SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
WIEKE OCKVIANASARI
G0005208
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
1
NASKAH PUBLIKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
PENGESAHAN SKRIPSI
1. Pembimbing Utama
2. Pembimbimg Pendamping
3. Penguji Utama
4. Anggota Penguji
Surakarta
3
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar acuan.
Wieke Ockvianasari
G0005208
4
ABSTRAK
Hasil penelitian. Dari penelitian ini didapatkan jumlah sampel 30 yang terbagi
menjadi 2 kelompok, 15 sampel pada kelompok lidokain 5% hiperbarik dan 15
sampel pada kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik. Hasil analisis data
menunjukan bupivakain 0,5% hiperbarik memiliki rata-rata tekanan darah lebih
stabil dibandingkan dengan kelompok lidokain 5% hiperbarik.
5
ABSTRACT
Objective. Monitoring during anaesthesia was very vital to keep patient safety.
One of the vital parameter which required to be controlled during surgery was
blood pressure. Lidocaine and bupivacaine blocaded sympathic nerve, sensoryc
and motoric nerve which can make arteriole dilataty and venous return decrease,
blood pressure taking down. This research had a purpose to know blood pressure
alteration using lidocaine 5% hyperbaric and bupivacaine 0,5% hyperbaric at
spinal anaesthesia.
Result. The subjects were 30 patients which divided into 2 groups, which were
15 samples at lidocaine 5% hyperbaric group and 15 samples at bupivacaine 0,5%
hyprebaric group. Data analysis got that bupivacaine 0,5% hyperbaric group have
mean arterial blood pressure more stable than lidocaine 5% hyperbaric group.
6
KATA PENGANTAR
Wieke Ockvianasari
7
DAFTAR ISI
8
DAFTAR TABEL
9
DAFTAR GAMBAR
10
DAFTAR LAMPIRAN
11
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
Telah diuji dan sudah disahkan
12
BAB I
PENDAHULUAN
13
alir balik vena ke jantung berkurang. Curah jantung dan curah sekuncup
berkurang dan tekanan darah menurun (Sunaryo,2005).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
timbul rumusan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang berarti pada
penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik terhadap
perubahan tekanan darah pada anestesi spinal?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan perubahan tekanan
darah pada penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik
pada anestesi spinal.
14
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Diketahui secara statistik perubahan tekanan darah antara penggunaan
lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam anestesi
spinal pada pasien operasi di RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan
obat pada anestesi spinal.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anastesi spinal
Anestesi spinal (subarachnoid nerve block) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal (Mansjoer et al, 2000).
Obat lokal anestesi yang sering digunakan dibagi dalam 2 macam,
yaitu golongan ester (misalnya prokain, klorprokain, amethokain) dan
golongan amida (misalnya lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain,
etidokain). Ada perbedaan antara golongan tersebut di atas, yaitu pada
kestabilan struktur kimianya. Golongan ester mudah dihirolisa dan tidak
stabil dalam cairan. Sedangkan golongan amide lebih stabil. Golongan
ester dihidrolisa dalam plasma oleh ensim kolinesterase dan golongan
amide dimetabolisme di hati (Stoelting R.K., 1999).
Pada orang dewasa, obat anestetik lokal disuntikan ke dalam ruang
subarakhnoid antara L2 dan L5; dan biasanya antara L3 dan L4. Untuk
mendapatkan blokade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan
hal ini tergantung pada banyak faktor, antara lain posisi pasien, dan berat
jenis obat (Sunaryo,2005). Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika
berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal
(hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi.
Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan serebrospinal memiliki berat jenis
1,003-1,008. Berat jenis obat anestesi spinal (Tabel 1)
(Mansjoer et al, 2000).
16
Tabel 1. Berat jenis beberapa obat anestetik lokal dan cairan serebrospinal
Obat Berat jenis
Prokain
- 1,5% dalam akuades 1,0052
- 2,5% dalam D5W 1.0203
Lidokain
- 2% 1,0066
- 5% dalam dekstrosa 7,5% 1,0333
Tetrakain 0,5% dalam D5W 1,0203
Bupivakain
- 0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1,0278
- 0,5% dalam akuades 1,0058
Cairan serebrospinal 1,003-1,008
Sumber: Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi III.
17
pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum,
perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak.
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakterimia, hipovolemi berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi
neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-
obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti-
aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan
pasien yang tidak stabil, dan a resistans surgeon
(Manjoer et al, 2000).
b. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
anestesi spinal, yang dibagi dalam komplikasi yang segera terjadi dan
yang terjadi lebih lambat. Komplikasi yang bisa terjadi segera antara
lain: hipotensi, dyspnoe, parestesia, hiccups, mual dan muntah, total
spinal. Sedangkan komplikasi yang lebih lambat antara lain: retensio
urine, infeksi, meningitis, kelumpuhan saraf cranial
(Covino B.G et al, 1994).
2. Lidokain
Lidokain disintesis pada tahun 1943 oleh Lofgren dan dinyatakan
sebagai prototipe obat anestesi lokal
(Ronald D. Miller dan Luc M. Hondeghem, 1998).
Lidokain merupakan salah satu obat lokal anestesi yang paling
sering digunakan. Obat ini termasuk golongan amide dimana mempunyai
pKa = 7,9 , koefisien partisi = 304, pH 6,5. Protein binding lidokain
adalah 70%, lipid solubility 2,9 , dengan volume distribusi 91 ltr.. Bentuk
sediaan dalam larutan 0,5% - 5% dengan atau tanpa epinefrin, bersifat
isobarik maupun hiperbarik. Onset lidokain 4-6 menit, dengan lama aksi
45-90 menit (hiperbarik), 60-120 menit (isobarik) (Stoelting R.K., 1999).
18
Lidokain sering dipergunakan dalam berbagai jenis/cara pemberian
anestesi lokal (Sweitzer B.J., 1993). Larutan lidokain 0,25%-0,5% dengan
atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan larutan
1-2% untuk anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi permukaan tersedia
lidokain gel 2% (Mansjoer et al, 2000). Umumnya lidokain hiperbarik
digunakan untuk anestesi spinal pada konsentrasi 5% dicampur dengan
7,5% Dekstrose (Stoelting R.K., 1999).
a. Farmakokinetik
Didalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase
fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin
xilid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih
lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit
monoetilglisin xilid dan glisin xilidid ternyata masih memiliki efek
anestesi lokal. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama
urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin
(Sunaryo, 2005).
b. Farmakodinamik
Efek obat lidokain akan lebih panjang, penyerapan dan
toksisitasnya menurun bila disertai pemberian vasokonstriktor. Obat
ini mempunyai efek pada susunan saraf pusat (SSP), sambungan saraf
otot dan semua jenis serabut otot. SSP dirangsang oleh anestetik ini
sehingga timbul kegelisahan, tremor bahkan sampai kejang klonik.
Lidokain juga merangsang pernapasan yaitu dengan cara depresi
selektif pada neuron penghambat, namun pada dosis berlebihan akan
menyebabkan depresi pernapasan. Jantung akan mengalami penurunan
eksitabilitas, kecepatan hantaran dan kekuatan kontraksi, sedangkan
pada transmisi sambungan saraf otot akan terjadi gangguan dan pada
arteriol akan menyebabkan vasodilatasi. Dermatitis alergik, asma
bahkan reaksi anafilaksis yang fatal dapat timbul pada orang yang
hipersensitif terhadapnya.Lidokain. Efek terapi dicapai bila konsentrasi
dalam plasma 1,25 mikrogram/ml (Priyadi Wijanarko, 1993).
19
Lidokain merupakan anestesi lokal dengan durasi sedang (Beilin Y.
et al, 2003). Pada lidokain juga terdapat efek inotropik negatif,
sehingga terjadi efek bradikardi pada anestesi spinal
(Donald et al, 1993).
c. Efek samping
Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya
terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan
mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya
efek samping ini (Sunaryo, 2005).
d. Toksisitas
3. Bupivakain
Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja
lambat dan durasi panjang, dengan potensi tinggi. Blokade sensoriknya
lebih dominan dibandingkan dengan blokade motoriknya
(Beilin Y. et al, 2003). Untuk anestesi blok digunakan larutan 0,25%-
0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5%
(Mansjoer et al, 2000).
PKa bupivakain 8,1; pH bupivakain 5,5. Protein binding
bupivakainww adalah 95%, lipid solubility 28, dengan volume distribusi
73 ltr.. Tersedia dalam bentuk isobarik maupun hiperbarik, dengan lama
20
aksi 90-180 (hiperbarik), 90-240 (isobarik). Dosis total yang bisa
digunakan adalah 7,5-22,5 mg untuk isobarik, 10-20 mg untuk hiperbarik
(Covino B.G. et al, 1994).
a. farmakokinetik
Metabolisme bupivakain dalam bentuk aromatik hydroxylation,
N-dealkylation, amide hidrolysis dan mengalami konjugasi. Hasil
metabolit N-dealkylation yaitu N-desbutylbupivakain dapat dilihat
pada darah dan urin setelah dilakukan anestesi spinal
(Covino B.G. et al, 1994).
Bupivakain tidak boleh digunakan secara intra vena karena
dapat menyebabkan hipotensi, disritmia jantung, dan blok jantung
atrioventrikuler. Bupivakain dikontraidikasikan pada penderita dengan
kelainan jantung karena dapat bersifat kardiotoksik
(Hoerster et al, 1990).
b. Farmakodinamik
Rata-rata ekskresi total bupivakain melalui urin dan dealkilasi
serta metabolit hidroksilasinya berjumlah lebih dari 40% dari dosis
total anestesi. Konsentrasi alpha 1-asam glikoprotein sebagai tempat
ikatan protein plasma bupivakain meningkat pada berbagai keadaan
klinik, seperti trauma post operasi (Stoelting R.K.,1999).
c. Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan bupivakain
sebagaimana enestesi lokal pada umumnya berupa reaksi alergi, reaksi
sensitivitas silang antara metabolit asam para-aminobenzoic, antar
anestesi lokal golongan ester dan golongan amide; toksisitas sistemik
yang terjadi karena peningkatan konsentrasi obat dalam plasma darah,
yang biasanya terjadi secara tidak disengaja melalui injeksi
intravaskular langsung waktu melakukan blok saraf pusat (SSP) berupa
perubahan SSP meliputi restlessness, vertigo, tinnitus, kesulitan
konsentrasi, bicara ngawur, dan kejang otot skeletal; neurotoksisitas,
21
iritasi transien radikuler, sidrom kauda equina, sindrom arteri spinalis
anterior. Efek samping yang dapat terjadi pada sistem kardivaskuler
dapat berupa efek toksik konsentrasi bupivakain plasma yang tinggi,
sehingga menyebabkan efek pada jantung, berupa hipotensi karena
relaksasi otot polos arteriolar, dan depresi langsung pada miokard,
sehingga menurunkan resistensi vaskular sistemik dan cardiac output
( Barash et al, 1997).
d. Toksisitas
Bupivakain lebih kardiotoksik daripada anestesi lokal lainnya.
Beberapa kasus menunjukan bahwa kelalaian suntikan bupivakain
intravena tidak saja menyebabkan kejang tetapi juga kolaps
kardivaskular, dimana tindakan resusitasi sangat sulit dilakukan dan
tidak akan berhasil. Beberapa penelitian pada binatang sepakat tentang
ide bahwa bupivakain memang lebih toksik bila diberikan secara
intravena dibandingkan anestesi lokal lainnya. Hal ini menggambarkan
bahwa penghambatan saluran natrium bupivakain sangat diperkuat
oleh masa kerja yang kuat dan sangat lama pada sel jantung (dibanding
terhadap serabut saraf), dan tidak seperti lidokain, bupivakain
menumpuk jelas pada denyut jantung normal. Penelitian berikutnya
menunjukan bahwa gambaran EKG yang sangat umum pada pasien
yang diberi bupivakain ternyata irama kardiovaskular melambat
dengan kompleks QRS yang melebar dan disosiasi elektromekanik
(Ronald D. Miller dan Luc M. Hondeghem, 1998).
4. Tekanan darah
Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata dilakukan dengan
mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume darah.
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah
ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena 2 alasan.
Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya
22
dorong yang cukup; tanpa tekanan ini , otak dan jaringan lain tidak akan
menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai
resistensi arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan
tidak boleh terlalu tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan
bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta
kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Mekanisme-
mekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi
dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekan arteri rata-rata ini.
Tekanan arteri rata-rata= curah jantung X resistensi perifer total
Pada giliranya, sejumlah faktor menentukan curah jantung dan
resistensi perifer total. Dengan demikian, kita dapat memahami
komplexitas pengaturan tekanan darah. Perubahan setiap faktor tersebut
akan mengubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan
kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan. Aliran
darah ke suatu jaringan bergantung pada gaya pendorong berupa tekanan
darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol jaringan
tersebut karena tekanan arteri rata-rata bergantung pada curah jantung dan
derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan
berdilatasi, arteri di jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk
mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat, sehingga darah
mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi, tetapi juga ke
otak, yang harus mendapat pasokan darah yang konstan. Dengan
demikian, variabel kardiovaskular harus terus-menerus diubah untuk
mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan
jaringan dapat diubah-ubah (Sherwood, 2001).
23
Stimulasi Simpatis
Vena Arteriol
↑ Vasokonstriksi ↑ Vasokonstriksi
↑ curah jantung
↑ tekanan darah
24
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi tekanan TDS TDD
darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prahipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
25
Fanelli dkk (2000),dalam penelitianya dilaporkan bahwa insiden
hipotensi dengan bupivakain hiperbarik 0,5% pada level dermatom T-7
adalah 17%. Dalam penelitiannya pada operasi sesar, Vercauteren dkk
(1998) didapatkan hasil insiden hipotensi pada bupivakain hiperbarik 6,6
mg dengan kombinasi sufentanil 3,3 mikrogaram pada level dermatom T-4
adalah 10% dengan sebelumnya diberikan cairan prabeban Kristaloid
1000ml.
Hipotensi dipermudah oleh perubahan posisi pasien yang dapat
menurunkan aliran darah balik vena, juga bila sebelumnya telah ada
hipertensi atau hipovolemi, adanya kehamilan, pasien usia lanjut, dan
penggunaan obat-obat yang dapat menekan keaktifan simpatis (Sunaryo,
2005). Hipotensi yang terjadi selama anestesi juga dapat disebabkan oleh
khasiat obat anestesi, teknik anestesi, atau perdarahan
(Karjadi Wirjoatmodjo, 2000).
26
B. Kerangka Pemikiran
Untuk menggambarkan hubungan berbagai variable penelitian, maka dapat
disusun kerangka pemikiran sebagai berikut.
27
C. Hipotesis
Ada perbedaan yang bermakna antara efek pemberian lidokain 5%
hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam menimbulkan perubahan
tekanan darah pada anestesi spinal.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk studi observasi analitik dengan pendekatan
kohort. Sedangkan randomisasi dilakukan dengan cara completely
randomized design, dimana semua subyek dari populasi studi langsung
dialokasikan secara random kedalam kelompok perlakuan atau kelompok
kontrol.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dan observasi dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS)
di RSUD dr. Moewardi, Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi perut
bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah terencana di
Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi, Surakarta dan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi:
1. Pasien laki-laki dan perempuan yang menjalani operasi terencana pada
daerah perut bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah,
dengan anestesi spinal.
2. Status fisik ASA I-II
3. Umur 18-45 tahun
4. Berat badan 40-70 kg, Tinggi Badan 150-170 cm
5. Bersedia menjadi peserta penelitian dan menandatangani informed
consent.
Kriteria eksklusi:
1. Penderita kontraindikasi spinal anestesi/blok subarakhnoid.
29
2. Penderita menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.
3. Pasien menderita penyakit jantung.
4. Pasien dengan riwayat hipertensi atau hipotensi.
5. Penderita hamil.
6. Pasien memakai obat anti hipertensi, anti aritmia, dan stimulan
jantung.
7. Kontraindikasi terhadap pemakaian lidokain atau bupivakain, misalnya
pasien alergi terhadap obat-obat anestesi lokal diatas.
D. Teknik Sampling
Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi
kriteria inklusi diatas, dalam hal ini sampel yang dipilih dengan cara non
probability sampling yaitu purposive sampling (berdasarkan ciri atau sifat-
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya). Mengadakan studi
pendahuluan dengan mempelajari barbagai hal yang berhubungan dengan
populasi kemudian diambil sampel atas pertimbangan peneliti sendiri
(Soekidjo Notoatmodjo, 2005).
30
E. Besar Sampel
na : jumlah sample untuk kelompok lidokain.
nb : jumlah sample untuk kelompok bupivakain.
S : simpang baku standart populasi
Xa-Xb : perbedaan tekanan darah kedua kelompok populasi
α : tingkat kemaknaan
Zα : kuasa penelitian
(Zα+Zβ) x s 2
na = nb = 2
(Xb-Xa)
Diketahui:
α : 0,05 β : 0,20
Zα : 1,96 Zβ : 0,84
Sa : 20 Sb : 35
Xa- Xb : 30
2
(1,96+0,84)
na = nb = x 1625 = 14,15556
(30)
31
F. Desain Penelitian
32
G. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas
Lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik.
2. Variabel terikat
Perubahan tekanan darah.
3. Variabel luar
a. Terkendali
1). Umur
2). Berat badan
3). Tinggi badan
4). Penggunaan obat-obat yang dapat menekan keaktifan simpatis
5). Posisi pasien
6). Adanya kehamilan
7). Adanya perdarahan (hipovolemi)
8). Faktor penyakit
b. Tidak terkendali
1). Emosi
2). Kecemasan
4). Kelainan metabolisme tubuh
3). Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan
farmakokinetik).
33
tekanan darah ventrikel kiri. Perubahan tekanan darah menggunakan
skala interval. Pengukuran dilakukan tiap 3 menit sampai dengan
menit ke 30.
3. Variabel luar terkendali
Variabel luar terkendali adalah variabel selain variabel bebas yang
dapat mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun dapat
dikendalikan.
4. Variabel luar tak terkendali
Variabel luar tak terkendali adalah variabel selain variabel bebas
yang dapat mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun
tidak dapat dikendalikan.
34
d. Dilakukan anestesi spinal, posisi duduk (sitting position) pada
kelompok I dengan preparat lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II
dengan preparat bupivakain 0,5% hiperbarik.
e. Baringkan pasien segera setelah dilakukan anestesi spinal (supine
position), ukur segera tekanan darah pertama setelah pemberian obat
dan sekaligus ukur tinggi blokade metode pinprick..
f. Dilakukan pengukuran darah tiap 3 menit sampai dengan menit ke 30
(Pemberian ephedrin 5-10 mg intravena dilakukan jika tekanan darah
di bawah 100 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah lebih dari
20 mmHg).
g. Analisis data.
Pengukuran yang dilakukan:
a. Level analgesi
Level analgesi diukur dengan metode pinprick yaitu dengan
menggunakan jarum G22 yang dilakukan pada garis tengah
midclavikula kanan dan kiri pada menit pertama tepat setelah
pemberian obat anestesi lokal; menit ke 2,5 dan seterusnya sampai obat
mencapai level dermatom 10. Jika blok positif, pembedahan dimulai.
Jika blok negatif pada menit ke 10, maka blok subarakhnoid dianggap
gagal, dan dilanjutkan dengan anestesi umum dan subyek dicabut
sebagai drop out. Blok sensorik dinilai sempurna apabila penderita
tidak memberikan reaksi terhadap pinprick. Apabila terjadi ketinggian
sensorik kanan dan kiri berbeda, maka dalam perhitungan diambil
tingkat blok yang lebih tinggi.
b. Level motorik
Penilaian terhadap blok motorik dilakukan pada saat yang sama
dengan penilaian regresi blok sensorik dengan menggunakan kriteria
Bromage, dinilai onset dan regresi komplit motorik.
Kriteria Bromage:
Nilai 0 : dapat mengangkat tungkai bawah
Nilai 1 : tidak dapat mengangkat tungkai bawah
35
Nilai 2 : tidak dapat menekuk sendi lutut
Nilai 3 : tidak dapat menekuk paha dan sendi kaki/ paralisa.
c. Hemodinamik dan Pernapasan
Penilaian tekanan darah, laju nadi, dan laju nafas dikerjakan
dengan interval waktu 5 menit, selama 60 menit pertama, selanjutnya
setiap 15 menit sampai hilangnya blok motorik. Penilaian
menggunakan monitor tekanan darah Non Invasif Bloob Presure
(NIBP) pada lengan kiri atas dan EKG monitor.
Penanganan efek samping enestesi spinal:
a. Hipotensi
jika terjadi hipotensi, sistolik turun lebih dari 20% base line atau
sistolik < 90 mmHg, diberikan cairan beban 200 cc dalam 10 menit. Jika
parlakuan ini tidak menolong diberikan ephedrin 5-10 mg intravena.
b. Bradikardi
Kejadian penyulit lain yang diduga harus dicatat ialah bradikardi,
yaitu jika laju nadi turun dibawah 45 x/menit, untuk mengatasi ini
diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg atau 0,5 mg intravena.
J. Sumber Data
Data yang diambil adalah data primer dari pengamatan langsung di
Instalansi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta.
36
Untuk menguji kemaknaan perbedaan antara 2 harga rata-rata suatu
distribusi normal dengan t-test. t-test dilakukan dengan taraf kepercayaan
95%, α = 0,05 dan P<0,05.
X1 - X2
t hitung =
2 2
SD1 – SD2
n-1
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral
RSUD dr. Moewardi Surakarta selama bulan Juli – Agustus 2008, didapatkan data
sebanyak 30 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I dengan
preparat lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II dengan preparat bupivakain
0,5% hiperbarik. Adapun hasilnya sebagai berikut :
Dari data karakteristik umum subjek penelitian di atas yang meliputi umur,
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tekanan darah sistolik awal, tekanan
darah diastolik awal, MAP awal dan status fisik didapatkan berbeda tidak
bermakna antara dua kelompok perlakuan (p > 0,05). Keadaan ini menunjukkan
bahwa data karakteristik kedua perlakuan adalah homogen sehingga layak untuk
dibandingkan.
38
Tabel 2.a. Perbandingan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok
Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
Sistolik mnt 0 134,33±7,92 137,00±9,14 -0,731 0,477
Sistolik mnt 3 131,67±8,14 132,20±10,18 -0,079 0,938
Sistolik mnt 6 124,27±11,70 127,33±13,47 -0,534 0,602
Sistolik mnt 9 121,53±11,58 122,67±11,84 -0,214 0,834
Sistolik mnt 12 117,60±11,48 118,47±13,30 -0,163 0,873
Sistolik mnt 15 114,07±13,34 120,03±14,23 -1,148 0,270
Sistolik mnt 18 108,60±13,39 122,67±14,33 -2,435 0,029*
Sistolik mnt 21 108,07±11,59 122,40±16,22 -2,294 0,038*
Sistolik mnt 24 121,13±8,42 119,73±16,05 -1,659 0,119
Sistolik mnt 27 110,27±10,28 121,13±15,85 -2,393 0,031*
Sistolik mnt 30 111,13±9,51 121,80±14,81 -2,433 0,029*
Uji statistik menggunakan uji t
P<0,05 = bermakna (*)
Gambar 1.
Grafik Perbandingan tekanan darah sistolik
39
Tabel 2.b. Perbandingan tekanan darah diastolik pada kedua kelompok
Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
Diastolik mnt 0 79,53±4,69 79,93±6,57 -0,227 0,823
Diastolik mnt 3 77,80±7,18 80,07±7,64 -0,874 0,397
Diastolik mnt 6 76,20±6,05 77,87±6,12 -0,823 0,424
Diastolik mnt 9 74,47±6,56 74,20±6,69 0,125 0,902
Diastolik mnt 12 73,33±7,71 73,87±7,31 -0,220 0,829
Diastolik mnt 15 69,67±8,25 76,47±7,09 -2,553 0,023*
Diastolik mnt 18 67,93±9,28 72,87±8,23 -1,729 0,106
Diastolik mnt 21 68,53±9,10 72,53±8,67 -1,514 0,152
Diastolik mnt 24 66,87±6,82 71,73±7,93 -2,437 0,029*
Diastolik mnt 27 66,47±8,37 69,73±8,13 -1,701 0,111
Diastolik mnt 30 66,93±7,44 71,67±8,38 -1,692 0,113
Uji statistik menggunakan uji t
Gambar 2.
Grafik Perbandingan tekanan darah diastolik
40
Hasil analisis menggunakan Paired-samples T Test dengan SPSS 16.00 for
Windows mengenai perbandingan tekanan darah antara kelompok Lidokain 5%
hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada tabel 2.a terlihat bahwa pada
menit ke 18, 21, 27 dan 30 ada perbedaan yang bermakna dari penurunan tekanan
darah sistolik. Pada tabel 2.b menit ke 15 dan 24 menunjukan perbedaan
bermakna dari penurunan tekanan darah diastolik (p< 0,05).
Sedangkan untuk selisih penurunan tekanan darah dari MAP antara
kelompok Lidokain 5% hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada tabel
3 ada perbedaan yang bermakna mulai dari menit ke 15 pengamatan sampai
dengan menit ke 30 pengamatan (p< 0,05).
41
Tabel 3. Perbandingan selisih MAP antara kedua kelompok
Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P
Hiperbarik Hiperbarik
Delta MAP 0-3 1,87±4,03 1,47±2,23 0,314 0,758
Delta MAP 0-6 5,20±3,90 4,33±5,12 0,480 0,638
Delta MAP 0-9 7,40±4,29 8,27±4,17 -0,500 0,625
Delta MAP 0-12 9,33±5,11 9,87±5,19 -0,271 0,790
Delta MAP 0-15 13,00±6,54 7,47±6,01 2,323 0,036*
Delta MAP 0-18 16,00±6,60 9,07±5,22 2,843 0,013*
Delta MAP 0-21 15,80±6,08 9,53±9,53 2,257 0,041*
Delta MAP 0-24 15,53±5,46 10,93±5,52 2,295 0,038*
Delta MAP 0-27 16,40±5,68 11,73±5,26 2,618 0,020*
Delta MAP 0-30 15,73±4,93 10,26±7,55 2,147 0,050*
Uji statistik menggunakan uji t
Gambar 3.
Grafik Perbandingan MAP
42
B. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji t dengan taraf
signifikansi = 0,05 , dimana :
Ho: Tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal.
H1: Ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal.
Dari hasil perhitungan uji t didapatkan p < 0,05 mulai menit ke 15 sampai
dengan menit ke 30, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa antara
kedua kelompok perlakuan berbeda bermakna, maka Ho ditolak.
43
BAB V
PEMBAHASAN
44
Pada kelompok Lidokain efek penurunan tekanan darah sistolik pada
menit ke 18 dan 21 sebanyak 19%, ini berbeda sekali dengan kelompok
Bupivakain yang hanya mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak
10% dari tekanan darah sistolik semula. Pada menit ke 27, kelompok Lidokain
mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 18,0%, sedangkan
kelompok Bupivakain mengalami penurunan sebanyak 11,6% dari tekanan darah
sistolik semula.
Sedangkan pada menit ke 30, kelompok Lidokain mengalami penurunan
tekanan darah sistolik 17,3%, kelompok Bupivakain mengalami penurunan
sebanyak 11,1% dari tekanan darah semula ( tabel 4). Tekanan darah sistolik
kedua kelompok memang sama-sama menurun, tetapi degradasi penurunan
tekanan darah jauh lebih besar pada kelompok Lidokain dibandingkan dengan
kelompok Bupivakain dengan perbedaan hampir mencapai dua kali lipat.
Secara statistik ada perbedaan yang bermakna efek penurunan tekanan
darah bila dibandingkan dengan tekanan darah awal, baik pada kelompok
Lidokain maupun Bupivakain ( tabel 3). Efek penurunan tekanan darah tersebut
secara statistik berbeda bemakna terbukti dengan nilai p<0,05 mulai dari menit ke
15 sampai menit ke 30, bila dibandingkan dengan tekanan darah awal. Hal ini
sejalan dengan penelitian dari E. Cendra P.W (2004) dimana penurunan tekanan
darah telah terjadi pada masing-masing kelompok mulai dari menit ke 10, tetapi
Lidokain lebih cepat menurun dibanding Bupivakain. Pada lidokain terdapat efek
inotropik negatif sehingga terjadi efek bradikardi pada anestesi spinal (Donald et
al, 1993), dan onset lidokain yang cepat yakni 4-6 menit (Stoelting R.K., 1999)
mempercepat volume darah yang hilang akibatnya cardiac output lebih cepat
menurun. Hal ini yang menyebabkan tekanan darah pada penggunaan Lidokain
5% hiperbarik lebih cepat turun dibanding bupivakain 0,5% hiperbarik.
Spinal anestesi sering menyebabkan episode hipotensi karena blok
simpatik, yang akan mengakibatkan pooling darah vena dan penurunan sistemik
vaskuler resistensi, yang umumnya dapat diterapi dengan pemberian loading
kristaloid, dan apabila belum memberikan respon yang optimal ditambahkan
pemberian vasopresor injeksi ephedrin (Hwee LH. et al, 1990). Dalam penelitian
45
ini diberikan ephedrin 5-10 mg intravena jika terjadi hipotensi (sistolik turun lebih
dari 20% base line atau sistolik < 90 mmHg). Pada kelompok Lidokain diberikan
ephedrin intravena pada 10 dari 15 sample (66,7%). Sedangkan pada kelompok
Bupivakain hanya 7 dari 15 sample (46%) yang diberi efedrin intravena. Tetapi
keduanya diberikan pada menit yang berbeda-beda ( tabel 5 dan 6 )
Tabel 5. Perbandingan insidensi Hipotensi
Kelompok Tekanan darah Total P
Hipotensi Normal
Lidokain 5% hiperbarik 10 (66,7%) 5 (33,3%) 15 (100%) 0,019*
Bupivakain 0,5% hiperbarik 7 (46%) 8 (54%) 15 (100%)
Uji statistik menggunakan uji t
Bupivakain - - 3 - 1 - 3 7
Pada kelompok Lidokain ada 4 sampel yang diberi ephedrin 5-10 mg pada
menit ke 18, 2 sampel pada menit ke 21, dan masing-masing 1 sampel pada menit
ke 15, 21, 24 dan 30. Sedangkan pada kelompok Bupivakain pemberian ephedrin
5-10 mg dilakukan pada menit ke 18 dan 27 masing-masing 3 sampel dan 1
sampel pada menit ke 21 ( tabel 6 ).
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini teutama pada pemakaian Lidokain
5% hiperbarik sebagai obat anestesi spinal, didapatkan hasil yang hampir sama
dengan penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian sebelumnya Wahyudi
(1992) hipotensi terjadi pada 60% pasien, Mc Rae (1993) 70%, Sunantara (2000)
55%, Rout et al (1993) 55%, Himawan (2000) 50%.
46
Pada anestesi spinal kelompok Bupivakain, insidens hipotensi jauh lebih
minimal bila dibandingkan dengan kelompok Lidokain ( tabel 5 ). Bupivakain dan
Lidokain menyebabkan blokade simpatis, blokade sensorik dan motorik. blokade
sensorik pada Bupivakain lebih dominan dibandingkan dengan blokade
motoriknya ( Sweitzer BJ., 1993). Mekanisme blok simpatis preganglioner yang
dapat menyebabkan penurunan darah masih diperdebatkan oleh 2 pendapat.
Pertama dilatasi arteri dan arteriole yang terjadi menyebabkan penurunan systemic
vascular resistence (SVR) yang cukup besar untuk menurunkan tekanan arteri.
Kedua menyatakan penurunan tekanan darah disebabkan oleh penurunan cardiac
out put yang disebabkan oleh penurunan aliran darah di perifer dan penurunan
venous return ( Pratomo BY., 2002).
Data yang tersaji dalam tabel belum menunjukan hasil yang maksimal
karena adanya variabel luar dan variabel pengganggu yang tidak dapat
dikendalikan seperti emosi, kecemasan, kelainan metabolisme tubuh, dan
sensitivitas individu terhadap obat anestesi. Selain itu dalam penelitian ini tidak
dilakukan pengamatan pada frekuensi denyut nadi dan kejadian dampak samping
seperti mual, muntah, menggigil, dan bradikardi. Lidokain mempunyai efek
inotropik negatif. Efek inotropik negatif (bradikardi) dari pemakaian Lidokain
hiperbarik pernah diteliti oleh Lim (2002) bradikardi terjadi 76%, dengan
pemberian atropin dosis 10 mikrogram/kgBB hipotensi berkurang menjadi 40%.
47
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Terdapat perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara
penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam
anestesi spinal.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengendalian terhadap
faktor-faktor luar yang dapat mempengaruhi akurasi hasil penelitian.
2. Perlu dilakukan observasi khusus dengan sampel yang lebih banyak
untuk meningkatkan akurasi hasil penelitian.
48
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson R.S., Rushman G.B., Alfred Lee J., 1987. Spinal Analgesia : Intradural
; extradural in A Synopsis of Anesthesia. Singapore: P.G Publishing Pte.
Ltd, pp: 662-721.
Beilin Y., Zahn J., Abramovitz S., H. Howard, Bernstein,Hossain S., Bodian C.,
2003. Subarachnoid Small-Dose Bupivacaine Versus Lidocaine for
Cervical Cerclage. International Anesthesia Research Society. 97:56-61.
Chobanian, Aram V., 2003. The Seventh Report of the Join National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. http://www.nhlbi.nih.gov-express.pdf. (12 April 2008)
Critchley L.A.H., 1996. Hypotension, subarachnoid block and the elderly patient.
Journal of Association of the Anaesthetists of Great Britain and Ireland.
51:1139-1143.
49
E. Cendra Premana, 2004. Perbandingan Respon Hipotensi Antara Lidokain 5%
Hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada Anestesi Spinal.
Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada. Tesis.
Fanelli G., Borghi B., Casati A, Bertini L, Montebugnoli M, Torri G., 2000.
Unilateral Bupivacaine Spinal Anesthesia for out Patient Knee
Arthoscopy. Canadian Journal of Anesthesia. 47:746-751.
Ganong, W.F., 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 14. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Guyton A.C., Hall J.E., 1997. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 205-215.
Hamisar Sibarani, 1999. Uji Banding Blok Motorik dan Blok Sensorik antara
Lidokain 2% Isobarik Posisi Duduk dengan Lidokain 5% Hiperbarik
pada Posisi Miring. Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada. Tesis.
Hoerster, Kreuscher, Niesel, Zenz, 1990. Regional Anesthesia. 2nd ed. Gustav
Fischer Verlay, pp: 28-29.
Katzung, Betram G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinis. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 419-421.
Kumar A.,Bala I., Bhakal I., Sing H., 1992. Spinal Anaesthesia with Lidokain for
Caesarian Secsio. Canada Journal Anaesthesia. 39:915-9.
50
S. Margono, 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, pp:
118-245.
Sherwood, Lauralee, 2001. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC, pp: 303-330.
51
Lampiran 9.
Data Hasil Statistik Karateristik Umum Subyek Penelitian
a. MAP awal
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Paired Differences
N Correlation Sig.
52
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
53
d. Tinggi badan
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
e. Berat Badan
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
54
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
f. Umur
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std. Std. Error Difference Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
55
Lampiran 10.
Data Hasil Statistik Perubahan MAP
Group Statistics
Lampiran 11.
Formulir Penelitian
Perbandingan Perubahan Tekanan Darah pada Penggunaan Lidokain 5% Hiperbarik dan
Bupivakain 0,5% Hiperbarik dalam Anestesi Spinal
No. urut penelitian :
Tanggal :
Nama pasien :
Jenis kelamin :
Umur :
Berat Badan :
Status Fisik :
Jenis Perlakuan :
No. sampel :
Tekanan darah :
TAR :
56
WAKTU TDS (mmHg) TDD (mmHg) TAR (mmHg)
Awal
Mnt 0
Mnt 3
Mnt 6
Mnt 9
Mnt 12
Mnt 15
Mnt 18
Mnt 21
Mnt 24
Mnt 27
Mnt 30
Surakarta, 2008
Pelaksana Penelitian,
(Wieke Ockvianasari)
57