Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HEWAN
“POLA AKTIVITAS DAN JARAK EDAR HARIAN HEWAN”

Oleh Kelompok 4:
Arinda Eka L (140210103074)
Mida Ayu Restanti (140210103076)
M. Firmansyah (140210103078)
Risnani Naovalia (140210103084)
Rindayu Putri Kinanti (140210103102)

Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 7
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 7
3.3 Desain Percobaan .................................................................................... 8
3.4 Prosedur Percobaan ................................................................................. 9
3.5 Skema Alur Percobaan ............................................................................ 9
BAB 4. HASIL PENGAMATAN ............................................................................ 10
BAB 5. PEMBAHASAN ......................................................................................... 13
BAB 6.PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 19
5.2 Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hubungan antara atau interaksi hewan dan lingkungannya dapat terjadi kapan
saja dan dimana saja. Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang dilakukan oleh
hewan dan lingkungannya. Terlepas dari hal tersebut perubahan kondisi yang terjadi
pada lingkungan dapat berpengaruh pada hewan. Adanya perubahan yang terjadi pada
lingkungannya, maka hewan juga dapat merespon perubahan tersebut dengan suatu
perubahan berupa perubahan secara fisik, fisiologis, serta tingkah laku untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Hewan memiliki perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis, dan sedikit
pola perilaku yang dimiliki oleh semua jenis.Ketika semua jenis hewan memerlukan
reproduksi, makan dan juga mencoba untuk tidak menjadi santapan oleh makhluk
apapun, semua jenis hewan memiliki beberapa perilaku tertentu yang berbeda antar
jenis.Begitu pula dengan pola perilaku serta aktivitas harian Achatina Fulica.

Perilaku atau kelakuan dalam arti luas ialah tindakan yang tampak yang
dilaksanakan oleh makhluk hidup dalam usaha peyesuaian diri terhadap keadaan
lingkungan yang sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian dalam kelangsungan
hidupnya. Perilaku adalah aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus.

Aktivitas pada hewan juga sangat dipengaruhi oleh adanya factor ekologi dari
suatu habitatnya. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan
topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia,
hewan, tumbuhan, dan mikroba. Pada praktikum kali ini dengan menggunakan hewan
Bekicot ( Achatina fulica ) yang akan diamati bagaimana aktivitas yang dilakukan
yang berhubungan dengan pengaruh factor lingkungannya dan juga jarak edar
berkorelasi dari bekicot yang berhubungan dengan factor ukuran tubuhnya.

1
Dari latar belakang di atas, maka praktikan melakukan percobaan yang terkait
dengan pola aktivitas hewan dan jarak edar harian, kemudian menyusun laporan
kegiatan dalam suatu bentuk laporan tertulis yang berjudul “Pola Aktivitas dan Jarak
Edar Harian Hewan”.

1.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan antara aktivitas jarak edar dengan kondisi faktor
ekologis Acatina fulica .L ?
2. Bagaimana pengaruh faktor ekologis terhadap aktivitas jarak edar Acatina
fulica .L ?
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas jarak edar dengan kondisi faktor
ekologis Acatina fulica .L
2. Untuk mengetahui Pengaruh faktor ekologis terhadap aktivitas jarak edar
Acatina fulica .L

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Edar adalah sebuah gerakan periodik hewan dari tempat di mana ia telah
tinggal ke daerah yang baru dan kemudian melakukan perjalanan kembali ke habitat
asli. Jarak edar pergerakan binatang dipengaruhi oleh distribusi dan sumber daya
seperti makanan atau habitat pemeliharaan keturunannya, dan dengan struktur fisik
bentang lahan. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri
pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi
melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: antrophos =
manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia.
Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku
tersebut secara antromorfik (Isnaeni, 2006:71).
Suatu hewan menjalani setiap harinya dengan berbagai aktivitas yang
diperlukan bagi keberhasilan hidupnya. Hewan yang mobil akan bergerak berkelana
mencari makan, dan mencari tempat berlindung agar terhindar dari kondisi
lingkungan yang kurang baik baginya. Pada hewan dewasa seksual yang sudah siap
kawin, aktivitas harianya akan mencakup berbagai kegiatan perkembangbiakan
seperti: menemukan pasangan, berkopulasi, bertelur, dan sebagainya. Disamping
kegiatan – kegiatan tersebut di atas, hewanpun memerlukan istirahat (tidur, inaktif).
Hewan yang memiliki mobilitas yang tinggi memerlukan energy yang tinggi pula.
Maka ia membutuhkan makanan sebagai nutrisi untuk memperoleh energy tersebut.
Pada hewan dewasa seksual, aktivitas harianya mencakup aktivitas reproduksi, seperti
mencari pasangan dan berkopulasi, area yang dijelajahi hewan untuk aktivitas –
aktivitas tersebut dikenal dengan daerah edar.
Di alam ini, semua mahluk hidup mengambil pola-pola perilaku yang
membutuhkan kecerdasan agar bisa bertahan hidup. Pola-pola perilaku ini, yang
mendasari kecakapan, kepiawaian dan kemampuan-kemampuan perencanaan unggul
memiliki satu kesamaan. Masing-masing perilaku ini mensyaratkan adanya
kemampuan. Kecakapan yang hanya dapat dikuasai manusia dengan cara belajar,

3
latihan ulang dan pengalaman ini, telah ada pada mahluk-mahluk hidup sejak pertama
kali mereka lahir. Pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup sangat dipengaruhi
oleh lingkungan sebagai tempat hidupnya. Perubahan lingkungan sehari-hari yang
ditentukan oleh perputaran bumi mengelilingi matahari mengakibatkan mahluk hidup
akan beradaptasi untuk mengoptimalkan daya hidupnya dengan jalan mengorganisasi
aktivitasnya dalam siklus 24 jam.
Hewan – hewan betina menseleksi hewan jantan sebagian berdasarkan
kemampuan merayu atau menampakan keindahan tampilanya. Para ilmuwan percaya
bahwa warna – warni yang mencolok dan sangat indah menjadi tanda atau signal
kepada betina bahwa hewan yang jantan merupakan hewan yang kuat. Perilaku kawin
pada hewan memiliki peranan penting dalam menurunkan sifat – sifat genetis kepada
generasinya. Sedangkan perilaku makan pada hewan memperlihatkan kemampuan
hewan dalam menghadapi seleksi alam sampai mereka memperoleh kemampuan
makan yang efisien. Suatu pola makan sangat berpengaruh terhadap kondisi biologis
dan aktivitas hidup hewan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi organisasi
sosialnya (Zuhra dkk, 2015:21).
Dri hari ke hari, suatu hewan menjalani waktu dengan berbagai aktivitas yang
diperlukan bagi keberhasilan hidupnya. Hewan yang mobil akan bergerak untuk
mencari makan, dan mencari tempat berlindung agar terhindar dari kondisi yang
kurang bak baginya. Pada hewan dewasa, seksual yang sudah siap jawin, aktivitas
harianya akan mencakup berbagai kegiatan perkembangbiakan seperti menemukan
pasangan, berkopulasi, bertelur dan sebagainya. Disamping kegiatan – kegiatan
tersebut hewan juga memerlukan istirahat (inaktif).
Gastropada yang dikenal dengan sebutan siput atau keoyng adalah hewan
berkaki perut (gaster = perut dan podos = kaki). Gastropoda bercangkan tunggal dan
berbentuk tabung yang melingkar atau terpilin seperti spiral, namun ada juga yang
tidak memiliki cangkan. Keong laut di jupai di berbagai jenis lingkungan dan
bentuknya biasanya telah menyesuaikan diri unutk lingkungan tersebut. cangkang
gastropoda bervariasi antara lain operculate, non operculate, sinistral, dekstral,

4
dicoidal, peteli form cangkang dengan lekukan yang dangkal, dalam menara yang
kecil. Hewan ini memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, karena
gastropoda adalah kelompok organisme yang jenisnya terbanyak dalam kelompok
muluska. Sedangkan moluska memiliki keanegaraman hayati kedua tertinggi setelah
serangga (Roring dkk, 2015:133).
Siput mempunyai antenna di kepala, tubuh yang lunak dan satu kaki berotot
yang merupakan perutnya. Siput dilindungi oleh cangkan di punggungnya, sedangkan
siput telanjang tidak mempunyai cangkang. Mobilitas siput sangat lambat, mereka
makan tumbuhan busuk namun juga makan tumbuhan muda, sehingga dapat merusak
kebun (Permata, 2001: 136). Siput kebun (Achatina fulica) bersembunyi di bawah
kayu tumbang atau timbunan sampah pada siang hari, dan merayap keluar pada
malam hari, karena itu bekicot termasuk ke dalam golongan hewan nocturnal. Hewan
nocturnal merupakan hewan yang tidur pada siang hari dan aktif pada malam hari
yang merupakan kebalikan dari hewan diurnal. Hewan nocturnal umumnya memiliki
kemampuan pendenharan dan penciuman serta penglihatan yang tajam (Burnie,
2005:149).
Siput merupakan hewan bercangkang yang terkenal sebagai hewan yang
sangat lambat dan lelet. Selain itu, ternyata ada fakta unik dari siput yang tidak
banyak diketahui orang. Siput dapat tidur dalam jangka waktu yang sangat lama,
bahkan jangka waktunya mencapai 3-4 tahun lamanya. Hibernasi merupakan sebuah
kondisi tidak aktifnya serta adanya penurun pada hewan yang ditandai dengan suhu
tubuh menjadi lebih rendah, kecepatan metabolismenya menjadi lebih lambat, serta
pernafasannya menjadi lebih perlahan. siput merupakan hewan yang hidupnya akan
bergantung pada kelembaban lingkungan tempat dirinya berada, apabila mereka tidak
mendaptkan cairan atau kekurangan cairan sehingga tidak basah, maka kemungkinan
hal yang akan terjadi yaitu mereka akan mati. Meskipun memang beberapa siput
mampu menggali ke dalam tanah agar bisa menjauh dari udara kering, namun
mungkin ini tidak cukup untuk kelangsungan hidup mereka sendiri (Amir, 2016).

5
Achatina fulica merupakan salah satu hewan gastropoda. Kebanyakan
gastropodamemiliki satu cangkang spiral tunggal yang menjadi tempat
persembunyian hewanapabila terancam. Cangkang seringkali berbentuk keru!ut
namun berbentuk pipih pada abalone dan limpet. Gastropoda benar'benar bergerak
selambat bekicot secara harfiah dengan gerakan kaki yang bergelombang atau dengan
silia, seringkali meninggalkan jejak lendir ketika lewat (Champbell, 2008:159).
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Family : Achatinidae
Genus : Achatina
Spesies : Achatina fullica (ITIS, 2017)

6
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan latihan penelitian ini adalah selama
24 jam yang dimulai pada hari Jumat, 21 Mei 2017 pada pukul 18.00 WIB dan
berakhir pada hari Sabtu, 22 Mei 2017 pada pukul 18.00 WIB.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Timbangan
2. Lux meter
3. Thermometer
4. Meteran
5. Pasak
6. Hygrometer
7. Soil tester
8. Ember plastic
9. Tali rafia
10. Alat tulis
11. Jangka sorong
12. Meteran
13. Senter
3.2.2 Bahan
1. Achatina fulica L.
2. Kertas grafik
3. Tipe X
4. Bendera

7
3.3. Desain Percobaan

START

START START

3.4. Prosedur Percobaan


1. Menimbang berat dan mengukur panjang siput
2. Memberi tanda pada siput
3. Melepaskan siput pada area yang telah diplot
4. Memberi tanda dengan pasak sesuai nomornya
5. Memberi tanda dengan pasak sesuai nomornya

8
6. Mengukur jarak edar setelah 2 jam dan mengukur faktor-faktor lingkungan
selama 12 kali pengamatan dengan selang waktu 2 jam
7. Menimbang berat dan panjang akhir siput
3.5. Skema Percobaan

Menimbang berat dan mengukur panjang siput

Memberi tanda siput

Melepaskan siput pada area yang telah diplot

Memberi tanda dengan pasak sesuai nomornya

Mengukur suhu udara, kelembaban udara, intensitas


cahaya, kelembaban tanah, pH tanah

Mengukur jarak edar setelah 2 jam dan mengukur


faktor-faktor lingkungan selama 12 kali pengamatan
dengan selang waktu 2 jam

Menimbang berat dan panjang akhir siput

9
BAB 4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Tabel Pengamatan

Panjang
Berat Berat Selisih Cangkang Awal
Jarak Rerata
Jam Bekicot Aktivitas Awal Akhir Berat
(cm) (g)
(g) (g) (g) (cm)

8:00 C.4.1 0 inaktif 24 26 2 25 6.18


8:00 C.4.2 0 inaktif 25 24 -1 24.5 6.23
8:00 C.4.3 0 inaktif 27 28 1 27.5 6.13
8:00 C.4.4 0 inaktif 23 24 1 23.5 5.82
8:00 C.4.5 0 inaktif 26 24 -2 25 6.4
8:00 C.4.6 0 inaktif 30 30 0 30 6.87
8:00 C.4.7 0 inaktif 32 32 0 32 6.63
8:00 C.4.8 0 inaktif 30 31 1 30.5 6.02
8:00 C.4.9 0 inaktif 23 22 -1 22.5 5.41
8:00 C.4.10 0 inaktif 23 22 -1 22.5 6.45
10:00 C.4.1 0 inaktif 24 26 2 25 6.18
10:00 C.4.2 0 inaktif 25 24 -1 24.5 6.23
10:00 C.4.3 0 inaktif 27 28 1 27.5 6.13
10:00 C.4.4 13 inaktif 23 24 1 23.5 5.82
10:00 C.4.5 0 inaktif 26 24 -2 25 6.4
10:00 C.4.6 0 inaktif 30 30 0 30 6.87
10:00 C.4.7 0 inaktif 32 32 0 32 6.63
10:00 C.4.8 0 inaktif 30 31 1 30.5 6.02
10:00 C.4.9 0 inaktif 23 22 -1 22.5 5.41
10:00 C.4.10 0 inaktif 23 22 -1 22.5 6.45
12:00 C.4.1 0 inaktif 24 26 2 25 6.18
12:00 C.4.2 0 inaktif 25 24 -1 24.5 6.23
12:00 C.4.3 20 inaktif 27 28 1 27.5 6.13
12:00 C.4.4 0 inaktif 23 24 1 23.5 5.82
12:00 C.4.5 0 inaktif 26 24 -2 25 6.4
12:00 C.4.6 0 inaktif 30 30 0 30 6.87
12:00 C.4.7 0 inaktif 32 32 0 32 6.63
12:00 C.4.8 0 inaktif 30 31 1 30.5 6.02
12:00 C.4.9 0 inaktif 23 22 -1 22.5 5.41

10
12:00 C.4.10 0 inaktif 23 22 -1 22.5 6.45
14:00 C.4.1 0 inaktif 24 26 2 25 6.18
14:00 C.4.2 0 inaktif 25 24 -1 24.5 6.23
14:00 C.4.3 0 inaktif 27 28 1 27.5 6.13
14:00 C.4.4 0 inaktif 23 24 1 23.5 5.82
14:00 C.4.5 0 inaktif 26 24 -2 25 6.4
14:00 C.4.6 0 inaktif 30 30 0 30 6.87
14:00 C.4.7 0 inaktif 32 32 0 32 6.63
14:00 C.4.8 0 inaktif 30 31 1 30.5 6.02
14:00 C.4.9 0 inaktif 23 22 -1 22.5 5.41
14:00 C.4.10 0 inaktif 23 22 -1 22.5 6.45
16:00 C.4.1 0 inaktif 24 26 2 25 6.18
16:00 C.4.2 0 inaktif 25 24 -1 24.5 6.23
16:00 C.4.3 0 inaktif 27 28 1 27.5 6.13
16:00 C.4.4 0 inaktif 23 24 1 23.5 5.82
16:00 C.4.5 0 inaktif 26 24 -2 25 6.4
16:00 C.4.6 0 inaktif 30 30 0 30 6.87
16:00 C.4.7 0 inaktif 32 32 0 32 6.63
16:00 C.4.8 0 inaktif 30 31 1 30.5 6.02
16:00 C.4.9 0 inaktif 23 22 -1 22.5 5.41
16:00 C.4.10 0 inaktif 23 22 -1 22.5 6.45
18:00 C.4.1 0 aktif 24 26 2 25 6.18
18:00 C.4.2 0 inaktif 25 24 -1 24.5 6.23
18:00 C.4.3 53 aktif 27 28 1 27.5 6.13
18:00 C.4.4 0 aktif 23 24 1 23.5 5.82
18:00 C.4.5 0 inaktif 26 24 -2 25 6.4
18:00 C.4.6 0 inaktif 30 30 0 30 6.87
18:00 C.4.7 0 inaktif 32 32 0 32 6.63
18:00 C.4.8 0 aktif 30 31 1 30.5 6.02
18:00 C.4.9 0 inaktif 23 22 -1 22.5 5.41
18:00 C.4.10 0 inaktif 23 22 -1 22.5 6.45

11
Panjang
Cangkang akhir RH Kecepatan Intensitas
PH Suhu RH tanah
udara angin cahaya
(cm)

6.17 6.8 85 28 1.5 0 0

6.23 6.8 85 28 1.5 0 0

6.13 6.8 85 28 1.5 0 0

5.82 6.8 85 28 1.5 0 0

6.36 6.8 85 28 1.5 0 0

6.85 6.8 85 28 1.5 0 0

6.61 6.8 85 28 1.5 0 0

6.02 6.8 85 28 1.5 0 0

5.4 6.8 85 28 1.5 0 0

6.45 6.8 85 28 1.5 0 0

6.17 6.8 75 31 3.5 0 0

6.23 6.8 75 31 3.5 0 0

6.13 6.8 75 31 3.5 0 0

5.82 6.8 75 31 3.5 0 0

12
6.36 6.8 75 31 3.5 0 0

6.85 6.8 75 31 3.5 0 0

6.61 6.8 75 31 3.5 0 0

6.02 6.8 75 31 3.5 0 0

5.4 6.8 75 31 3.5 0 0

6.45 6.8 75 31 3.5 0 0

6.17 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.23 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.13 6.9 84 29 1.5 0 2100

5.82 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.36 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.85 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.61 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.02 6.9 84 29 1.5 0 2100

5.4 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.45 6.9 84 29 1.5 0 2100

6.17 6.9 69 32 1 0 2100

6.23 6.9 69 32 1 0 2100

6.13 6.9 69 32 1 0 2100

5.82 6.9 69 32 1 0 2100

6.36 6.9 69 32 1 0 2100

6.85 6.9 69 32 1 0 2100

13
6.61 6.9 69 32 1 0 2100

6.02 6.9 69 32 1 0 2100

5.4 6.9 69 32 1 0 2100

6.45 6.9 69 32 1 0 2100

6.17 6.9 78 29 1.5 4 0

6.23 6.9 78 29 1.5 4 0

6.13 6.9 78 29 1.5 4 0

5.82 6.9 78 29 1.5 4 0

6.36 6.9 78 29 1.5 4 0

6.85 6.9 78 29 1.5 4 0

6.61 6.9 78 29 1.5 4 0

6.02 6.9 78 29 1.5 4 0

5.4 6.9 78 29 1.5 4 0

6.45 6.9 78 29 1.5 4 0

6.17 6.9 78 29 1.5 4 0

6.23 6.9 78 29 1.5 4 0

6.13 6.9 78 29 1.5 4 0

5.82 6.9 78 29 1.5 4 0

6.36 6.9 78 29 1.5 4 0

6.85 6.9 78 29 1.5 4 0

6.61 6.9 78 29 1.5 4 0

6.02 6.9 78 29 1.5 4 0

14
5.4 6.9 78 29 1.5 4 0

6.45 6.9 78 29 1.5 4 0

4.2. Tabel Correlations

15
Deskripsi : Pada tabel diperoleh nilai R= 1 yang memberikan makna mutlak
yakni artinya memiliki hubungan 100%. Ketika terdapat nilai R yang (-)
bermakna kenaikan X diikuti oleh penurunan Y. Seperti pada tabel X (suhu) dan
Y(jarak) diperoleh angka dengan nilai (-) mengartikan bahwa kenaikan suhu
diikuti penurunan jarak sebesar 5,2%.

 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai berat awal dan y merupakan jarak edar
dengan R bernilai 0,006 mengartikan bahwa hubungan berat awal terhadap jarak
edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 0,6%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai berat akhir dan y merupakan jarak edar
dengan R bernilai 0,061 mengartikan bahwa hubungan berat akhir terhadap jarak
edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 6,1%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai selisih berat dan y merupakan jarak edar
dengan R bernilai 0,164 mengartikan bahwa hubungan selisih berat terhadap
jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 16,4%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai berat awal dan y merupakan jarak edar
dengan R bernilai 0,006 mengartikan bahwa hubungan berat awal terhadap jarak
edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 0,6%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai rerata berat dan y merupakan jarak edar
dengan R bernilai 0,035 mengartikan bahwa hubungan rerata berat terhadap
jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 3,5%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai RH udara dan y merupakan jarak edar
dengan R bernilai 0,028 mengartikan bahwa hubungan berat awal terhadap jarak
edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 2,8%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai suhu dan y merupakan jarak edar dengan R
bernilai 0,052 mengartikan bahwa hubungan suhu terhadap jarak edar
berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 5,2%.

16
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai kecepatan angin dan y merupakan jarak
edar dengan R bernilai 0,177 mengartikan bahwa hubungan kecepatan angin
terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 17,7%.
 Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai intensitas cahaya dan y merupakan jarak
edar dengan R bernilai 0,042 mengartikan bahwa hubungan intensitas cahaya
terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 4,2%.

Kesimpulan : Jarak edar Acantina fullica L. berpengaruh secara tidak signifikan


oleh keseluruhan predictor dikarenakan sig. > 0,05. Predictor yang
paling besar berkontribusi dalam menentukan jarak edar yakni
pada kecepatan angin.

4.3. Tabel Annova Regresi


ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 162.990 6 27.165 .466 .831a
Residual 3091.743 53 58.335
Total 3254.733 59
a. Predictors: (Constant), intchy, Rerata, RHudara, Selisihberat, kecangin, Suhu
b. Dependent Variable: Jarak

Deskripsi : Pada tabel diperoleh df sebesar 6, F sebesar 0, 466 dengan sig.


0,831. Pada tabel regresi annova terdapat informasi umum.

Kesimpulan : Jarak edar Acantina fullica L. dipengaruhi oleh seluruh predictor


/ faktor ekologis secara tidak signifikan karena sig menunjukkan
>0,05

4.4. Tabel Coefficients Regresi

Coefficientsa

17
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -128.830 197.652 -.652 .517
Selisihberat 1.057 .876 .170 1.206 .233
Rerata -.038 .314 -.017 -.121 .904
Rhudara .660 .966 .484 .683 .497
Suhu 2.633 4.105 .491 .641 .524
Kecangin 1.159 1.161 .297 .999 .323
Intchy 1.270E-5 .001 .002 .010 .992
a. Dependent Variable: Jarak

Deskripsi : Koef b menunjukkan bagaimana konstribusi predictor (x) yakni selisih


berat, rerata berat, RH udara, suhu, kecepatan angina, intensitas cahaya
terhadap jarak edar (y). Nilai minus dan plus pada koef b menunjukkan
kecenderungan arah jarah edar terkait dengan predictor.

 Selisih berat 0,517 > 0,05 (berpengaruh secara tidak


signifikan)
 Rerata 0,904 > 0,05 (berpengaruh secara tidak
signifikan)
 RH udara 0,497 > 0,05 (berpengaruh secara tidak
signifikan)
 Suhu 0,0524 > 0,05 (berpengaruh secara tidak
signifikan)
 Kecepatan angin 0, 323 > 0,05 (berpengaruh secara tidak
signifikan)

18
 Intensitas cahaya 0,992 > 0,05 (berpengaruh secara tidak
signifikan)

Kesimpulan : Jarak edar Acantina fullica L. dipengaruhi oleh seluruh predictor /


faktor ekologis secara tidak signifikan karena sig menunjukkan
>0,05.

19
BAB 5. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini tentang pola aktivitas dan jarak edar harian hewan. dalam
praktikum ini menggunakan siput sebagai objek yang diamai jarak edarnya. Tujuan
dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara aktivitas jarak edar
dengan kondisi faktor ekologis dan mengetahui pengaruh faktor ekologis terhadap
aktivitas jarak edar Acatina fulica.
Pada praktikum jarak edar siput kali ini menggunakan beberapa alat yang
digunakan untuk praktikum. Alat – alat yang digunakan antara lain adalah sebagai
berikut, timbangan, lux meter, thermometer, meteran, pasak, hygrometer, soil mester,
ember plasti, tali raffia, alat tulis, jangka sorong, meteran, senter. Sedangkan
Achatina fulica L., kertas grafik, tipe X, serta bendera. Timbangan dalam hal ini
menggunakan timbangan digital dan neraca, kedua timbangan tersebut digunakan
untuk menimbang berat sebelum dan sesudah siput digunakan. Adanya kedua
timbangan tersebut digunakan untuk mempercepat pekerjaan karena banyak siput
yang harus dilakukan pengukuran berat awal dan akhir. Kemudian adalah Lux meter,
dimana lux meter ini digunakan untuk mengukur kecepatan intensitas cahaya. Cara
untuk menggunakan lux meter ini yaitu dengan mengarahkan sensor cahaya kea rah
datangmya cahaya. Alat selanjutnya adalah meteran, alat ini digunakan untuk
mengukur jarak perpindahan atau pergerakan siput dari satu sisi ke sisi berikutnya
yang ditandai dengan adanya bendera. Selanjutnya adalah pasak, yang terbuat dari
bambu berjumlah sekitar kurang lebih 80 buah.
Alat ini digunakan untuk penahan tali raffia dan penanda batas ukuran petak
yang dibuat. Tali rafia sendiri digunakan sebagai pengikat dan dan pembuat petak
sebagai tempat siput dilakukan pengamatan jarak edar. Kemudian adalah alat tulis
yang digunakan untuk mencatat hasil dari pengamatan yang dilakukan. Selanjutnya
adalah jangka sorong, dimana jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang dari
cangkang siput sebelum dan sesudah siput digunakan. Selanjutnya adalah senter yang
digunakan sebagai alat penerangan, ketika pengamatan siput di malam. Kemudian

20
bahan – bahan yang digunakan antara lain adalah Achatina fulica, kertas grafik, ipe
X, serta bendera. Achatina fullica, digunakan sebagai bahan untuk pengamatan jarak
edar. Hal ini dikarenakan, siput memiliki bentuk yang kecil dan tidak terlalu besar
sehingga mudah diamati. Selain itu, motilitas pada siput sangat rendah. Siput berjalan
sangat pelan sehingga mudah dalam pengukuran jarak edar pada siput. Kemudian
adalah kertas grafik, yang digunakan untuk menggambar pola jarak edar dari siput.
Selanjutnya adalah tipe X, yang digunakan untuk penanda siput di cangkangnya.
Terakhir adalah bendera yang digunakan sebagai penanda letak dari siput.
Pembahasan langkah kerja.
Dalam melakukan praktikum mengenai jarak edar siput kali ini, setelah selesai
mempersiapkan alat dan bahan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Kemudian
dilakukan pemilihan 10 siput (Achatina fullica) untuk masing – masing kelompok
dengan ukuran yang hamper sama. Setelah selesai memilih siput tersebut, kemudian
menimbang masing – masing siput dan mencatat untuk berat siput mula – mula.
Selain menimbang berat awal juga melakukan pengukuran panang awal cangkang
siput dan mencatatnya pada tabel pengamatan. Sebelum melakukan penimbangan dan
pengukuran panjang cangkang, melakukan pengecatan pada cangkan siput sebagai
penanda siput dari kelompok berapa dan menandai jumlah kesepuluh siput tersebut.
Selain mempersiapkan siput yang akan digunakan, sebagian dari mahasiswa
juga mempersiapkan lokasi yang akan digunakan untuk melakukan praktikum.
Pertama – tama melakukan plot pada parkiran mobil dosen di FKIP gedung 3, ploting
tersebut dilakukan dengan menggunakan tali raffia yang diberi tanda menggunakan
pasak. Setelah selesai memploting kemudian menaruh siput pada lahan plot tersebut.
Kemudian melakukan pengamatan pada siput setiap 2 jam sekali, hal ini dilakukan
untuk mengurangi faktor error pada hasil yang di dapat. Ditakutkan jika pengamatan
dilakukan pengamatan selama 1 jam sekali, akan mengakibatkan siput merasa
terganggu sehingga terdapat faktor error yang akan mempengaruhi data. Disamping
mengukur jarak perpindahan siput juga melakukan pengukuran faktor abiotik, antara

21
lain yaitu dengan mengukur intensitas cahaya pada siang hari. Kemudian suhu, pH
pada tanah, kelembapan serta kecepatan angin.
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Pulmonata
Family : Achatinidae
Subfamily : Achatininae
Genus : Achatina
Species : Achatina fulica
Bekicot merupakan salah satu hama tanaman yang memberikan dampak
kerusakan besar pada sektor perkebunan dan pertanian. Populasi bekicot yang
meningkat menjadi masalah serius pada kedua sektor tersebut. Bekicot
menghancurkan tanaman budidaya seperti memakan daun pada tanaman cabe, pisang,
tomat dan bayam. Walaupun demikian bekicot memiliki manfaat sebagai bahan
pangan, pakan, dan obat.
Perilaku harian dan jarak edar bekicot menunjukkan pola perilaku harian
bekicot dan jarak harian yang ditempuh bekicot. Hal ini menjadi informasi
bermanfaat untuk usaha budidaya dan pengendalian bekicot sebagai hama tanaman.
Bekicot (Achatina sp.) adalah salah satu jenis anggota kelas gastropoda yang
berasal dari Afrika. Terdapat dua spesies bekicot yang dikenal di Indonesia yaitu A.
fulica dan A. variegata. Secara morfologi perbedaan kedua spesies tersebut terletak
pada bentuk dan warna cangkang. A. fulica memiliki cangkang berwarna coklat
dengan garis tidak jelas, serta bentuk cangkang lebih ramping dan runcing, sedangkan
A. variegata memiliki cangkang berwarna lebih muda dengan garis coklat kemerahan
lebih jelas dan bentuk cangkang lebih gemuk, dan membulat. Penyebaran bekicot A.
fulica lebih luas dibanding A. Variegata.
Bekicot hidup pada daerah lembap dan aktif pada malam hari (nokturnal).
Sifat nokturnal ini tidak disebabkan oleh faktor gelap di waktu malam akan tetapi

22
oleh faktor suhu dan kelembapan lingkungan. Menurut Mead (1961), bekicot tidak
tahan terhadap sinar matahari langsung. Berbagai faktor dan kondisi lingkungan
tersebut mempengaruhi perilaku harian. Perilaku harian bekicot meliputi perilaku
aktif, perilaku makan, perilaku eliminatif, perilaku inaktif dan perilaku kawin.
Perilaku aktif merupakan kodisi A. fulica ketika bagian kepala keluar dari cangkang
dan berpindah tempat. Perilaku ini berkaitan dengan kebiasaan individu bekicot
berkumpul disuatu tempat tertentu dan dapat menunjukkan daerah tanaman yang
menjadi daerah yang disukai untuk bersarang. Perilaku makan adalah rangkaian
kegiatan makan meliputi menguyah menggunakan radula atau lidah bergigi
melengkung ke belakang untuk melumatkan makanan dan menelan bagian tumbuhan
atau jenis pakan lainnya. Perilaku eliminatif yaitu perilaku mengeluarkan hasil
pencernaan berupa urinisasi dan defekasi. Sedang perilaku inaktif adalah perilaku A.
Fulica ketika tidak melakukan gerakan apapun seperti bagian kepala bekicot tidak
keluar dari cangkang dan hanya bagian badan yang menempel pada bagian batang
atau bawah daun tumbuhan. Bekicot bersifat hermaprodit ambiseksual yaitu sperma
dan oosit dihasilkan secara simultan (Berry & Chan 1968). Bekicot tidak bisa
melakukan autofertilisasi, oleh karena itu bekicot melakukan perkawinan silang.
Perilaku kawin pada bekicot terdapat empat fase yaitu fase pertemuan, fase
bercumbu, fase kawin dan fase akhir. Jarak edar merupakan perilaku aktif bekicot di
habitatnya terutama saat mereka mencari makan dan mencari pasangan. Menurut
Bailey (1989), bekicot cenderung memilih daerah-daerah tertentu untuk bersarang
akan tetapi jarang kembali ke tempat yang sama persis. Achatina fulica dewasa
mempertahankan wilayah jelajah dan daerah istirahat yang tidak tetap sedangkan A.
fulica yang belum dewasa cenderung berpindah tempat. Perilaku tertinggi yang
ditunjukkan oleh A. fulica adalah perilaku aktif.
Achatina fulica aktif di malam hari pada lingkungan dengan kondisi
kelembapan tinggi. Perilaku aktif merupakan perilaku A. fulica ketika mengeluarkan
bagian kepala dari cangkang dan melakukan pergerakan berupa berjalan dan

23
berpindah tempat menuju daerah naungan, tempat sumber pakan dan mencari
pasangan.
Pergerakan bekicot sangat lambat berasal dari gerakan otot pada bagian
ventral kaki bekicot. Perilaku aktif dilakukan pada malam hari yaitu pukul 19.00
sampai waktu menjelang pagi hari yaitu pukul 05.00. Hal ini disebabkan karena pada
malam hari kondisi kelembapan lingkungan tinggi sehingga A. fulica banyak
melakukan pergerakan. Berdasarkan pengamatan bekicot banyak aktif berjalan di
area pengamatan pada malam hari dan bersarang di bawah tanaman pada siang hari.
Menurut McMichael dan Iredale (1959), bekicot sangat sensitif terhadap kondisi
kering sehingga muncul hanya pada malam hari dan setelah hujan dan mereka banyak
ditemukan bersembunyi di
tempat-tempat lembap.
Perilaku inaktif A. fulica yang teramati yaitu ketika A. fulica tidak melakukan
gerakan apapun, bagian kepala bekicot tidak keluar dari cangkang hanya bagian
badan yang menempel pada bagian batang atau bawah daun tumbuhan. Bekicot
inaktif sebelum matahari terbenam dan menjelang matahari terbit karena hal ini
disebabkan oleh perubahan intensitas cahaya dari pergantian waktu malam hari
menuju siang hari.
Pada umumnya A. fulica menghabiskan waktu di siang hari dengan
bersembunyi dibawah naungan. Banyak dari A. fulica ditemukan beritirahat dibawah
batu dan bagian tanaman. Menurut Mead (1961), bekicot tidak tahan terhadap
matahari langsung. Korelasi perilaku dengan kondisi lembap menyebabkan sebagian
besar perilaku hidup bekicot adalah perilaku inaktif, hal ini bertujuan mengurangi
penguapan dalam tubuh bekicot. Menurut Copley (2000), banyak spesies siput pada
waktu siang hari dan kondisi kering bersembunyi di tempat lembap untuk melindungi
tubuh dari penguapan akibat terkena sinar matahari.
Jarak edar dapat menunjukkan area jelajah bekicot dalam melakukan perilaku
harian di malam hari. Menurut Shea (1978) dan Bishop (1981), secara umum spesies
siput tanah sangat sensitif terhadap kondisi kering, muncul hanya pada malam hari

24
dan setelah hujan dan bersembunyi di tempat-tempat lembap di lain waktu. Tempat
lainnya yang disukai oleh bekicot dan siput yaitu pada bagian akar-akar pohon dan
penguburan sebagian atau seluruh bagian tubuh di bawah serasah daun dan di tempat
terbuka seperti di bawah batu. Menurut Jahnsen (1967), spesies siput ditemukan
hanya nokturnal aktif dan lebih mungkin untuk menjadi aktif dan bergerak dengan
jarak yang lebih besar pada malam basah daripada malam kering.
Jarak edar yang besar pada malam basah dikarenakan kondisi lingkungan
yang basah memudahkan pergerakan bekicot sedangkan pada malam kering
pergerakan bekicot membutuhkan lendir. Menurut Copley (2000), terdapat korelasi
positif antara perilaku siput tanah dengan malam basah. Siput tanah lebih banyak
melakukan pergerakan pada malam basah dibandingkan dengan malam kering hal ini
untuk membantu mengurangi kehilangan penguapan cairan tubuh dan produksi
lendir. Individu bekicot yang diamati menunjukkan jarak edar yang luas pada malam
hari dibandingkan dengan siang hari. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tempat pengamatan yang memiliki nilai kelembapan 70% pada waktu
pagi sampai siang hari, dan malam hari sebesar 75% - 80%. Faktor suhu setiap pagi
relatif rendah dan makin siang makin naik hingga mencapai suhu maksimum
selanjutnya suhu akan berangsur turun pada sore hari dan malam harinya hingga
mencapai suhu minimum yang dapat mempengaruhi perilaku keseharian hewan. Hal
ini menunjukkan korelasi positif antara pergerakan bekicot dan perilaku harian
dengan kelembapan.
Analisis pada praktikum kali ini menggunakan analisis korelasi dan analisis
regresi. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas
jarak edar siput dengan kondisi faktor ekologi sedangkan analisis regresi digunakan
untuk mengetahui pengaruh faktor ekologis terhadap aktivitas jarak edar siput.
Struktur data yang digunakan untuk melakukan kedua analisis tersebut, harus
menggunakan struktur data yang berpasangan dan memiliki panjang yang sama.
Penggunaan analisis korelasi ini dikarenakan tidak adanya control karena
yang dikorelasikan hanya berasal dari dua variable. Tabel korelasi menunjukkan

25
suatu hubungan antara variable satu dengan variable lainnya, yakni antara variable X
dengan variable Y. Analisis korelasi akan menunjukkan hubungan dan konstribusi
dari predictor dengan hasil. Prediktor disini yang berperan adalah faktor ekologi
sedangkan yang dikatakan sebagai hasil adalah jarak edar siput. Konstribusi dari
faktor ekologi dapat dilihat dari hasil R yakni pearson correlation sedangkan hasil
dapat dilihat dari colom jarak edar.
Hasil korelasi antara faktor ekologi jarak dengan hasil (jarak edar)
memberikan nilai korelasi sebesar 1. Hal tersebut mengartikan bahwa hubungan
diantara keduanya mutlak yakni memiliki hubungan 100%. Faktor yang
mempengaruhinya adalah dikarenakan keduanya diproyeksikan terhadap dirinya
sendiri sehingga akan menunjukkan suatu hubungan yang mutlak sehingga data yang
diekspresikan adalah data yang valid.
Koreasi antara x sebagai berat awal dan y merupakan jarak edar dengan R
bernilai 0,006 mengartikan bahwa hubungan berat awal terhadap jarak edar
berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 0,6%. Nilai korelasi tersebut
bertanda (+) mengartikan bahwa kenaikan berat awal diikuti oleh kenaikan jarak edar.
Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai berat akhir dan y merupakan jarak edar dengan
R bernilai 0,061 mengartikan bahwa hubungan berat akhir terhadap jarak edar
berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 6,1%. Nilai korelasi tersebut
bertanda (+) mengartikan bahwa kenaikan berat akhir diikuti oleh kenaikan jarak
edar.
Nilai korelasi pada tabel diperoleh bahwa x sebagai selisih berat dan y
merupakan jarak edar dengan R bernilai 0,164 mengartikan bahwa hubungan selisih
berat terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar
16,4%. Nilai korelasi tersebut bertanda (+) mengartikan bahwa kenaikan selisihberat
diikuti oleh kenaikan jarak edar. Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai rerata berat
dan y merupakan jarak edar dengan R bernilai 0,035 mengartikan bahwa hubungan
rerata berat terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar

26
3,5%. Nilai korelasi tersebut bertanda (+) mengartikan bahwa kenaikan rerata berat
awal diikuti oleh kenaikan jarak edar.
Nilai korelasi pada tabel diperoleh bahwa x sebagai RH udara dan y
merupakan jarak edar dengan R bernilai 0,028 mengartikan bahwa hubungan berat
awal terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 2,8%.
Nilai korelasi tersebut bertanda (+) mengartikan bahwa kenaikan RH udara diikuti
oleh kenaikan jarak edar. Semakin lembab kondisi udara maka akan menyebabkan
jarak edar bekicot semakin luas. Hal tersebut dikarenakan udara yang lembab cocok
bagi perut bekicot untuk bergerak. Pada tabel diperoleh bahwa x sebagai suhu dan y
merupakan jarak edar dengan R bernilai 0,052 mengartikan bahwa hubungan suhu
terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar sebesar 5,2%.
Namun nilai korelasi tersebut menunjukkan tanda (-) mengartikan bahwa kenaikan
suhu diikuti dengan penurunan jarak edar siput. Apabila suhu mengalami peningkatan
maka siput akan cenderung untuk diam dengan tujuan untuk mengurangi penguapan.
Siput merupakan hewan nokturnal yang lebih aktif pada malam hari untuk
mengurangi penguapan dalam dirinya shingga semakin tinggi suhu akan semakin
rendah jarak edar.
Nilai korelasi pada tabel diperoleh bahwa x sebagai kecepatan angin dan y
merupakan jarak edar dengan R bernilai 0,177 mengartikan bahwa hubungan
kecepatan angin terhadap jarak edar berkonstribusi terhadap perubahan jarak edar
sebesar 17,7%. Nilai korelasi tersebut betanda (+) mengartikan bahwa kenaikan
kecepatan angin diikuti oleh kenaikan jarak edar. Pada tabel diperoleh bahwa x
sebagai intensitas cahaya dan y merupakan jarak edar dengan R bernilai 0,042
mengartikan bahwa hubungan intensitas cahaya terhadap jarak edar berkonstribusi
terhadap perubahan jarak edar sebesar 4,2%. Nilai korelasi tersebut bertanda (-)
artinya kenaikan intensitas cahaya diikuti penurunan jarak edar. Hal tersebut
dikarenakan siput merupakan hewan nocturnal sehingga semakin tinggi intensitas
cahaya maka aktivitas jarak edarnya semakin rendah.

27
Analisis selanjutnya adalah analisis regresi untuk mengetahui pengaruh faktor
ekologis terhadap aktivitas jarak edar siput. Dalam menguji pengaruh pada kasus ini
tidak menggunakan uji annova melainkan analisis regrasi karena tidak terdapat
variable control dalam peneitian. Linear regresi digunakan apabila hubungan variable
X terhadap Y adalah linear artinya naiknya X diikuti dengan naiknya Y atau
sebaliknya. Pada analisis regresi terdapat formuasi persamaan regresi yakni: Y =
a+bX. Dari persamaan tersebut, Y merupakan tanda dari hasil, a mengartikan
intercept, b mengartikan koefisien regresi dan X merupakan faktor ekologis. Pada
analisis regresi diperoleh persamaan sebagai berikut : Y= -128.830 + (1.057. X
(selisih berat)) + (-0,038. X (rerata)) + (0.660. X (RH udara)) + (2.633. X (suhu)) +
(1,159. X (kec. Angin)) + (1,270x10-5. X (Intens.chy)).
Koefisien regresi menunjukkan bagaimana konstribusi X terhadap Y.
Membandingkan antar koefisien regresi mengindikasikan konstribusi faktor ekologi
yang paling besar. Koefisien regresi apabila dilihat dari suatu grafik merupakan suatu
sudut kemiringan yang dapat dihitung dengan persamaan b = tan α dengan nilai tan α
= y/x. Dapat dilihat dari hasil data analisis regresi maka konstribusi faktor ekologi
paling besar terhadap aktivitas jarak edar siput yakni pada suhu dengan nilai b sebesar
2.633 kemudian kecepatan angina dengan nilai b sebesar 1, 159, konstribusi ketiga
yakni selisih berat dengan b sebesar 1,057 kemudian rerata dengan b sebesar 0,038
dan terakhir yakni intensitas cahaya dengan niai b sebesar 1,270x10-5. Formulasi
persamaan regresi tersebut memberikan hasil Y= (-128,830) + 1,057 + (-0,038) +
0,660 + 2,633 + 1, 159 + 1,270x10-5 sehingga diperoleh Y= -123, 36.

28
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Faktor ekologis dan aktivitas jarak edar Acatina fulica saling menunjukan
hubungan dan saling mempengaruhi. Faktor ekologis yang mempengaruhi
diantaranya yaitu intensitas cahaya, kelembapan udara, kecepatan angin, ph
tanah dll.
2. Faktor ekologis yang mempengaruhi diantaranya yaitu kelembapan, semakin
tinggi kelembapan contohnya pada saat malam hari, bekicot akan melakukan
aktivitas. Berbeda pada saat kelembapan rendah yaitu pada siang hari, bekicot
cenderug sembungi dibawah semak dan berdiam diri.

6.2 Saran
Praktikan disarankan untuk benar- benar teliti dalam melakukan praktikum ini,
terutama pada saat mengamati jarak edar pada saat malam hari dilakukan dengan
hati-hati supaya tidak ada bekicot yang terinjak dan jarak edar bisa diukur dengan
akurat.

29
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Amar.2016. Fakta Unik Siput. http://ketahui.com/fakta-unik-dari-siput-yang-
perlu-ki {diakses pada tanggal 26 Mei 2017}
Bailey SER. 1989. Daily cycles of feeding and locomotion in Helix aspersa and
Haliotis. 19:23–31.
Berry A, Chan CC. 1968. Reproductive condition and tentacle extirpation in
Malayan Achatina fulica (Pulmonata). Aust J Zoo. 16: 849-855.
Burnie, D. 2005.Ekologi.Jakarta: Penerbit Erlangga
Copley J. 2000. Ooze cruise. New Scientist 165 : 27–29.
Isnaeni, W.2006.Fisiologi Hewan.Yogyakarta: Penerbit Kanisius
McMichael DF, Iredale T. 1959. The land and freshwater Mollusca of Australia. In
‘Biogeography and Ecology in Australia’. Perth (AUS) : Dr W. Junk
Publ.
Mead AR. 1961. The Giant African Snail: A Problem in Economic Malacology.
Chicago (US): The University Of Chicago Pr.
Permata, Adia.2001. Ensiklopedia Hewan.Jakara: Penerbit Erlangga
Roring, Irawati RJC., Manginsela, Fransine., Toloh, Boyke.2015. Keberadaam
Gastropoda Intertidal di Pantai Malalayang Sulawesi Utara.Jurnal Platax.Vol
1 (3):132 – 138
Zuhra, Eka., Hidayah, Ali.2015. Aktivitas Makan Orangutan (Pongo pygmaeus) di
Pusat Primata Scmutzer Jakarta.Jurnal Primatologi Indonesia.Vol 6 (2): 21 –
26 It is. 2017.

30
LAMPIRAN FOTO

No keterangan Foto

1 Acatina fulica keseluruhan


kelompok C4

Peletakan Acatina fulica beserta


tandanya

Pengukuran jarak edar Acatina


fulica dari tempat awal ke
tempat akhir dalam interval 2
jam .

31
LAMPIRAN BUKU DAN JURNAL

32
33
34
35
36
37
38
39
40

Anda mungkin juga menyukai