Toksin torsebut akan terakumulasi dan terbawa melalui rantai makanan, sehingga
ikan predator terbesar dapat menjadi tempat penumpukan toksin terbanyak.
Peningkatan kasus CFP di satu lokasi umumnya dapat disebabkan oleh: peningkatan
suhu permukaan air laut akibat pemanasan global; eutrofikasi oleh aktivitas
rnanusia, perubahan antropogenik seperti pengurukan, pengerukan, dan
pengrusakan terumbu karang (de Sylva, 1994). Kerusakan terumbu karang, yang
sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia (seperti penambatan kapal,
konstruksi, dan pembuangan limbah), berpotensi untuk menyediakan tempat
tumbuh baru bagi bermacam makroalga yang merupakan substrat yeng disukai
oleh dinoflagellata penyebab CFF (de Sylva, 1994). lndonesia terdiri dari ribuan
pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh terumbu karang, seperti halnya Pulau
Belitung. Deerah tersebut telah lama menerima tekanan dari aktivitas manusia,
terutama akibat kegiatan pertambangan dan pariwisata, yang secara langsung
dapat menyebabkan penurunan kondisi terumbu karang di beberapa wilayah
perairan.
Keracunan akibat makan ikan laut kadang muncul di koran Lombok Post ini, salah satunya
diberitakan pada hari Senin 15 Januari 2006 yang lalu. Sebagian korban bahkan meninggal dunia,
dengan puluhan orang harus dirawat. Tetapi penjelasan tentang keracunan ikan ini masih sangat jauh
dari cukup untuk dapat dijadikan pelajaran oleh masyarakat, agar dapat menghindarinya di kemudian
hari. Tulisan ini dimaksudkan untuk menambah penjelasan yang lebih rinci tentang keracunan akibat
mengkonsumsi ikan yang secara ilmiah disebut dengan ciguatera (baca: siguatera).
Ciguatera merupakan kondisi keracunan pada manusia yang diakibatkan oleh konsumsi
hewan laut (ikan). Penyakit ini telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Ciguatera telah sering
terjadi di kawasan tropis dan sub-tropis Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia yang terletak
di antara kedua samudra tersebut merupakan salah satu kawasan yang banyak terjadi ciguatera.
Setiap tahun diperkirakan 10.000-50.000 orang mengalami ciguatera di seluruh dunia. Penyebab
utama ciguatera adalah makanan laut dari ikan bersirip (finfish).
Ciguatera sebagian besar diakibatkan oleh senyawa ciguatoxin yang terdapat pada daging
ikan. Ciguatoxin P-CTX-1 merupakan racun yang mematikan. Diperkirakan 90% kematian dari
ciguatera disebabkan racun yang diisolasi dari belut laut (moray eel) ini. Ikan mendapatkan racun
ciguatoxin tersebut dari mikroalga beracun yang dimakan oleh ikan herbivora (pemakan tumbuhan).
Jika ikan herbivora yang tampak sehat ini dimakan oleh ikan karnivora, maka racun ciguatoxin
tersebut terkumpul pada ikan karnivora (pemakan hewan).
Ikan-ikan yang beracun umumnya merupakan ikan-ikan karang yang hidup di dasar, walaupun
ada juga ikan-ikan yang pelagis. Jenis ikan karang yang biasanya tidak beracun, bisa menjadi beracun
setelah terjadinya peledakan populasi alga dinoflagelata. Telah dilaporkan ada 400 jenis ikan yang
potensial dapat berubah menjadi beracun, tetapi angka ini dianggap terlalu berlebihan. Jumlah jenis
ikan beracun dilaporkan sebanyak 10 jenis di Ryuku Island, Jepang. Di Hawaii, dari 172 kasus
ciguatera dalam dua tahun diidentifikasi sebanyak 16 jenis ikan yang beracun.
Ikan belut laut dan kerapu karang (Plectropomus spp.) merupakan jenis ikan yang banyak
terkait dengan ciguatera, terutama di barat daya Samudra Hindia. Di Amerika jenis ikan yang banyak
terkait dengan ciguatera adalah kerapu sunu (Epinephelus spp.). Di Australia, ikan-ikan yang dikenal
dapat beracun meliputi tenggiri (Scomberomorus commersoni), kerapu (Plectropomus dan
Epinephelus), barakuda (Sphyraena jello), kakap merah (Lutjanus sebae), dan kuwe (Caranx spp.).
Tingkat keracunan dari ikan bervariasi dari musim ke musim, dari satu lokasi ke lokasi lain, dan dari
satu spesies ke spesies lainnya. Suatu jenis ikan yang beracun di suatu kawasan, dapat tidak beracun
di kawasan di sebelahnya. Kawasan yang aman dari ciguatera dapat berubah memproduksi ikan-ikan
yang beracun suatu waktu, dan kembali lagi aman pada waktu berikutnya. Ikan yang mengandung
ciguatoxin memiliki ciri fisik, rasa dan bau yang normal, sehingga sulit diidentifikasi. Tetapi jika
konsentrasi racun di dalam ikan terlalu tinggi dapat menyebabkan ikan berperilaku aneh sehingga
mudah ditangkap. Bahkan ciguatoxin di tubuh ikan dapat menyebabkan kematian ikan itu sendiri.
Karena itu, ikan yang sangat mudah tertangkap nelayan, tidak seperti biasanya, perlu dicurigai
sebagai ikan yang mengandung ciguatoxin.
Sumber dari ciguatoxin di daging ikan berasal dari mikroalga yang dimakannya. Sekarang
telah dikenal 30 jenis mikroalga yang menghasilkan senyawa bioaktif, termasuk ciguatoxin. Sebagian
peneliti percaya bahwa ciguatera tidak hanya disebabkan oleh satu racun (toxin) saja, melainkan
kombinasi dari sejumlah toxin dan metabolit lainnya yang dihasilkan oleh satu atau banyak jenis
dinoflagelata. Walaupun demikian, mikroalga Gambierdiscus toxicus yang menghasilkan gambiertoxin
merupakan dinoflagelata yang paling penting.
Gejala yang ditimbulkan ciguatera dapat hilang dalam beberapa hari, dapat juga tetap
terasa hingga berbulan-bulan. Gejala sakit ciguatera dapat muncul kembali jika korban makan ikan
yang mengandung ciguatoxin kembali, atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Ikan herbivor yang
beracun biasanya menyebabkan gangguan (sakit) pada system pencernaan dan syaraf. Ikan karnivor
yang beracun dapat menyebabkan sakit yang lebih luas, termasuk gangguan peredaran darah dan
jantung.
Penyebab produksi ciguatoxin Para ahli telah menduga setidaknya tiga faktor sebagai
penyebab diproduksinya ciguatoxin.