Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENGAYAAN

BLOK BIOLOGI SEL BAGIAN BIOKIMIA


“ENZIM”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 A2

Tutor : dr.Sigit P

A.YULIA PUSPITASARI.S 11020190059


M. ARSAL SHIDDIQ K 11020190056
INDAH RUSMAN 11020190060
ANDI MUHAMMAD AKBAR 11020190077
BATARA PUTRA AMIR
NURUL TASYA AMALIA D 11020190076
NURFIKA UTAMI 11020190089
LENNI SARI SIREGAR 11020190104
ANDI BULQIS KHAERUNNISA 11020190110
INDRI AFISKA 11020190124
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
I. Definisi Enzim, Klasifikasi dan Tata Nama Enzim

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai
fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme-
perantara dari sel (Wirahadikusumah, 2001). Dengan adanya enzim, molekul awal yang disebut
substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk (Grisham et al.,
1999). Enzim tersusun atas asam-asam amino yang melipat-lipat membentuk globular, dimana
substrat yang dikatalisis bisa masuk dan bersifat komplementer

1. Klasifikasi enzim
Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Berdasarkan tipe reaksi yang diketahui, enzim dibagi menjadi enam Kelompok :

1. Oksidureduktase
Enzim oksidureduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi suatu
bahan. Dalam golongan enzim ini terdapat 2 macam enzim yang paling utama yaitu oksidase dan
dehidrogenase. Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul
oksigen. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat.
2. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer) suatu gugus.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan,
yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan
pertolongan molekul air. Enzim-enzim yang termasuk dalam golongan ini diantaranya adalah
amilase, invertase, selulase dan sebagainya.

4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan C-O dengan tidak
menggunakan molekul air.

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul dengan
cara pengaturan kembali atom-atom substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan
isomer dari substrat atau dengan perubahan isomer posisi misalnya mengubah aldosa menjadi
ketosa.

6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan-ikatan tertentu, misalnya
pembentukan ikatan C-C, C-O dan C-S dalam biosintesis koenzim A serta pembentukan ikatan C-
N dalam sintesis glutamin (Winarno, 2002).

b. Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja di dalam sel.

2. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di luar sel.
c. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim
amilase.

2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat, contohnya
enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E. Coli yang ditumbuhkan di dalam medium
yang mengandung laktosa (Lehninger, 2005).

Tata Nama Enzim

1. Penamaan TRIVIAL
Nama enzim diakhiri dengan “ase” kecuali beberapa enzim proteolitik yang diakhiri dengan “in”,
seperti papain, bromelin, pepsin. 2. Nama menerangkan substrat yang dikatalisis. Contohnya
laktase dari laktosa, fumarase dari fumarate.

NB: Nama yang mirip tidak selalu menunjukkan tipe reaksi yang sama.

> Laktosa→ laktase→ hidrolisa

> As. Fumarate→ fumarase→ hidratasi/adisi

2. Penamaan Sistematis
Berikut penamaan secara sistematis.

1.Penamaan berdasarkan Sistem Klasifikasi menurut Enzyme Commission (EC) dari International
Union of Biochemistry (IUB).

2.Setiap enzim dilengkapi dengan E.C. number sebanyak 4 dijit yang dipisahkan dengan titik.

> Dijit ke-1 menunjukkan kelas enzim.

> Dijit ke-2 dan ke-3 merupakan subkelas yang menerangkan lebih rinci dari kelas enzim.
Bergantung kelas enzimnya.

> Dijit ke-4 menerangkan lebih spesifik dan biasanya berupa nomor list yang diberikan oleh
Enzyme Commision.

3. Tidak ada aturan umum dari dijit 2-4 karena pembagiannya atau artinya bergantung pada kelas
utamanya.

4.Enzim yang mengkatalisis dengan reaksi sangat mirip akan mempunyai ketiga dijit (1-3) yang
sama, contoh reaksi hidrolisis berbagai ester.

5. Isoenzim adalah enzim yang berbeda tetapi mengkatalisis reaksi yang identik, diberi 4 nomor
klasifikasi yang sama. Contoh ada 5 Laktatdehidrogenase (LDH) dalam tubuh kita dengan
komposisi kimia berbeda tetapi mengkatalisis secara identik, maka diberi nomor E.C. yang sama.

6.Penamaan untuk reaksi kesetimbangan diberikan ke reaksi yang penting secara biokimia. Contoh
reaksi redoks yang melibatkan NADH dan NAD+, maka arahnya adalah dimana NAD+

bertindak sebagai akseptor proton.

7.Enzim yang mempunyai aktivitas terhadap 2 reaksi, nama diberikan ke reaksi yang penting
secara biokimia, nama (aktivitas) kedua ditunjukkan ke dalam kurung. Contoh: fungsi redoks dan
dekarboksilasi, maka oksidoreduktase (dekarboksilasi).
8.Penamaan sistematik sering terlalu panjang, maka dalam komunikasi sering digunakan Nama
Trivial (E.C. number).

Sumber :

1. Denial, Aprilia Isma. 2016. Pengaruh Penambahan Sorbitol Terhadap Stabilitas Enzim α-
Amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148. Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.
http://digilib.unila.ac.id/24719/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf

2. https://www.academia.edu/31543905/Definisi_Perkembangan_dan_Tata_Nama_Enzim
II. Kinetika dan Mekanisme Kerja Enzim

 Kinetika Reaksi Enzimatik


Parameter dalam kinetika reaksi enzim adalah konstanta Michaelis-Menten (KM) dan laju reaksi
maksimum (Vmaks). Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtract tunggal. Enzim (E)
mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P). Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana
enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. (Shahib, 2005).Konsentrasi
substrat mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Pada konsentrasi substrat
yang amat rendah, kecepatan reaksipun amat rendah, tetapi, kecepatan ini akan akan meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi substrat. Pada batas kecepatan maksimum (Vmaks), enzim
menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak dapat berfungsi lebih cepat (Lehninger, 1990).Salah satu
faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat. Konsentrasi substrat ini
dapat divariasikan untuk mempelajari mekanisme suatu reaksi enzim, yakni bagaimana tahap-
tahap terjadinya pengikatan substrat oleh enzim maupun pelepasan produknya (Suhartono,
1989).Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan, yang dinyatakan sebagai KM yang
bermanfaat dalam menyatakan hubungan yang tepat di antara konsentrasi substrat dan kecepatan
reaksi enzimatik. Nilai KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim
mencapai kecepatan setengah kecepatan maksimum. Nilai KM merupakan unsur kunci di dalam
persamaan Michaelis-Menten dan bersifat khas bagi setiap enzim dengan menggunakan substrat
tertentu yang spesifik pada kondisi pH dan temperatur tertentu (Kurnia, 2010).

Persamaan Michaelis-Menten secara matematika dinyatakan dalam persamaan

berikut ini :

Persamaan tersebut merupakan persamaan kecepatan bagi suatu reaksi enzimatik satu substrat,
merupakan suatu pernyataan mengenai hubungan kuantitatif di antara kecepatan reaksi awal (V0),
kecepatan maksimum (Vmaks) dan konsentrasi substrat awal yang dihubungkan melalui tetapan
Michaelis-Menten (Km).

Persamaan yang diturunkan oleh Michaelis dan Menten, berawal dari hipotesis dasar bahwa tahap
pembatas kecepatan di dalam reaksi enzimatik adalah tahap penguraian kompleks ES, menjadi
produk dan enzim bebas. Persamaan Michaelis-Menten merupakan dasar bagi semua aspek
kinetika kerja enzim (Lehninger, 1990).

Persamaan Michaelis-Menten dapat ditransformasi secara aljabar menjadi bentuk lain yang lebih
umum digunakan untuk memetakan data percobaan. Transformasi yang umum digunakan adalah
dengan membuat kebalikan dari kedua sisi persamaan Michaelis-Menten, sehingga diperoleh

hubungan :

Persamaan ini disederhanakan menjadi :

Persamaan ini dikenal dengan persamaan Lineweaver-Burk. Bagi enzim-enzim yang mengikuti
hubungan Michaelis-Menten secara benar, pemetaan 1/vo terhadap 1/[S] menghasilkan garis lurus
(Gambar 2). Garis ini akan memiliki sudut km/vmaks, perpotongan garis terhadap sumbu y sebesar
1/vmaks (pada sumbu1/vo) dan perpotongan -1/km pada sumbu 1/[S]

 Mekanisme Enzim

Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, enzim (E) bergabung
dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim substrat (E-S). Tahap kedua, kompleks enzim-
substrat terurai menjadi produk dan enzim bebas. Terdapat dua model yang diusulkan pada
kegiatan enzim dalam mempengaruhi substrat sehingga diperoleh zat hasil, yaitu model kunci dan
anak kunci, dan model induced fit
Pada model kunci dan anak kunci (Gambar 1), substrat atau bagian substrat harus mempunyai
bentuk yang sangat tepat dengan sisi katalitik enzim. Substrat ditarik oleh sisi katalitik enzim yang
cocok untuk substrat tersebut sehingga terbentuk kompleks enzim substrat.

Pada model induced fit (Gambar 2), lokasi aktif beberapa enzim mempunyai konfigurasi yang
tidak kaku. Enzim berubah bentuk menyesuaikan diri dengan bentuk substrat setelah terjadi
pengikatan. Jadi, tautan yang cocok pada keduanya dapat diinduksi ketika terbentuk kompleks
enzim-substrat.

Sumber : http://repository.unimus.ac.id/731/3/BAB%20II.pdf
III. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut:

a. Suhu

Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup.

Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim

akan meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat

terjadi pada suhu optimum . Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan

enzim terdenaturasi . Pada suhu 0oC, enzim menjadi tidak aktif dan dapat

kembali aktif pada suhu normal . Hubungan antara aktivitas enzim

dengan suhu ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu

b. pH

Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai

konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama

gugus terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan

kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH

lingkungan . Hubungan kecepatan reaksi dengan pH ditunjukkan pada

Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH

c. Konsentrasi enzim

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat

hingga batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan

konstan dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan

penambahan enzim sudah tidak efektif lagi . Hubungan antara laju reaksi

enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi enzim

d. Konsentrasi substrat

Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi

substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat


meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil

hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan

konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan

reaksi Aktivator dan inhibitor

Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya.

Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan

kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk

enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-

ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula

sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim .

inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat

menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor

adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak

dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya

terganggu .

sumber : Digiblid.unila.ac.id
IV. Regulasi Enzim
Regulasi adalah aturan sistem yang ada di dalam tubuh makhluk hidup untuk dapat
hidup seimbang, mempertahankan keadaan teratur, konservasi energi, dan sebagai respon
terhadap perubahan lingkungan. Enzim bekerja dengan regulasi tertentu.

Regulasi enzim terdapat dalam 2 bentuk, yaitu regulasi non-kovalen (noncovalent bonding)
dan regulasi modifikasi kovalen (covalent modification). Regulasi non-kovalen adalah
terikatnya efektor oleh (biasanya) produk pada daerah alosterik (allosteric effector) secara
nonkovalen. Regulasi modifikasi kovalen adalah menempelnya gugus kimia (misalnya fosfat
atau nukleotida) pada enzim. Regulasi enzim pada metabolisme tersebut sangat kompleks.
oleh karena itu, regulasi enzim dapat dicapai dengan mengubah konsentrasi dan aktifitas
enzimatik melalui :
1. Kontrol genetika

Pada proses kontrol genetika, terdapat beberapa proses, yaitu Represi dan induksi enzim.
Represi enzim merupakan salah satu bentuk dari kontrol negatif pada transkripsi bakteri.
Proses tersebut, begitu pun dengan induksi enzim, disebut sebagai kontrol negatif karena
protein regulatornya akan menyebabkan inhibisi atau penghambatan dari sintesis mRNA
sehingga akan menyebabkan penurunan proses sintesis enzim-enzim.

Sekalipun inhibisi balik akan menghentikan sintesis dari produk akhir dari suatu pathway,
proses ini masih memungkinkan terbuangnya energi dan karbon karena pembentukkan enzim
yang tidak diperlukan (karena sudah diinhibisi) masih dilanjutkan. Proses represi enzim
bertujuan untuk mencegah sintesis enzim yang turut terlibat dalam pembentukan suatu
produk akhir. Pada kasus biosintesis triptofan (gambar 3), produk akhir dari pathway,
triptofan, berperan sebagai sebuah molekul efektor yang dapat menghentikan sintesis dari
Enzim a, b, c, d, dan e yang turut terlibat pada biosintesis triptofan. Dengan demikian maka
akan menghemat banyak molekul ATP yang seharusnya dikeluarkan selama proses sintesis
protein, dan menjaga prekusor asam amino untuk sintesis protein lain. Proses ini berlangsung
lambat dibandingkan dengan inhibisi balik (yang bekerja sesegera mungkin) karena enzim-
enzim yang sudah ada harus dikurangi jumlahnya sebagai hasil dari pembelahan sel sebelum
efeknya benar-benar terlihat.

2. Modifikasi Kovalen

Meskipun sebagian besar enzim diregulasi secara non-kovalen, tetapi terdapat beberapa
enzim atau protein yang diregulasi secara modifikasi kovalen. Modifikasi kovalen pada
enzim atau protein biasanya dilakukan oleh gugus asetil, fosfat, metil, adenil, dan uridil.
Modifikasi kovalen biasanya merupakan perlekatan dapat pulih (tidak permanen).

Enzim
Modifikasi

Glutamin sintetase E. coli Adenilisasi


Isositrat liase E. coli Fosforilasi
Isositrat dehidrogenase E. coli Fosforilasi
Histidin protein kinase sebagian besar Fosforilasi
bakteri
Protein regulator fosforilasi sebagian
besar bakteri Fosforilasi

Sitrat liase pada Rhodopseudomonas Asetilasi

Protein kemotaksis E. coli Metilasi

Tabel 2.1 Enzim yang diregulasi secara modifikasi kovalen

3. Enzim Allosterik

Enzim allosterik merupakan enzim regulator yang memiliki dua sisi katalik. Salah
satu sisi ikatannya untuk substrat dan yang satunya sisi regulator yang berfungsi untuk
memodulasi aktivitas enzim. Sisi allosterik memiliki ikatan nonkovalen pada dan
interaksinya bersifat reversible. Sisi allosterik ini akan mengikat senyawa pengatur yang
disebut efektor atau modulator. Enzim allosterik ini dapat dipacu atau dihambat oleh
modulatornya. Sebagai contoh mekanisme penghambatan balik pada pengubahan L-treonin
menjadi L-isoleusin yang menggunakan lima macam enzim. Enzim yang pertama adalah
dehidratase treonin (E1) akan dihambat oleh L-isoleusin yang merupakan produk akhir dari
reaksi multienzim tersebut.

Gambar 3.1 Aktivasi Allosterik

Berdasarkan modulasinya, enzim allosterik dibedakan menjadi dua kelompok yakni enzim
allosterik homotropik dan enzim allosterik heterotropik. Pada enzim allosterik homotropik
substrat berperan sebagai modulator. Hal ini dikarenakan subtrat identik dengan modulator.
Sementara pada enzim allosterik heterotropik, modulasinya tidak dipengaruhi oleh
substratnya sendiri.
4. Kompartementas

Gambar 4.1 Kompartmentasi dari biosintesis NAD(P) dan Mayor NAD(P) pada sel
eukaryotik

Kompartementasi enzim akan meningkatkan efisiensi banyak proses yang berlangsung


didalam sel, karena:

1) Reaktan tersedia pada tempat dimana enzim tersedia


2) Senyawa yang akan dikonversi dikirim kearah enzim yang akan berperan untuk
menghasilkan produk sesuai yang dikehendaki dan tidak disimpangkan pada lintasan
yang lain.

Hasil suatu tahap reaksi akan dibebaskan pada tempat dimana hasil ini dapat segera
dikonservasi oleh enzim berikutnya. Proses ini berlangsung terus – menerus sampai
dihasilkan produk akhirnya.

Sumber :

 Lehninger, Albert L.1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga: Jakarta


 Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi, Jakarta; Universitas Indonesia
Press.
 Rodwell, V. 2017. Biokimia harper Ed. 30, Jakarta; EGC.
V. INHIBITOR ENZIM
 molekul yang dapat menghambat,menurunkan bahkan menghentikan laju reaksi
enzimatik.
 Inhibitor dapat juga berupa substansi asing seperti obat-obatan atau toksin yang efek
inhibisinya dapat berupa terapeutik atau bahkan letal.
 Inhibisi kerja enzim dibagi atas dua (2) jenis, yaitu irreversibel dan reversibel
(kompetitif dan non kompetitif).

a. Inhibitor Irreversibel
 Inhibitor irreversibel adalah inhibitor yang reaksi kimianya berjalan satu
arah atau tidak dapat balik
 Dimana setelah inhibitor mengikat enzim, inhibitor tidak dapat dipisahkan
dari sisi aktif enzim.
 Keadaan ini menyebabkan enzim tidak dapat mengikat substrat atau
inhibitor merusak beberapa komponen (gugus fungsi) pada sisi katalitik
molekul enzim.

b. Inhibitor Reversibel
1. Inhibitor Kompetitif
 Inhibitor kompetitif memiliki kemiripan struktur dengan substrat
normal dari suatu enzim sehingga berkompetisi dengan molekul
substrat untuk terikat pada sisi aktif enzim.
 Enzim dapat terikat pada molekul susbtrat (membentuk kompleks E-S)
atau terikat pada inhibitor (membentuk E-I), tetapi tidak dapat terikat
pada keduanya sekaligus. Inhibitor kompetitif terikat secara reversibel
pada sisi aktif
2. Inhibitor Tak Kompetitif
 Inhibitor ini tidak dapat membentuk kompleks enzim -
inhibitor.
 Hanya terikat pada kompleks enzim-substrat maka yang
terbentuk adalah enzim-substrat-inhibitor kompleks. Oleh
karena hanya terikat pada kompleks enzim-substrat maka
inhibitor ini tidak aktif pada konsentrasi substrat yang
rendah karena pada konsentrasi substrat yang rendah
komplek enzim-substrat yang terbentuk juga sedikit.
Dengan demikian inhibitor jenis ini menurunkan harga
Vmax dan harga Km.

3. Inhibitor Non-Kompetitif
 Inhibitor non-kompetitif dapat melekat pada sisi enzim
yang bukan merupakan sisi aktif, danmembentuk kompleks
enzim-inhibitor.
 Inhibitor ini mengubah bentuk struktur enzim, sehingga s i s i
aktif enzim menjadi tidak berfungsi dan substrat
t i d a k d a p a t b e r i k a t a n d e n g a n e n z i m tersebut

Sumber : http://digilib.unimed.ac.id/1641/80/Bab%20VI.pdf
VI. Koenzim, Proenzim dan Isoenzim
A. Koenzim
Koenzim adalah sebuah zat atau ko-faktor berupa molekul organik kecil bagian enzim
yang bekerja dengan enzim untuk memulai atau membantu fungsi enzim. Koenzim berfungsi
sebagai pengangkut yang dapat didaur-ulang yang memindahkan banyak substrat dari satu
tempat ke tempat lain dalam sel. Pertama, pengangkut menstabilkan spesies seperti atom
hydrogen (FADH) atau ion hidrida (NADH) yang karena terlalu reaktif tidak bertahan dalam
kurun waktu bermakna jika ada air atau molekul organic yang menembus sel. Kedua,
pengangkut juga berfungsi sebagai adaptor atau pengatur yang mempermudah pengenalan
dan pengikatan gugus kimia kecil, seperti asetat (koenzim A) atau glukosa (UDP) , pada
enzim targetnya. Gugus kimia lain yang diangkut oleh koenzim adalah gugus metil (folat)
dan oligosakarida (dolikol)

Sumber : Biokimia Harper Edisi 30 halaman 65-66

a. Sifat Koenzim
 Tahan panas
 Mengandung ribosa dan fosfat
 Larut dalam air
 Bisa bersatu dengan apoenzim membentuk holoenzim

b. Fungsi Koenzim

Dalam peranannya ,enzim sering memerlukan senyawa organik tertentu selain protein.
Ditinjau dari fungsinya, dikenal adanya koenzim yang berperan sebagai pemindah hidrogen,
pemindah elektron, pemindah gugusan kimia tertentu ("group transferring") dan koenzim
dari isomerase dan liase.
c. Struktur Koenzim

Sumber:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://digilib.unimed.ac.id/1641/80/
Bab%2520VI.pdf
B. Proenzim
a. Pengertian Proenzim
Protein tertentu disintesis sebagai protein precursor in-aktif yang dikenal
sebagai proprotein. Proteolysis selektif, atau “parsial”, mengubah suatu proprotein
melalui satu atau lebih “pemutusan” proteolitik berturut-turut menjadi bentuk yang
memperlihatkan aktivitas khas protein matur, misalnya aktivitas katalitiknya. Bentuk
proprotein enzim disebut proenzim atau zymogen. Protein yang disintesis sebagai
proprotein antara lain hormone insulin (proprotein=proinsulin), enzim pencernaan
pepsin, tripsin, dan kimotripsin (masing-masing proprotein=pepsinogen, tripsinogen,
dan kimotripsinogen), beberapa factor pembekuan darah dan kaskade komplemen dan
protein jaringan ikat kolagen.

b. Fungsi Proenzim
 Melindungi tubuh dari proses autodigesti (penghancuran sel melalui aksi
enzimnya sendiri)
 Melayani kebutuhan enzim tertentu dengan cepat. Sebagai contoh misalnya
pepsinogen, tripsiogen dan kemotripsinogen.

c. Cara Kerja Proenzim

Aktivasi proteolitik proprotein merupakan modifikasi yang ireversibel secara


fisiologis karena penyatuankembali dua bagian protein yang dihasilkan melalui
hidrolisis ikatan peptide tidak didukung secara entropic. Setelah proprotein menjadi
aktif, protein akan terurai melakukan fungsi katalitik atau fungsi lainnya sampai
protein tersebut dibersihkan melalui penguraian atau cara lain. Oleh sebab itu, aktivasi
zymogen menunjukkan mekanisme yang sederhana dan ekonomis, walaupun searah,
untuk menahan aktivitas laten suatu protein sampai terbentuk keadaan lingkungan
yang sesuai. Karena itu, tidak mengherankan jika proteolysis parsial sering digunakan
untuk pengaturan protein yang bekerja di saluran cerna atau aliran darah dan bukan di
bagian dalam sel.

Sumber : Biokimia Harper Edisi 30


C. Isoenzim
Lehninger (2005) mengatakan bahwa banyak enzim memiliki lebih dari satu bentuk
molekuler di dalam spesies yang sama, pada jaringan yang sama bahkan di dalam sel yang
sama. Enzim seperti ini memiliki bentuk yang berbeda namun mengkatalisa reaksi yang
sama, karena enzim-enzim ini memiliki sifat-sifat kinetik dan dalam komposisi atau sekuen
asam amino yang berbeda, maka enzim ini dapat dibedakan dan dipisahkan dengan prosedur
yang sesuai. Bentuk enzim yang bervariasi ini disebut isoenzim atau isozim. Menurut
Anonymous (2007) isozim ialah produk dari gen-gen yang homolog sehingga belum tentu
berasal dari lokus yang sama. Isoenzim yang berasal dari lokus yang sama dikenal sebagai
allozim (dari allozyme, "allelic enzyme"). Variasi yang disebabkan oleh mutasi dapat
diwariskan dan dapat digunakan sebagai pembeda antara satu varietas dengan varietas yang
lain karena menunjukkan polimorfisme. Setiap isoenzim memiliki muatan listrik yang
berbeda (karena perubahan urutan asam amino penyusunnya) sehingga akan bergerak dengan
kecepatan yang berbeda pula pada elektroforesis. Perilaku ini dimanfaatkan dalam genetika
molekuler untuk membedakan suatu sampel dengan sampel yang lain. Analisis isozim dapat
mengindikasikan hubungan genetik di antara spesies karena strukturnya dikendalikan oleh
gen. Isozim ini merupakan salah satu penanda molekuler yang telah banyak digunakan dalam
bidang pemuliaan tanaman.

Menurut Brown dan Weir, 1983; Pasteur et al., 1988; Brar, 1992 (dalam Hadiati dan
Sukmadjaja , 2002) isozim memiliki beberapa karakteristik dan keuntungan, antara lain :

1. Produk dari alel yang berbeda bergerak pada posisi yang berbeda dalam gel.
2. Alel yang berbeda biasanya diwariskan secara kodominan, bebas dari epistasis,
sehingga individu homozigot dapat dibedakan dari heterozygot.
3. Seringkali posisi pita merupakan produk suatu lokus sehingga memungkinkan untuk
mendeteksi jumlah gen yang mengkode suatu enzim dengan menganalisis pola pita
dari enzim tersebut.
4. Peralatan dan bahan yang diperlukan relatif murah dan percobaan dapat dilakukan
dengan mudah di laboratorium.
5. Jumlah sampel yang banyak dapat dianalisis dalam waktu singkat.
6. Dapat dilakukan pada fase bibit sehingga menghemat waktu, tempat dan biaya.
Analisis isozim selain memiliki keuntungan menurut Asins et al.,1995 (dalam Karsinah
et al., 2002), juga memiliki keterbatasan yaitu :

1. Umur tanaman berpengaruh terhadap pola pita yang dihasilkan.


2. Penanda isozim menghasilkan polimorfisme yang terbatas , sehingga sulit untuk
membedakan kultivar yang bekerabat dekat.

Analisis isozim telah banyak digunakan sebagai penanda genetik untuk mengetahui
keragaman genetik dan hubungan kekerabatan tanaman. Hadiati dan Sukmadjaja (2002)
menggunakan isozim untuk mengetahui keragaman pola pita 30 aksesi nenas. Sedangkan
Sudarmonowati et al. (2000) menggunakan isozim untuk mengetahui keragaman genetik
pada tanman ubi kayu di Indonesia.

LAKTAT DEHIDROGINASE

Laktat Dehidroginase (LDH atau LD) adalah enzim yang ditemukan pada
hewan, tumbuhan, dan prokariota . LDH merupakan jenis dari isoenzim.

Laktat Dehidroginase signifikansi medis karena ditemukan secara luas di


jaringan tubuh, seperti sel-sel darah dan otot jantung. Karena dilepaskan selama
kerusakan jaringan, itu adalah penanda cedera umum dan penyakit.

Sebuah dehidrogenase adalah enzim yang mentransfer hidrida dari satu


molekul ke yang lain. Laktat dehidrogenase mengkatalisis konversi piruvat ke laktat
dan kembali, karena mengubah NADH ke NAD+ dan belakang.

Dehydrogenases laktat ada di empat kelas yang berbeda enzim. Masing-


masing bertindak di kedua D-laktat ( dehidrogenase D-laktat (sitokrom) ) atau L-
laktat ( L-laktat dehidrogenase (sitokrom) ). Dua yang sitokrom c enzim-dependent.
Dua adalah NAD (P) enzim -dependent.

Laktat dehidrogenase mengkatalisis interkonversi piruvat dan laktat dengan


interkonversi seiring NADH dan NAD + . Mengkonversi piruvat, produk akhir dari glikolisis
, laktat ketika oksigen tidak ada atau pasokan pendek, dan ia melakukan reaksi balik selama
siklus Cori dalam hati . Pada konsentrasi tinggi laktat, enzim menunjukkan inhibisi umpan
balik, dan tingkat konversi piruvat ke laktat berkurang
Spesimen yang diperlukan untuk mengukur aktifitas LDH adalah serum atau cairan
tubuh. Spesimen harus bebas dari hemolisis dan apabila akan disimpan, spesimen harus
dipisahkan dari bekuan untuk menghindari kemungkinan pengeluaran LDH intrasel. LDH
total dan isoenzim LDH stabil pada suhu kamar selama beberapa hari, tetapi rusak apabila
dibekukan.

Suhu Dewasa
25oC 105 - 210 IU/L
34oC 140 - 280 IU/L
37oC 200 - 400 IU/L

Laktat dehydrogenase (LDH) terdapat pada semua sel tubuh, dengan konsentrasi yang
bervariasi sekitar 1.500 sampai 5.000 kali lebih tinggi daripada di darah. Sehingga kebocoran
enzim dari jaringan yang rusak dapat meningkatkan kadar LDH dalam darah. Berbagai
jaringan memiliki komposisi isoensim LDH yang berbeda, yaitu:

LDH1 : jantung, eritrosit

LDH2 : RES

LDH3 : paru dan jaringan lainnya

LDH4 : ginjal, plasenta, pankreas

LDH5 : hati dan otot

LDH terdapat pada semua jaringan, sehingga peningkatan kadar LDH dalam darah
bisa disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti serangan jantung, hepatitis, hemolisis, gagal
ginjal, penyakit paru dan otot. Jadi perlu diingat bahwa pemeriksaan LDH ini merupakan tes
yang sensitif, tapi tidak spesifik karena dapat meningkat pada berbagai kondisi.
VII. Vitamin-Vitamin Yang Larut dalam Air

Vitamin adalah kelompok nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimia dan umumnya tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus
dipasok dari makanan.

Vitamin dapat dikelompokkan dalam 2 golongan yaitu vitamin yang larut di dalam lemak
yang terdiri atas vitamin A, D, E dan K; Vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B
kompleks dan Vitamin C

1. Vitamin B1 (Tiamin)

Tiamin tersusun dari pirimidin tersubsitusi yang dihubungkan oleh jembatan metilen
dengan tiazol tersubsitusi.

Bentuk aktif dari Tiamin adalah Tiamin Difosfat, di mana reaksi konversi tiamin menjadi
tiamin difosfat tergantung oleh enzim tiamin difosfotransferase dan ATP yang terdapat di
dalam otak dan hati. Tiamin difosfat berfungsi sebagai koenzim dalam sejumlah reaksi
enzimatik dengan mengalihkan unit aldehid yang telah diaktifkan yaitu pada reaksi :

1) Dekarboksilasi oksidatif asam-asam α - keto ( misalnya α- ketoglutarat, piruvat, dan


analog α - keto dari leusin isoleusin serta valin).

2) Reaksi transketolase (misalnya dalam lintasan pentosa fosfat).

Defisiensi tiamin

Tiamin didapati hampir pada semua tanaman dan jaringan tubuh hewan yang lazim
digunakan sebagai makanan, tetapi kandungannya biasanya kecil. Biji-bijian yang tidak
digiling sempurna dan daging merupakan sumber tiamin yang baik.
Penyakit beri-beri disebabkan oleh diet kaya karbohidrat rendah tiamin, misalnya beras
giling atau makanan yang sangat dimurnikan seperti gula pasir dan tepung terigu berwarna
putih yang digunakan sebagai sumber makanan pokok. Gejala dini defisiensi tiamin berupa
neuropati perifer, keluhan mudah capai, dan anoreksia yang menimbulkan edema dan
degenerasi kardiovaskuler, neurologis serta muskuler.

Encefalopati Wernicke merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan defisiensi


tiamin yang sering ditemukan di antara para peminum alkohol kronis yang mengkomsumsi
hanya sedikit makanan lainnya.

2. Vitamin B2 (Riboflavin)

Vitamin B2 disebut riboflavin karena strukturnya mirip dengan gula ribosa dan juga
karena ada hubungan dengan kelompok flaavin. Riboflavin yang larut dalam air memberi
warna fluoresense kuning-kehijauan. Roboflavin sangat mudah rusak oleh cahaya dan sinar
ultra violet, tetapi tahan terhadap panas, oksidator, asam, dan sebaliknya sangat sensitif
terhadap basa.

Bentuk aktif riboflavin adalah flavin mononukleatida (FMN) dan flavin adenin
dinukleotida (FAD). FMN dibentuk oleh reaksi fosforilasi riboflavin yang tergantung pada
ATP sedangkan FAD disintesis oleh reaksi selanjutnya dengan ATP dimana bagian AMP
dalam ATP dipindahkan ke FMN.

Defisiensi Riboflavin.

Bila ditinjau dari fungsi metaboliknya yang luas, kita heran melihat defisiensi riboflavin
tidak menimbulkan keadaan yang bisa membawa kematian. Namun demikian kalau terjadi
defisiensi riboflavin, berbagai gejala seperti stomatitis angularis, keilosis, glositis, sebore dan
fotofobia.

3. Vitamin B3 (Niasin)

Niasin merupakan nama generik untuk asam nikotinat dan nikotinamida yang berfungsi
sebagai sumber vitamin tersebut dalam makanan. Asam nikotinat merupakan derivat asam
monokarboksilat dari piridin. Bentuk aktif sari niasin adalah Nikotinamida Adenin
Dinukleotida (NAD+) dan Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat ( NADP+).

Nukleotida nikotinamida mempunyai peranan yang luas sebagai koenzim pada banyak
enzim dehidrogenase yang terdapat di dalam sitosol ataupun mitokondria. Dengan demikian
vitamin niasin merupakan komponen kunci pada banyak lintasan metabolik yang mengenai
metabolisme karbohidrat, lipid serta asam amino. NAD+ dan NADP+ merupakan koenzim
pada banyak enzim oksidorduktase. Enzim-enzim dehidrogenase yang terikat dengan NAD
mengkatalisis reaksi oksidoreduksi dalam lintasan oksidatif misalnya siklus asam sitrat,
sedangkan enzim-enzim dehidrogenase yang terikat dengan NADP ditemukan dalam lintasan
yang berhubungan dengan sintesis reduktif misalnya lintasan pentosa fosfat.

Defisiensi Niasin

Kekurangan niasin menimbulkan sindroma defisiensi pellagra, gejalanya mencakup


penurunan BB, berbagai kelainan pencernaan, dermatitis, depresi dan demensia. Terjadinya
defisiensi niasin apabila kandungan makanan kurang mengandung niasin dan triptofan.
Tetapi makanan dengan kandungan leusin yang tinggi dapat menimbulkan defisiensi niasin
karena kadar leusin yang tinggi dalam diet dapat menghambat kuinolinat fosforibosi
transferase yaitu suatu enzim kunci dalam proses konversi triptofan menjadi NAD+.
Piridoksal fosfat yang merupakan bentuk aktif dari vitamin B6 juga terlibat sebagai kofaktor
dalam sintesis NAD+ dari triptofan. Sehingga, defisiensi vitamin B6 dapat mendorong
timbulnya defisiensi niasin.
4. Vitamin B6

Terdapat 6 senyawa yang memiliki aktivitas vitamin B6 yaitu Piridoksal, Piridoksin,


Piridoksamin dan turunan 5-fosfat-nya. Bentuk aktif dari vitamin B6 adalah piridoksal fosfat.
Piridoksal fosfat merupakan bentuk utama yang diangkut dalam plasma. Sebagian besar
jaringan mengandung piridoksal kinase yang dapat mengkatalisis reaksi fosforilasi oleh ATP
terhadap bentuk vitamin yang belum terfosforilasi menjadi masing- masing derivat ester
fosfatnya. Piridoksal fosfat merupakan koenzim pada beberapa enzim dalam metabolisme
asam aimno pada proses transaminasi, dekarboksilasi atau aktivitas aldolase. Piridoksal fosfat
juga terlibat dalam proses glikogenolisis yaitu pada enzim yang memperantarai proses
pemecahan glikogen.

Defisiensi Vitamin B6

Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi dan setiap defisiensi yang terjadi merupakan
bagian dari defisiensi menyeluruh vitamin B kompleks. Namun defisiensi vitamin B6 dapat
terjadi selama masa laktasi, pada alkoholik dan juga selama terapi isoniazid. Hati, ikan
mackerl, alpukat, pisang, daging, sayuran dan telur merupakan sumber vitamin B6 yang
terbaik.

5. Vitamin B12 (Kobalamin)


Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin yang kompleks (cincin corrin) dan
serupa dengan cincin porfirin, yang pada cincin ini ditambahkan ion kobalt di bagian
tengahnya. Vitamin B12 disintesis secara eksklusif oleh mikroorganisme. Dengan demikian,
vitamin B12 tidak terdapat dalam tanaman kecuali bila tanaman tersebut terkontaminasi
vitamin B12 tetapi tersimpan pada binatang di dalam hati tempat vitamin B12 ditemukan
dalam bentuk metilkobalamin, adenosilkobalamin, dan hidroksikobalamin.

Koenzim vitamin B12 yang aktif adalah metilkobalamin dan deoksiadenosilkobalamin.


Metilkobalamin merupakan koenzim dalam konversi Homosistein menjadi metionin dan juga
konversi Metiltetrahidrofolat menjadi tetrafidrofolat. Deoksiadenosilkobalamin adalah
koenzim untuk konversi metilmalonil Ko A menjadi suksinil Ko A.

Defisiensi Vitamin B12

Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik, karena


defisiensi vitamin B12 akan mengganggu reaksi metionin sintase. Anemia terjadi akibat
terganggunya sintesis DNA yang mempengaruhi pembentukan nukleus pada eritrosit yang
baru. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan sintesis purin dan pirimidin yang terjadi akibat
defisiensi tetrahidrofolat. Homosistinuria dan metilmalonat asiduria juga terjadi. Kelainan
neurologik yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dapat terjadi sekunder akibat
defisiensi relatif metionin.

6. Asam Askorbat

Bentuk aktif vitamin C adalah asam askorbat itu sendiri dimana fungsinya sebagai donor
ekuivalen pereduksi dalam sejumlah reaksi penting tertentu. Asam askorbat dioksidasi
menjadi asam dehidroaskorbat, yang dengan sendirinya dapat bertindak sebagai sumber
vitamin tersebut.
Defisiensi Asam Askorbat

Defisiensi atau kekurangan asam askorbat menyebabkan penyakit skorbut, penyakit ini
berhubungan dengan gangguan sintesis kolagen yang diperlihatkan dalam bentuk perdarahan
subkutan serta perdarahan lainnya, kelemahan otot, gusi yang bengkak dan menjadi lunak dan
tanggalnya gigi, penyakit skorbut dapat disembuhkan dengan memakan buah dan sayur-
sayuran yang segar. Cadangan normal vitamin C cukup untuk 34 bulan sebelum tanda-tanda
penyakit skorbut muncul.

7. Asam Folat

Nama generiknya adalah folasin. Asam folat ini terdiri dari basa pteridin yang terikat
dengan satu molekul masing-masing asam P-aminobenzoat acid (PABA ) dan asam glutamat.
Tetrahidrofolat merupakan bentuk asam folat yang aktif.

Tetrahidrofolat ini merupakan pembawa unit-unit satu karbon yang aktif dalam berbagai
reaksi oksidasi yaitu metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Semuanya bisa
dikonversikan.

Defisiensi Asam Folat

Defisiensi atau kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik karena
terganggunya sintesis DNA dan pembentukan eritrosit.

8. Biotin

Biotin merupakan derivat imidazol yang tersebar luas dalam berbagai makanan alami. Karena
sebagian besar kebutuhan manusia akan biotin dipenuhi oleh sintesis dari bakteri intestinal,
defisiensi biotin tidak disebabkan oleh defisiensi dietarik biasa tetapi oleh cacat dalam
penggunaan. Biotin merupakan koenzim pada berbagai enzim karboksilase. Biotin berfungsi
memindahkan karbok dioksida dalam sejumlah reaksi seperti asetil-KoA krboksilase, piruvat
karboksilase, dan lain-lain. Biotin juga memiliki peraan dalam mengatur siklus sel yang
bekerja dengan melakukan biotinilisasi.

Defisiensi biotin

Gejala defisiensi biotin adalah depresi, halusinasi, nyeri otot dan dermatitis. Putih telur
mengandung suatu protein yang labil terhadap panas yakni avidin. Protein ini akan bergabung
kuat dengan biotin sehingga mencegah penyerapannya dan menimbulkan defisiensi biotin.
Komsumsi telur mentah dapat menyebabkan defisiensi biotin.

Sumber : http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Praktikum-
Kimia-Farmasi-Komprehensif.pdf

Anda mungkin juga menyukai