Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Patofisiologi Kebidanan
Dosen Pengampu : Dr. Melyana Nurul Widyawati, SSiT, M.Kes.
Disusun Oleh :
Nama : 1. Fatma Pratiwi (P1337424817031)
2. Diana Lukitasari (P1337424817032)
3. Wahyu Candra A. (P1337424817033)
Kelas : Profesi Bidan Semester I
Prodi : Profesi Bidan
JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2017 / 2018
HEPATITIS AUTOIMUN
D. Patofisiologi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya hepatitis autoimun, yaitu
(Sulaiman, dkk, 2007) :
1. Faktor predisposisi genetik
Faktor predisposisi genetik yang dominan dalam mempengaruhi terjadinya
hepatitis autoimun dalah Gen HLA. Hepatitis autoimun tipe 1 berhubungan
dengan serotype HLA-DR3 dan HLA-DR4. Sedangkan hepatitis autoimun
tipe 2 berhubungan dengan HLA-DQB1.
2. Faktor pencetus
Faktor pencetus yang diduga dapat menyebabkan hepatitis autoimun adalah
infeksi virus, obat-obatan dan toksin. Beberapa infeksi virus yang menjadi
pencetus yaitu virus campak, hepatitis, cytomegalovirus dan virus Ebstein-
Barr. Obat seperti metildopa, nitrofurantion, diklofenak, oksifenasetin,
interferon, minosiklin dan atorvastatin dapat memicu kerusakan hepar yang
mirip dengan hepatitis autoimun.
F. Komplikasi
Menurut mansjoer dkk (2000) dalam nurkhozing (2008) komplikasi
hepatitis terdiri dari edema serebral, perdarahan saluran cerna, gagal ginjal,
gangguan elektrolit, gangguan pernafasan, hipoglikemia, sepsis, gelisah,
koagulasi intra vaskuler diseminata, hipotensi dan kematian. Tanda-tanda edema
serebral adalah kenaikan tekanan intrakranial dengan gejala dini transpirasi,
hipervertilasi, heperefleksi, opistotonus, kejang-kejang, kelainan kedua pupil
yang terakhir dengan reflek negatif terhadap cahaya. Hilangnya reflek
okulovestibular menunjukkan prognosis total. Kemudian pendapat Iin Inayah
(2000) dalam nurkhozing (2008) komplikasi dari hepatitis adalah kegagalan hati
(hepatoseluler), hipertensi portal, asites, ensefalopati, peritonitis bakterial
spontan, sindrom hepatorenal dan transformasi kearah kanker hati primer
(hepatoma).
Menurut Dokter Digital (2017) Hepatitis autoimun dapat dihubungkan
dengan beberapa penyakit autoimun lainnya, seperti:
1. Anemia pernisiosa.
Anemia pernisiosa, sering dihubungkan dengan beberapa penyakit autoimun
lainnya, terjadi apabila terjadi kekurangan vitamin B12 sehingga terjadi
gangguan pembentukan sel darah merah oleh tubuh.
2. Anemia hemolitik.
Pada anemia tipe ini, sistem imun menyerang dan menghancurkan sel darah
merah dibanding kecepatan yang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
3. Kolitis ulseratif.
Penyakit peradangan usus besar ini dapat menyebabkan diare berair atau
berdarah yang parah dan nyeri di daerah perut.
4. Tiroiditis autoimun (tiroiditis Hashimoto). Pada kondisi ini, system imun
menyerang kelenjar tiroid.
5. Artritis rheumatoid (RA).
RA terjadi apabila system imun menyerang pinggiran sendi, menyebabkan
kekakuan, nyeri, pembengkakan, dan bahkan terkadang deformitas dan
disabilitas sendi.
6. Penyakit celiac.
Kondisi ini disebabkan reaksi abnormal terhadap gluten, sebuah protein yang
ditemukan di gandum. Mengonsumsi gluten dapat menyebabkan respon imun
yang merusak usus halus.
Komplikasi dari kerusakan hati Hepatitis autoimun yang tidak terobati
dapat menyebabkan munculnya jaringan parut permanen pada hati/sirosis.
Komplikasi dari sirosis adalah (Dokter Digital, 2017):
1. Meningkatnya tekanan darah di vena porta.
Darah dari usus halus, limpa, dan pancreas masuk ke hati melewati pembuluh
darah besar yang disebut vena porta. Apabila jaringan parut menghambat
sirkulasi masuk ke hati, darah terakumulasi sehingga meningkatnya teakanan
vena porta (hipertensi portal).
2. Pembesaran vena di esophagus (varises esophageal).
Saat sirkulasi di vena porta tertahan, darah mengalir ke pembuluh lain, yaitu
yang di lambung dan esophagus. Pembuluh darah ini memiliki dinding yang
tipis, dan karena terdapat lebih banyak darah dibanding yang seharusnya hal
tersebut menjadikannya lebih mudah berdarah. Perdarahan massif di esophagus
akibat pecahnya pembuluh darah ini dapat megancam jiwa dibutuhkan
tatalaksana segera.
3. Cairan di abdomen (asites).
Penyakit hati dapat menyebabkan banyak cairan terakumulasi di abdomen.
Asites dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu pernapasan dan
biasanya menjadi sirosis stadium lanjut.
4. Gagal hati.
Hal ini terjadi apabila kerusakan di sel hati menyebabkan hati tidak dapat
berfungsi dengan benar. Pada saat ini, transplantasi hati adalah satu-satunya
pilihan.
5. Kanker hati.
Orang dengan sirosis memiliki risiko yang meningkat untuk menderita kanker
hati.
G. Data Penunjang
Penyedia layanan kesehatan akan membuat diagnosis hepatitis autoimun
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, tes darah, dan biopsi hati. (NIH Publication
No. 14-4761 Januari 2014)
1. Penyedia layanan kesehatan melakukan pemeriksaan fisik dan meninjau
riwayat kesehatan seseorang, termasuk penggunaan alkohol dan obat-obatan
yang dapat membahayakan hati. Seseorang biasanya membutuhkan tes darah
untuk diagnosis yang tepat karena orang dengan hepatitis autoimun dapat
memiliki gejala yang sama dengan penyakit hati lainnya atau gangguan
metabolisme.
2. Tes darah melibatkan pengambilan darah di kantor penyedia layanan
kesehatan atau fasilitas komersial dan mengirimkan sampel ke laboratorium
untuk dianalisis. Seseorang memerlukan tes darah untuk autoantibodi untuk
membantu membedakan hepatitis autoimun dari penyakit hati lainnya yang
memiliki gejala serupa, seperti hepatitis virus, sirosis bilier primer,
steatohepatitis, atau penyakit Wilson.
3. Biopsi hati adalah prosedur yang melibatkan pengambilan selembar jaringan
hati untuk diperiksa dengan mikroskop untuk tanda-tanda kerusakan atau
penyakit. Penyedia layanan kesehatan mungkin meminta pasien untuk
sementara berhenti minum obat tertentu sebelum biopsi hati. Dia mungkin juga
meminta pasien untuk berpuasa selama 8 jam sebelum prosedur.
Selama prosedur, pasien berbaring di atas meja, tangan kanan bersandar di
atas kepala. Penyedia layanan kesehatan akan menerapkan anestesi lokal ke daerah
di mana dia akan memasukkan jarum biopsi. Jika dibutuhkan, dia akan memberikan
obat penenang dan obat penghilang rasa sakit. Kemudian, dia akan menggunakan
jarum untuk mengambil sepotong kecil jaringan hati, dan mungkin menggunakan
ultrasound, pemindaian tomografi terkomputerisasi, atau teknik pencitraan lainnya
untuk memandu jarum. Setelah biopsi, pasien harus berbaring di sisi kanan hingga
2 jam dan dipantau 2 hingga 4 jam lagi sebelum dikirim ke rumah.
Menurut Doengoes (2000) dalam nurkhozing (2008) data penunjang yang
perlu dikaji adalah :
1. Tes fungsi hati : abnormal (4-10 x dari normal)
2. SGOT / SGPT : awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2 minggu
sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3. Darah lengkap : trombositopenia mungkin ada (splenomegli)
4. Alkalifosfatase : agak meningkat kecuali ada kolestasis berat.
5. Feces warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
6. Albumin serum menurunj.
7. Gula darah hiperglikemia transient / hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
8. HbSAg dapat positif (B) atau negative (A).
9. Biopsi hati menunjukkan diagnosis dan luasnya kerusakan parenkim.
10. Urinalisa peningkatan kadar bilirubin protein atau hematuria dapat terjadi.
I. Penatalaksanaan
Orang dengan hepatitis autoimun yang tidak memiliki gejala atau bentuk
ringan dari penyakit mungkin atau mungkin tidak perlu minum obat. Penyedia
layanan kesehatan akan menentukan apakah seseorang memerlukan perawatan.
Pada beberapa orang dengan hepatitis autoimun ringan, penyakit ini mungkin akan
sembuh. Remisi adalah periode ketika seseorang bebas gejala dan tes darah dan
biopsi hati menunjukkan peningkatan fungsi hati.
Kemudian dengan kortikosteroid. Kortikosteroid adalah obat yang
menurunkan pembengkakan dan mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh.
Penyedia layanan kesehatan memperlakukan kedua jenis hepatitis autoimun
dengan dosis harian kortikosteroid yang disebut prednison. Pengobatan bisa
dimulai dengan dosis tinggi yang secara bertahap diturunkan saat penyakit ini
dikendalikan. Tujuan pengobatannya adalah untuk menemukan dosis serendah
mungkin yang membantu mengendalikan penyakit. Pendapat lain mengatakan
bahwa tata laksana yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Pemberian obat
a. Obat untuk mengontrol sistem kekebalan tubuh (imunosupresan) yang
digunakan pada penderita hepatitis autoimun meliputi prednisone dan
azathioprine. Sistem pemberian obat pada hepatitis autoimun yaitu
(Feldman, dkk , 2010) :
b. Obat non-imunosupresi seperti ursodeoxycholic acid (UDCA) (13-15
mg/kg per hari) dapat digunakan sebagai adjunctive therapy pada pasien
hepatitis autoimun tipe 1. Obat ini dapat memperbaiki enzyme liver dalam
waktu 6 bulan, tetapi tidak berhubungan dengan penurunan dosis steroid,
dan tidak memperbaiki kondisi klinis serta gambaran histologis. Jenis
imunosupresan lain yang dapat digunakan pada penderita hepatitis
autoimun yaitu, calcineurin inhibitors spt, antimetabolite spt dan
cyclophosphamide. (Sulaiman, dkk, 2007).
2. Transplantasi hati
Transplantasi hati merupakan terapi pilihan pada pasien hepatitis autoimun
yang refrakter atau tidak toleransi terhadap imunosupresan dan yang
mengalami penyakit hati tahap akhir. (Sulaiman, dkk, 2007).
K. Manajemen Kebidanan
1. Pengumpulan data
a. Subjektif
Penilaian subyektif mencakup anamnesis. Anamnesis harus dikaitkan
dengan faktor obat-obatan dan toksin, kelelahan, nyeri sendi, mual,
kehilangan selera makan, nyeri atau ketidaknyamanan di hati, ruam kulit,
urin kuning tua, tinja berwarna terang, dan sakit kuning atau menguningnya
kulit dan mata putih. Secara garis besar anamnesis meliputi :
1) Riwayat penyakit, antara lain :
a) Riwayat keluarga
b) Riwayat penderita
c) Obat-obatan dan toksin
d) Kelelahan
2) Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan di hati, ruam kulit, urin kuning
tua, tinja berwarna terang, dan sakit kuning atau menguningnya kulit
dan mata putih
3) Klien yang mengkonsumsi obat-obatan dan toksin seperti metildopa,
nitrofurantion, diklofenak, oksifenasetin, interferon, minosiklin dan
atorvastatin
b. Objektif
Setelah dilakukan penilaian subyektif, dilanjutkan dengan penilaian obyektif,
yang meliputi :
1) Pemeriksaan fisik dan meninjau riwayat kesehatan seseorang, termasuk
penggunaan alkohol dan obat-obatan yang dapat membahayakan hati.
Seseorang biasanya membutuhkan tes darah untuk diagnosis yang tepat
karena orang dengan hepatitis autoimun dapat memiliki gejala yang
sama dengan penyakit hati lainnya atau gangguan metabolisme.
2) Tes darah melibatkan pengambilan darah di kantor penyedia layanan
kesehatan atau fasilitas komersial dan mengirimkan sampel ke
laboratorium untuk dianalisis. Seseorang memerlukan tes darah untuk
autoantibodi untuk membantu membedakan hepatitis autoimun dari
penyakit hati lainnya yang memiliki gejala serupa, seperti hepatitis
virus, sirosis bilier primer, steatohepatitis, atau penyakit Wilson.
3) Biopsi hati adalah prosedur yang melibatkan pengambilan selembar
jaringan hati untuk diperiksa dengan mikroskop untuk tanda-tanda
kerusakan atau penyakit. Penyedia layanan kesehatan mungkin
meminta pasien untuk sementara berhenti minum obat tertentu sebelum
biopsi hati. Dia mungkin juga meminta pasien untuk berpuasa selama 8
jam sebelum prosedur (NIH Publication No. 14-4761 Januari 2014).
c. Diagnosis
Hepatitis Autoimmune
d. Penatalaksanaan
1) Pemberian Obat
a) Obat untuk mengontrol sistem kekebalan tubuh (imunosupresan)
yang digunakan pada penderita hepatitis autoimun meliputi
prednisone dan azathioprine. Sistem pemberian obat pada hepatitis
autoimun yaitu (Feldman, dkk , 2010) :
L. Contoh Kasus
Terdapat penelitian deskriptif retrospektif yang mencakup semua pasien
hamil dengan diagnosis AIH yang diikuti di Departemen Obstetri di Centro
Hospitalar do Porto, Oporto, Portugal, antara tahun 2004 dan 2014. Tujuh pasien
dengan total sembilan kehamilan diikuti. Jalannya masa gestasi, persalinan dan
nifas dianalisis secara retrospektif, dan data dikumpulkan dari catatan medis pasien.
Diagnosis AIH ditetapkan oleh departemen Pengobatan / Hepatologi Internal
berdasarkan kriteria IAHG (15). Pasien sirip diidentifikasi sesuai dengan temuan
histologis sebelumnya.
Semua pasien diikuti oleh tim multidisiplin, dibentuk oleh ahli hepathologi
dan ahli obstetri berisiko tinggi. Kunjungan antenatal dijadwalkan satu bulan sekali
sampai 28 minggu kehamilan, setiap dua minggu sampai 32 minggu, dan
selanjutnya mingguan. Evaluasi fungsi hati pra-konsepal dilakukan pada semua
kasus dan evaluasi hepar periodik dilakukan dengan evaluasi analitis bulanan. Pada
pasien dengan sirosis hepatik dan hipertensi portal, evaluasi varices esofagus
dilakukan selama trimester kedua dan pengobatan profilaksis diterapkan bila
diindikasikan. Jenis dan dosis obat imunosupresan dicatat. Evaluasi ultrasound
janin secara rutin dilakukan pada semua kehamilan di semua trimester.
Komplikasi maternal dan obstetrik selama kehamilan dan masa puerperium
didaftarkan. Hasil kehamilan yang buruk didefinisikan sebagai keguguran
(kehilangan janin sebelum minggu ke 20 kehamilan), kelahiran prematur
(persalinan sebelum minggu ke 37 kehamilan), dan perkembangan gangguan
hipertensi pada kehamilan atau kematian perinatal (kelahiran mati atau kematian
neonatal).
Eksaserbasi AIH didefinisikan sebagai peningkatan dua kali lipat dalam
transaminase serum atau munculnya gejala. Remisi penyakit didefinisikan sebagai
perbaikan analitik dengan normalisasi kadar transaminase serum. Tindakan caesar
dilakukan hanya untuk indikasi obstetrik, kecuali dengan adanya sirosis.
Seorang ibu hamil 32 minggu mengeluh kelelahan, nyeri sendi, mual,
kehilangan selera makan, nyeri atau ketidaknyamanan di hati, ruam kulit, urin
kuning tua, tinja berwarna terang, dan sakit kuning atau menguningnya kulit dan
mata putih dirujuk ke RS. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang
didapatkan hasil bahwa ibu mengalami penyakit Hepatitis autoimmune. Sesuai
dengan advis dokter, pasien diberikan terapi satu obat Prednison dengan dosis 60
mg x 1 minggu, 40 mg x 1 minggu, 30 mg x 2 minggu, dan 20 mg hingga end point.
DAFTAR PUSTAKA
Arifah dk., 2014. Hubungan Status Hbsag Pada Ibu Bersalin Dengan Kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR). Jurnal
Sulaiman dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jayabadi
Vergani dkk. 2008. Autoimmune Liver Disease. In : Kelly D, ed. Diseases of the
Liver and Biliary System in Children. Edisi ke-3. WileyBlackwell Publishing
Ltd.: p 191-205.