tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan
risiko terjadinya batu empedu.
AKTIVITAS FISIK
Olahraga dan latihan fisik secara teratur dapat mengurangi risiko batu empedu dan komplikasi
yang menyertai.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat
mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan
perut bagian depannya berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis. Hernia
diafragmatika adalah tonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Dengan melihat penyakit yang ada, bidan dapat dapat memberikan pelayanan dengan
baik agar keselamatan pada bayi baru lahir, bayi maupun anak balita. Bidan segera merujuk ketika
mendapatka kasus demikian.
Gejala Obstruksi Biliaris antara lain: Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir
minggu pertama yakni bayi ikterus, feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti
dempul, Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen, Perut sakit di sisi kanan atas,
Demam, Mual dan muntah, Terjadi hepatomegali.Yang dilakukan bidan terhadap penderita
Ostruksi Biliaris antara lain:Memberikan penatalaksanaan seperti bayi normal lainnya, seperti
nutrisi adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dll, Lakukan konseling pada orang tua
agar mereka menyadari bahwa kuning yang dialami bayinya bukan kuning biasa tetapi disebabkan
karena adanya penyumbatan pada saluran empedu, Lakukan inform consent dan inform choise
untuk dilakukan rujukan.
Saran
a. Bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk mengantisipasi setiap
faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu) dengan keadaan fisik
yang memnunjukkan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat).
b. Bidan segera melakukan rujukan cepat untuk menghindari komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://midwifery87.blogspot.co.id/2015/03/makalah-kelaianan-bawaan-obstruksi.html
http://siskapurnamasari12.blogspot.co.id/2015/05/makalah-askeb-nonatus-bayi-dan-balita.html
http://bidanvirgil.blogspot.co.id/2013/05/asuhan-kebidanan-neonatus-obstruksi.html
http://siskapurnamasari12.blogspot.co.id/2015/05/makalah-askeb-nonatus-bayi-dan-balita.html