Anda di halaman 1dari 4

BAB II

DASAR TEORI

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, apoteker adalah


sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
apoteker. Apoteker sangat erat kaitannya dengan apotek, dimana apotek
merupakan salah satu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan pelayanan
farmasi klinik. Salah satu tugas apoteker dalam melakukan pelayanan farmasi klinik,
yaitu penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter.
Pelayanan farmasi klinik meliputi, pengkajian resep, dispensing, Pelayanan
Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di rumah (home
pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping
Obat (MESO).
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

BAB III
PEMBAHASAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


2017 Tentang Apotek, Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
atau dokter hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
bagi pasien. Berdasarkan definisi tersebut resep hanya boleh ditulis oleh dokter.
Apoteker tidak boleh menulis resep, peran apoteker adalah menerima resep dari
dokter kemudian menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi bagi pasien
sesuai dengan yang tertulis pada resep dari dokter.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017 Tentang Apotek Pasal 21 ayat 1 disebutkan Apoteker wajib melayani resep
sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 disebutkan bahwa pekerjaan Kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Berdasarkan peraturan yang telah disebutkan diatas, pekerjaan kefarmasian
adalah melakukan pelayanan atas resep dokter tidak disebutkan bahwa pekerjaan
kefarmasian adalah menulis resep obat. Jadi berdasarkan peraturan perundang
undangan yang telah disebutkan diatas, apoteker tidak memiliki tugas untuk
menulis resep obat.
Apabila dilihat dari kompetensi seorang apoteker, apoteker merupakan
seorang sarjana farmasi yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan obat.
Apoteker bertanggung jawab terhadap obat mulai dari proses formulasi,
pembuatan, sampai menjadi sebuah obat jadi yang akan didistribusikan ke pasien.
Dibandingkan dengan dokter, apoteker lebih menguasai tentang obat, karena
apoteker mempelajari apa yang tidak dokter pelajari tentang obat. Namun
apoteker juga mempelajari anatomi tubuh manusia dan patofisiologi dari penyakit
seperti yang dipelajari oleh dokter, agar obat bisa digunakan dan diserahkan
dengan tepat sesuai penyakit pasien.
Saat ini, banyak dokter yang melakukan kesalahan dalam meresepkan obat,
baik dalam pemilihan obat maupun dosis yang disarankan. Apoteker yang
menerima resep harus menyarankan kepada dokter untuk penggantian obat yang
lebih tepat. Tidak dipungkiri ada sebagian dokter yang mau menerima saran dari
apoteker dan ada dokter yang tetap pada pendiriannya. Padahal seperti yang
diketahui, bahwa penggunaan obat yang tidak tepat bisa merugikan pasien.
Pada tahun 2003, di Inggirs, apoteker diberi legalitas sebagai penulis resep
tambahan (supplementary prescriber) dan baru pada tahun 2006 mendapat
legalitas sebagai penulis resep independen (independent prescriber). Seorang
apoteker dapat menjadi supplementary prescriber atau independent prescriber,
atau bahkan mendapatkan status keduanya. Independent prescriber memiliki
tanggung jawab untuk membuat penaksiran klinis tentang pasien termasuk
menegakkan diagnosis dan meresepkan obat yang diperlukan.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Apoteker di Indonesia mampu
menjadi independent presciber atau supplementari presciber? Di beberapa rumah
sakit, apoteker seringkali menuliskan resep sebagai pengganti dokter, hal ini
tercantum dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011
tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi menyebutkan bahwa dokter
dan dokter gigi dapat mendelegasikan tindakan atau prosedur kedokteran tertentu
kepada tenaga kesehatan tertentu yang sesuai dengan ruang lingkup keterampilan
mereka. Ketentuan tersebut memberikan batas tanggungjawab baik bagi dokter
maupun apoteker, apabila di dalam pelayanannya menimbulkan kerugian pada
pasien.
Apoteker, dengan pengetahuan yang tinggi mengenai obat dan
penggunaannya, mempunyai kontribusi yang perlu dipertimbangkan sebagai
penulis resep. Namun, tidak semua apoteker di Indonesia kompeten dalam
bidangnya, sehingga untuk menjadi independent presciber atau supplementari
presciber perlu dilakukan penyaringan misalnya melalu sebuah uji kompetensi
untuk menentukan apoteker tersebut layak atau tidak sebagai penulis resep agar
apoteker yang menjadi independent presciber atau supplementari presciber benar-
benar apoteker yang kompeten.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa peraturan


tentang dapat atau tidaknya apoteker dalam menulis resep, Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek,
Bahwa resep hanya ditulis oleh Dokter, Apoteker tidak boleh menulis resep, peran
apoteker adalah menerima resep dari dokter kemudian menyediakan dan
menyerahkan sediaan farmasi bagi pasien sesuai dengan yang tertulis pada resep
dari dokter, begitu juga pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 yang tidak menyebutkan
bahwa pekerjaan kefarmasian adalah menulis resep. Namun dalam Peraturan
Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi dapat
mendelegasikan tindakan atau prosedur kedokteran tertentu kepada tenaga
kesehatan tertentu yang sesuai dengan ruang lingkup keterampilan mereka, yang
artinya dokter dapat memberikan tanggung jawab pada apoteker salah satunya
dalam menulis resep.

Anda mungkin juga menyukai