Anda di halaman 1dari 6

MODUL 1

“BERPIKIR SISTEM”

A. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum modul ini sebagai berikut.
1. Praktikan memahami dan mampu mengkaji masalah menggunakan pendekatan sistem.
2. Praktikan mampu membandingkan pendekatan sistem dan pendekatan tradisional.
3. Praktikan mampu mengidentifikasi counterintuitive outcome dari dari objek yang dikaji.
4. Praktikan mampu memahami perbedaan pendekatan efisiensi parsial dan efektifitas
global.

B. Landasan Teori
1. Metode Analitikal Tradisional
Metode ilmiah tradisional didasarkan pada dua ide, yaitu :
a. Reduksionisme : yaitu sebuah konsep dimana segala sesuatu di dunia dan semua
kejadian dapat direduksi, didekomposisi, atau dipecah hingga menjadi bagian paling
sederhana dan tidak dapat dipecah lagi (indivisible).
b. Semua fenomena dapat dijelaskan dengan hubungan sebab-akibat.
Metode reduksionisme dan hubungan sebab akibat, dewasa ini tidak cukup, karena :
a. Tidak dapat mengatasi kekompleksitasan
b. Tidak semua hubungan sebab-akibat searah, mungkin terdapat mutual causality atau
umpan balik (feedback).
c. Mengarahkan ke pengambilan keputusan yang sempit dan parsial.
d. Dapat timbul hasil yang tidak terencana dan secara keseluruhan tidak efektif.
2. Berpikir Sistem
Berfikir sistem (system thinking) mulai dikembangkan pada awal abad 20 dan pertama
kali diaplikasikan pada bidang Teknik, Ekonomi, dan Ekologi. Berfikir sistem bukanlah
metode yang harus dijalani secara runtut dan baku, namun merupakan sebuah karakter
atau perilaku yang mencerminkan pemecahan masalah secara menyeluruh.
Systems Thinking merupakan suatu pendekatan untuk dapat memahami berbagai macam
sistem dengan menekankan pada hubungan antar elemen yang ada pada suatu sistem.
Berbeda dengan cara analisis tradisional yang mempelajari suatu sistem dengan
memisahkan elemen-elemennya, systems thinking melihat sistem melalui perspektif yang
lebih luas. Hal itu menyebabkan output yang dihasilkan oleh systems thinking lebih akurat
dan realistis. Systems thinking didefinisikan sebagai pendekatan untuk menyelesaikan
permasalahan yang membutuhkan pemikiran holistik maupun pemikiran reduksionis
secara seimbang. Dengan memahami sistem secara keseluruhan juga secara mendetail
dapat menghindari munculnya output yang tidak diinginkan.
Istilah-istilah yang sering digunakan dan memiliki kesamaan dengan berfikir sistem
antara lain complexity thinking (berpikir kompleks), loop thinking (berfikir non-linier), dan
holism thinking (berfikir holistik). Manurut Battle-Fisher (2015) dalam bukunya yang
berjudul Application of System Thinking to Health Policy and Public Health Ethics
menyatakan ada delapan karakteristik berfikir sistem yaitu
a. Memandang masalah secara keseluruhan
b. Cenderung mendorong pada kemajuan
c. Selalu melihat adanya ketergantungan antar elemen
d. Lebih memperhatikan jangka panjang
e. Fokus pada struktur masalah, bukan saling menyalahkan
f. Sebelum membuat keputusan, kadang menyertakan/mempertimbangkan sesuatu
yang paradoks (tidak biasa)
g. Membuat pemetaan dan simulasi untuk memperlihatkan sistem; dan
h. Menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem.
Emergence properties adalah hubungan atau sifat (properties) baru yang muncul akibat
interaksi di antara bermacam bagian atau aspek dari sebuah situasi.
Mengapa kita membutuhkan cara berpikir sistem ?
Ada beberapa alasan mengapa kita membutuhkan cara berpikir system, yaitu :
a. Meningkatkan kekompleksitasan dalam lingkungan pengambilan keputusan dewasa
ini.
b. Efisiensi vs Efektivitas
c. Hasil yang tidak terencana dan tidak sesuai dengan intuisi
3. Peningkatan Kompleksitas dalam Pengambilan Keputusan
Kompleksitas didefinisikan sebagai kuantitas informasi yang diperlukan untuk
menjelaskan sesuatu (W.R. Ashby, 1973). Kompleksitas mencakup jumlah bagian (part)
dalam system dan interrelasi dari bagian tersebut. Peningkatan kompleksitas dalam segala
hal telah mengakibatkan metode pengambilan keputusan tradisional tidak lagi sesuai untuk
dipergunakan. Tingkat kekompleksitasan sesuatu bergantung pada sudut pandang
pengamat.
Contoh 1:
a. Seorang ahli bedah memandang otak sebagai system yang sangat kompleks.
b. Seorang tukang daging memandang otak sapi tidak lebih dari bagian dari potongan
daging.
Contoh 2: Assesmen Biaya Produksi per Unit
Biaya produksi per unit untuk proses produksi satu tahapan adalah biaya total dari material,
energi, dan tenaga kerja dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi. Semakin kompleks
proses produksi, semakin sulit perhitungan biaya produksi per unit. Output dari tahapan
sebelumnya menjadi input di tahapan berikutnya, perlu memperhitungkan biaya
penyimpanan, dll.
4. Efisiensi vs Efektivitas
Efisiensi melihat pada seberapa baik penggunaan sumber daya pada aktivitas tertentu.
 Efisiensi Teknis : Mencapai tingkat output yang tinggi dengan mempergunakan input
dengan jumah tertentu. Mempergunakan input sesedikit mungkit untuk memproduksi
output dengan jumlah tertentu.
 Efisiensi Ekonomis : Maksimasi selisih antara pendapatan dan biaya total.
Efektivitas melihat pada seberapa baik pencapain tujuan dari sebuah aktivitas.
Contoh, tujuan pelayanan angkutan bus adalah menyediakan transportasi yang nyaman dan
efektif dari segi harga.
 Efisiensi ekonomis yang tinggi dari tingkat operasi setiap kendaraan hanyalah satu
aspek dari system.
 Pilihan rute bus, frekuensi pelayanan, tipe kendaraan adalah pertimbangan lain.
 Diperlukan trade off antara variable untuk mendapatkan system yang efektif secara
keseluruhan
Efisiensi vs Efektivitas
 Mengoperasikan berbagai elemen dari system secara efisien tidak berarti system
tersebut efektif secara keseluruhan.
 Efisiensi sejati mempertimbangkan tujuan utuh dari sistem.
 Efisiensi dan efektif harus saling melengkapi (complementary).
 Efektif adalah “doing the right thing”
 Efisiensi adalah “doing things right”

5. Hasil yang Tidak Terencana dan Tidak Sesuai dengan Intuisi


 Pertimbangkan setiap outcome yang mungkin, baik yang direncanakan maupun tidak
atau yang “counterintuitive”.
 Outcome counterintuitive adalah hasil yang berkontradiksi dengan logika dan intuisi.
 Outcome counterintuitive dapat dijelaskan dengan memandang sistem secara
komprehensif

Case 1
Pembangunan Bendungan Aswan di Mesir
Seiring dengan keberadaan dan pengaruh Sungai Nil dalam peradaban serta kehidupan di
sekitarnya, maka dibangunlah Bendungan Aswan. Bendungan ini meredam banjir tahunan Sungai
Nil yang bisa membawa manfaat ataupun bencana besar. Sebenarnya, luapan banjir Sungai Nil
bisa membawa endapan lumpur dataran tinggi Etiopia yang menyuburkan. Luapan lumpur ini
kadang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Keduanya sama-sama tidak memberikan manfaat. Bila
luapan terlalu rendah maka hasil pertanian rendah dan akan menimbulkan kelaparan, tapi bila
terlalu tinggi akan menimbulkan kerusakan pada irigasi atau rumah.
Bendungan Aswan pertama disebut Bendungan Rendah Aswan atau Aswan Low Dam,
dibangun oleh Inggris sekitar tahun 1898 oleh Sir William Willcocks. Merupakan langkah pertama
yang dilakukan untuk meredam banjir tahunan Sungai Nil. Namun seiring berkembangnya
populasi manusia dan kehidupan di Mesir, Bendungan Rendah Aswan tersebut tidak lagi mampu
membendung luapan sungai. Maka pada tahun 1960 dipetakan Bendungan Aswan Tinggi (Aswan
High Dam) untuk melengkapi rancangan bendungan pertama, sehingga tampak lebih meraksasa
dan siap menampung luapan Sungai Nil yang lebih besar.
Ada dilema yang menyelimuti pembangunan Bendungan Aswan Tinggi. Pertama, bila
bendungan dibangun, banjir akan berpusat di hulu sehingga banyak penduduk di sana akan
berbondong-bondong pindah sehingga mengancam keberadaan situs arkeologi bersejarah yang tak
ternilai harganya. Kedua, bila tidak dibangun maka akan Sungai Nil akan meluap tak terkendali
dan menimbulkan masalah entah kelaparan atau malah kebanjiran. Sementara itu, bendungan
Aswan tadinya hendak didanai oleh Amerika Serikat. Tapi, negara adidaya itu akhirnya memilih
mundur. Malahan Uni Soviet, yang akhirnya mendanai pembangunan Bendungan Aswan habis-
habisan di tahun 1970. Tidak tanggung-tanggung mereka mendatangkan 400 ahli konstruksi
bendungan, kucuran dana senilai milyaran dollar, sampai menyiapkan turbin raksasa untuk
optimasi fungsi bendungan yaitu PLTA

Case 2
Kasus berikut ini adalah persoalan yang dihadapi oleh para petani di sebuah desa di Bogor.
Penduduk desa tersebut rata-rata memiliki lebih dari dua anak meskipun banyak ibu mengaku
mengikuti program KB. Sebagian besar penduduk desa tersebut buta huruf dan sedikit di antaranya
pernah sekolah meskipun tidak tamat sekolah dasar. Sebagian dari mereka tingkat keinginan
sekolahnya rendah sementara sisanya yang berkeinginan kuat terbentur masalah biaya. Mata
pencaharian utama mereka adalah bertani. Selama dua puluh tahun terakhir pola budidaya yang
dominan berlangsung di desa tersebut adalah pola revolusi hijau, tampak dari cirinya yang intensif
menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Saat ini para petani mengeluh harga pupuk dan benih
bertambah tinggi, sementara harga jual produk di tingkat petani sangat rendah. Ditambah lagi
dengan hama tanaman yang makin parah, kualitas benih yang terus menurun dan kualitas tanah
yang makin tidak subur.
Selain bertani penduduk juga mencari penghasilan tambahan di kota, misalnya dengan
menjadi buruh atau berjualan kecil-kecilan dalam skala yang sangat kecil. Manajemen keuangan
mereka masih sangat lemah terbukti dengan bercampurnya uang untuk kebutuhan usaha dengan
uang untuk kebutuhan sehari-hari. Ini juga disebabkan oleh modal dan penghasilan yang mereka
peroleh sangat kecil. Dalam sepuluh tahun terakhir tingkat kepemilikan tanah para petani terus
menurun seiring dengan tumbuhnya real-estate mewah di sekitar desa tersebut. Di tambah lagi
desa tersebut terletak perbukitan yang sangat cocok untuk membangun kuburan Cina. Saat ini rata-
rata penduduk memiliki kurang dari seperempat hektar. Para pemuda di desa tersebut sebagian
besar adalah penganggur yang menggantungkan hidupnya pada orang tua mereka atau pada
pekerjaan-pekerjaan sesaat seperti menjadi tukang bangunan, kuli angkut, pedagang dan buruh
pabrik musiman. Sebagian lagi hidup dalam sulitnya hidup sebagai preman dan tukang palag,
menghabiskan waktu untuk minum dan judi.
Gadis-gadis desa itu terjebak pada ritual hidup mulai dari anak-anak menjadi kemudian
menunggu seseorang untuk menikahinya. Sebagian dari mereka terjebak pada masalah kawin cerai
dalam usia muda. Suami mereka menikah dengan orang lain, meninggalkannya bersama anak-
anak mereka yang masih kecil. Penduduk desa tersebut menganut agama Islam yang taat dan
sangat tunduk kepada para kiyai. Tiga kali seminggu ibu-ibu mengikuti acara pengajian di rumah-
rumahanggota kelompok secara bergantian. Naik haji adalah suatu prestise tersendiri dan dianggap
lebih penting ketimbang penggunaan uang untuk keperluan lain. Syukuran adalah budaya yang
dilakukan setiap ada peringatan hari-hari yang dianggap penting, misalnya perkawinan, kelahran,
sunatan, serta berbagai peringatan hari raya agama. Pengeluaran untuk sosial penduduk desa ini
seringkali lebih besar daripada pengeluaran pribadi mereka.

Pertanyaan :
1. Jelaskan kompleksitas dan counterintuitive outcome pada dua permasalahan diatas dengan
prinsip Iceberg!
2. Posisikan diri anda sebagai orang yang berwenang menyelesaikan permasalahan diatas
a) bagaimana pendekatan tradisional  reaktif yang akan anda gunakan?
b) bagaimana pendekatan antisipatif  memahami perilaku sistem yang anda gunakan?
c) bagaimana pendekatan generatif  memahami struktur sistem yang anda gunakan?

Anda mungkin juga menyukai