Anda di halaman 1dari 4

FELT LEADERSHIP DALAM MEMBANGUN SAFETY

MANAGEMENT SYSTEM SEBUAH ORGANISASI

Dalam dunia safety management system ada ungkapan bahwa “Safety adalah
tanggung jawab Managemen Lini”. Jargon ini sudah sangat sering kita dengar dan
sering sekali didengungkan oleh berbagai praktisi Safety bahkan oleh Managemen Lini
sendiri. Namun sering juga kita perhatikan bahwa Managemen Lini yang mengatakan
“Safety adalah tanggung jawab Managemen Lini” sering mengalami kesulitan dalam
mengimplementasikan safety di tempat kerjanya. Bahkan mungkin Managemen Lini
tersebut tidak paham apa sebenarnya makna “Safety adalah tanggung jawab
Managemen Lini.”
Tanggung jawab Managemen Lini sebagai seorang pemimpin di sebuah organisasi
adalah suatu keharusan. Safety tidak akan berjalan jika kita berharap dimulai dari
managemen tingkat menengah, apalagi jika hanya ditekankan kepada pekerja
lapangan. Bisakah kita berharap implementasi safety dari seorang operator forklift
misalnya, sementara managemen tidak memberikan support?
Ada satu unsur penting dalam konsep “Safety adalah tanggung jawab Managemen
Lini”, yaitu agar peran Managemen Lini DIRASAKAN oleh team yang ia pimpin. Sifat
penting ini disebut FELT LEADERSHIP (kepemimpinan yang DIRASAKAN).
Saya berikan analogi sederhana berikut ini.
Bawahan atau pekerja lapangan adalah layaknya seperti seorang “Anak”. Ia melihat
bagaimana “Ayahnya” yaitu Atasannya, Supervisornya, Managernya bahan President
Direkturnya berkomitmen, berperilaku dan memberikan contoh. Jika “Ayah”
memberikan ekspektasi komitmen yang jelas dan tercermin dari contoh nyata yang
baik, sang “Anak” akan mengikutinya. Demikian pula sebaliknya, jika “Ayah” tidak
menyampaikan ekpektasi yang jelas, memberikan contoh yang tidak baik, secara
perlahan dan pasti sang “Anak” akan kehilangan arahan dan mengikuti budaya tidak
baik yang dicontohkan “Ayahnya”.
Ambil contoh sederhana… Jika seorang atasan selalu “cerewet” tentang kebersihandi
tempat kerja, dan ia memberi contoh nyata dengan menjaga kebersihan ruang
kerjanya, memungut sampah jika melihat sampah, konsisten berdialog tentang
kebersihan dengan team yang ia pimpin, secara perlahan team yang dipimpinnya
akan mengikuti dan mencontoh apa yang ia lakukan. Pemimpin menyampaikan
ekpesktasinya akan kebersihan dengan jelas, bukan hanya melalui ucapan, namun
ditunjukkan dengan menetapkan prosedur yang jelas, teladan yang baik dan
konsisten. Anak buahnya akan malu jika tidak menjaga kebersihan. Demikian terus ke
jenjang di bawahnya. Sehingga hal baik seperti ini akan menyebar secara perlahan
seperti “virus” yang baik. Dalam hal ini sang Pimpinan adalah seorang pemimpin yang
DIRASAKAN kehadirannya oleh anak buah.
Namun, demikian juga yang akan terjadi jika seorang atasan tidak peduli terhadap
kebersihan. Ia tidak menunjukkan keinginan untuk menjaga kebersihan, apalagi
memberi contoh, maka hal ini juga akan seperti “virus” yang menjangkiti pekerja
lainnya.Alhasil adalah tempat kerja yang berantakan dan berbahaya untuk
keselamatan kerja. Hal ini sepertinya terlihat sepele, namun budaya mengacuhkan
hal sepele seperti ini, jika dibiarkan akan menjadi sebuah fenomena gunung es. Yang
terlihat adalah bagian kecil di atasnya, namun di bawah air ada suatu hal besar yang
tidak terlihat, yaitu tidak adanya system yang baik, dan sewaktu-waktu bisa menjadi
bom waktu, seperti kecelakaan kerja yang terjadi secara beruntun, atau jika pada
pabrik yang mengelola bahan kimia berbahaya, akan terjadi katasthropis insiden.
Sudah banyak contoh kecelakaan kerja, baik yang bersifat individu atau katasthropis,
yang jika dirunut penyebab utamanya (root cause), perlu dilakukan perbaikan system.
Dan kalau sudah bicara perbaikan system, hal ini terkait erat dengan peran,
komitmendan keputusan Managemen Lini terutama Managemen Puncak.
Lalu apa sebenarnya yang bisadilakukan oleh seseorang yang menduduki posisi
Management Lini untuk dapat menunjukkan bahwa “Safety adalah tanggung jawab
Managemen Lini?”
Ini adalah tantangan seorang yang menduduki posisi Management Lini untuk dapat
menjadi seorang pimpinan yang dirasakan kehadirannya oleh bawahannya, atau “Felt
Leadership”. Ada beberapa hal yang dapat lakukan untuk menjadi seorang pimpinan
dengan “Felt Leadership”. Beberapa diantaranya yaitu:
1. Tunjukkan dengan aktifitas sehari-hari Anda bahwa Anda bertanggung jawab
terhadap keselamatan kerja;
2. Tunjukkan bahwa Anda tidak kenal lelah dalam memberikan teladan yang baik.
Tanggapi berbagai masukan tentang keselamatan kerja;
3. Pahami peran Anda sebagai seorang “Ayah”. Seorang “Ayah” akan mengajar dan
memberikan arahan kepada “Anaknya” menuju kepada suatu yang baik;
4. Kembangkan keahlian dan pemahaman Anda tentang keselamatan kerja dan tularkan
kepada organisasi yang Anda pimpin;
5. Berperilakulah seperti Anda menghendaki anak buah Anda berperilaku. Praktekkan
apa yang Anda ucapkan;
6. Jaga fokus Anda terhadap keselamatan kerja. Jangan sedikitpun mentolerir perlaku
“potong jalan” melanggar prosedur untuk menyelesaikan pekerjaan;
7. Tegaskan dan selalu tegaskan ulang bahwa Safety merupakan value perusahaan;
8. Jelaskan ekspektasi Anda tentang keselamatan kerja dan tekankan terus menerus
ekspektasi Anda ini kepada semua personel di organisasi Anda;
9. Tunjukan bahwa Anda seriusdan mempunyai semangat untuk mencapai Zero insiden.
Segera perbaiki berbagai perilaku dan kondisi tidak aman tanpa menunda- nunda;
10. Terapkan proses reward dan disiplin yang jelas, tegas dan adil. Berikan disiplin
kepada siapapun yang melanggar, dan jangan lupa berikan pengharagaan kepada
individu maupun organisasi yang Anda pimpin akan pencapaian keselamatan kerja
yang baik;
11. Dan jangan lupa, bangun system yang baik YANG MELIBATKAN SEMUA ORANG
dalam program dan kegiatan terkait Safety.
11 hal di atas seprtinya terlihat teoritis, namun dari pengalaman penulis, hal tersebut
dapat dilakukan. Jika hal-hal tersebut dilakukan dengan serius, tulus, ikhlas dan
persisten, “virus” kebaikan akan menyebar di organisasi yang seorang pimpin.
Seseorang yang menduduki posisi Managemen Lini harus menyadari bahwa
mengelola manusia sangatlah berbeda dengan mengelola mesin atau peralatan.
Untuk mengoperasikan sebuah mesin yang sama, maka prosedur yang sama dapat
digunakan di manapun.
Pada manusia, walaupun kembaridentik, perilaku dan karakternya tidak akan indentik
dan diperlukan pendekatan yang berbeda.
Mengelola manusia adalah suatu hal yang “challenging”, diperlukan konsistensi dan
kesabaran. Kalau orang Jawa bilang, “Uwong ki pengene di uwongke”… artinya
kurang lebih, “setiap manusia sebenarnya hanya ingin diperlakukan sebagai seorang
manusia”.
Perlakukanlah team Anda sebagai “manusia”…. Itulah prinsip “FELT LEADERSHIP”.

Anda mungkin juga menyukai