Anda di halaman 1dari 57

PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA

PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5%


HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

WIEKE OCKVIANASARI
G0005208

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

1
NASKAH PUBLIKASI

PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA


PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5%
HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL

WIEKE OCKVIANASARI (G0005208)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

2
PENGESAHAN SKRIPSI

Skipsi dengan judul : Perbandingan Perubahan Tekanan Darah pada


Penggunaan Lidokain 5% Hiperbarik dan Bupivakain 0,5% Hiperbarik
dalam Anestesi Spinal

Wieke Ockvianasari, G0005208, Tahun 2009

Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Kamis, Tanggal 23 April 2009

1. Pembimbing Utama

R. Th Supraptomo, dr., Sp.An


NIP. 140 187 372 …………………….

2. Pembimbimg Pendamping

MH. Sudjito, dr., SpAn., KNA


NIP. 130 786 873 …………………….

3. Penguji Utama

Mudzakkir, dr., Sp.An


NIP. 140 120 899 …………………….

4. Anggota Penguji

Setyo Sri Rahardjo, dr., MKes


NIP. 132 206 603 …………………….

Surakarta

Ketua Tim Skripsi, Dekan FK UNS,

Sri Wahjono, dr., MKes Dr. AA. Subijanto, dr., MS


NIP. 030 134 646 NIP. 030 134 565

3
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar acuan.

Surakarta, 23 April 2009

Wieke Ockvianasari
G0005208

4
ABSTRAK

Wieke Ockvianasari, G0005208, 2009. PERBANDINGAN PERUBAHAN


TEKANAN DARAH PADA PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK
DAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL,
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Tujuan Penelitian. Tindakan pemantauan selama anestesi sangat vital dalam


menjaga keselamatan pasien. Salah satu parameter vital yang perlu dipantau
selama operasi adalah tekanan darah. Lidokain dan bupivakain memblokade saraf
simpatis, motorik dan sensorik menyebabkan vasodilatasi arteriole sehingga
venous return turun, terjadi penurunan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perubahan tekanan darah pada penggunaan lidokain 5%
hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam anestesi spinal.

Metodologi Penelitian. Penelitian ini termasuk studi observasi analitik dengan


pendekatan kohort. Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani operasi di
IBS ( Instalasi Bedah Sentral ) RSUD dr. Moewardi Surakarta. Data dianalisis
dengan menggunakan uji t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
bermakna antara dua kelompok..

Hasil penelitian. Dari penelitian ini didapatkan jumlah sampel 30 yang terbagi
menjadi 2 kelompok, 15 sampel pada kelompok lidokain 5% hiperbarik dan 15
sampel pada kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik. Hasil analisis data
menunjukan bupivakain 0,5% hiperbarik memiliki rata-rata tekanan darah lebih
stabil dibandingkan dengan kelompok lidokain 5% hiperbarik.

Kesimpulan penelitian. Terdapat perbedaan perubahan tekanan darah yang


bermakna antara penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5%
hiperbarik dalam anestesi spinal.

Kata kunci : Tekanan darah - Lidokain - Bupivakain

5
ABSTRACT

Wieke Ockvianasari, G0005208, 2009. COMPARISON OF BLOOD


PRESSURE USING LIDOCAINE 5% HYPERBARIC AND BUPIVACAINE
0,5% HYPERBARIC DURING SPINAL ANAESTHESIA, Medical Faculty
Sebelas Maret University, Surakarta

Objective. Monitoring during anaesthesia was very vital to keep patient safety.
One of the vital parameter which required to be controlled during surgery was
blood pressure. Lidocaine and bupivacaine blocaded sympathic nerve, sensoryc
and motoric nerve which can make arteriole dilataty and venous return decrease,
blood pressure taking down. This research had a purpose to know blood pressure
alteration using lidocaine 5% hyperbaric and bupivacaine 0,5% hyperbaric at
spinal anaesthesia.

Methodology. This study was an analytical observational with cohort approach.


Population research was patient who experiencing surgery in IBS (Instalasi Bedah
Sentral) RSUD dr. Moewardi Surakarta. Data was analyzed by using t-test to
know the difference which have a meaning between two groups.

Result. The subjects were 30 patients which divided into 2 groups, which were
15 samples at lidocaine 5% hyperbaric group and 15 samples at bupivacaine 0,5%
hyprebaric group. Data analysis got that bupivacaine 0,5% hyperbaric group have
mean arterial blood pressure more stable than lidocaine 5% hyperbaric group.

Conclusion. There was a meaning difference blood pressure alteration using


Lidocaine 5% hyperbaric and Bupivacaine 0,5% hyperbaric at spinal anaesthesia.

Keywords : Blood Pressure – Lidocaine - Bupivacaine

6
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena


limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “ Perbandingan Perubahan Tekanan Darah
pada Penggunaan Lidokain 5% Hiperbarik dan Bupivakain 0,5% Hiperbarik
dalam Anestesi Spinal“.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. AA. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Se belas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian
ini dalam rangka penyusunan skripsi.
2. Sri Wahyono, dr., MKes selaku ketua tim skripsi.
3. R. Th. Supraptomo, dr., Sp.An sebagai pembimbing utama yang
memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan dan saran.
4. MH. Sudjito, dr., Sp.An. KNA sebagai pembimbing pendamping yang
telah membimbing penulisan skripsi.
5. Mudzakkir, dr., Sp.An sebagai ketua penguji.
6. Setyo Sri Rahardjo, dr., MKes sebagai anggota penguji.
7. Iskandar Zulkarnaen, dr., SpA sebagai saksi ujian skripsi.
8. Kepala IBS RSUD dr. Moewardi Surakarta beserta staf yang telah
bersedia membantu pengambilan data.
9. Staf Anestesi atas segala bantuannya.
10. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta,
yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.

Surakarta, Februari 2009

Wieke Ockvianasari

7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii


DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………..…... 1
B. Perumusan Masalah ………………………………….……...... 2
C. Tujuan Penelitian ………………………………….....……...... 2
D. Manfaat Penelitian …………………………………………..... 2
BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………. 4
A. Tinjauan Pustaka ……………………………………………. 4
B. Kerangka Pemikiran . ……………………………………….. 15
C. Hipotesis ……………………………………………………. 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………... 17
A. Jenis Penelitian ……………………………………………… 17
B. Lokasi Penelitian ……………………………………………. 17
C. Subyek Penelitian …………………………………………… 17
D. Teknik Sampling ……………………………………………. 18
E. Besar Sampel ……………………………………………….. 19
F. Desain Penelitian ……………………………………………. 20
G. Identifikasi Variabel ………………………………………… 21
H. Definisi Operasional Variabel ………………………………. 21
I. Bahan dan Cara Penelitian …………………………………... 22
J. Sumber Data ………………………………………………… 24
K. Teknik Analisis Data ……………………………………....... 24
BAB IV. HASIL PENELITIAN ………………………………………….. 26
A. Hasil Penelitian ……………………………………………… 26
B. Analisis Data ………………………………………………... 31
BAB V. PEMBAHASAN ………………………………………………… 32
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………..... 37
A. Simpulan ……………………………………………………. 37
B. Saran ………………………………………………………... 37
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 38
LAMPIRAN

8
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Karakteristik Umum Subyek Penelitian ............................ 26


Tabel 2.a. Perbandingan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok........ 27
Tabel 2.b. Perbandingan tekanan darah diastolik pada kedua kelompok.. 28
Tabel 2.c. Perbandingan MAP pada kedua kelompok.................................. 29
Tabel 3. Perbandingan selisih MAP antara kedua kelompok...................... 30
Tabel 4. Perbandingan prosentase penurunan tekanan darah ..................... 32
Tabel 5. Perbandingan insidensi Hipotensi................................................ 34
Tabel 6. Pemberian ephedrin pada kedua kelompok................................. 34

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Perbandingan tekanan darah sistolik............................. 27


Gambar 2. Grafik Perbandingan tekanan darah diastolik........................... 28
Gambar 3. Grafik Perbandingan MAP........................................................ 30

10
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Tekanan Darah Sistolik Lidokain 5% Hiperbarik


Lampiran 2. Data Tekanan Darah Diastolik Lidokain 5% Hiperbarik
Lampiran 3. Data Tekanan Arteri Rata-rata/ MAP Lidokain 5% Hiperbarik
Lampiran 4. Data Tekanan Darah Sistolik Bupivakain 0,5% Hiperbarik
Lampiran 5. Data Tekanan Darah Diastolik Bupivakain 0,5% Hiperbarik
Lampiran 6. Data Tekanan Arteri Rata-rata/ MAP Bupivakain 5% Hiperbarik
Lampiran 7. Data Selisih MAP Lidokain 5% Hiperbarik
Lampiran 8. Selisih MAP Bupivakain 0,5% Hiperbarik
Lampiran 9. Data Hasil Statistik Karateristik Umum Subyek Penelitian
Lampiran 10. Data Hasil Statistik Perubahan MAP
Lampiran 11. Formulir Penelitian
Lampiran 12. Jadwal Penelitian

11
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan

12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam anestesiologi, tindakan monitoring sangat vital dalam menjaga
keselamatan pasien. Pemantauan fungsi vital atau monitoring merupakan proses
pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari fungsi
yang normal sedini mungkin agar dapat diambil tindakan yang cepat dan tepat.
Selama anestesia, anestesia yang terlalu dalam, gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi dan fungsi alat anestesia yang tidak sempurna dapat menyebabkan
kematian dalam waktu pendek. Ada tiga fungsi vital tubuh yang harus diamati
selama anestesia dan pasca bedah dini karena gangguan berat pada fungsi ini
dengan cepat dapat menyebabkan kematian, yaitu pernapasan, sirkulasi darah, dan
kesadaran. Pengamatan bersifat terus-menerus tanpa henti dan dilakukan secara
berkala dengan selang waktu sesingkat mungkin (untuk sirkulasi dan pernapasan
tiap 3-5 menit), akan dapat menghindari kematian dan kesakitan
(Karjadi Wirjoatmodjo, 2000).

Hipotensi adalah penyulit sirkulasi yang tersering (Karjadi Wirjoatmodjo,


2000). Menurut persamaan hidrolik, tekanan darah arterial (BP) adalah
berbanding langsung dengan hasil perkalian antara aliran darah (curah jantung,
CO) dan tahanan lewatnya darah melalui arterioli prekapiler (tahanan vaskular-
perifer, PVR) (Neal L. Benowitz, 1998). Pada anestesi spinal terjadi blokade
sistem saraf simpatis, menyebabkan penurunan SVR (systemic vascular-
resistance) dan cardiac output (Critchley L.A.H., 1996). Dalam sistem
kardiovaskular, anestesia spinal menyebabkan vasodilatasi arteriol didaerah
tempat serabut eferen simpatis mengalami blokade. Blokade pada impuls tonus
konstriktor pembuluh vena dapat menyebabkan penurunan tonus pembuluh darah
vena, sehingga terjadi pengumpulan darah di daerah pasca-arteriol dan berakibat

13
alir balik vena ke jantung berkurang. Curah jantung dan curah sekuncup
berkurang dan tekanan darah menurun (Sunaryo,2005).

Pada penelitian Chandan Shastri dkk (2006), dilaporkan wanita usia 65


tahun tekanan darah preoperatif 140/90 mmHg. Setelah injeksi bupivakain 0,5%
10 menit kemudian tekanan darah 120/80 mmHg, 45 menit kemudian tekanan
darah 80/50 mmHg. Setelah injeksi mefenteramin 6 mg intravena tekanan darah
meningkat 90/60 mmHg. E. Cendra P.W (2004) dalam penelitianya dilaporkan
bahwa kelompok pasien yang menggunakan bupivakain 0,5% hiperbarik memiliki
rata-rata tekanan darah lebih stabil dibandingkan dengan kelompok lidokain 5%
hiperbarik.

Perubahan tekanan darah bervariasi dari 3 menit sampai 10 menit. Dalam


hal ini kepentingan anestesi adalah untuk segera memberikan terapi setelah
melihat kondisi klinis, sehingga tidak sampai menimbulkan akibat-akibat yang
lebih merugikan (Pratomo, B.Y 2002).

Dari uraian tersebut diatas perlu kiranya dilakukan pengamatan lebih


lanjut mengenai karakteristik dan perbandingan penggunaan dalam klinik antara
lidokain 5% dan bupivakain 0,5% terhadap perubahan tekanan darah.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
timbul rumusan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang berarti pada
penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik terhadap
perubahan tekanan darah pada anestesi spinal?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan perubahan tekanan
darah pada penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik
pada anestesi spinal.

14
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Diketahui secara statistik perubahan tekanan darah antara penggunaan
lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam anestesi
spinal pada pasien operasi di RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan
obat pada anestesi spinal.

15
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Anastesi spinal
Anestesi spinal (subarachnoid nerve block) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal (Mansjoer et al, 2000).
Obat lokal anestesi yang sering digunakan dibagi dalam 2 macam,
yaitu golongan ester (misalnya prokain, klorprokain, amethokain) dan
golongan amida (misalnya lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain,
etidokain). Ada perbedaan antara golongan tersebut di atas, yaitu pada
kestabilan struktur kimianya. Golongan ester mudah dihirolisa dan tidak
stabil dalam cairan. Sedangkan golongan amide lebih stabil. Golongan
ester dihidrolisa dalam plasma oleh ensim kolinesterase dan golongan
amide dimetabolisme di hati (Stoelting R.K., 1999).
Pada orang dewasa, obat anestetik lokal disuntikan ke dalam ruang
subarakhnoid antara L2 dan L5; dan biasanya antara L3 dan L4. Untuk
mendapatkan blokade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan
hal ini tergantung pada banyak faktor, antara lain posisi pasien, dan berat
jenis obat (Sunaryo,2005). Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika
berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal
(hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi.
Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan serebrospinal memiliki berat jenis
1,003-1,008. Berat jenis obat anestesi spinal (Tabel 1)
(Mansjoer et al, 2000).

16
Tabel 1. Berat jenis beberapa obat anestetik lokal dan cairan serebrospinal
Obat Berat jenis
Prokain
- 1,5% dalam akuades 1,0052
- 2,5% dalam D5W 1.0203
Lidokain
- 2% 1,0066
- 5% dalam dekstrosa 7,5% 1,0333
Tetrakain 0,5% dalam D5W 1,0203
Bupivakain
- 0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1,0278
- 0,5% dalam akuades 1,0058
Cairan serebrospinal 1,003-1,008
Sumber: Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi III.

Mekanisme aksi obat lokal anestesi adalah dengan cara mencegah


depolarisasi membran saraf dengan memblok aliran ion sodium. Obat
lokal anestesi setelah masuk ke dalam cairan cerebrospinal juga akan
berdifusi menyeberang ke selubung saraf dan membran, tetapi hanya yang
bersifat basa yang bisa menembus membran lipid ini. Ketika mencapai
axoplasma terjadi ionisasi dan yang terbentuk kation yang bermuatan bisa
mencapai reseptor pada channel Sodium. Akibatnya dapat terjadi blokade
channel Sodium, hambatan konduksi sodium, penurunan kecepatan dan
derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadilah blokade syaraf.
Serabut saraf yang terblok pada anestesi spinal adalah serabut saraf
otonom, serabut saraf sensorik dan motorik. Namun demikian, obat lokal
anestesi juga dapat bekeja langsung pada medulla spinalis
(Covino B.G. et al, 1994).
a. Indikasi dan Kontraindikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan
tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan

17
pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum,
perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak.
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakterimia, hipovolemi berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi
neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-
obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti-
aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan
pasien yang tidak stabil, dan a resistans surgeon
(Manjoer et al, 2000).
b. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
anestesi spinal, yang dibagi dalam komplikasi yang segera terjadi dan
yang terjadi lebih lambat. Komplikasi yang bisa terjadi segera antara
lain: hipotensi, dyspnoe, parestesia, hiccups, mual dan muntah, total
spinal. Sedangkan komplikasi yang lebih lambat antara lain: retensio
urine, infeksi, meningitis, kelumpuhan saraf cranial
(Covino B.G et al, 1994).

2. Lidokain
Lidokain disintesis pada tahun 1943 oleh Lofgren dan dinyatakan
sebagai prototipe obat anestesi lokal
(Ronald D. Miller dan Luc M. Hondeghem, 1998).
Lidokain merupakan salah satu obat lokal anestesi yang paling
sering digunakan. Obat ini termasuk golongan amide dimana mempunyai
pKa = 7,9 , koefisien partisi = 304, pH 6,5. Protein binding lidokain
adalah 70%, lipid solubility 2,9 , dengan volume distribusi 91 ltr.. Bentuk
sediaan dalam larutan 0,5% - 5% dengan atau tanpa epinefrin, bersifat
isobarik maupun hiperbarik. Onset lidokain 4-6 menit, dengan lama aksi
45-90 menit (hiperbarik), 60-120 menit (isobarik) (Stoelting R.K., 1999).

18
Lidokain sering dipergunakan dalam berbagai jenis/cara pemberian
anestesi lokal (Sweitzer B.J., 1993). Larutan lidokain 0,25%-0,5% dengan
atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan larutan
1-2% untuk anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi permukaan tersedia
lidokain gel 2% (Mansjoer et al, 2000). Umumnya lidokain hiperbarik
digunakan untuk anestesi spinal pada konsentrasi 5% dicampur dengan
7,5% Dekstrose (Stoelting R.K., 1999).
a. Farmakokinetik
Didalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase
fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin
xilid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih
lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit
monoetilglisin xilid dan glisin xilidid ternyata masih memiliki efek
anestesi lokal. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama
urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin
(Sunaryo, 2005).
b. Farmakodinamik
Efek obat lidokain akan lebih panjang, penyerapan dan
toksisitasnya menurun bila disertai pemberian vasokonstriktor. Obat
ini mempunyai efek pada susunan saraf pusat (SSP), sambungan saraf
otot dan semua jenis serabut otot. SSP dirangsang oleh anestetik ini
sehingga timbul kegelisahan, tremor bahkan sampai kejang klonik.
Lidokain juga merangsang pernapasan yaitu dengan cara depresi
selektif pada neuron penghambat, namun pada dosis berlebihan akan
menyebabkan depresi pernapasan. Jantung akan mengalami penurunan
eksitabilitas, kecepatan hantaran dan kekuatan kontraksi, sedangkan
pada transmisi sambungan saraf otot akan terjadi gangguan dan pada
arteriol akan menyebabkan vasodilatasi. Dermatitis alergik, asma
bahkan reaksi anafilaksis yang fatal dapat timbul pada orang yang
hipersensitif terhadapnya.Lidokain. Efek terapi dicapai bila konsentrasi
dalam plasma 1,25 mikrogram/ml (Priyadi Wijanarko, 1993).

19
Lidokain merupakan anestesi lokal dengan durasi sedang (Beilin Y.
et al, 2003). Pada lidokain juga terdapat efek inotropik negatif,
sehingga terjadi efek bradikardi pada anestesi spinal
(Donald et al, 1993).
c. Efek samping
Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya
terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan
mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya
efek samping ini (Sunaryo, 2005).
d. Toksisitas

Gejala intoksikasi susunan syaraf pusat nampak berupa


penurunan kesadaran (somnolen), gangguan bicara sampai konvulsi.
Gejala pada sirkulasi berupa depresi miokard, penurunan curah jantung
dan tekanan darah (Karjadi Wirjoatmodjo, 2000).
Penelitian pada kelinci ternyata injeksi lidokain secara bolus
intra vena akan menyebabkan terjadinya aktifitas yang lambat pada
korteks. Keracunan pada otak tidak dapat dideteksi melalui EEG tetapi
hanya dengan observasi dari gejal klinik yang timbul
(Norimosa et al, 1982).

3. Bupivakain
Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja
lambat dan durasi panjang, dengan potensi tinggi. Blokade sensoriknya
lebih dominan dibandingkan dengan blokade motoriknya
(Beilin Y. et al, 2003). Untuk anestesi blok digunakan larutan 0,25%-
0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5%
(Mansjoer et al, 2000).
PKa bupivakain 8,1; pH bupivakain 5,5. Protein binding
bupivakainww adalah 95%, lipid solubility 28, dengan volume distribusi
73 ltr.. Tersedia dalam bentuk isobarik maupun hiperbarik, dengan lama

20
aksi 90-180 (hiperbarik), 90-240 (isobarik). Dosis total yang bisa
digunakan adalah 7,5-22,5 mg untuk isobarik, 10-20 mg untuk hiperbarik
(Covino B.G. et al, 1994).
a. farmakokinetik
Metabolisme bupivakain dalam bentuk aromatik hydroxylation,
N-dealkylation, amide hidrolysis dan mengalami konjugasi. Hasil
metabolit N-dealkylation yaitu N-desbutylbupivakain dapat dilihat
pada darah dan urin setelah dilakukan anestesi spinal
(Covino B.G. et al, 1994).
Bupivakain tidak boleh digunakan secara intra vena karena
dapat menyebabkan hipotensi, disritmia jantung, dan blok jantung
atrioventrikuler. Bupivakain dikontraidikasikan pada penderita dengan
kelainan jantung karena dapat bersifat kardiotoksik
(Hoerster et al, 1990).

b. Farmakodinamik
Rata-rata ekskresi total bupivakain melalui urin dan dealkilasi
serta metabolit hidroksilasinya berjumlah lebih dari 40% dari dosis
total anestesi. Konsentrasi alpha 1-asam glikoprotein sebagai tempat
ikatan protein plasma bupivakain meningkat pada berbagai keadaan
klinik, seperti trauma post operasi (Stoelting R.K.,1999).

c. Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan bupivakain
sebagaimana enestesi lokal pada umumnya berupa reaksi alergi, reaksi
sensitivitas silang antara metabolit asam para-aminobenzoic, antar
anestesi lokal golongan ester dan golongan amide; toksisitas sistemik
yang terjadi karena peningkatan konsentrasi obat dalam plasma darah,
yang biasanya terjadi secara tidak disengaja melalui injeksi
intravaskular langsung waktu melakukan blok saraf pusat (SSP) berupa
perubahan SSP meliputi restlessness, vertigo, tinnitus, kesulitan
konsentrasi, bicara ngawur, dan kejang otot skeletal; neurotoksisitas,

21
iritasi transien radikuler, sidrom kauda equina, sindrom arteri spinalis
anterior. Efek samping yang dapat terjadi pada sistem kardivaskuler
dapat berupa efek toksik konsentrasi bupivakain plasma yang tinggi,
sehingga menyebabkan efek pada jantung, berupa hipotensi karena
relaksasi otot polos arteriolar, dan depresi langsung pada miokard,
sehingga menurunkan resistensi vaskular sistemik dan cardiac output
( Barash et al, 1997).

d. Toksisitas
Bupivakain lebih kardiotoksik daripada anestesi lokal lainnya.
Beberapa kasus menunjukan bahwa kelalaian suntikan bupivakain
intravena tidak saja menyebabkan kejang tetapi juga kolaps
kardivaskular, dimana tindakan resusitasi sangat sulit dilakukan dan
tidak akan berhasil. Beberapa penelitian pada binatang sepakat tentang
ide bahwa bupivakain memang lebih toksik bila diberikan secara
intravena dibandingkan anestesi lokal lainnya. Hal ini menggambarkan
bahwa penghambatan saluran natrium bupivakain sangat diperkuat
oleh masa kerja yang kuat dan sangat lama pada sel jantung (dibanding
terhadap serabut saraf), dan tidak seperti lidokain, bupivakain
menumpuk jelas pada denyut jantung normal. Penelitian berikutnya
menunjukan bahwa gambaran EKG yang sangat umum pada pasien
yang diberi bupivakain ternyata irama kardiovaskular melambat
dengan kompleks QRS yang melebar dan disosiasi elektromekanik
(Ronald D. Miller dan Luc M. Hondeghem, 1998).

4. Tekanan darah
Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata dilakukan dengan
mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume darah.
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah
ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena 2 alasan.
Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya

22
dorong yang cukup; tanpa tekanan ini , otak dan jaringan lain tidak akan
menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai
resistensi arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan
tidak boleh terlalu tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan
bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta
kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Mekanisme-
mekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi
dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekan arteri rata-rata ini.
Tekanan arteri rata-rata= curah jantung X resistensi perifer total
Pada giliranya, sejumlah faktor menentukan curah jantung dan
resistensi perifer total. Dengan demikian, kita dapat memahami
komplexitas pengaturan tekanan darah. Perubahan setiap faktor tersebut
akan mengubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan
kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan. Aliran
darah ke suatu jaringan bergantung pada gaya pendorong berupa tekanan
darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol jaringan
tersebut karena tekanan arteri rata-rata bergantung pada curah jantung dan
derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan
berdilatasi, arteri di jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk
mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat, sehingga darah
mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi, tetapi juga ke
otak, yang harus mendapat pasokan darah yang konstan. Dengan
demikian, variabel kardiovaskular harus terus-menerus diubah untuk
mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan
jaringan dapat diubah-ubah (Sherwood, 2001).

23
Stimulasi Simpatis

Vena Arteriol

↑ Vasokonstriksi ↑ Vasokonstriksi

↑ aliran balik vena ↑ Resistensi perifer total

↑ volume sekuncup ↑ Tekanan darah

↑ curah jantung

↑ tekanan darah

Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting bagi sistem


sirkulasi. Peningkatan atau penurunan takanan darah akan mempengaruhi
homeostasis tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka
terjadi gangguan pada sistem transpor oksigen, karbondioksida serta hasil
metabolisme lainnya (Muljadi Hartono, 1997)
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Tabel 2).

24
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan TDS TDD
darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prahipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Hipotensi merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dan


segera terjadi pada anestesi spinal (Beilin Y. et al, 2003).
Anestesi spinal sampai dengan level blok T-5 akan menurunkan
tekanan arteri rata-rata sampai dengan 21,3%, sedangkan tahanan
pembuluh darah sistemik hanya akan turun 5% (Atkinson RS et al, 1987).
Pada orang normal, tekanan sistolik turun sampai dengan 6,8%
pada blok sensorik setinggi T-10 (Mc Crae et al,1993). Sedangkan blokade
sensorik sampai dengan T-6 akan menurunkan tekanan sistolik sampai
dengan 18,8%. Hal ini tejadi karena penumpukan darah di usus,
menurunkan aliran darah balik dan terjadi penurunan kadar katekolamin
darah sehingga akibatnya denyut jantung dan curah jantung akan turun
(Atkinson RS et al,1987).
Tinggi blokade anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh kecepatan
penyuntikan. Penyuntikan yang cepat dapat menghasilkan blokade sampai
ke level dermatom T-4 sedangkan level dermatom T-10 kecepatan
penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik/isobarik 1 cc/5 detik (Kumar et
al, 1992). Saraf simpatis terblok 2 sampai dengan 6 dermatom di atas blok
sensorik. Blok saraf simpatis sampai tinggi T-4 akan menyebabkan
bradikardi dan blok simpatis mulai T-10 menyebabkan hipotensi. Tinggi
blok maksimal pada lidokain 5% hiperbarik tertinggi VT-4. Rata-rata
tinggi blok analgesi setinggi VT-7 (Humisar Sibarani, 1999).

25
Fanelli dkk (2000),dalam penelitianya dilaporkan bahwa insiden
hipotensi dengan bupivakain hiperbarik 0,5% pada level dermatom T-7
adalah 17%. Dalam penelitiannya pada operasi sesar, Vercauteren dkk
(1998) didapatkan hasil insiden hipotensi pada bupivakain hiperbarik 6,6
mg dengan kombinasi sufentanil 3,3 mikrogaram pada level dermatom T-4
adalah 10% dengan sebelumnya diberikan cairan prabeban Kristaloid
1000ml.
Hipotensi dipermudah oleh perubahan posisi pasien yang dapat
menurunkan aliran darah balik vena, juga bila sebelumnya telah ada
hipertensi atau hipovolemi, adanya kehamilan, pasien usia lanjut, dan
penggunaan obat-obat yang dapat menekan keaktifan simpatis (Sunaryo,
2005). Hipotensi yang terjadi selama anestesi juga dapat disebabkan oleh
khasiat obat anestesi, teknik anestesi, atau perdarahan
(Karjadi Wirjoatmodjo, 2000).

26
B. Kerangka Pemikiran
Untuk menggambarkan hubungan berbagai variable penelitian, maka dapat
disusun kerangka pemikiran sebagai berikut.

27
C. Hipotesis
Ada perbedaan yang bermakna antara efek pemberian lidokain 5%
hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam menimbulkan perubahan
tekanan darah pada anestesi spinal.

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk studi observasi analitik dengan pendekatan
kohort. Sedangkan randomisasi dilakukan dengan cara completely
randomized design, dimana semua subyek dari populasi studi langsung
dialokasikan secara random kedalam kelompok perlakuan atau kelompok
kontrol.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian dan observasi dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS)
di RSUD dr. Moewardi, Surakarta.

C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi perut
bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah terencana di
Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi, Surakarta dan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi:
1. Pasien laki-laki dan perempuan yang menjalani operasi terencana pada
daerah perut bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah,
dengan anestesi spinal.
2. Status fisik ASA I-II
3. Umur 18-45 tahun
4. Berat badan 40-70 kg, Tinggi Badan 150-170 cm
5. Bersedia menjadi peserta penelitian dan menandatangani informed
consent.

Kriteria eksklusi:
1. Penderita kontraindikasi spinal anestesi/blok subarakhnoid.

29
2. Penderita menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.
3. Pasien menderita penyakit jantung.
4. Pasien dengan riwayat hipertensi atau hipotensi.
5. Penderita hamil.
6. Pasien memakai obat anti hipertensi, anti aritmia, dan stimulan
jantung.
7. Kontraindikasi terhadap pemakaian lidokain atau bupivakain, misalnya
pasien alergi terhadap obat-obat anestesi lokal diatas.

Kriteria drop out:


1. Tinggi blok kurang atau lebih dari dermatom yang diinginkan, yaitu T-
10.
2. Terjadi efek samping segera atau selama anestesi yang tidak dapat
diatasi atau perlu penanganan yang lebih intensif misalnya disritmia,
cardiac arrest.
3. Blok subarakhnioid yang dilakukan gagal atau memerlukan obat
tambahan misalnya: sedasi.
4. Terjadi komplikasi operasi yang mempengaruhi hemodinamik secara
nyata, misalnya perdarahan yang cukup besar atau melebihi 20% dari
Estimated Blood Volume.
5. Pasien kesakitan.

D. Teknik Sampling
Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi
kriteria inklusi diatas, dalam hal ini sampel yang dipilih dengan cara non
probability sampling yaitu purposive sampling (berdasarkan ciri atau sifat-
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya). Mengadakan studi
pendahuluan dengan mempelajari barbagai hal yang berhubungan dengan
populasi kemudian diambil sampel atas pertimbangan peneliti sendiri
(Soekidjo Notoatmodjo, 2005).

30
E. Besar Sampel
na : jumlah sample untuk kelompok lidokain.
nb : jumlah sample untuk kelompok bupivakain.
S : simpang baku standart populasi
Xa-Xb : perbedaan tekanan darah kedua kelompok populasi
α : tingkat kemaknaan
Zα : kuasa penelitian
(Zα+Zβ) x s 2
na = nb = 2
(Xb-Xa)
Diketahui:
α : 0,05 β : 0,20
Zα : 1,96 Zβ : 0,84
Sa : 20 Sb : 35
Xa- Xb : 30

2S2 = Sa2+Sb2 = 202+352 = 1625

2
(1,96+0,84)
na = nb = x 1625 = 14,15556
(30)

jadi besar sample = 15 kelompok lidokain 5% hiperbarik.


15 kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik.

31
F. Desain Penelitian

32
G. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas
Lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik.
2. Variabel terikat
Perubahan tekanan darah.
3. Variabel luar
a. Terkendali
1). Umur
2). Berat badan
3). Tinggi badan
4). Penggunaan obat-obat yang dapat menekan keaktifan simpatis
5). Posisi pasien
6). Adanya kehamilan
7). Adanya perdarahan (hipovolemi)
8). Faktor penyakit
b. Tidak terkendali
1). Emosi
2). Kecemasan
4). Kelainan metabolisme tubuh
3). Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan
farmakokinetik).

H. Definisi Operasional Variabel


1. Variabel bebas
Pada penelitian digunakan lidokain 5% hiperbarik dengan dosis 2
cc dan bupivakain 0,5% hiperbarik dengan dosis 3cc. Pemberian obat
menggunakan skala nominal. Injeksi obat anestesi dilakukan dengan
jarum ukuran G 25 pada daerah antara L3-L4.
2. Variabel terikat
Perubahan tekanan darah adalah tekanan pada dinding arteri yang
sebanding dengan tekanan aliran darah intra arterial yang berasal dari

33
tekanan darah ventrikel kiri. Perubahan tekanan darah menggunakan
skala interval. Pengukuran dilakukan tiap 3 menit sampai dengan
menit ke 30.
3. Variabel luar terkendali
Variabel luar terkendali adalah variabel selain variabel bebas yang
dapat mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun dapat
dikendalikan.
4. Variabel luar tak terkendali
Variabel luar tak terkendali adalah variabel selain variabel bebas
yang dapat mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun
tidak dapat dikendalikan.

I. Bahan dan Cara Penelitian


1. Alat dan Bahan:
a. Lidokain 5% hiperbarik
b. Bupivakain 0,5% hiperbarik.
c. Monitor tekanan darah
d. Larutan Kristaloid 15 cc/kgBB
e. Jarum spinal G 25
2. Cara Kerja:
a. Pencatatan identitas dan data pasien yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan.
b. Pasien diberi informasi (informed concent) meliputi pentingnya
tindakan ini dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi serta meminta
persetujuan bahwa data medik akan digunakan sebagai bahan
penelitian.
c. Tindakan preoperative meliputi pengukuran tekanan darah awal dan
pemberian kristaloid 15 cc/kgBB, 20 menit sebelum dilakukan anestesi
blok subarakhnoid.

34
d. Dilakukan anestesi spinal, posisi duduk (sitting position) pada
kelompok I dengan preparat lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II
dengan preparat bupivakain 0,5% hiperbarik.
e. Baringkan pasien segera setelah dilakukan anestesi spinal (supine
position), ukur segera tekanan darah pertama setelah pemberian obat
dan sekaligus ukur tinggi blokade metode pinprick..
f. Dilakukan pengukuran darah tiap 3 menit sampai dengan menit ke 30
(Pemberian ephedrin 5-10 mg intravena dilakukan jika tekanan darah
di bawah 100 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah lebih dari
20 mmHg).
g. Analisis data.
Pengukuran yang dilakukan:
a. Level analgesi
Level analgesi diukur dengan metode pinprick yaitu dengan
menggunakan jarum G22 yang dilakukan pada garis tengah
midclavikula kanan dan kiri pada menit pertama tepat setelah
pemberian obat anestesi lokal; menit ke 2,5 dan seterusnya sampai obat
mencapai level dermatom 10. Jika blok positif, pembedahan dimulai.
Jika blok negatif pada menit ke 10, maka blok subarakhnoid dianggap
gagal, dan dilanjutkan dengan anestesi umum dan subyek dicabut
sebagai drop out. Blok sensorik dinilai sempurna apabila penderita
tidak memberikan reaksi terhadap pinprick. Apabila terjadi ketinggian
sensorik kanan dan kiri berbeda, maka dalam perhitungan diambil
tingkat blok yang lebih tinggi.
b. Level motorik
Penilaian terhadap blok motorik dilakukan pada saat yang sama
dengan penilaian regresi blok sensorik dengan menggunakan kriteria
Bromage, dinilai onset dan regresi komplit motorik.
Kriteria Bromage:
Nilai 0 : dapat mengangkat tungkai bawah
Nilai 1 : tidak dapat mengangkat tungkai bawah

35
Nilai 2 : tidak dapat menekuk sendi lutut
Nilai 3 : tidak dapat menekuk paha dan sendi kaki/ paralisa.
c. Hemodinamik dan Pernapasan
Penilaian tekanan darah, laju nadi, dan laju nafas dikerjakan
dengan interval waktu 5 menit, selama 60 menit pertama, selanjutnya
setiap 15 menit sampai hilangnya blok motorik. Penilaian
menggunakan monitor tekanan darah Non Invasif Bloob Presure
(NIBP) pada lengan kiri atas dan EKG monitor.
Penanganan efek samping enestesi spinal:
a. Hipotensi
jika terjadi hipotensi, sistolik turun lebih dari 20% base line atau
sistolik < 90 mmHg, diberikan cairan beban 200 cc dalam 10 menit. Jika
parlakuan ini tidak menolong diberikan ephedrin 5-10 mg intravena.
b. Bradikardi
Kejadian penyulit lain yang diduga harus dicatat ialah bradikardi,
yaitu jika laju nadi turun dibawah 45 x/menit, untuk mengatasi ini
diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg atau 0,5 mg intravena.

J. Sumber Data
Data yang diambil adalah data primer dari pengamatan langsung di
Instalansi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta.

K. Teknik Analisis Data


1. Pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung dari hasil
penelitian. Data dicatat pada formulir yang telah disiapkan, disimpan dan
dipergunakan untuk perhitungan statistik.
2. Analisa data
Analisis data dilakukan dengan komputer menggunakan perangkat
lunak SPSS 16,0.
3. Perhitungan statistik

36
Untuk menguji kemaknaan perbedaan antara 2 harga rata-rata suatu
distribusi normal dengan t-test. t-test dilakukan dengan taraf kepercayaan
95%, α = 0,05 dan P<0,05.
X1 - X2
t hitung =
2 2
SD1 – SD2

n-1

t hitung DF (Degree of Freedom) = n – 1


Ditentukan α = 0,05
Keputusan: jika t hitung > t tabel maka menolak Ho
Ho: Tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal.
H1: Ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal.
Pengambilan data tekanan darah diambil dengan cara menghitung
MAP (Mean Arterial Pressure) agar mempermudah pengolahan data, yang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
MAP = Tekanan Diastole + 1/3 (Tekanan Sistole-Tekanan Diastole).

37
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral
RSUD dr. Moewardi Surakarta selama bulan Juli – Agustus 2008, didapatkan data
sebanyak 30 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I dengan
preparat lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II dengan preparat bupivakain
0,5% hiperbarik. Adapun hasilnya sebagai berikut :

Tabel 1. Data Karakteristik Umum Subyek Penelitian


Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% t P
Hiperbarik Hiperbarik
Umur 38,20±8,30 39,87±7,75 -0,552 0,590
Jenis Kelamin L/P 15/0 15/0 1,000
BB 56,60±4,26 58,60±10,14 -0,732 0,476
TB 164,60±4,22 162,93±6,04 0,783 0,447
Sistolik awal 138,20±9,67 139,33±13,11 -0,247 0,809
Diastolik awal 80,73±5,77 82,20±7,70 -0,698 0,497
MAP awal 99,60±5,89 100,93±8,84 -0,478 0,640
ASA I/II 3/12 5/15 1,000
Keterangan: P<0,005 = Bermakna

Dari data karakteristik umum subjek penelitian di atas yang meliputi umur,
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tekanan darah sistolik awal, tekanan
darah diastolik awal, MAP awal dan status fisik didapatkan berbeda tidak
bermakna antara dua kelompok perlakuan (p > 0,05). Keadaan ini menunjukkan
bahwa data karakteristik kedua perlakuan adalah homogen sehingga layak untuk
dibandingkan.

38
Tabel 2.a. Perbandingan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok
Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
Sistolik mnt 0 134,33±7,92 137,00±9,14 -0,731 0,477
Sistolik mnt 3 131,67±8,14 132,20±10,18 -0,079 0,938
Sistolik mnt 6 124,27±11,70 127,33±13,47 -0,534 0,602
Sistolik mnt 9 121,53±11,58 122,67±11,84 -0,214 0,834
Sistolik mnt 12 117,60±11,48 118,47±13,30 -0,163 0,873
Sistolik mnt 15 114,07±13,34 120,03±14,23 -1,148 0,270
Sistolik mnt 18 108,60±13,39 122,67±14,33 -2,435 0,029*
Sistolik mnt 21 108,07±11,59 122,40±16,22 -2,294 0,038*
Sistolik mnt 24 121,13±8,42 119,73±16,05 -1,659 0,119
Sistolik mnt 27 110,27±10,28 121,13±15,85 -2,393 0,031*
Sistolik mnt 30 111,13±9,51 121,80±14,81 -2,433 0,029*
Uji statistik menggunakan uji t
P<0,05 = bermakna (*)

Gambar 1.
Grafik Perbandingan tekanan darah sistolik

39
Tabel 2.b. Perbandingan tekanan darah diastolik pada kedua kelompok
Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
Diastolik mnt 0 79,53±4,69 79,93±6,57 -0,227 0,823
Diastolik mnt 3 77,80±7,18 80,07±7,64 -0,874 0,397
Diastolik mnt 6 76,20±6,05 77,87±6,12 -0,823 0,424
Diastolik mnt 9 74,47±6,56 74,20±6,69 0,125 0,902
Diastolik mnt 12 73,33±7,71 73,87±7,31 -0,220 0,829
Diastolik mnt 15 69,67±8,25 76,47±7,09 -2,553 0,023*
Diastolik mnt 18 67,93±9,28 72,87±8,23 -1,729 0,106
Diastolik mnt 21 68,53±9,10 72,53±8,67 -1,514 0,152
Diastolik mnt 24 66,87±6,82 71,73±7,93 -2,437 0,029*
Diastolik mnt 27 66,47±8,37 69,73±8,13 -1,701 0,111
Diastolik mnt 30 66,93±7,44 71,67±8,38 -1,692 0,113
Uji statistik menggunakan uji t

Keterangan: P<0,005 = Bermakna (*)

Gambar 2.
Grafik Perbandingan tekanan darah diastolik

40
Hasil analisis menggunakan Paired-samples T Test dengan SPSS 16.00 for
Windows mengenai perbandingan tekanan darah antara kelompok Lidokain 5%
hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada tabel 2.a terlihat bahwa pada
menit ke 18, 21, 27 dan 30 ada perbedaan yang bermakna dari penurunan tekanan
darah sistolik. Pada tabel 2.b menit ke 15 dan 24 menunjukan perbedaan
bermakna dari penurunan tekanan darah diastolik (p< 0,05).
Sedangkan untuk selisih penurunan tekanan darah dari MAP antara
kelompok Lidokain 5% hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada tabel
3 ada perbedaan yang bermakna mulai dari menit ke 15 pengamatan sampai
dengan menit ke 30 pengamatan (p< 0,05).

Tabel 2.c. Perbandingan MAP pada kedua kelompok


Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
MAP mnt 0 97,47±5,25 98,60±6,03 -0,576 0,573
MAP mnt 3 95,47±6,96 96,87±6,70 -0,505 0,621
MAP mnt 6 91,87±7,09 94,00±6,60 -0,762 0,459
MAP mnt 9 89,93±6,94 90,00±6,38 -0,025 0,980
MAP mnt 12 87,80±7,98 88,40±6,49 -0,223 0,827
MAP mnt 15 84,13±8,90 90,73±7,15 -2,301 0,037*
MAP mnt 18 81,20±9,42 89,13±7,88 -2,438 0,029*
MAP mnt 21 81.47±8,67 88,87±9,14 -2,188 0,046*
MAP mnt 24 81,60±6,33 87,40±8,62 -2,340 0,035*
MAP mnt 27 80,73±8,00 86,53±7,71 -2,644 0,019*
MAP mnt 30 81,27±7,04 88,00±8,50 -2,404 0,031*
Uji statistik menggunakan uji t

41
Tabel 3. Perbandingan selisih MAP antara kedua kelompok
Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
Delta MAP 0-3 1,87±4,03 1,47±2,23 0,314 0,758
Delta MAP 0-6 5,20±3,90 4,33±5,12 0,480 0,638
Delta MAP 0-9 7,40±4,29 8,27±4,17 -0,500 0,625
Delta MAP 0-12 9,33±5,11 9,87±5,19 -0,271 0,790
Delta MAP 0-15 13,00±6,54 7,47±6,01 2,323 0,036*
Delta MAP 0-18 16,00±6,60 9,07±5,22 2,843 0,013*
Delta MAP 0-21 15,80±6,08 9,53±9,53 2,257 0,041*
Delta MAP 0-24 15,53±5,46 10,93±5,52 2,295 0,038*
Delta MAP 0-27 16,40±5,68 11,73±5,26 2,618 0,020*
Delta MAP 0-30 15,73±4,93 10,26±7,55 2,147 0,050*
Uji statistik menggunakan uji t

Keterangan: P<0,005 = Bermakna (*)

Gambar 3.
Grafik Perbandingan MAP

42
B. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji t dengan taraf
signifikansi = 0,05 , dimana :
Ho: Tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal.
H1: Ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal.
Dari hasil perhitungan uji t didapatkan p < 0,05 mulai menit ke 15 sampai
dengan menit ke 30, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa antara
kedua kelompok perlakuan berbeda bermakna, maka Ho ditolak.

43
BAB V
PEMBAHASAN

Secara metodologis, data karakteristik umum subjek penelitian telah


dikendalikan melalui pengambilan sampel secara random pada saat
pengelompokan sampel. Setelah dilakukan analisis statistik menggunakan Paired-
samples T Test dengan SPSS 16.00 for Windows untuk umur , berat badan, tinggi
badan, tekanan darah sistolik awal, diastolik awal dan MAP awal. Sedangkan
untuk jenis kelamin dan status fisik menggunakan uji Chi-Square ternyata
menunjukkan berbeda tidak bermakna ( p > 0,05 ). Hal ini menunjukkan bahwa
sampel yang diambil homogen sehingga layak untuk dibandingkan ( tabel 1 ).
Pengamatan tekanan darah setelah injeksi obat anestesi pada penelitian ini
dilakukan tiap 3 menit dan dibatasi hanya sampai menit ke-30. Menurut hasil-
hasil penelitian diatas, dapat diketahui dengan jelas adanya perbedaan nilai rata-
rata tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP masing-masing kelompok pasien,
dimana pada kelompok pasien yang menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik
memiliki rata-rata tekanan darah lebih stabil dibandingkan dengan kelompok
Lidokain 5% Hiperbarik ( grafik 1,2 dan 3 ).
Penurunan tekanan darah telah terjadi pada masing-masing kelompok
setelah injeksi obat anestesi, tetapi pada kelompok Lidokain tekanan darah sistolik
terus menurun hingga menit ke 21 bahkan tekanan arteri rata-rata untuk Lidokain
terus menurun hingga menit ke 27. Sedangkan Kelompok Bupivakain tekanan
darah sistolik sudah mulai stabil mulai menit ke 15 ( tabel 2.a. ).

Tabel 4. Perbandingan prosentase penurunan tekanan darah


Variabel Lidokain Bupivakain
Sistolik mnt 18 19,1% 10,4%
Sistolik mnt 21 19,5% 10,6%
Sistolik mnt 27 18,0% 11,6%
Sistolik mnt 30 17,3% 11,1%

44
Pada kelompok Lidokain efek penurunan tekanan darah sistolik pada
menit ke 18 dan 21 sebanyak 19%, ini berbeda sekali dengan kelompok
Bupivakain yang hanya mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak
10% dari tekanan darah sistolik semula. Pada menit ke 27, kelompok Lidokain
mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 18,0%, sedangkan
kelompok Bupivakain mengalami penurunan sebanyak 11,6% dari tekanan darah
sistolik semula.
Sedangkan pada menit ke 30, kelompok Lidokain mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 17,3%, kelompok Bupivakain mengalami penurunan
sebanyak 11,1% dari tekanan darah semula ( tabel 4). Tekanan darah sistolik
kedua kelompok memang sama-sama menurun, tetapi degradasi penurunan
tekanan darah jauh lebih besar pada kelompok Lidokain dibandingkan dengan
kelompok Bupivakain dengan perbedaan hampir mencapai dua kali lipat.
Secara statistik ada perbedaan yang bermakna efek penurunan tekanan
darah bila dibandingkan dengan tekanan darah awal, baik pada kelompok
Lidokain maupun Bupivakain ( tabel 3). Efek penurunan tekanan darah tersebut
secara statistik berbeda bemakna terbukti dengan nilai p<0,05 mulai dari menit ke
15 sampai menit ke 30, bila dibandingkan dengan tekanan darah awal. Hal ini
sejalan dengan penelitian dari E. Cendra P.W (2004) dimana penurunan tekanan
darah telah terjadi pada masing-masing kelompok mulai dari menit ke 10, tetapi
Lidokain lebih cepat menurun dibanding Bupivakain. Pada lidokain terdapat efek
inotropik negatif sehingga terjadi efek bradikardi pada anestesi spinal (Donald et
al, 1993), dan onset lidokain yang cepat yakni 4-6 menit (Stoelting R.K., 1999)
mempercepat volume darah yang hilang akibatnya cardiac output lebih cepat
menurun. Hal ini yang menyebabkan tekanan darah pada penggunaan Lidokain
5% hiperbarik lebih cepat turun dibanding bupivakain 0,5% hiperbarik.
Spinal anestesi sering menyebabkan episode hipotensi karena blok
simpatik, yang akan mengakibatkan pooling darah vena dan penurunan sistemik
vaskuler resistensi, yang umumnya dapat diterapi dengan pemberian loading
kristaloid, dan apabila belum memberikan respon yang optimal ditambahkan
pemberian vasopresor injeksi ephedrin (Hwee LH. et al, 1990). Dalam penelitian

45
ini diberikan ephedrin 5-10 mg intravena jika terjadi hipotensi (sistolik turun lebih
dari 20% base line atau sistolik < 90 mmHg). Pada kelompok Lidokain diberikan
ephedrin intravena pada 10 dari 15 sample (66,7%). Sedangkan pada kelompok
Bupivakain hanya 7 dari 15 sample (46%) yang diberi efedrin intravena. Tetapi
keduanya diberikan pada menit yang berbeda-beda ( tabel 5 dan 6 )
Tabel 5. Perbandingan insidensi Hipotensi
Kelompok Tekanan darah Total P
Hipotensi Normal
Lidokain 5% hiperbarik 10 (66,7%) 5 (33,3%) 15 (100%) 0,019*
Bupivakain 0,5% hiperbarik 7 (46%) 8 (54%) 15 (100%)
Uji statistik menggunakan uji t

Keterangan: P<0,005 = Bermakna (*)

Tabel 6. Pemberian ephedrin pada kedua kelompok


Variabel Mnt Mnt Mnt Mnt Mnt Mnt Mnt Mnt Total
ke ke ke ke ke ke ke ke sampel
12 15 18 21 21 24 27 30
Lidokain - 1 4 2 1 1 - 1 10

Bupivakain - - 3 - 1 - 3 7

Pada kelompok Lidokain ada 4 sampel yang diberi ephedrin 5-10 mg pada
menit ke 18, 2 sampel pada menit ke 21, dan masing-masing 1 sampel pada menit
ke 15, 21, 24 dan 30. Sedangkan pada kelompok Bupivakain pemberian ephedrin
5-10 mg dilakukan pada menit ke 18 dan 27 masing-masing 3 sampel dan 1
sampel pada menit ke 21 ( tabel 6 ).
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini teutama pada pemakaian Lidokain
5% hiperbarik sebagai obat anestesi spinal, didapatkan hasil yang hampir sama
dengan penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian sebelumnya Wahyudi
(1992) hipotensi terjadi pada 60% pasien, Mc Rae (1993) 70%, Sunantara (2000)
55%, Rout et al (1993) 55%, Himawan (2000) 50%.

46
Pada anestesi spinal kelompok Bupivakain, insidens hipotensi jauh lebih
minimal bila dibandingkan dengan kelompok Lidokain ( tabel 5 ). Bupivakain dan
Lidokain menyebabkan blokade simpatis, blokade sensorik dan motorik. blokade
sensorik pada Bupivakain lebih dominan dibandingkan dengan blokade
motoriknya ( Sweitzer BJ., 1993). Mekanisme blok simpatis preganglioner yang
dapat menyebabkan penurunan darah masih diperdebatkan oleh 2 pendapat.
Pertama dilatasi arteri dan arteriole yang terjadi menyebabkan penurunan systemic
vascular resistence (SVR) yang cukup besar untuk menurunkan tekanan arteri.
Kedua menyatakan penurunan tekanan darah disebabkan oleh penurunan cardiac
out put yang disebabkan oleh penurunan aliran darah di perifer dan penurunan
venous return ( Pratomo BY., 2002).
Data yang tersaji dalam tabel belum menunjukan hasil yang maksimal
karena adanya variabel luar dan variabel pengganggu yang tidak dapat
dikendalikan seperti emosi, kecemasan, kelainan metabolisme tubuh, dan
sensitivitas individu terhadap obat anestesi. Selain itu dalam penelitian ini tidak
dilakukan pengamatan pada frekuensi denyut nadi dan kejadian dampak samping
seperti mual, muntah, menggigil, dan bradikardi. Lidokain mempunyai efek
inotropik negatif. Efek inotropik negatif (bradikardi) dari pemakaian Lidokain
hiperbarik pernah diteliti oleh Lim (2002) bradikardi terjadi 76%, dengan
pemberian atropin dosis 10 mikrogram/kgBB hipotensi berkurang menjadi 40%.

47
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Terdapat perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam
anestesi spinal.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengendalian terhadap
faktor-faktor luar yang dapat mempengaruhi akurasi hasil penelitian.
2. Perlu dilakukan observasi khusus dengan sampel yang lebih banyak
untuk meningkatkan akurasi hasil penelitian.

48
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwik Setiowulan, 2000.


Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius,
pp: 241-264.

Atkinson R.S., Rushman G.B., Alfred Lee J., 1987. Spinal Analgesia : Intradural
; extradural in A Synopsis of Anesthesia. Singapore: P.G Publishing Pte.
Ltd, pp: 662-721.

Barash, Cullen, Stoelting, 1997. Handbook Clinical of Anesthesiology. 3rd ed.


New York: Lippincott Raven, pp: 221-224.

Beilin Y., Zahn J., Abramovitz S., H. Howard, Bernstein,Hossain S., Bodian C.,
2003. Subarachnoid Small-Dose Bupivacaine Versus Lidocaine for
Cervical Cerclage. International Anesthesia Research Society. 97:56-61.

Bhisma Murti, 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta:


Universitas Gajah Mada Press, pp: 190-197.

Budiman Chandra, 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Chandan Shastri, Rakesh Kapoor, Rutton N. Hilloowalla, B.A. Tendolkar, L.S.


Chaudhari. 2006. Subarachnoid Block Associated Atrial Fibrillation. The
Internet Journal of Anesthesiology. 11:1.

Chobanian, Aram V., 2003. The Seventh Report of the Join National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. http://www.nhlbi.nih.gov-express.pdf. (12 April 2008)

Covino B.G, Scoot V.B., Lambert D.H., 1999. Physiological Considerations,


Complication of Spinal Anesthesia in Handbook of Spinal Anesthesia
analgesia. Singapore: King Keong Printing Pte. Ltd., pp: 45-67, 150-153.

Critchley L.A.H., 1996. Hypotension, subarachnoid block and the elderly patient.
Journal of Association of the Anaesthetists of Great Britain and Ireland.
51:1139-1143.

Donald D.D., Jean Xavier Mazoit, 1993. Phisiology, Pharmacology, an Toxicity


of Local Anesthetics: Adult and Pediatric Consideration in Clinical
Practice of Anesthesiology, pp: 73-103.

49
E. Cendra Premana, 2004. Perbandingan Respon Hipotensi Antara Lidokain 5%
Hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada Anestesi Spinal.
Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada. Tesis.

Fanelli G., Borghi B., Casati A, Bertini L, Montebugnoli M, Torri G., 2000.
Unilateral Bupivacaine Spinal Anesthesia for out Patient Knee
Arthoscopy. Canadian Journal of Anesthesia. 47:746-751.

Ganong, W.F., 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 14. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Guyton A.C., Hall J.E., 1997. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 205-215.

Hamisar Sibarani, 1999. Uji Banding Blok Motorik dan Blok Sensorik antara
Lidokain 2% Isobarik Posisi Duduk dengan Lidokain 5% Hiperbarik
pada Posisi Miring. Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada. Tesis.

Hoerster, Kreuscher, Niesel, Zenz, 1990. Regional Anesthesia. 2nd ed. Gustav
Fischer Verlay, pp: 28-29.

Karjadi Wirjoatmojo, 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk


Pendidikan SI Kedokteran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, pp: 181-188.

Katzung, Betram G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinis. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 419-421.

Kumar A.,Bala I., Bhakal I., Sing H., 1992. Spinal Anaesthesia with Lidokain for
Caesarian Secsio. Canada Journal Anaesthesia. 39:915-9.

Muchamad Arief T.Q., 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu


Kesehatan. Klaten: CSGF, pp: 13-64, 91-96, 109-119.

McCrae AF., Wildsmith JAW., 1994. Prevention and treatment of Hipotension


induced by spinal and epidural anaesthesia review article. Canadian
Journal of Anaesthesia. 70:672-80.

Pratomo B.Y., 2002. Premadikasi Efedrin 50 mg peroral untuk Mencegah


Hipotensi pada Anestesi Blok SubArakhnoid. Bagian/SMF Anestesiologi
dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Tesis.

Priyadi Wijanarko, 1993. Anestesi Nebulasi pada Bronkoskopi. Cermin Dunia


Kedokteran. 89:32-35.

50
S. Margono, 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, pp:
118-245.

Sherwood, Lauralee, 2001. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC, pp: 303-330.

Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta, pp: 68-93.

Stoelting R.K., 1999. Pharmacology and Physiology in Anesthesia Practice. 3rd


ed. Philadelphia: Lippincott Raven Publisher.

Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta, pp: 221-270.

Sulistia G. Ganiswana, 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas


Kedokteran UI, pp: 234-24.

Tommi Poltak Mario, V. Wiratna Sujarweni, 2006. SPSS untuk Paramedis.


Yogyakarta: Ardana Media, pp: 1-8, 71-78.

Vercauteren M., Hoffman V., Coppejans H.C., 1996. Hydroxyethyl Strach


Compared with modified gelatin as volume preload before spinal
anesthesia for elective cesareas section. British Journal Anesthesia.
76:731-3.

51
Lampiran 9.
Data Hasil Statistik Karateristik Umum Subyek Penelitian
a. MAP awal
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Lidokain 99.6000 15 5.88946 1.52065

Bupivakain 1.0093E2 15 8.84361 2.28341

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lidokain & Bupivakain 15 -.038 .894

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval


Std. Std. Error of the Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 Lidokain &


-1.33333 10.80785 2.79057 -7.31852 4.65185 -.478 14 .640
Bupivakain

b. Tekanan Diastolik awal


Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Lidokain 80.7333 15 5.77515 1.49114

Bupivakain 82.2000 15 7.70158 1.98854

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lidokain & Bupivakain 15 .297 .283

52
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair Lidokain & -


1 Bupivakain 1.4666 8.14043 2.10185 -5.97469 3.04136 -.698 14 .497
7

c. Tekanan Sistolik Awal


Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Lidokain 1.3820E2 15 9.67471 2.49800

Bupivakain 1.3933E2 15 13.11306 3.38578

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lidokain & Bupivakain 15 -.200 .474

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair Lidokain & -


1 Bupivakain 1.1333 17.78790 4.59282 -10.98395 8.71728 -.247 14 .809
3

53
d. Tinggi badan
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Lidokain 1.6460E2 15 4.22239 1.09022

Bupivakain 1.6293E2 15 6.04113 1.55981

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lidokain & Bupivakain 15 -.267 .336

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair Lidokain & 1.6666


8.24332 2.12842 -2.89833 6.23167 .783 14 .447
1 Bupivakain 7

e. Berat Badan
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Lidokain 56.6000 15 4.25609 1.09892

Bupivakain 58.6000 15 10.14044 2.61825

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lidokain & Bupivakain 15 .105 .709

54
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair Lidokain & -


1 Bupivakain 2.0000 10.57625 2.73078 -7.85693 3.85693 -.732 14 .476
0

f. Umur
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Lidokain 38.2000 15 8.29974 2.14298

Bupivakin 39.8667 15 7.74474 1.99968

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Lidokain & Bupivakain 15 -.063 .824

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair Lidokain &


-1.66667 11.70267 3.02162 -8.14739 4.81405 -.552 14 .590
1 Bupivakain

55
Lampiran 10.
Data Hasil Statistik Perubahan MAP
Group Statistics

Kelompok Perlakuan N Mean Std. Deviation


mnt 0 Lidokain 5% 15 97,47 5,25
Bupivakain 0,5% 15 98,60 6,03
mnt 3 Lidokain 5% 15 95,47 6,96
Bupivakain 0,5% 15 96,87 6,70
mnt 6 Lidokain 5% 15 91,87 7,09
Bupivakain 0,5% 15 94,00 6,60
mnt 9 Lidokain 5% 15 89,93 6,94
Bupivakain 0,5% 15 90,00 6,38
mnt 12 Lidokain 5% 15 87,80 7,98
Bupivakain 0,5% 15 88,40 6,49
mnt 15 Lidokain 5% 15 84,13 8,90
Bupivakain 0,5% 15 90,73 7,15
mnt 18 Lidokain 5% 15 81,20 9,42
Bupivakain 0,5% 15 89,13 7,88
mnt 21 Lidokain 5% 15 81,47 8,67
Bupivakain 0,5% 15 88,87 9,14
mnt 24 Lidokain 5%
15 81,60 6,33
Bupivakain 0,5% 15 87,40 8,62
Mnt 27 Lidokain 5% 15 80,73 8,00
Bupivakain 0,5% 15 86,53 7,71
Mnt 30 Lidokain 5% 15 81,27 7,04
Bupivakain 0,5% 15 88,00 8,50

Lampiran 11.
Formulir Penelitian
Perbandingan Perubahan Tekanan Darah pada Penggunaan Lidokain 5% Hiperbarik dan
Bupivakain 0,5% Hiperbarik dalam Anestesi Spinal
No. urut penelitian :
Tanggal :
Nama pasien :
Jenis kelamin :
Umur :
Berat Badan :
Status Fisik :
Jenis Perlakuan :
No. sampel :
Tekanan darah :
TAR :

56
WAKTU TDS (mmHg) TDD (mmHg) TAR (mmHg)
Awal

Mnt 0
Mnt 3
Mnt 6
Mnt 9
Mnt 12
Mnt 15
Mnt 18
Mnt 21
Mnt 24
Mnt 27
Mnt 30

Surakarta, 2008
Pelaksana Penelitian,

(Wieke Ockvianasari)

57

Anda mungkin juga menyukai