Anda di halaman 1dari 3

Sebagian besar ikan aman untuk dikonsumsi namun ada beberapa jenis ikan yang secara

alami mengandung racun, baik karena seluruh badannya mengandung racun maupun

bagian tertentu saja. Sebagian besar ikan beracun hidup di perairan tropis dan sub tropis.

Ikan yang secara alami beracun disebut biotoksin, berbeda dengan ikan yang menjadi

beracun karena terkontaminasi bahan kimia atau polutan. Ada tiga jenis biotoksin yaitu

ciguatera, puffer fish poissoning dan paralytic shellfish.

1. Ciguatera fish poisoning (CFP)

Keracunan ciguatera banyak dialami bila mengkonsumsi ikan yang biasa hidup di lingkungan
karang. Ikan ini beracun apabila mengonsumsi pangan beracun yang ada disekitarnya dan
menjadi tidak beracun setelah beberapa saat tidak mengonsumsi pangan tersebut, Senyawa
racun dari CFP dinamakan ciguatoxin (Kibler dkk, 2015). Ciguatoxin diproduksi oleh
mikroorganisme yang disebut dinoflagellata dimana dapat berpindah ke hewan karnivora
besar yang masuk dalam rantai makanan (Seygita dan Siregar, 2015). Contoh penghasil
ciguatoxin yaitu Gembierdiscus toxicus. Dinoflagellata tidak hanya menyebabkan jenis
keracunan CFP, tetapi juga menyebabkan Paralytic Shellfish Poisoning, Diarrehetic
Shellfish Poison, Neurotoxic Shellfish Poisoning, Amnesic Shellfish Poisoning (Mujib
dkk, 2015). Jika racun ciguatera masuk ke dalam rantai makanan dalam perairan melalui ikan
herbivora yang mengonsumsi algae alga laut yang terkena racun lalu ikan tersebut dimakan
oleh ikan karnivora dan seterusnya, kemudian ikan tersebut ber migrasi ke tempat lain yang
nantinya akan berpotensi menyebabkan penyakit CFP (ciguatera fish poisoning) pada
manusia akibat memakan ikan yang terakumulasi racun ciguatera (Copeland dkk, 2014). Bila
seseorang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi racun ciguatera, gejala yang paling
umum terjadi yaitu diare, mual, muntah, tubuh panas dingin, sakit pada otot dan persendian,
kesemutan seperti tertusuk jarum, kebal di daerah bibir dan lidah, gatal-gatal, serta tekanan
darah menjadi rendah (Wahyuni dan Siregar, 2016).

2. Shellfish poisonning
Kekerangan merupakan organisme yang paling banyak membawa jenis biotoksin.
Berikut beberapa jenis biotoksin yang disebabkan oleh kekerangan.
a. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP)
Senyawa utama dari PSP yaitu Saxitoxin yang bersifat neurotoxin. Penghasil
saxitoxin contohnya Gymnodinuim catenatum PSP tak hanya disebabkan oleh kerang
saja, tetapi juga dapat disebabkan ketika mengonsumsi rajungan, gastropoda,
mackerel dan ikan pemakan plankton. Jika terpapar PSP dengan jenis racun
saxitoxin, konsumen dapat terkena kanker hati (Setiyowati, 2013)
b. Diarrehetic Shellfish Poisoning (DSP)
Komponen utama DSP adalah okadaic acid, dan komponen lainya yaitu pectenotoxin
dan yessotoxin yang diproduksi oleh Dinophysis fortii. Gejala yang terjadi jika
terkena racun ini yaitu rasa gatal pada muka yang kemudian menyebar ke tubuh lain,
pupil yang membesar, panas dingin dan perasaan seperti mabuk.
c. Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP)
Komponen utama dari NSP yaitu brevitoxin. Keracunan ini diakibatkan karena
mengonsumsi kerang yang telah terkena racun dari alga laut Ptychodise brevis.
Dampak terkena racun ini yaitu mual, sakit perut, kram dan kedinginan
d. Amnesic Shellfish Poisoning (ASP)
Domoic acid merupakan komponen utama dari ASP. Komponen ini merupakan asam
amino neurotosik, keracunanya dikenal dengan ASP. Keracunan ini diakibatkan
karena mengonsumsi kerang-kerangan kecil (remis) yang sudah mengandung racun
yang dihasilkan oleh Nitzhia pungens. Dampak dari terpaparnya ASP yaitu sakit
kepala pada pengonsumsi, kehilangan keseimbangan, menurunya sistem saraf pusat
termasuk hilangnya ingatan dan terlihat linglung.
3. Puffer fish poisonning
Tetrodotoxin (TTX) tidak seperti biotoksin lainnya, yang terakumulasi dalam ikan atau
kerang setelah memakan alga beracun, tetapi oleh berbagai jenis ikan buntal (fugu), yang
merupakan anggota yang paling beracun dari keluarga Tetraodontidae, walaupun tidak
semua spesies dalam keluarga ini beracun.

Bahan pangan yang semula tidak beracun dapat berubah menjadi beracun karena beberapa hal,
yaitu pendinginan kurang sempurna sehingga memungkinkan mikroba merugikan berkembangbiak;
keterlambatan pendinginan; infeksi pekerja; kontaminasi silang antara ikan segar dan kurang segar
Dapus
Wahyuni, P., & Siregar, S. H. (2016). ANALISIS KELIMPAHAN DINOFLAGELLATA EPIBENTIK
PADA Sargassum sp DI PERAIRAN TELUK BUNGUS PROVINSI SUMATERA BARAT. Jurnal
Ilmu Lingkungan, 10(1), 58-66.

Seygita, V., & Siregar, Y. I. (2015). Analisis Kelimpahan Dinoflagellata Bentik Beracun di Perairan
Teluk Bayur, Sumatera Barat. Dinamika Lingkungan, 2(2), 92-99.

Copeland, N. K., Palmer, W. R., & Bienfang, P. K. (2014). Ciguatera fish poisoning in Hawai ‘i and the
Pacific. Hawai'i Journal of Medicine & Public Health, 73(11), 24-27

Kibler, S. R., Tester, P. A., Kunkel, K. E., Moore, S. K., & Litaker, R. W. (2015). Effects of ocean
warming on growth and distribution of dinoflagellates associated with ciguatera fish poisoning in
the Caribbean. Ecological modelling, 316, 194-210.

Setiyowati, D. (2013). Kajian Pencemaran Kadar Logam Berat dI Muara Sungai Sserayu Kabupaten
Cilacap. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Purwokerto (Skripsi)

Mujib, A. S., Damar, A., & Wardiatno, Y. (2016). Spatial Distribution of Planktonic Dinoflagellate in
Makassar Waters, South Sulawesi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 7(2) : 479-492

Anda mungkin juga menyukai