Tutor : dr.Sigit P
MAKASSAR
2019
I. Definisi Enzim, Klasifikasi dan Tata Nama Enzim
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai
fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme-
perantara dari sel (Wirahadikusumah, 2001). Dengan adanya enzim, molekul awal yang disebut
substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk (Grisham et al.,
1999). Enzim tersusun atas asam-asam amino yang melipat-lipat membentuk globular, dimana
substrat yang dikatalisis bisa masuk dan bersifat komplementer
1. Klasifikasi enzim
Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Berdasarkan tipe reaksi yang diketahui, enzim dibagi menjadi enam Kelompok :
1. Oksidureduktase
Enzim oksidureduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi suatu
bahan. Dalam golongan enzim ini terdapat 2 macam enzim yang paling utama yaitu oksidase dan
dehidrogenase. Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul
oksigen. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat.
2. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer) suatu gugus.
3. Hidrolase
Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan,
yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan
pertolongan molekul air. Enzim-enzim yang termasuk dalam golongan ini diantaranya adalah
amilase, invertase, selulase dan sebagainya.
4. Liase
Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan C-O dengan tidak
menggunakan molekul air.
5. Isomerase
Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul dengan
cara pengaturan kembali atom-atom substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan
isomer dari substrat atau dengan perubahan isomer posisi misalnya mengubah aldosa menjadi
ketosa.
6. Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan-ikatan tertentu, misalnya
pembentukan ikatan C-C, C-O dan C-S dalam biosintesis koenzim A serta pembentukan ikatan C-
N dalam sintesis glutamin (Winarno, 2002).
1. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja di dalam sel.
2. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di luar sel.
c. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim
amilase.
2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat, contohnya
enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E. Coli yang ditumbuhkan di dalam medium
yang mengandung laktosa (Lehninger, 2005).
1. Penamaan TRIVIAL
Nama enzim diakhiri dengan “ase” kecuali beberapa enzim proteolitik yang diakhiri dengan “in”,
seperti papain, bromelin, pepsin. 2. Nama menerangkan substrat yang dikatalisis. Contohnya
laktase dari laktosa, fumarase dari fumarate.
NB: Nama yang mirip tidak selalu menunjukkan tipe reaksi yang sama.
2. Penamaan Sistematis
Berikut penamaan secara sistematis.
1.Penamaan berdasarkan Sistem Klasifikasi menurut Enzyme Commission (EC) dari International
Union of Biochemistry (IUB).
2.Setiap enzim dilengkapi dengan E.C. number sebanyak 4 dijit yang dipisahkan dengan titik.
> Dijit ke-2 dan ke-3 merupakan subkelas yang menerangkan lebih rinci dari kelas enzim.
Bergantung kelas enzimnya.
> Dijit ke-4 menerangkan lebih spesifik dan biasanya berupa nomor list yang diberikan oleh
Enzyme Commision.
3. Tidak ada aturan umum dari dijit 2-4 karena pembagiannya atau artinya bergantung pada kelas
utamanya.
4.Enzim yang mengkatalisis dengan reaksi sangat mirip akan mempunyai ketiga dijit (1-3) yang
sama, contoh reaksi hidrolisis berbagai ester.
5. Isoenzim adalah enzim yang berbeda tetapi mengkatalisis reaksi yang identik, diberi 4 nomor
klasifikasi yang sama. Contoh ada 5 Laktatdehidrogenase (LDH) dalam tubuh kita dengan
komposisi kimia berbeda tetapi mengkatalisis secara identik, maka diberi nomor E.C. yang sama.
6.Penamaan untuk reaksi kesetimbangan diberikan ke reaksi yang penting secara biokimia. Contoh
reaksi redoks yang melibatkan NADH dan NAD+, maka arahnya adalah dimana NAD+
7.Enzim yang mempunyai aktivitas terhadap 2 reaksi, nama diberikan ke reaksi yang penting
secara biokimia, nama (aktivitas) kedua ditunjukkan ke dalam kurung. Contoh: fungsi redoks dan
dekarboksilasi, maka oksidoreduktase (dekarboksilasi).
8.Penamaan sistematik sering terlalu panjang, maka dalam komunikasi sering digunakan Nama
Trivial (E.C. number).
Sumber :
1. Denial, Aprilia Isma. 2016. Pengaruh Penambahan Sorbitol Terhadap Stabilitas Enzim α-
Amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148. Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.
http://digilib.unila.ac.id/24719/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
2. https://www.academia.edu/31543905/Definisi_Perkembangan_dan_Tata_Nama_Enzim
II. Kinetika dan Mekanisme Kerja Enzim
berikut ini :
Persamaan tersebut merupakan persamaan kecepatan bagi suatu reaksi enzimatik satu substrat,
merupakan suatu pernyataan mengenai hubungan kuantitatif di antara kecepatan reaksi awal (V0),
kecepatan maksimum (Vmaks) dan konsentrasi substrat awal yang dihubungkan melalui tetapan
Michaelis-Menten (Km).
Persamaan yang diturunkan oleh Michaelis dan Menten, berawal dari hipotesis dasar bahwa tahap
pembatas kecepatan di dalam reaksi enzimatik adalah tahap penguraian kompleks ES, menjadi
produk dan enzim bebas. Persamaan Michaelis-Menten merupakan dasar bagi semua aspek
kinetika kerja enzim (Lehninger, 1990).
Persamaan Michaelis-Menten dapat ditransformasi secara aljabar menjadi bentuk lain yang lebih
umum digunakan untuk memetakan data percobaan. Transformasi yang umum digunakan adalah
dengan membuat kebalikan dari kedua sisi persamaan Michaelis-Menten, sehingga diperoleh
hubungan :
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Lineweaver-Burk. Bagi enzim-enzim yang mengikuti
hubungan Michaelis-Menten secara benar, pemetaan 1/vo terhadap 1/[S] menghasilkan garis lurus
(Gambar 2). Garis ini akan memiliki sudut km/vmaks, perpotongan garis terhadap sumbu y sebesar
1/vmaks (pada sumbu1/vo) dan perpotongan -1/km pada sumbu 1/[S]
Mekanisme Enzim
Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, enzim (E) bergabung
dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim substrat (E-S). Tahap kedua, kompleks enzim-
substrat terurai menjadi produk dan enzim bebas. Terdapat dua model yang diusulkan pada
kegiatan enzim dalam mempengaruhi substrat sehingga diperoleh zat hasil, yaitu model kunci dan
anak kunci, dan model induced fit
Pada model kunci dan anak kunci (Gambar 1), substrat atau bagian substrat harus mempunyai
bentuk yang sangat tepat dengan sisi katalitik enzim. Substrat ditarik oleh sisi katalitik enzim yang
cocok untuk substrat tersebut sehingga terbentuk kompleks enzim substrat.
Pada model induced fit (Gambar 2), lokasi aktif beberapa enzim mempunyai konfigurasi yang
tidak kaku. Enzim berubah bentuk menyesuaikan diri dengan bentuk substrat setelah terjadi
pengikatan. Jadi, tautan yang cocok pada keduanya dapat diinduksi ketika terbentuk kompleks
enzim-substrat.
Sumber : http://repository.unimus.ac.id/731/3/BAB%20II.pdf
III. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
a. Suhu
Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup.
akan meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat
terjadi pada suhu optimum . Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
enzim terdenaturasi . Pada suhu 0oC, enzim menjadi tidak aktif dan dapat
b. pH
Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH
c. Konsentrasi enzim
penambahan enzim sudah tidak efektif lagi . Hubungan antara laju reaksi
d. Konsentrasi substrat
ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula
terganggu .
sumber : Digiblid.unila.ac.id
IV. Regulasi Enzim
Regulasi adalah aturan sistem yang ada di dalam tubuh makhluk hidup untuk dapat
hidup seimbang, mempertahankan keadaan teratur, konservasi energi, dan sebagai respon
terhadap perubahan lingkungan. Enzim bekerja dengan regulasi tertentu.
Regulasi enzim terdapat dalam 2 bentuk, yaitu regulasi non-kovalen (noncovalent bonding)
dan regulasi modifikasi kovalen (covalent modification). Regulasi non-kovalen adalah
terikatnya efektor oleh (biasanya) produk pada daerah alosterik (allosteric effector) secara
nonkovalen. Regulasi modifikasi kovalen adalah menempelnya gugus kimia (misalnya fosfat
atau nukleotida) pada enzim. Regulasi enzim pada metabolisme tersebut sangat kompleks.
oleh karena itu, regulasi enzim dapat dicapai dengan mengubah konsentrasi dan aktifitas
enzimatik melalui :
1. Kontrol genetika
Pada proses kontrol genetika, terdapat beberapa proses, yaitu Represi dan induksi enzim.
Represi enzim merupakan salah satu bentuk dari kontrol negatif pada transkripsi bakteri.
Proses tersebut, begitu pun dengan induksi enzim, disebut sebagai kontrol negatif karena
protein regulatornya akan menyebabkan inhibisi atau penghambatan dari sintesis mRNA
sehingga akan menyebabkan penurunan proses sintesis enzim-enzim.
Sekalipun inhibisi balik akan menghentikan sintesis dari produk akhir dari suatu pathway,
proses ini masih memungkinkan terbuangnya energi dan karbon karena pembentukkan enzim
yang tidak diperlukan (karena sudah diinhibisi) masih dilanjutkan. Proses represi enzim
bertujuan untuk mencegah sintesis enzim yang turut terlibat dalam pembentukan suatu
produk akhir. Pada kasus biosintesis triptofan (gambar 3), produk akhir dari pathway,
triptofan, berperan sebagai sebuah molekul efektor yang dapat menghentikan sintesis dari
Enzim a, b, c, d, dan e yang turut terlibat pada biosintesis triptofan. Dengan demikian maka
akan menghemat banyak molekul ATP yang seharusnya dikeluarkan selama proses sintesis
protein, dan menjaga prekusor asam amino untuk sintesis protein lain. Proses ini berlangsung
lambat dibandingkan dengan inhibisi balik (yang bekerja sesegera mungkin) karena enzim-
enzim yang sudah ada harus dikurangi jumlahnya sebagai hasil dari pembelahan sel sebelum
efeknya benar-benar terlihat.
2. Modifikasi Kovalen
Meskipun sebagian besar enzim diregulasi secara non-kovalen, tetapi terdapat beberapa
enzim atau protein yang diregulasi secara modifikasi kovalen. Modifikasi kovalen pada
enzim atau protein biasanya dilakukan oleh gugus asetil, fosfat, metil, adenil, dan uridil.
Modifikasi kovalen biasanya merupakan perlekatan dapat pulih (tidak permanen).
Enzim
Modifikasi
3. Enzim Allosterik
Enzim allosterik merupakan enzim regulator yang memiliki dua sisi katalik. Salah
satu sisi ikatannya untuk substrat dan yang satunya sisi regulator yang berfungsi untuk
memodulasi aktivitas enzim. Sisi allosterik memiliki ikatan nonkovalen pada dan
interaksinya bersifat reversible. Sisi allosterik ini akan mengikat senyawa pengatur yang
disebut efektor atau modulator. Enzim allosterik ini dapat dipacu atau dihambat oleh
modulatornya. Sebagai contoh mekanisme penghambatan balik pada pengubahan L-treonin
menjadi L-isoleusin yang menggunakan lima macam enzim. Enzim yang pertama adalah
dehidratase treonin (E1) akan dihambat oleh L-isoleusin yang merupakan produk akhir dari
reaksi multienzim tersebut.
Berdasarkan modulasinya, enzim allosterik dibedakan menjadi dua kelompok yakni enzim
allosterik homotropik dan enzim allosterik heterotropik. Pada enzim allosterik homotropik
substrat berperan sebagai modulator. Hal ini dikarenakan subtrat identik dengan modulator.
Sementara pada enzim allosterik heterotropik, modulasinya tidak dipengaruhi oleh
substratnya sendiri.
4. Kompartementas
Gambar 4.1 Kompartmentasi dari biosintesis NAD(P) dan Mayor NAD(P) pada sel
eukaryotik
Hasil suatu tahap reaksi akan dibebaskan pada tempat dimana hasil ini dapat segera
dikonservasi oleh enzim berikutnya. Proses ini berlangsung terus – menerus sampai
dihasilkan produk akhirnya.
Sumber :
a. Inhibitor Irreversibel
Inhibitor irreversibel adalah inhibitor yang reaksi kimianya berjalan satu
arah atau tidak dapat balik
Dimana setelah inhibitor mengikat enzim, inhibitor tidak dapat dipisahkan
dari sisi aktif enzim.
Keadaan ini menyebabkan enzim tidak dapat mengikat substrat atau
inhibitor merusak beberapa komponen (gugus fungsi) pada sisi katalitik
molekul enzim.
b. Inhibitor Reversibel
1. Inhibitor Kompetitif
Inhibitor kompetitif memiliki kemiripan struktur dengan substrat
normal dari suatu enzim sehingga berkompetisi dengan molekul
substrat untuk terikat pada sisi aktif enzim.
Enzim dapat terikat pada molekul susbtrat (membentuk kompleks E-S)
atau terikat pada inhibitor (membentuk E-I), tetapi tidak dapat terikat
pada keduanya sekaligus. Inhibitor kompetitif terikat secara reversibel
pada sisi aktif
2. Inhibitor Tak Kompetitif
Inhibitor ini tidak dapat membentuk kompleks enzim -
inhibitor.
Hanya terikat pada kompleks enzim-substrat maka yang
terbentuk adalah enzim-substrat-inhibitor kompleks. Oleh
karena hanya terikat pada kompleks enzim-substrat maka
inhibitor ini tidak aktif pada konsentrasi substrat yang
rendah karena pada konsentrasi substrat yang rendah
komplek enzim-substrat yang terbentuk juga sedikit.
Dengan demikian inhibitor jenis ini menurunkan harga
Vmax dan harga Km.
3. Inhibitor Non-Kompetitif
Inhibitor non-kompetitif dapat melekat pada sisi enzim
yang bukan merupakan sisi aktif, danmembentuk kompleks
enzim-inhibitor.
Inhibitor ini mengubah bentuk struktur enzim, sehingga s i s i
aktif enzim menjadi tidak berfungsi dan substrat
t i d a k d a p a t b e r i k a t a n d e n g a n e n z i m tersebut
Sumber : http://digilib.unimed.ac.id/1641/80/Bab%20VI.pdf
VI. Koenzim, Proenzim dan Isoenzim
A. Koenzim
Koenzim adalah sebuah zat atau ko-faktor berupa molekul organik kecil bagian enzim
yang bekerja dengan enzim untuk memulai atau membantu fungsi enzim. Koenzim berfungsi
sebagai pengangkut yang dapat didaur-ulang yang memindahkan banyak substrat dari satu
tempat ke tempat lain dalam sel. Pertama, pengangkut menstabilkan spesies seperti atom
hydrogen (FADH) atau ion hidrida (NADH) yang karena terlalu reaktif tidak bertahan dalam
kurun waktu bermakna jika ada air atau molekul organic yang menembus sel. Kedua,
pengangkut juga berfungsi sebagai adaptor atau pengatur yang mempermudah pengenalan
dan pengikatan gugus kimia kecil, seperti asetat (koenzim A) atau glukosa (UDP) , pada
enzim targetnya. Gugus kimia lain yang diangkut oleh koenzim adalah gugus metil (folat)
dan oligosakarida (dolikol)
a. Sifat Koenzim
Tahan panas
Mengandung ribosa dan fosfat
Larut dalam air
Bisa bersatu dengan apoenzim membentuk holoenzim
b. Fungsi Koenzim
Dalam peranannya ,enzim sering memerlukan senyawa organik tertentu selain protein.
Ditinjau dari fungsinya, dikenal adanya koenzim yang berperan sebagai pemindah hidrogen,
pemindah elektron, pemindah gugusan kimia tertentu ("group transferring") dan koenzim
dari isomerase dan liase.
c. Struktur Koenzim
Sumber:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://digilib.unimed.ac.id/1641/80/
Bab%2520VI.pdf
B. Proenzim
a. Pengertian Proenzim
Protein tertentu disintesis sebagai protein precursor in-aktif yang dikenal
sebagai proprotein. Proteolysis selektif, atau “parsial”, mengubah suatu proprotein
melalui satu atau lebih “pemutusan” proteolitik berturut-turut menjadi bentuk yang
memperlihatkan aktivitas khas protein matur, misalnya aktivitas katalitiknya. Bentuk
proprotein enzim disebut proenzim atau zymogen. Protein yang disintesis sebagai
proprotein antara lain hormone insulin (proprotein=proinsulin), enzim pencernaan
pepsin, tripsin, dan kimotripsin (masing-masing proprotein=pepsinogen, tripsinogen,
dan kimotripsinogen), beberapa factor pembekuan darah dan kaskade komplemen dan
protein jaringan ikat kolagen.
b. Fungsi Proenzim
Melindungi tubuh dari proses autodigesti (penghancuran sel melalui aksi
enzimnya sendiri)
Melayani kebutuhan enzim tertentu dengan cepat. Sebagai contoh misalnya
pepsinogen, tripsiogen dan kemotripsinogen.
Menurut Brown dan Weir, 1983; Pasteur et al., 1988; Brar, 1992 (dalam Hadiati dan
Sukmadjaja , 2002) isozim memiliki beberapa karakteristik dan keuntungan, antara lain :
1. Produk dari alel yang berbeda bergerak pada posisi yang berbeda dalam gel.
2. Alel yang berbeda biasanya diwariskan secara kodominan, bebas dari epistasis,
sehingga individu homozigot dapat dibedakan dari heterozygot.
3. Seringkali posisi pita merupakan produk suatu lokus sehingga memungkinkan untuk
mendeteksi jumlah gen yang mengkode suatu enzim dengan menganalisis pola pita
dari enzim tersebut.
4. Peralatan dan bahan yang diperlukan relatif murah dan percobaan dapat dilakukan
dengan mudah di laboratorium.
5. Jumlah sampel yang banyak dapat dianalisis dalam waktu singkat.
6. Dapat dilakukan pada fase bibit sehingga menghemat waktu, tempat dan biaya.
Analisis isozim selain memiliki keuntungan menurut Asins et al.,1995 (dalam Karsinah
et al., 2002), juga memiliki keterbatasan yaitu :
Analisis isozim telah banyak digunakan sebagai penanda genetik untuk mengetahui
keragaman genetik dan hubungan kekerabatan tanaman. Hadiati dan Sukmadjaja (2002)
menggunakan isozim untuk mengetahui keragaman pola pita 30 aksesi nenas. Sedangkan
Sudarmonowati et al. (2000) menggunakan isozim untuk mengetahui keragaman genetik
pada tanman ubi kayu di Indonesia.
LAKTAT DEHIDROGINASE
Laktat Dehidroginase (LDH atau LD) adalah enzim yang ditemukan pada
hewan, tumbuhan, dan prokariota . LDH merupakan jenis dari isoenzim.
Suhu Dewasa
25oC 105 - 210 IU/L
34oC 140 - 280 IU/L
37oC 200 - 400 IU/L
Laktat dehydrogenase (LDH) terdapat pada semua sel tubuh, dengan konsentrasi yang
bervariasi sekitar 1.500 sampai 5.000 kali lebih tinggi daripada di darah. Sehingga kebocoran
enzim dari jaringan yang rusak dapat meningkatkan kadar LDH dalam darah. Berbagai
jaringan memiliki komposisi isoensim LDH yang berbeda, yaitu:
LDH2 : RES
LDH terdapat pada semua jaringan, sehingga peningkatan kadar LDH dalam darah
bisa disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti serangan jantung, hepatitis, hemolisis, gagal
ginjal, penyakit paru dan otot. Jadi perlu diingat bahwa pemeriksaan LDH ini merupakan tes
yang sensitif, tapi tidak spesifik karena dapat meningkat pada berbagai kondisi.
VII. Vitamin-Vitamin Yang Larut dalam Air
Vitamin adalah kelompok nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimia dan umumnya tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus
dipasok dari makanan.
Vitamin dapat dikelompokkan dalam 2 golongan yaitu vitamin yang larut di dalam lemak
yang terdiri atas vitamin A, D, E dan K; Vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B
kompleks dan Vitamin C
1. Vitamin B1 (Tiamin)
Tiamin tersusun dari pirimidin tersubsitusi yang dihubungkan oleh jembatan metilen
dengan tiazol tersubsitusi.
Bentuk aktif dari Tiamin adalah Tiamin Difosfat, di mana reaksi konversi tiamin menjadi
tiamin difosfat tergantung oleh enzim tiamin difosfotransferase dan ATP yang terdapat di
dalam otak dan hati. Tiamin difosfat berfungsi sebagai koenzim dalam sejumlah reaksi
enzimatik dengan mengalihkan unit aldehid yang telah diaktifkan yaitu pada reaksi :
Defisiensi tiamin
Tiamin didapati hampir pada semua tanaman dan jaringan tubuh hewan yang lazim
digunakan sebagai makanan, tetapi kandungannya biasanya kecil. Biji-bijian yang tidak
digiling sempurna dan daging merupakan sumber tiamin yang baik.
Penyakit beri-beri disebabkan oleh diet kaya karbohidrat rendah tiamin, misalnya beras
giling atau makanan yang sangat dimurnikan seperti gula pasir dan tepung terigu berwarna
putih yang digunakan sebagai sumber makanan pokok. Gejala dini defisiensi tiamin berupa
neuropati perifer, keluhan mudah capai, dan anoreksia yang menimbulkan edema dan
degenerasi kardiovaskuler, neurologis serta muskuler.
2. Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 disebut riboflavin karena strukturnya mirip dengan gula ribosa dan juga
karena ada hubungan dengan kelompok flaavin. Riboflavin yang larut dalam air memberi
warna fluoresense kuning-kehijauan. Roboflavin sangat mudah rusak oleh cahaya dan sinar
ultra violet, tetapi tahan terhadap panas, oksidator, asam, dan sebaliknya sangat sensitif
terhadap basa.
Bentuk aktif riboflavin adalah flavin mononukleatida (FMN) dan flavin adenin
dinukleotida (FAD). FMN dibentuk oleh reaksi fosforilasi riboflavin yang tergantung pada
ATP sedangkan FAD disintesis oleh reaksi selanjutnya dengan ATP dimana bagian AMP
dalam ATP dipindahkan ke FMN.
Defisiensi Riboflavin.
Bila ditinjau dari fungsi metaboliknya yang luas, kita heran melihat defisiensi riboflavin
tidak menimbulkan keadaan yang bisa membawa kematian. Namun demikian kalau terjadi
defisiensi riboflavin, berbagai gejala seperti stomatitis angularis, keilosis, glositis, sebore dan
fotofobia.
3. Vitamin B3 (Niasin)
Niasin merupakan nama generik untuk asam nikotinat dan nikotinamida yang berfungsi
sebagai sumber vitamin tersebut dalam makanan. Asam nikotinat merupakan derivat asam
monokarboksilat dari piridin. Bentuk aktif sari niasin adalah Nikotinamida Adenin
Dinukleotida (NAD+) dan Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat ( NADP+).
Nukleotida nikotinamida mempunyai peranan yang luas sebagai koenzim pada banyak
enzim dehidrogenase yang terdapat di dalam sitosol ataupun mitokondria. Dengan demikian
vitamin niasin merupakan komponen kunci pada banyak lintasan metabolik yang mengenai
metabolisme karbohidrat, lipid serta asam amino. NAD+ dan NADP+ merupakan koenzim
pada banyak enzim oksidorduktase. Enzim-enzim dehidrogenase yang terikat dengan NAD
mengkatalisis reaksi oksidoreduksi dalam lintasan oksidatif misalnya siklus asam sitrat,
sedangkan enzim-enzim dehidrogenase yang terikat dengan NADP ditemukan dalam lintasan
yang berhubungan dengan sintesis reduktif misalnya lintasan pentosa fosfat.
Defisiensi Niasin
Defisiensi Vitamin B6
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi dan setiap defisiensi yang terjadi merupakan
bagian dari defisiensi menyeluruh vitamin B kompleks. Namun defisiensi vitamin B6 dapat
terjadi selama masa laktasi, pada alkoholik dan juga selama terapi isoniazid. Hati, ikan
mackerl, alpukat, pisang, daging, sayuran dan telur merupakan sumber vitamin B6 yang
terbaik.
6. Asam Askorbat
Bentuk aktif vitamin C adalah asam askorbat itu sendiri dimana fungsinya sebagai donor
ekuivalen pereduksi dalam sejumlah reaksi penting tertentu. Asam askorbat dioksidasi
menjadi asam dehidroaskorbat, yang dengan sendirinya dapat bertindak sebagai sumber
vitamin tersebut.
Defisiensi Asam Askorbat
Defisiensi atau kekurangan asam askorbat menyebabkan penyakit skorbut, penyakit ini
berhubungan dengan gangguan sintesis kolagen yang diperlihatkan dalam bentuk perdarahan
subkutan serta perdarahan lainnya, kelemahan otot, gusi yang bengkak dan menjadi lunak dan
tanggalnya gigi, penyakit skorbut dapat disembuhkan dengan memakan buah dan sayur-
sayuran yang segar. Cadangan normal vitamin C cukup untuk 34 bulan sebelum tanda-tanda
penyakit skorbut muncul.
7. Asam Folat
Nama generiknya adalah folasin. Asam folat ini terdiri dari basa pteridin yang terikat
dengan satu molekul masing-masing asam P-aminobenzoat acid (PABA ) dan asam glutamat.
Tetrahidrofolat merupakan bentuk asam folat yang aktif.
Tetrahidrofolat ini merupakan pembawa unit-unit satu karbon yang aktif dalam berbagai
reaksi oksidasi yaitu metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Semuanya bisa
dikonversikan.
Defisiensi atau kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik karena
terganggunya sintesis DNA dan pembentukan eritrosit.
8. Biotin
Biotin merupakan derivat imidazol yang tersebar luas dalam berbagai makanan alami. Karena
sebagian besar kebutuhan manusia akan biotin dipenuhi oleh sintesis dari bakteri intestinal,
defisiensi biotin tidak disebabkan oleh defisiensi dietarik biasa tetapi oleh cacat dalam
penggunaan. Biotin merupakan koenzim pada berbagai enzim karboksilase. Biotin berfungsi
memindahkan karbok dioksida dalam sejumlah reaksi seperti asetil-KoA krboksilase, piruvat
karboksilase, dan lain-lain. Biotin juga memiliki peraan dalam mengatur siklus sel yang
bekerja dengan melakukan biotinilisasi.
Defisiensi biotin
Gejala defisiensi biotin adalah depresi, halusinasi, nyeri otot dan dermatitis. Putih telur
mengandung suatu protein yang labil terhadap panas yakni avidin. Protein ini akan bergabung
kuat dengan biotin sehingga mencegah penyerapannya dan menimbulkan defisiensi biotin.
Komsumsi telur mentah dapat menyebabkan defisiensi biotin.
Sumber : http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Praktikum-
Kimia-Farmasi-Komprehensif.pdf