Anda di halaman 1dari 11

DAMPAK FISIOTERAPI DADA TERHADAP

STATUS PERNAPASAN ANAK BALITA PNEUMONIA


DI RSUD KOJA DAN RSUD PASAR REBO JAKARTA

Rosa Melati1, Nani Nurhaeni2, Siti Chodidjah2

1. Akademi Keperawatan Manggala Husada, Jakarta 13930, Indonesia


2. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: ocha_melati@yahoo.co.id

Abstrak
Manifestasi pneumonia pada anak antara lain adanya peningkatan produksi sputum yang
kental dan sulit dikeluarkan. Salah satu terapi supportif yang diberikan adalah fisioterapi dada.
Fisioterapi dada diberikan untuk mengalirkan dan mengeluarkan sekresi yang ada di saluran
pernapasan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dampak fisioterapi dada terhadap
status pernapasan denyut nadi/ HR dan saturasi oksigen/ SaO2 anak balita pneumonia.
Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan pre test dan post test
without control. Metode sampling consecutif sampling, dengan 35 jumlah responden di
RSUD Koja dan RSUD Pasar Rebo Jakarta. Hasil analisis penelitian menunjukkan adanya
perbedaan sebelum dan sesudah intervensi pada HR dan SaO2 dengan signifikansi P = 0.001.
Hasil penelitian ini merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk menggunakan sampel
lebih banyak lagi dan menggunakan desain time series pada fisioterapi dada.

Kata Kunci: balita, status pernapasan, fisioterapi dada.

Abstract
Manifestations of pneumonia in children include an increase in the production of thick
sputum, and difficult to remove. One of the supportive therapy given is chest physiotherapy.
Chest physiotherapy is given to drain and remove secretions in the respiratory tract. The
purpose of this study was to description the effects of chest physiotherapy on respiratory
status heart rate/ HR and oksigen saturation/ SaO2 children pneumonia. Design research is a
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 41
quasi experimental with pre-test and post-test without control. Consecutive sampling method
of sampling, with 35 respondents in Koja Hospital and Pasar Rebo Hospital Jakarta. Results
of the analysis showed that there was a difference before and after intervention in HR and
SaO2 with significance P = 0.001. The results of this study recommends further research to
use more samples and using time series experimental design on the chest physiotherapy.

Keywords: children, respiratory status, chest physiotherapy.

Pendahuluan perkembangan. Kondisi sakit yang


Bervariasinya usia anak mulai dari ditandai dengan sesak napas, kehilangan
dalam kandungan sampai sebelum 18 cairan berlebihan dan tidak mau makan
tahun, menyebabkan anak tidak selalu dan minum menyebabkan badannya
berada dalam kondisi yang sehat. lemah, memerlukan perawatan rumah
Perhatian dari orangtua diperlukan sakit dan membutuhkan perhatian
karena kesehatan seorang anak menjadi perawat. Perawat bukan hanya
tanggung jawab dari orang tua dan memperhatikan proses penyembuhan
pemerintah, terutama pada mereka yang penyakit tetapi perlu memperhatikan
usianya masih relatif kecil. Masa fisik dan psikososial anak sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang tahapan usia tumbuh kembang. Masa
dilalui anak tidak selalu berjalan dengan perkembangan secara khas terjadi sesuai
baik, banyak penyebab yang menganggu dengan tahapan usia anak, tetapi perawat
kondisi kesehatan anak antara lain faktor hendaknya fleksibel dalam menanggapi
sosial ekonomi, lingkungan, fisik dimana hal ini, terutama pada saat anak sakit dan
fungsi organnya yang belum matur, daya dirawat di rumah sakit (Johnson &
tahan tubuh yang rendah, serta malnutrisi Keogh, 2010).
yang mempermudah terjadinya penyakit
pada anak (World Health Organization/ Salah satu penyakit yang terjadi pada
WHO, 2006) anak dan menyebabkan anak dirawat di
rumah sakit adalah pneumonia.
Sebagian anak melalui pertumbuhan dan Pneumonia menjadi pembunuh utama
perkembangan dengan mudah, namun pada anak dan merupakan penyebab
pada keadaan sakit sebagian anak akan kematian tertinggi baik di negara
mengalami keterlambatan dalam berkembang ataupun di negara maju
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 42
(Alak, Seabrook, & Rieder, 2010; Legg, oleh bakteri streptococcus pneumoniae.
Barrowman, Shenouda, Koujok & Saux, Burns menambahkan manifestasi klinis
2012). Tingginya angka kematian dan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
kesakitan yang disebabkan oleh dimulai dari infeksi saluran nafas atas,
pneumonia menjadi perhatian demam tinggi, batuk, pernapasan cepat,
pemerintah, dalam upaya menurunkan dypsnea, peningkatan suara nafas,
angka kematian anak sesuai dengan merintih, retraksi, kemudian tampak
tujuan keempat Millenium Development lemah dan beresiko mengalami distress
Goals (MDGs 2015) (Said, 2010). pernapasan yang lebih berat serta
hipoksemia.
Tinjauan Teori
1. Pneumonia Penatalaksanaan yang diberikan pada
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pasien dengan pneumonia yang dirawat
pada paru-paru yang menular dan dirumah sakit adalah pemberian
umumnya menyebabkan penurunan antibiotika dan terapi supportif lainnya
oksigenasi, sesak napas, dan kematian seperti anti piretik, pemberian cairan,
(Izadnegahdar, Cohen, Klugman, & oksigen, inhalasi, fisioterapi (Supriyatno
Qazi, 2013). 2010).

World Health Organization (WHO, 2. Fisioterapi Dada


2013) menyebutkan bahwa pneumonia Fisioterapi dada atau Chest
adalah salah satu penyakit yang physiotherapy (CPT) u adalah salah satu
menyebabkan kematian paling banyak tindakan untuk membersihan bronkial,
pada anak berusia di bawah 5 tahun sehingga meningkatkan fungsi paru dan
(balita). dapat bernapas dengan baik.

Jenis virus utama penyebab pneumonia Tujuan dari CPT adalah untuk melepas
adalah Respiratory Syncytial Virus/ RSV dan mengalirkan sekresi bronkial pada
(Hatipoglu, 2011; Esposito, 2012). saluran napas menggunakan gravitasi
Menurut Burns, Dunn, Blosser, Brady bumi, dengan memanipulasi dada bagian
dan Starr (2013), penyebab pnemonia eksternal. Menghilangkan sekresi dapat
adalah bakteri, virus, mycoplasma dilakukan dengan batuk, atau aspirasi
pneumonia dan chlamydia pneumonia, dengan kateter (Magnuson, 2000).
90% kejadian pneumonia disebabkan
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 43
Metode Penelitian Peneliti juga melakukan uji normalitas.
Penelitian kuantitatif dengan Hasil uji normalitas menunjukkan
menggunakan desain kuasi terdapat sebaran data normal pada HR
eksperimental. Penelitian kuasi ini setelah intervensi pengukuran pertama,
menggunakan pre test dan post test with dan sebelum serta sesudah intervensi
out control. pengambilan sampel dengan pengukuran kedua (p value > 0.05).
menggunakan consecutive sampling Sementara untuk pengukuran lainnya
yaitu pemilihan sampling berdasarkan memiliki sebaran data tidak normal.
semua objek yang datang dan sesuai
dengan kriteria penelitian yang Peneliti melakukan analisis univariat
dilakukan di dua rumah sakit yaitu terhadap data karakteristik responden
RSUD Koja dan RSUD Pasar Rebo. (seperti usia, status gizi dan status
Jumlah besar sampel yang digunakan pemberian ASI serta HR dan SaO2
pada penelitian ini adalah 35 anak. sebelum dan sesudah pengukuran).
Tidak ada sampel yang dropout dalam Analisis bivariat menggunakan uji
penelitian. statistik paired t-test untuk mengetahui
perbedaan HR sebelum dan sesudah
Alat pengumpul data yang digunakan intervensi pada pengukuran kedua.
dalam penelitian ini adalah (1) lembar Untuk pengukuran lainnya menggunakan
data karakteristik responden yang berisi uji statistik Wilcoxon. Tingkat kesalahan
tanggal pengambilan sampel, tanggal α =0,05 dan adanya hubungan yang
lahir/ usia anak, berat badan, tinggi signifikan apabila nilai p value < 0,05.
badan, status gizi dan status ASI; (2) Penelitian telah melalui uji etik dari
lembar hasil pengukuran; (3) Meteran; Komite Etik Penelitian Fakultas Ilmu
(4) timer untuk menghitung nadi dan laju Keperawatan UI.
pernapasan selama satu menit penuh; (5)
oksimetri untuk mengukur saturasi
oksigen responden.

Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 44


Hasil
Tabel 1 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Perubahan Status Pernapasan HR dan SaO2
Sebelum Intervensi Pertama dan Sebelum Intervensi Kedua
Sebelum intervensi Sebelum intervensi
Variabel n 1 2 P value
Mean SD Mean SD
HR 35 128.00 19.462 120.89 17.548 0.004
SaO2 35 91.66 8.616 93.77 6.193 0.006

Tabel 2 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Perubahan Status Pernapasan HR dan SaO2
Sesudah Intervensi Pertama dan Sesudah Intervensi Kedua
Sesudah intervensi
Sesudah intervensi 2
Variabel n 1 P value
Mean SD Mean SD
HR 35 123.66 18.716 120.43 13.937 0.247
SaO2 35 92.31 8.457 96.51 2.639 0.002

Tabel 3 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Perubahan Status Pernapasan HR dan SaO2
Sebelum Intervensi Pertama dan Sesudah Intervensi Pertama
Sesudah intervensi
Sebelum intervensi 1
Variabel n 1 P value
Mean SD Mean SD
HR 35 128.00 19.462 123.66 18.716 0.030
SaO2 35 91.66 8.616 92.31 8.457 0.255

Tabel 4 Hasil Analisis Perbedaan Rerata Perubahan Status Pernapasan HR dan SaO2
Sebelum Intervensi Kedua dan Sesudah Intervensi Kedua
Sesudah intervensi
Sebelum intervensi 2
Variabel n 2 P value
Mean SD Mean SD
HR 35 120.89 17.548 120.43 13.937 0.832
SaO2 35 93.77 6.193 96.51 2.639 0.001

Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 45


Tabel 1 menunjukkan Nilai rerata HR dan pertama. Tabel 4 menunjukan nilai rerata
SaO2 sebelum intervensi pertama dan SaO2 sebelum dan sesudah intervensi pada
kedua memiliki nilai kemaknaan (p value pengukuran kedua memiliki nilai
< 0.05) sehingga dapat disimpulkan ada kemaknaan (p value < 0.05) sehingga
perbedaan nilai HR dan SaO2 antara dapat disimpulkan ada perbedaan nilai HR
sebelum diberikan intervensi pada antara sebelum dan sesudah intervensi
pengukuran pertama dan kedua. Tabel 2 pada pengukuran kedua. Sementara hasil
menunjukan nilai rerata RR dan SaO2 analisis uji paired t-test menjelaskan nilai
sesudah intervensi pertama dan kedua rerata HR sebelum dan sesudah intervensi
memiliki nilai kemaknaan (p value < 0.05) kedua memiliki nilai kemaknaan P=0.832,
sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan ( > 0.05). sehingga dapat disimpulkan
nilai SaO2 antara sesudah diberikan tidak ada perbedaan nilai HR antara
intervensi pada pengukuran pertama dan sebelum dan sesudah diberikan intervensi
kedua. Sementara hasil analisis uji paired pada pengukuran kedua.
t-test menjelaskan nilai rerata HR sesudah
intervensi pertama dan kedua memiliki Pembahasan
nilai kemaknaan P=0.247, ( > 0.05), Penelitian yang menunjang lainnya
sehingga dapat disimpulkan tidak ada disampaikan oleh Santos, Ribeiro, Ribeiro
perbedaan nilai HR antara sesudah dan Morcillo (2009) yang menjelaskan
diberikan intervensi pada pengukuran bahwa dalam mengekspresikan keparahan
pertama dan kedua. Tabel 3 menunjukan penyakit dan terapi pada pneumonia dapat
nilai rerata HR sebelum dan sesudah diketahui melalui HR dan SaO2. Santos
intervensi pada pengukuran pertama menjelaskan bahwa peningkatan HR
memiliki nilai kemaknaan (p value < 0.05) disebabkan oleh gangguan pernapasan
sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan berupa peningkatan sekresi yang
nilai HR antara sebelum dan sesudah mengental dan sulit dikeluarkan. Secara
intervensi pada pengukuran pertama. umum peningkatan HR adalah normal
Sedangkan hasil analisis uji paired t-test secara fisioligis akibat adanya gangguan
menjelaskan nilai rerata SaO2 sebelum dan pernapasan. Hal ini disebabkan karena
sesudah intervensi pertama memiliki nilai belum maturnya proses pertumbuhan dada,
kemaknaan P=0.255, ( > 0.05). sehingga dan perkembangan sistem pernapasan,
dapat disimpulkan tidak ada perbedaan Selain itu anak-anak biasanya memiliki
nilai SaO2 antara sebelum dan sesudah metabolisme lebih tinggi dan kebutuhan
diberikan intervensi pada pengukuran istirahat serta oksigen lebih besar.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 46
Penurunan SaO2 mungkin disebabkan oleh yang disukai serta meningkatkan istirahat
tingkat keparahan penyakit paru atau anak.
ketegangan selama fisioterapi dada. Upaya
yang dilakukan adalah pemberian Nilai rerata HR pada sebelum pengukuran
fisioterapi dada dan istirahat yang cukup kedua lebih rendah, dan SaO2 lebih tinggi.
serta intake nutrisi yang memadai. Menurut peneliti ini menunjukkan adanya
hal yang positif dari fisioterapi dada yang
Penelitian ini juga ditunjang penelitian dilakukan secara rutin, karena penurunan
Gonzalves (2014) dimana hasil nilai HR serta peningkatan SaO2 memang
penelitiannya terdapat peningkatan SaO2 diharapkan sebagai tanda adanya
secara signifikan tetapi ada penurunan perbaikan penyakit. Sejalan dengan
HR walau tidak bermakna dan tidak penelitian Maddison (2013) yang
signifikan. Namun penelitian tersebut mengemukakan bahwa fisioterapi pada
tidak menjelaskan alasan mengapa nilai sebagian penyakit paru-paru dilakukan
HR yang didapatkan tidak signifikan. secara rutin. Madison juga menambahkan
bahwa fisioterapi baik dilakukan pada pagi
Sejalan dengan penelitian Enarson dan hari untuk mengurangi sekresi yang
Gie (2005) menjelaskan bahwa fisioterapi menumpuk pada malam hari dan dilakukan
dada tidak dianjurkan karena fisioterapi pada sore hari agar mengurangi batuk pada
dada menyebabkan anak gelisah sehingga waktu tidur malam hari. Penelitian Rochat
meningkatkan denyut nadi. Mengenai (2013) menjelaskan bahwa ada hubungan
nilai HR kurang signifikan karena anak antara fisioterapi dada yang dilakukan
anak sulit bekerjasama dengan peneliti pada bayi yang dirawat di rumah sakit dan
pada usia lebih dari 24 bulan sehingga merekomendasikan untuk melakukan
kadang-kadang mengganggu teknik yang fisioterapi dada secara rutin.
diberikan dan menyebabkan stress pasien.
Santos juga menambahkan fisioterapi Berdasarkan hasil penelitian sebelum dan
dada memilki hubungan dengan sesudah intervensi pada pengukuran
meningkatkan metabolisme 35%, juga pertama SaO2 tidak signifikan walau ada
peningkatan HR. Upaya yang dilakukan penurunan tetapi kurang bermakna. hasil
meminta orang tua untuk membantu penelitian menduga karena fisioterapi
menenangkan anak dengan digendong dada yang diberikan baru satu kali
dan jalan-jalan disekitar ruangan atau sehingga belum terlihat perubahan pada
memberikan distraksi melalui mainan saturasi oksigen. Hal ini kemungkinan
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 47
disebabkan karena jumlah sekresi yang SaO2 mungkin disebabkan oleh adanya
keluar dari saluran napas belum optimal tingkat keparahan penyakit paru atau
sehingga proses pertukaran udara ketegangan selama fisioterapi dada.
terganggu dan menimbulkan masalah sementara pengaruh fisioterapi terhadap
pula pada pertukaran gas. Hasil penelitian SaO2 memiliki hubungan secara klinis,
ini sama dengan hasil penelitian yang sehingga parameter ini membantu evaluasi
dilakukan oleh Lukrafka et al (2012) klinis dan panduan terapi untuk anak-anak
yang menjelaskan bahwa tidak ada dengan masalah pernapasan. Upaya yang
perubahan signifikan pada rerata nilai dilakukan yaitu melakukan fisioterapi dada
SaO2 pada fisioterapi dada, namun dengan hati-hati sehingga dapat
penelitian tersebut tidak menjelaskan mengurangi ketegangan pada anak.
alasannya.
Penelitian yang dilakukan selama dua hari
Meskipun pada fisioterapi pertama saturasi berturut-turut ini menjelaskan, walaupun
oksigen belum meningkat secara bermakna pada pemeriksaan kedua, ketiga dan
namun pada pemberian intervensi kedua keempat ada satu variabel yang tidak
SaO2 mengalami peningkatan yang signifikan namun secara umum pada akhir
bermakna. Seperti yang di sampaikan oleh pengukuran HR mengalami penurunan
Gonzalves (2014) dimana peneliti percaya sementara SaO2 mengalami peningkatan.
bahwa gangguan pernapasan berkurang Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
disebabkan oleh pembersihan sekresi, yang ada hubungan positif antara fisioterapi
menyebabkan penurunan resistensi saluran dada terhadap status pernapasan HR dan
napas dan meningkatkan ventilasi dan SaO2. Hasil penelitian ini ditunjang oleh
perfusi dada. menurut Gonzalves penelitian Mardiyanti (2012) menjelaskan
penurunan HR berbanding terbalik adanya pengaruh positif pada anak yang
terhadap SaO2. Penurunan HR serta berumur di bawah dua tahun yang
peningkatan SaO2 ini menyebabkan dilakukan fisioterapi dada terhadap status
menurunnya pengeluaran energi karena pernapasan pada anak dengan infeksi
pada kondisi pneumonia energi lebih saluran pernapasan akut di RSPAD Gatot
diperlukan untuk melakukan kontraksi otot Soebroto Jakarta. Indrayeni (2013) juga
jantung dan menggerakan bronkial halus. menjelaskan ada hubungan positif antara
fisioterapi dada terhadap perubahan status
Santos, Ribeiro, Ribeiro and Morcillo pernapasan menggunakan Krissjansen
(2009) menjelaskan bahwa penurunan Score. Berdasarkan analisis penelitian
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 48
penulis berkesimpulan bahwa fisioterapi dapat pula menurunkan tingkat kecemasan
dada baik dilakukan pada anak balita orang tua akan penyakit yang diderita
dengan pneumonia. anaknya

Simpulan Saran
Berdasarkan hasil analisis perbedaan Fisioterapi dada sudah baik dilakukan di
antara rerata perubahan status pernapasan ruang rehabilitasi medik akan tetapi lebih
HR dan SaO2 sebelum intervensi dan baik lagi jika pemberiannya dilakukan
sesudah intervensi memiliki hasil yang secara rutin, tanpa menghentikan tindakan
bermakna dan signifikan dengan P value karena hari libur. Oleh karena itu
0.001. Fisioterapi dada memiliki hasil kerjasama dengan perawat sebagai
positif pada anak balita dengan pemberi pelayanan yang selalu ada selama
pneumonia. 24 jam perlu dilibatkan agar rutinitas
pemberian fisioterapi dada terjaga.
Fisioterapi dada sebagai terapi supportif Perawat hendaknya melakukan fisioterapi
memiliki dampak positif terhadap status dada di ruang perawatan sebagai
pernapasan anak balita, oleh karena itu kompetensi mandiri seorang perawat jika
hendaknya tindakan fisioterapi dada ini fisioterapis tidak datang ke ruang rawat
dapat dijadikan kebijakan rumah sakit. inap.
Kebijakan yang ada hendaknya
dilaksanakan secara rutin dan bila Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar
memungkinkan lebih dari satu kali setiap penelitian berikutnya untuk
harinya. Penelitian ini merupakan kajian mengeneralisasikan fisioterapi dada yang
ilmiah yang merupakan pengembangan paling tepat bagi balita. Beberapa
evidence based practice terhadap dampak pengukuran penelitian ini mendapatkan
fisioterapi dada dan status pernapasan HR, variabel yang kurang signifikan untuk itu
dan SaO2. Penelitian ini diharapkan perlu dilakukan penelitian dengan jumlah
menambah manfaat dan memperkaya sampel lebih besar lagi dan menggunakan
keilmuan akan ragam tindakan fisioterapi desain time series dengan menambahkan
dada sampai akhirnya ditemukan jenis suhu tubuh sebagai faktor perancu. Sekitar
fisioterapi dada yang paling tepat untuk 15% anak tertidur setelah fisioterapi dada,
balita. Penelitian ini dapat mempercepat untuk itu pada penelitian selanjutnya
proses penyembuhan anak dan dilakukan penelitian kualitas tidur anak
menurunkan morbiditas anak sehingga setelah fisioterapi.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 49
Kepustakaan newborns with acute viral
bronchiolitis. Gonçalves et al.
Alak A., Seabrook J. A., & Rieder M. J. International Archives of Medicine.
(2010) Variations in the http://www.intarchmed.com/conten
management of pneumonia in t/7/1/3.
pediatric emergency departments:
compliance with the guidelines. Hatipoglu N., et al. (2011). Viral etiology
Pediatric EM. London, CJEM in hospitalized children with acute
2010,12(6),514-9. lower respiratory tract infection.
The Turkish Journal of Pediatrics
Burns C. E., Dunn A. M., Brady M. A., 2011; 53: 508-516.
Blosser C. G., dan Starr N. B.
(2013). Pediatric primary care. 5 Indrayeni R. (2013). Dampak Fisioterapi
Edisi. Philladelphia: Elsevier Dada Terhadap Perubahan Status
Saunders. Pernapasan (Krissjansen
Respiratory Score, Saturasi
Enarson P. M., & Gie R. (2005). Oksigen Dan Denyut Nadi) Anak
Management of Pneumonia in the Balita Pneumonia Di RDUD Pasar
Child 2 to 59 Month of age. Int Rebo Dan RSUD Koja Jakarta.
Journal Lung Dis,9 (9), 959-963. FIK-UI. tesis

Esposito S., et. Al. (2012). Impact of Izadnegahdar R., Cohen A. L., Keith P. K.,
rhinoviruses on pediatric & Qazi S. A. (2013). Childhood
community-acquired pneumonia. pneumonia in developing countries.
Eur J Clin Microbiol Infect Dis Lancet Respir Med, 1: 574–84
31:1637–1645. DOI http://dx. doi.org/10.1016/ S2213-
10.1007/s10096-011-1487-4. 2600(13)70075-4.

Gonçalves R. A., Feitosa S. Selestrin C. Johnson J. Y., & Keogh J. (2010).


Valenti V. E., Sousa F. H., Siqueira Pediatric Nursing Demystified.
A. A., Petenusso M. & Carlos L. New York: The McGraw-Hill
(2014). Evaluation of physiological Companies, Inc.
parameters before and after
respiratory physiotherapy in
Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 50
Legg A. R., Barrowman N., Shenouda N., Santos C., Ribeiro M., Ribeiro J., &
Koujok K., & Saux N. L. (2012). Morcillo A. (2009). Respiratory
Community acquired lobar physiotherapy in children with
pneumonia in children in the era of community-acquired pneumonia.
universal 7-valent pneumococcal Canadian Journal of Respiratory
vaccination: a review of clinical Therapy — www.csrt.com.
presentations and antimicrobial
treatment from a Canadian Supriyatno B. (2010). Batuk Kronik Pada
pediatric hospital. BMC Pediatrics Anak. Majalah Kedokteran
12:133. http://www. Biomed Indonesia, Volume: 60. Nomor: 6,
central. com/1471-2431/12/133 Juni 2010.

Magnuson W. G., (2000). Chest WHO. (2006). Pneumonia: the forgotten


Physiotherapy. Clinical Care killer of children. New York:
Medicine Department. CCMD WHO.
Share/lr/Policies/Procedures/
Bronchial Hygiene. WHO. (2013). Pocket Book Of Hospital
care for children. Geneva: WHO
Mardiyanti (2011). Dampak Fisioterapi Press.
Dada Terhadap Status Pernapasan
(SpO2, WCSSS Dan Denyut Nadi)
Pada Anak Usia Kurang Dari Dua
Tahun Dengan ISPA Di RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta. FIK-UI.
Tesis

Said M. (2010). Pengendalian Pneumonia


Anak Balita Dalam Rangka
Pencapaian MDG4. Buletin
Jendela Epidemiologi, Volume: 3.

Jurnal Ilmiah Keperawatan Altruistik – Volume 1 / Nomor 1 / Oktober 2018 51

Anda mungkin juga menyukai