NIM : 1704111302
JURUSAN : TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
MATKUL : BIOTOKSIKOLOGI
1
mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh ciguatoxins yang dihasilkan oleh
fitoplankton (Gamerdiscus toxicus) yang umumnya dijumpai/hidup pada hamparan
terumbu karang. Sedang penyakit yang lain adalah keracunan ikan fugu (buntal)
akibat tetrodotoksin yang dampak fisiologisnya mirip dengan paralytic shellfish
poisonings (PSP) walaupun struktur kimianya berbeda..
2
faktor kebiasaan makanan (food habits), juga banyak disebabkan oleh faktor
profesi seperti nelayan, pengolahan, pekerja-pekerja lingkungan, pengepakan dan
pengiriman (shipping), atau masyarakat yang berdomisili dekat pantai (coastal
communities).
Pada tahun 1987, suatu jenis penyakit baru pada manusia yang terkait dengan
fitoplankton ditemukan di Kanada, disaat 107 orang menjadi sakit setelah
mengkonsumsi kerang. Kemudian dari hasil penelusuran, kerang-kerang tersebut
berasal dari hasil pembudidayaan di beberapa wilayah estuarin Pulau Prince
Edward. Asam Domoat (Domoic acid) yang dapat memicu timbulnya aksi
neurotransmitter pada syaraf manusia, teridentifikasi pada kerang-kerang yang
tersisa tidak termakan oleh para korban dan yang dikoleksi dari hamparan budidaya
di wilayah-wilayah estuarin tadi. Asam domoat kemudian diketahui diproduksi
oleh sejenis diatom Nitzchia pungens yang terdapat melimpah dalam gastrointestin
kerang-kerang yang dikonsumsi para korban.
Para korban diketahui menderita gejala-gejala yang terkait dengan
gastrointestin (muntah, kram pada perut dan diarrhea) dan gejala-gejala neurologis
(sakit kepala yang dahsyat dan kehilangan memori jangka pendek). Sekitar 90
korban yang diopname, ada yang mengalami koma, tekanan darah yang tidak
stabil, lendir yang yang terus mengucur pada hidung dan hilang daya ingat
sementara.
Asam domoat ditemukan pada burung-burung laut Pelicant dan Cormorant
yang memakan ikan teri yang terkontaminasi, demikian juga pafa singa laut,
kepting dan kerang pecten di Florida, Washington, Oregon dan Kanada. Di Oregon
dan Washington, ditemukan kasus keracunan pada 25 orang yang mengkonsumsi
kerang pecten pada tahun 1993 (Washington Department of Health, 1994).
Neurotoxic shellfish poisoning (NSP) telah dikenal sejak tahun 1990-an yang
berasal dari laporan kejadian di bagian Tenggara USA (Gold Coast) dan sebelah
Timur Meksiko. Peledakan penyakit NSP terkait dengan konsumsi kerang hijau dan
Oyster dan beberapa jenis ‘filter feeders’ lainnya. Penyakit ini muncul selalu
bersamaan dengan terjadinya red-tides. Jenis toksin ini terutama terakumulasi pada
bagian otot kaki kerang (adductor muscles) yang disenangi dan enak dimakan.
Karena pihak pemerintah AS secara rutin melakukan pemantauan terhadap
Gonyaulax breve dan
kandungan brevetoxins dalam seafood, maka respon darurat dalam bentuk
pelarangan pengumpulan kerang sering dilakukan, sehingga insiden NSP sangat
rendah.
Brevetoksin dan ciguatoksin adalah polyethers yang mengikatkan diri pada reseptor
yang sama yang mengandung ion Na+, dan menyebabkan sakit pada bagian
abdomen, nausea, diarrhea, rasa terbakar pada rectum, sakit kepala, vertigo dan
gangguan pada pupil mata/iritasi mata.
PSP diketahui telah menyerang suku Indian di sisi Barat-daya Pasifik sejak
beberapa abad lalu. Intoksikasi PSP terkonsentrasi di Amerika bagian Utara dan
Eropa. Serangan PSP juga diketahui terjadi di Malaysia, the Philippines, Indonesia,
Venezuela, Guatemala (Kao, 1993), China (Anderson et al., 1996) dan Afrika
Selatan (Popkiss et al., 1979).
PSP pada manusia terjadi setelah mengkonsumsi bivalvia yang
terkontaminasi senyawa saxitoxin, yang umumnya terakumulasi pada organ
hypatopancreas (kelenjar pencernaan). PSP disebabkan oleh mengkonsumsi
kepiting dan gastropoda (jenis siput) dari terumbu karang telah dilaporkan terjadi di
Jepang dan Fiji (Noguchi et al., 1969), dan di Indonesia PSP melibatkan ikan
sebagai transvektor (Adnan, 1984)
Saxitoxin dihasilkan oleh dinoflagellata dari genera Gymnodinium,
Alexandrium (Anderson et al, 1996), Gonyaulax dan Pyrodinimum (Halstead and
Shantz, 1984.). Organisme-organisme ini merupakan penyebab terjadinya
blooming fitoplankton yang biasanya menyebabkan air terlihat berwarna coklat
(brown-tide) atau merah (red-tide) yang bersifat toksik. Aksi biologis saxitoxin
adalah memblok akson syaraf dan serabut otot. Dosis fatal melalui oral pada
manusia adalah 1-4 mg (tergantung berat badan dan usia manusia) (Baden et al.,
1995).
Gejala PSP muncul antara 30 menit hingga 3 jam, bergantung pada jumlah
toksin yang teringesti. Gejala awal adalah parasthesias dan kejang pada bibir dan
mulut yang secara menyebar ke seluruh bagian muka dan leher (Kao, 1993).
Korban juga segera mual dan muntah-muntah. Jika tingkat keracunan parah, maka
korban akan segera merasakan kelumpuhan pada kaki, meracau, kesulitan bernafas
akhirnya terjadi paralisis muscular. Korban dapat segera pulih bila segera
mendapatkan perawatan
karena waktu paruh aktifitas toksin ini sekitar 90 menit. Tingkat kematian akibat
PSP tergolong sangat rendah, namun di Eropa dan Amerika pernah mencatat angka
2 dan 14% pada serangan puncak PSP (Kao, 1993).
Anderson, D.A., Kulis, D. M., Qi, Y-Z., Zheng, L., Lu, S., Lin, Y.-T. (1996)
Paralytic shellfish poisoning in southern China. Toxicon 34: 579-590.
Baden, D., Fleming, L.E., Bean, J.A. (1995) Marine Toxins. deWolff, F.A.
(ed), Handbook of Clinical Neurology: Intoxications of the Nervous
System Part II. Natural Toxins and Drugs, Elsevier Press, Amsterdam,
Netherlands, pp. 141-175.
Halstead, B.W., Shantz, E.J. (1984) Paralytic shellfish poisoning. WHO Offset
Publication No. 79, World Health Organization, Geneva, pp. 1-59.
Kao, C.Y. (1993) Paralytic shellfish poisoning. Falconer, I.R. (ed.), Algal
Toxins in Seafood and Drinking Water, Academic Press Ltd., London, pp.
75-86.
Legrand A. M., Fukui, M., Cruchet, P., Ishibashi, Y., Yasumoto, T. (1992)
Characterization of ciguatoxins from different fish species and
Gambierdiscus toxicus. Graneli, E., Sundstrüm, B., Edler, L., Anderson,
D.M. (eds.), Toxic Marine Phytoplankton, Elsevier, New York, pp. 25-32.
Morris, J.G., Jr., Lewin, P., Smith, C.W., Blake, P.A., Schneider, R. (1982)
Ciguatera fish poisoning: epidemoiology of the disease on St. Thomas and
U.S. Virgin Islands. Am. J. Trop. Med. Hyg. 31: 574-578.
Ragelis, E.P. (1984) Ciguatera seafood poisoning. Ragelis, E.P. (ed.). Seafood
Toxins, ACS Symposium Serial 262, American Chemical Society,
Washington, D.C, pp. 25-36.