Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis atau yang biasa disebut OMSK merupakan suatu
infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Secara garis besar,
OMSK dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa =
tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Infeksi kronis
yang yang pada OMSK yang sudah terlalu lama akan mengalami komplikasi ke
rongga mastoid yang dikenal dengan mastoiditis.1,2,3
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain (1
mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), (2) mastoidektomi radikal, (3)
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, (4) miringoplasti, (5) timpanoplasti, (6)
pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty).1
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses
infeksi pada tulang mastoid. Rongga udara pada mastoid merupakan sebuah
ruangan yang berisi udara yang terlokalisasi di sepanjang tulang mastoid,
penonjolan tulang yang berlokasi di belakang telinga yang berasal dari tulang
temporal. Rongga udara tersebut terhubung dengan sebuah kavitas pada bagian atas
tulang yang berhubungan dengan telinga tengah.1,2,4
Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk mengangkat seluruh infeksi
sehingga dicapai kondisi telinga yang terbebas dari infeksi, kadang mastoidekstomi
juga dilakukan untuk memperbaiki saraf fasialis yang mengalami kelumpuhan.1-3
Terdapat beberapa macam tipe mastoidektomi seperti yang sudah dijelaskan
di atas dan di referat ini akan membahas lebih spesifik tentang mastoidektomi
radikal dengan modifikasi/mastoidektomi dinding runtuh yang biasa disebut canal
wall down mulai dari pembahasan anatomi telinga yang penting diketahui dalam
melakukan tindakan operasi mastoidektomi, teknik operasi, perbandingan canal
wall (mastoidektomi dinding utuh), perawatan paska operasi dan komplikasi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. Anatomi
2.1 Tulang Mastoid
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga,
didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara.2 Rongga-rongga
udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid.
2,3
Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu
pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan
rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah
ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.4
Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang
epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum
dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras
dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus
lateralis.2 Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater
fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior. Sudut ini
ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi mastoid di
bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut
keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk
oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis.3 Segitiga trautmann adalah daerah yang
terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus
petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa
posterior.3
Anatomi yang paling penting diketahui untuk melakukan operasi
Mastoidektomi adalah :2,3
1. Anatomi Auricula ( Telinga Luar )
2. Anatomi Kavum Timpani
3. Anatomi Tulang temporal

2
4. Anatomi N Fasialis
2.2 Anatomi Auricula (Telinga Luar)3,4
Terdiri dari : Daun telinga (Auricula ) dan liang telinga (CAE)
Daun telinga : merupakan lipatan kulit yang membungkus fibrokartilago kecuali
pada lobulus dan antara tragus-anti helix.
Liang Telinga :
- Lubangnya disebut meatus akustikus eksternaus
- Salurannya disebut Kanalis Auditorius Eksternus
Liang telinga terdiri dari :
- Bagian tulang rawan : 1/3 bagian lateral ( 8mm), merupakan kelanjutan
aurikula, terdapat kelenjar-kelenjar ( folikel rambut, kelenjar sebasea, kel
seruminosa)
- Bagian Tulang : 2/3 bagian medial (16 mm). Tidak mengandung folikel
rambut.
- Penyempitan (Isthmus) pada juctura kartilago-osea

Gambar 1. Anatomi auris eksterna

2.2 Anatomi Kavum Timpani2,3,4


Pembagian Telinga Tengah Secara Anatomis
1. Membrana Timpani
2. Kavum Timpani
3. Tuba Eustachii

3
4. Antrum Mastoid dan selulaenya

Pembagian Telinga Tengah secara Fisiologis


a. Timpani Anterior
1. Mesotimpani
2. Hipo Timpani
3. Tuba Auditiva
b. Timpani Posterior
1. Epi Timpani
2. Retrotimpani (Antrum dan Selulae)

Isi Kavum Timpani :


1. Tulang Pendengaran
2. Ligamen : malei lateral, malei superior, inkudis posterior
3. Tendo otot : m. tensor timpani, m. stapeideus
4. Saraf : Korda timpani, n. stapeideus
Bentuk kavum timpani adalah kubus tidak beraturan dengan volume + 2,5 cc

Batas-Batas Kavum Timpani


 Batas Lateral : membran timpani
 Batas Medial : ( mudah cedera ) promontorium, oval window, round
window, prominensia kanalis fasialis, pleksus timpanikus. Promontorium
dibentuk oleh tonjolan basis koklea. Oval window terletak di postero
superior, Round Window di postero inferior dinding medial kavum timpani.
Resesus fasialis adalah suatu cekungan di dinding posterior kavum timpani
yang kedalamannya bervariasi dibatasi sebelah medial oleh kanalis fasialis
dan kompleks stilod dan di lateral oleh tulang timpani.
 Batas Superior : Tegmen timpani, terdapat sutura petrosquamosa.
 Batas Inferior : Bulbus Jugularis, nervus fascialis
 Batas Anterior : Tuba Eustachii, semikanal m. tensor timpani, arteria karotis

4
 Batas Posterior : eminensia piramidalis, aditus ad antrum, tepat keluarnya
korda timpani, fosa inkudis , dibaliknya terdapat antrum dan mastoid.

Isi Kavum timpani :


Osikel, tendo m tensor timpani, m.stapeideus, n. korda timpani. Fungsi otot
m. tensor timpani dan m. Stapedeus memegang peranan penting sebagai proteksi
telinga akan suara-suara yang keras dari luar, dimana M. Stapedius lebih protektif
dibandingkan M. Tensor Timpani.2,3
Pembagiannya : Epitimpani ( lebih atas dari membran timpani ), Meso
timpani ( Setinggi membran timpani , hipotimpani ( lebih bawah dari m. timpani ).
Di dalam kavum timpani terdapat korda timpani yang merupakan cabang
dari N.VII setinggi kurang lebih 6 mm diatas foramen stylomastoid. Korda timpani
ini berjalan mealui kanal yang terletak di sebelah lateral dari batang utama N.VII
dan masuk ke dalam telinga tengah di berbagai variasi tingkat namun selalu 3-4
mm di bawah oval window.3
Korda timpani dapat dengan mudah terlihat di belakang membran timpani
dimana lengkungannya melintasi kavum telinga tengah melewati manubrium
malleus dan proccesus longus incus lalu keluar dari telinga melalui fissura
petrotimpani. 4

5
Gambar 2. Anatomi kavum timpani

2.3 Tulang Temporal


Bagian-bagiannya : terdiri dari pars mastoid, pars squamosa, pars timpanika
dan pars petrosa.2 Sutura yang sering kali tidak menutup secra sempurna adalah
sutura petrosquamosa , letaknya di posterosuperior aurikula, sehingga kejadian ini
sering terdapat pada mastoiditis anak.3,4 Yang perlu dicermati pada tulang temporal
adalah :
1. Processus Zigomaticus, terdapat sebuah tonjolan yang disebut spina supra
meatus Henle yang letaknya pada fosa mastoidea sedikit ke belakang atas
liang telinga. Pada bagian ini juga terletak segitiga imajiner MacEwen yang
berbatas ke superior dengan linea temporalis, ke anterior pada tepi posterior
liang telinga dan sisi posterior adalah garis imajiner yang tegak lurus pada
linea temporalis dan menyinggung dinding paling posterior liang telinga.
2. Tulang Timpani , membentuk sebagin besar dinding liang telinga.
3. Processus mastoid/ Tip Mastoid
4. Pneumatisasi tulang mastoid. Pneumatisasi terbentuk hampir lengkap pada
usia 4-6 th. Terdapat 3 tipe pneumatisasi : pneumatik, diploik, sklerotik.

6
Bila proses Pneumatisasi sempurna disebut tipe pneumatik, bila
Pneumatisasi sebagian disebut tipe diploik dan bila tidak terjadi
Pneumatisasi disebut tipe sklerotik

Gambar 3. Anatomi os temporal dilihat dari lateral dan medial

2.4 Anatomi Nervus Fasialis


N. Fasialis terutama merupakan saraf motorik yang mengurus ekspresi
wajah, tetapi juga somatosensoris dan sektretomotoris dari serabut-serabut n.
intermedius.4
Setalah melewati MAI kemudian masuk ke kanalis falopii berjalan ke lateral
sampai diatas basis koklea untuk kemudian menukik tajam ke postrior membentuk
genu eksterna .5 Di rongga mastoid n. fasialis dibagi menjadi pars horisontalis ( pars
timpani, pars vertikalis ( pars mastoid ).4
Setelah keluar dari semen mastoid keluar 3 cabang yaitu ke m. stapedius,
ke lidah sebagai n. korda timpani yang juga membawa saraf sekretomotor ke
kelenjar submandibula dan submaksila. N. Fasialis ke posterior auricula sebagai n.
auricularis posterior.4,5

7
Gambar 4. Anatomi dan inervasi dari N.VII (fasialis)
2.4. Bagian – bagian yang Harus Diperhatikan Saat Mastoidektomi
N.VII merupakan salah satu bangunan penting yang harus diperhatikan saat
operasi agar tidak terjadi kerusakan.13 Bifurkasio N.VII merupakan salah satu
variasi bentuk N.VII yang mungkin ditemukan di segmen mastoid tepat diatas
foramen stylomastoid dan seringkali keliru dengan bagian utama N.VII dan korda
timpani.2,3,13
Processus mastoid seringkali abesn atau belum berkembang pada neonatus
atau anak – anak. Sebagai hasilnya, N.VII terlihat sangat superfisial saaat keluar
dari foramen stylomastoid.13
Bulbus jugularis memiliki tinggi yang bervariasi dan dapat mengisi kavum
timpani dibanding hanya terbatas pada hipotimpani. Bulbus jugularis ini berwarna
kebiruan yang menyerupai “blue drum” pada granuloma kolesterol.13,14
2.5 Alat Operasi5,7
Beberapa alat operasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1. Mikroskop operasi, dengan fokus lensa obyektif 25 cm shg tangan operator
leluasa untuk operasi.
2. Set alat :
a. Wullstein Retraktor minimal 2 buah, ( gigi 3, gigi 2 )
b. Hartmann ear speculum, diameter 5,6,7.5mm

8
c. Hartmann nasal speculum, panjang 13cm
d. Suction tube diameter 0,7, 1, 1.3, 1.5, 2, 2.2, 2.5, 3.2 mm dengan
panjang 10cm
e. Suction handle with cut-off hole
f. Scalpel handle
g. Blade scalpel no 15 dan 11
h. Spuit 3 ml dan 5 ml dengan jarum
i. Needle holder 13 cm
j. Mosquito forcep
k. Cauter dan kabelnya serta power supply nya
l. Gunting
m. Resparatorium Perios
n. Forsep arteri lurus
o. Forsep arteri curved
p. Forsep mikro telinga
q. Forsep mikro biopsi telinga lurus
r. Forsep mikro biopsi telinga ara hatas
s. Forsep biopsi telinga arah bawah
t. Forsep mikro gunting lurus, kanan dan kiri
u. Malleus nipper
v. Flap Knife
w. Round knife 45 dan 90 derajat
x. Sickle knife
y. Micro repatorium
z. Pick 45 derajat
å. Pick 90 derajat
ä. Handpiece : straight & angel
ö. Mata Bor : ada 3 macam
1. cutting buur/ kasar untuk mengikis tulang dengan cepat
2. polizing burr/ lebih halus permukaannya

9
3. diamond buur/ lebih halus dan tajam untuk bekerja di
tempat-tempat rentan.
Bisa disediakan bebagai ukuran dgn diameter 1mm (kecil), 3mm
(sedang ) dan 6 mm ( besar ). Jika dana terbatas cukup beli jenis
cutting dan polizing, karena jenis diamond sangat mahal. Kalau
hanya melakukan mastoidektomi simpel tanpa timpanotomi
posterior maka tidak perlu membeli diamond. Ukuran kecil sedang
dan besar sebaiknya disediakan.
aa. Dinamo Injakan kaki
bb. Mesin pengebor
cc. Pahat dan Palu
dd. Kuret
ee. Elevator PLESTER
ff. Elevator LEMPERT

2.6 Prosedur dan Teknik Operasi


2.6.1 Prosedur Operasi
Sebelum dilakukan operasi pasien dilakukan pengecekan identitas terlebih
dahulu kemudian dilakukan sign in dilanjutkan prosuder general anaesthesia dari
dari dokter anestesi kemudian dilakukan timeout. Pada daerah yang akan diinsisi
dilakukan suntikan dengan larutan Xylocaine 1% dengan epinefrin 1:100.000 untuk
memisahkan periosteum.7
2.6.2 Insisi Mastoid
Dilakukan insisi retroaurikular 3-5 mm dari sulkus atau pada batas kulit
rambut daerah retroaurikuler , mulai dari kulit, subkutis, hingga periosteum, mulai
dari setinggi linea temporalis sampai mendekati ujung mastoid kemudian dilakukan
pengambilan tandur fasia muskulus temporalis atau perikondrium tragus.2,3,5,7
2.6.3 Teknik Mastoidektomi Superfisialis/sederhana
Pengeboran dilakukan pada korteks mastoid dengan landmark segitiga Mc
Ewen dengan mengidentifikasi dinding posterior liang telinga, linea temporalis dan
spina henle.4 Pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah yang paling besar.4 Untuk

10
menghisap serpihan tulang akibat pengeboran digunakan ujung penghisap yang
besar.2,4,13 Sebelum dibor permukaan tulang diirigasi dulu agar serbuk tulang tidak
berterbangan. Diharapkan daerah pengeboran tetap basah yang berguna untuk
meredam panas yang ditimbulkan oleh gesekan mata bor13
Pengeboran pertama adalah disepanjang linea temporalis dari depan ke
belakang, kemudian persis di belakang liang telinga sedalam kira-kira 2-3 mm ke
arah atas sehingga bertemu dengan garis pengeboran pertama di linea temporalis ,
ke arah bawah sampai paling sedikit setinggi lantai liang telinga.5 Patokan untuk
menemukan antrum adalah segitiga Mc. Ewen, yaitu segitiga imajiner yang
dibentuk oleh linea temporalis dan dinding posterior liang telinga. Batas
belakangnya bisa dikatakan garis tegak lurus linea temporalis yang menyinggung
dinding posterior liang telinga.8
Spina supra meatus yang sudah tak kelihatan atau hancur akan
mengakibatkan kita kesulitan menemukan antrum mastoid.3,4 Pengeboran
dilanjutkan ke seluruh korteks mastoid dengan kedalaman bertahap, melandai luas
ke belakang dengan bagian terdalam di daerah segitiga Mc. Ewen yang merupakan
daerah yang menutupi antrum mastoid.5,8
Pengeboran di dalam korteks mastoid harus cukup luas sebelum mengebor
lebih dalam untuk dapat mengenali landmark dengan lebih baik.5 Pengeboran yang
sempit tetapi dalam sering mengganggu orientasi dan cenderung mengakibatkan
kerusakan serta tidak sempurnannya membersihkan sel mastoid.4,5 Luas
pengeboran tergantung kebutuhan membuang sel pneumatisasi yang sakit dan
jaringan di dalamnya, ke belakang sampai sinus sigmoid, ke atas sampai tegmen
mastoid dan ke bawah ke seluruh prosesus sampai ujung mastoid.3,8

11
Gambar 5. Teknik pengeboran melalui korteks mastoid

Identifikasi Bagian-Bagian Penting


1. Identifikasi Tegmen Mastoid dan Tegmen timpani
Tegmen mastoid dan tegmen timpani adalah lempeng tulang yang
membatasi rongga mastoid dan kavum timpani dengan duramater.3,4
Lempeng ini lebih keras dari tulang mastoid, permukaan lebih halus dan
perubahan warna menjadi merah muda.8 Pengeboran didaerah ini tidak
boleh menggunakan bor yang kasar karena bisa menyebabkan fraktur tulang
tegmen yang tipis. Disarankan menggunakan mata bor diamond.10
2. Identifikasi Sinus Lateral
Sinus lateral atau sinus transversus atau sinus sigmoid, harus dicapai dengan
mengebor jauh ke belakang tergantung luasnya pneumatisasi mastoid.3
Sinus sigmoid ini dipisahkan dengan rongga mastoid oleh lempeng sinus
(sinus plate).4 Tercapainya daerah ini ditandai dengan adanya warna
kebiruan dan permukaannya menjadi lebih halus. Gunakan juga mata bor
diamond bila mendekati daerah ini.3
3. Identifikasi Antrum Mastoid
Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan
menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, maka di sebelah dalam
segitiga imajiner Mc Ewen akan ditemukan antrum mastoid.3,5 Disebelah
dalam antrum mastoid akan ditemukan dinding tulang kanalis

12
semisirkularis .5 Syarat menemukan Antrum mastoid harus didapatkan
ruangan yang relatif lebih luas dibanding sekitarnya dan mempunyai
hubungan dengan kavum timpani melalui aditus ad antrum.3,5 Luas antrum
bervariasi untuk tulang dengan pneumatisasi yang baik ukuran antrum
besar, untuk tulang yang skelotik ukuran antrum kecil dan sangat jarang
antrum tidak terbentuk.5
4. Identifikasi Aditus Ad Antrum
Aditus ad Antrum bisa ditemukan dengan menyusuri bagian anterior
superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid.
Patensi dari aditus ad antrum merupakan syarat keberhasilan timpanoplasti
.3
5. Fosa Inkudis
Fosa inkudis paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang
zigomatikus yang menutupi antrum dekat dengan bayangan inkus apabila
area pengeboran dipenuhi cairan irigasi. Gunakan mata bor diamond atau
pahat kecil karena resiko menyentuh tulang pendengaran.3,13
6. N. Fasialis pars vertikalis
Pars verikalis N VII dimulai persis disebelah anteromedial kanalis
semiskularis lateralis.3,14 Patokan untuk menemukan perjalanan nervus ini
adalah fosa inkudis dan digastric ridge.5 Kanalis fasialis dapat ditemukan
disekitar garis yang menghubungkan fosa inkudis dengan digastric ridge.14
Pada mastoid dengan pneumatisasi yang baik, digastric ridge membagi sel-
sel mastoid menjadi kompartemen anterior dan kompatemen posterior
sehingga untuk mengidentifikasinya sebaiknya dilakukan pengeboran
sampai ditemukan alur yang mengandung serat otot.3,5
Harus diingat bahwa letak N. VII bervariasi pada setiap orang. Gunakan
mata bor diamon dan dengan arah dari superior ke inferior.14 Dengan
menipiskan kanalis fasialis akan tampak perubahan warna N VII. Harus
diidentifikasi juga korda timpani yang meninggalkan N. VII pada dataran
yang lebih rendah dari liang telinga.5,14

13
Gambar 6. Identifikasi bagian – bagian penting diantaranya antrum mastoid,
dinding kanal posterior, tegmen timpani, sinus sigmoid, digastric ridge

2.6.4 Teknik Mastoidektomi dalam/Atikotomi


Mastoidektomi dalam atau epitimpanotomi atau atikotomi merupakan
tindakan membuka atap dinding lateral kavum timpani dengan pengeboran searah
jam 12 agar caput malleus dan inkus terlihat sehingga jaringan patologis/granulasi
dapat dibersihkan dengan mengakat seluruh sisa osikel dan hanya menyisakan
footplate.7,8

2.6.5 Indikasi Canal Wall Down Mastoidectomy


Beberapa faktor kuat sebagai indikasi dilakukannya CWD adalah :13
1) Kerusakan yang meluas hingga dinding kanal posterior
2) Mastoid yang sudah sangat berkerut dengan tegmen letak rendah dan letask
sinus sigmoid yang sangat jauh kedepan sehingga menghalangi pandangan
untuk dilakukannya CWU
3) Kolesteatoma hanya pada satu telinga dengan pendengaran yang masih
cukup baik
4) Fistula labirin pada telinga dengan kolesteatoma luas
Indikasi relatif yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan CWD adalah
kegagalan dalam operasi CWU sebelumnya dengan kolesteatoma rekuren dari
kantung retraksi epitaimpani.13 Anatomi dari CWD dengan eksteriorisasi dari

14
epitimpanum mencegah rekurensi dari kolesteeatoma dikarenakan seluruh
epitimpani sudah di eksteriorisasi3

2.6.6 Canal Wall Down Mastoidectomy Prosedur


Canall wall down mastoidektomi/timpanoplasti atau mastoidektomi dinding
runtuh merupakan teknik operasi yang bertujuan membersihkan jaringan patologi
dengan mempertahankan mukosa telinga tengah dan fungsi tuba eustachius,
menjadikan rongga mastoid, kavum timpani dan liang telinga menjadi satu rongga
dengan meruntuhkan dinding posterior serta usaha menutup perforasi membran
timpani sehingga tercapai telinga kering, mencegah komplikasi serta memperbaiki
fungsi pendengaran jika memungkinkan.7
Yang pertama harus dilakukan adalah dengan merendahkan facial ridge agar
kavum mastoid tidak terlepas dengan cara dilakukan pengeboran dinding liang
telinga hingga setingga facial ridge. Saat dilakukan pengeboran, N.VII harus dijaga
agar tetap berada pada bagian osteum tuba fallopi supaya tidak terjadi cedera.

Gambar 7. Prosedur lowering the facial ridge

15
Langkah selanjutnya adalah membuang mastoid tip untuk mengurangi
kavitas dengan sehingga jaringan lunak dapat jatuh ke dalam kavitas.8 Obliterasi
mastoid dapat dilakukan pada kondisi mastoid dengan pneumatisasi yang tinggi
agar kavitas tetap kering.10 Apabila perlu dilakukan obliterasi maka teknik yang
digunakan adalah myosubcutaneus occipital flap.10

Gambar 8. Obliterasi Mastoid Tip

Flap ini terdiri dari fascia subkutaneus dan otot yang diambil dari bagian
inferior dari arteri occipital yang kemudian diputar ke arah kavitas mastoid.5 Lebar
dari flap ini sekitar 3,5 cm dengan panjang sekitar 7,5 cm dimana ujung dari flap
tepat dibawah m. Temporalis.7,8

16
Gambar 9. Miosubkutaneus flap dengan dasar inferior a. Occipital

Meatoplasti merupakan prosedur pembedahan terakhir pada rangkaian


operasi mastoidektomi dinding runtuh.8,9 Tujuan dilakukan meatoplasti adalah
mempercepat epitelisasi dan memperbesar kanalis auditoris eksterna yang mana
meninggalkan recessus mastoid yang lebih kecil sehingga mudah dilakukan
pembersihan telinga pasca operasi.8,9
Teknik meatoplasti dilakukan dengan membuat insisi ke arah posterosuperior
dengan menggunakan blade no. 11 melalui angulus sinodural yang memotong kulit
dan konka.4,8 Selanjutnya, pisahkan antara kulit dari kartilago konka kemudian
setelah mendapatkan visual kartilago konka yang cukup, eksisi kartilago secara
sirkumferensial sampai membentuk kira-kira dua bulan sabit.4 Selanjutnya kulit
kartilago dilakukan flap lalu dijahit ke superior ke arah m.temporal dan inferior ke
arah jaringan lunak.9 Kemudian setelah meatoplasti selesai dilakukan letakkan
tampon liang telinga yang sudah dilapisi oleh salep antibiotik lalu luka operasi
dijahit lapis demi lapis.4

17
Gambar 10. Komplit meatoplasti
2.6.7 Macam – Macam Jenis Canal Wall Down Mastoidectomy
a. Mastoidektomi Radikal Modifikasi Bondy
Mastoidektomi radikal modikasi Bondy merupakan operasi mastoid radikal.
Indikasi untuk dilakukannya operasi ini adalah kolesteatoma yang terpisah dari
telinga tengah. Kolesteratoma attic yang telah meluas ke dalam epitimpani dan
antrum mastoid dan ditangani oleh prosedur operasi in yang memisahkan
membran timpani dan telinga tengah.13 Prosedur ini sangat berguna pada
telinga satu – satunya untuk mendengar pada pasien dengan usia tua dan pada
kasus dengan fistula kanalis lateral yang meluas dari atticoantral.13
Teknik operasi ini dimulai dari menekuk telinga ke arah dengan dengan
insisi vaskular standar sesuai prosedur CWD sebelumnya hanya yang berbeda
yaitu membran timpani tetap pada posisi awal.2,13 Perbaikan ossikular juga
tidak dilakukan.13 Matriks kolesteatoma yang sepanjang garis epitimpani atau
di atas fistula kanalis semisirkularis yang tetap di tinggalkan pada tempatnya
dikarenakan untk proses epitelisasi.2,13

18
Gambar 11. Prosedur Mastoidektomi radikal modifikasi Bondy
b. Canal Wall Down Mastoidectomy dengan Tympanoplasty
prosedur ini merupakan prosedur yang di namakan ulang oleh beberapa
peneliti sebagai mastoidektomi radikal modifikasi.13 Perbedaan dari prosedur
CWD biasa adalah grafting membran timpani, staging dan rekonstruksi
ossikular dilakukan pada prosedur ini. Penyakit telinga tengah yang terletak di
anteroinferior, anterosuperior, dan posteroinferior di kelola pertama.13
Saat seluruh prosedur CWD telah selesai dilakukan keputusan harus dibuat
seperti pada kasus jika kolesteatoma meluas, area residu biasaanya teletak di
mesotimpani.4 Jika kolesteatoma belum di buang atau jika terdapat
pertimbangan untuk membuang kolesteatoma selurunya atau terdapat
perluasan penyakit yang mengenai mukosa, dilakukan staging dengan silastic
pada telinga tengah sebeluh tandur membran timpani.4,13
Jika rekonstruksi ossikular dapat di selsaikan pada level yang sama
dilanjutkan dengan penanaman prostesa osskular baik total maupun parsial.13
Kartilago biasanya di tinggalkan dengan perlekatan pada bagian belakang
perikondrium yang menjadi jangkar pada kompleks kartilago-prostesa.13 Jika
pada rekonstruksi ossikular primer dilakukan tanpa melalui staging pada CWD,
grafting medial dilakukan, jika memungkinkan sisa membran timpani anterior
dan annulus intak secara anterior.13

19
Gambar 12. Prosedur CWD dengan Timpanoplasti
c. Mastoidektomi Radikal
Mastoidektomi radikal, penyakit yang meluas tidak bisa dilakukan
rekonstruksi ossikular; sebagai gantinya, telinga tengah dan kavum mastoid
dilakukan eksteriorasi.10,13 Mukus yang terdapat di telinga tengah harus di
eksisi bersama sel – sel mastoid yang mati. Tuba eustachii harus diperhatikan
jika ditinggalkan terbuka, refluks nasofaring dapat mencipatakan kelembaban
di kavum.13

20
Gambar 13. Radikal mastoidektomi

d. Canal Wall Down Revisi


CWD revisi merupakan operasi yang membutuhkan teknik – teknik tertentu
yang di modifikasi. Secara spesifikasi, sulit untuk menyelesaikan insisi
vaskular karena tulang dari kanalis yang telah tidak ada dan jika tegmen
timpani sudah di tipiskan, memotong ke arah tegmen dengan cara buta akan
mencedarai duramater atau bangunan yang mendasarinya.13 Prinsip dari
tindakan ini adalah adalah tidak insisi pada kanal yang di buat di sisi luar.
Sebagai gantinya, postaurikular di buat dan epitelisasi yang menutupi kontur
dari mastoid yang di tinggikan. Jaringan ini biasanya tidak dapat di tinggikan
setinggi N.VII dan ketika kavum masuk melalui media dengan insisi vertikal.13
Patologi dari telinga tengah sudah diketahui saat dilakukan prosedur CWD
secara lengkap sebelumnya.3,4 Pada area dimana terdapat air cell yang
bercampur dengan discharge mukosa telah di identifikasi saat preoperasi
bagian harus di bor.13 Pada area dimana tidak dapat dilakukan eksteriorasi
secara penuh, seperti air cells letak profunda dan perilabirintine meluas kearah
apex harus dibuatkan graft untuk mendorong drainase ke arah tuba eustachii.13

2.6.8. Komplikasi Canal Wall Down Mastoidectomy


Beberapa komplikasi yang dapat timbul antara lain, pendengaran telinga yang
kurang baik paska operasi, drainase telinga yang terus menerus, dan serangan
vertigo.6 Trauma pada N.VII merupakan salah satu komplikasi yang dapat timbul
setelah operasi dimana pas vertikal N.VII merupakan bagian tersering walaupun
pars horisontalis juga dapat terjadi cedera saat dilakukan manipulasi stapes.6,9
Trauma pada sinus sigmoid dapat terjadi pada saat pengeboran sehingga dapat
terjadi bocornya LCS.13 Komplikasi yang dapat terjadi di kemudian hari adalah
kolesteatoma rekuren, walaupun beberapa literatur menyebutkan rekurensi CWD
sangat rendah dibanding CWU.13,15

21
2.6.8 Perawatan Paska Operasi
Medikamentosa yang perlu diberikan paska operasi antara lain :7
 Antibiotika injeksi : Ciprofloksasin 2x400 mg atau Ceftazidim 3x1
gr selama rawat inap
 Analgetik : Paracetamol 3x1 gr atau Tramadol 3x100 mg atau
ketorolac 2x30 mg selama rawat inap selama 3-5 hari
 Deksametason atau metilprednisolon injeksi jika diperlukan
 Lain – lain : asam traneksamat jika diperlukan

Evaluasi outcome :
 Evaluasi ada tidaknya komplikasi tindakn pasca operasi seperti
komplikasi reversible :paresis fasialis, vertigo, perdarahan masif,
kebocoran LCS, fistula labirin, infeksi tempat luka
 Evaluasi komplikasi irreversible seperti tuli sensorineural.

Elastic verban yang melingkari kepala dilepas dan ganti verban luka operasi
dilakukan 24 jam pasca operasi apabila luka bekas operasi kering dan tidak ada
komplikasi pasien diperbolehkan rawat jalan. Ganti verban dan lepas jahitan
retroaurikuler pada hari ke-7 paska operasi sedangkan untuk tampon dalam
dikeluarkan pada hari ke 10-14 kecuali bila terjadi infeksi maka dapat diganti
sebelum hari ke-10.7
Medikamentosa rawat jalan yang dapat diberikan :7
 Oflokasasin tetes telinga setelah lepas tampon telinga
 Antibiotika oral : ciprofloksasin 2x500 mg selama 10 hari atau
levofloksasin 3x500mg untuk pasien dewasa sedangkan untuk
pasien anak diberikan amoksisilin klavulanat atau golongan
cefalosporin (cefixime) dengan dosis sesuai berat badan

Tindak lanjut rawat jalan :7


 Kontrol 1-2 minggu dalam 2-4 minggu pertama paska operasi
terngantung proses penyembuhan luka

22
 Kontrol tiap bulan hingga 3 bulan paska operasi
 Audiometri ulang 3 bulan paska operasi. Pada pasien yang tidak
kooperatif atau kondisi medis yang tidak memungkinkan dapat
dipilih pemeriksaan BERA.

23
BAB III
KESIMPULAN

Mastoidektomi masih menjadi pilihan dalam penanganan OMSK yang


memerlukan tindakan pembedahan. Terdapat berbagai macam jenis mastoidektomi
yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Saat ini sering terjadi
perdebatan dan publikasi literatur tentang perbandingan canal wall up
mastoidectomy dengan canal wall down mastoidectomy.12
Secara umum canal wall up mastoidectomy atau mastoidektomi dinding utuh
merupakan tindakan membersihkan kolesteatoma atau jaringan patologik di daerah
kavum timpani dan rongga mastoid dengan mempertahankan dinding belakang
liang telinga sedangkan canal wall down mastoidectomy atau mastoidektomi
dinding runtuh adalah tindakan dengan meruntuhkan dinding lateral liang telinga.2,8
Mastoidektomi dinding utuh secara teknis membutuhkan timpanotomi
posterior yang lebih sulit jika dibandingkan dengan mastoidektomi dinding runtuh
yang memerlukan epitimpanotopi.2,3,8 Menurut penelitian yang dilakukan di RSUD
dr. Soetomo Surabaya tahun 2007-2008 pada 92 penderita OMSK tipe bahaya,
tindakan operasi yang dipilih adalah mastoidektomi dinding runtuh karena
diharapkan dapat dicapai hasil yang kering dan mencegah terjadinya komplikasi
serta memungkinkan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran.6
Menurut Ajalloueyan (2006) mastoidektomi dinding runtuh memiliki
rekurensi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan dinding utuh. Penelitiannya
menunjukan adanya peningkatan pendengaran sampai 40 dB pada tindakan dinding
utuh namun terdapat tingginya rekurensi pada dinding utuh. Kekurangan dari
dinding runtuh adalah perbaikan pendengaran yang kurang, kesukaran
menggunakan alat dengar dan memerlukan lebih sering kontrol.11
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lucidi et al (2019) menunjukan
mastoidektomi dinding utuh memiliki persentase kualitas hidup paska operasi yang
lebih karena kemungkinan terjadinya keluhan seperti otorrhea, vertigo lebih jarang
terjadi. Namun, mastoidektomi dinding utuh memliki presentase kekambuhan yang
lebih rendah yaitu 5%-9% dibanding 20%-30% pada dinding utuh.12

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Buku Ajar Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Ed 7. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2012 (II) 65-66.
2. Lambert PR. Mastoidectomy. In: Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al,
eds. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 5th ed. Philadelphia, Pa: Mosby
Elsevier; 2010:chap 142.
3. Bennett M, Warren F, Haynes D. Indications and technique in
mastoidectomy. Otolaryngology Clinics of North America. 2006/12;39(6):1095-1113.
4. Committee on Conservation of Hearing of the American Academy of Ophthalmology
and Otolaryngology: Standard classification for surgery of chronic ear
infection. Archives of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 1965;81:204-205
5. Cjole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of The Mastoid and Petrosa.In Byron J.Bailey
& Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 2. Ed 4. Philadelphia
: Lippincot Williams & Wilkins. 2006.
6. Pramesthi E, Ahadiah TH. Evaluasi Hasil Operasi Mastoidektomi Dinding Runtuh
Pada Penderita OMSK Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Januari 2007-Desember
2008. Surabaya. 2009.
7. Helmi et al. Panduan Praktik Klinis Di Bidang Telinga Hidung Tenggorok – Kepala
Leher.Ed 1. Jakarta: Pengurus Pusat Perhati-KL.2015.hal 46-48.
8. Sanna M, Sunose H, Mancini F, Russo A, Taibah A. Middle Ear Mastoid
Microsurgery. Thieme, Stuttgart, 2003.
9. Memari F, Delarestaghi MM, Mir P et al. Meatoplasty in Canal Wall Down Surgery :
Our Experience and Literature Review. Iran J Otolaryngol. 2017 Jan; 29(90) :11-17.
10. Linder T, Fagan J. Mastoidectomy and Epitympanectomy. 2017.
www.entdev.uct.ac.za .
11. Ajalloueyan M. Experience With Surgical Management of Cholesteatomas. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg. 2006;132:932-33.
12. Lucidi D, De Corso E, Paludetti G, Sergi B. Quality of Life and Functional Results in
Canal Wall Up versus Canal Wall Down Mastoidectomy. Acta Otolaryngol Ital. 2019
Feb; 39 (1) : 53-60.

25
13. Arriaga MA. In, Brackman, Shelton, Arriaga Otologic Surgery. 4th ed. 2016.
Philadelpia : Elsevier.
14. Brennan PA, Mahadevan V, Evans BT. Clinical Head and Neck Anatomy for
Surgeons. 1th ed. 2016. London : Taylor & Francis Group LLC.
15. Abdullah A, Hashim SM, Awang MA, Sain L. Outcome of Canal Wall Down
Mastoidectomy : Experience in Sixty Three Cases. 2013. Med J Malaysia Vol 68 No
3 June 2013.

26

Anda mungkin juga menyukai