Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Labaong akhir-akhir ini hadir bak dewi penyelamat ekonomi bagi sebagian
masyarakat Sumbawa, hal ini terjadi karna berbagai permasalahan terhadap
kesejahteraan masyarakat yang timbul sebelum kemunculan labaong sebagai
gunung mas. Masyarakat resah dan menjadi gamang terhadap tumpuan hidup
utamanya yakni sector pertanian, dimana terjadinya paceklik yang berakibat
gagal panen, pupuk langka, air irigasi yang tidak bisa diharapkan, dan berbagai
tuntutan yang lain yang terus menderu.
Jika tahun-tahun sebelumya masyarakat Sumbawa dan hampir semua media
selalu menyodorkan berita tentang pupuk langka terjadi di seluruh kabupaen
Sumbawa ketika tiba musim tanam atau kata lain musim penghujan tiba.
Pembajakan truk pengangkut pupuk, demonstrasi, dan tindakan lain dalam sector
pertanian. Akan tetapi hari ini kita tidak pernah lagi mendengar hal yang demikian
bahkan terucap secara tidak sengaja pun tidak pernah terjadi. Namun hari ini
paradigma itu telah bergeser 180 derajat, dimana dari anak TK pun sampai yang
tua renta yang mereka bicarakan tentang kehebatan labaong yang telah banyak
merubah ekonomi dan bahkan mata pencaharian sebagian masyarakat Sumbawa.
Aktifitas ini kian menjanjikan tetapi juga sangat meresahkan dari akibat atau
dampak aktifitas ini. Akibatnya lahir dua opsi di dalam masyarakat dan menuntut
pemerintah untuk menentukan kebijakan secara tepat dan cepat. Akan tetapi yang
terjadi sampai hari ini kebijakan dan berbagai upaya yang dilakukan masih
berjalan di tempat dan bahkan tak terasa sama sekali. Jika akan ditutup berarti
harus berhadapan dengan masyarakat itu sendiri dan dalam kondisi ini sangat
terasa itu tidak mungkin dilakukan. Jika dibiarkan begitu saja, maka Sumbawa
tinggal menunggu waktunya saja untuk menjadi onggokan tanah yang tak berguna
dan menjadi sumber berbagai macam penyakit serta permasalahan lingkungan.
Sehingga dengan permaslahan yang dihadapi oleh masyarakat Sumbawa saat ini
yang menjadi polemik bersama untuk segera kita tuntaskan, dari hukum,
pengelolaan, penanganan, lingkungan dan berbagai permasalahan teknis lainnya
yang harus kita pecahkan. Berangkat dari fenomena tersebutlah makalah ini lahir
dalam rangka memahami dan mencari solusi terbaik guna menggapai
kesejahteraan masyarakat Sumbawa dan menjadi sumbangsih terhadap pemerintah
dalam menentukan kebijakan yang pro terhadap rakyat dalam menyelsaikan
permasalahan tambang saat ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses penambangan dan proses pengolahan emas di Laboang?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi
pertambangan tanpa izin di Laboang?
3. Bagaimana dampak penambangan di Labaong pada lingkungan sekitar?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Agar kita dapat menghindari penambangan dan proses pengolahan emas
yang di Laboang
2. Agar pemerintah menerapkan dan memperhatikan upaya mengatasi
terhadap pertambangan tanpa izin di Laboang
3. Agar dapat mencegah, memperbaiki serta mengatasi dampak dari
tambang rakyat pada lingkungan sekitar

1.4 Manfaat Kegiatan


Manfaat dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah
Menjadi salah satu bahan referensi bagi pemerintah (Eksekutif,
Legislatif, dll) dalam mengambil kebijakan terhadap permasalahan
tambang yang dihadapi oleh masyarakat Sumbawa, di mana pemerintah
sulit bergerak dan menentukan arah kebijakannya dikarenakan
dihadapkan oleh situasi yang serba dilematis.
2. Bagi Penambang
Penambang adalah orang yang bersentuhan lansung dengan aktifitas
pertambangan, akan tetapi resiko keselamatan, kesehatan dan lainnya
setiap waktu menghantui para penambang. Sehingga dari makalah ini
diharapakan mampu menjadi bahan kajian untuk meminimalisirkan
dampak-dampak tersebut sehingga para penambang dapat menambang
dengan aman dan bersahabat dengan lingkungan.
3. Bagi Penulis
Makalah ditulis untuk menambah wawasan tentang pertambangan tanpa
izin khususnya di Labaong dan memenuhi nilai tugas.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Pertambangan


Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara Pertambangan yaitu sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batu bara
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pasca tambang.sedangkan, dalam kamus besar bahasa Indonesia, yang
dimaksud dengan menambang adalah menggali (mengambil) barang tambang dari
dalam tanah. Kemudian, Abrar Saleng menyatakan bahwa usaha pertambangan
pada hakikatnya ialah usaha pengambilan bahan galian dari dalam bumi.
pengertian-pengertian pertambangan di atas, dapat diketahui bahwa pertambangan
adalah suatu usaha mengambil dan memanfaatkan bahan-bahan galian,.
Hakikatnya pembangunan sektor pertambangan dan energi mengupayakan suatu
proses pengembangan sumber daya mineral dan energi yang potensial untuk
dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Sumber daya mineral merupakan suatu sumber yang bersifat tidak dapat
diperbaharui. Oleh karena itu penerapanya diharapkan mampu menjaga
keseimbangan serta keselamatan kinerja dan kelestarian lingkungan hidup
maupun masyarakat sekitar. Beberapa faktor yang mempengaruhi usaha
pertambangan adalah sebagai berikut:
a. Perubahan dalam sistem perpajakan.
b. Kebijakan dalam lingkungan hidup.
c. Keadaan ekonomi yang buruk.
d. Harga endapan atau logam yang buruk.
e. Keadaan politik yang tidak stabil.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010, ada 3 (tiga) jenis izin
yang dikeluarkan oleh pemerintah (Mentri, Gubernur, Bupati/Walikota) sesuai
dengan kewenanganya, yaitu:
a. Izin usaha pertambangan (IUP) 35 Izin usaha pertambangan (IUP) adalah
legalitas pengelolaan dan pengusahaan bahan galian yang diperuntukkan bagi
badan usaha swasta nasional, maupun badan usaha asing, koperasi, dan
perseorangan.
b. Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Izin usaha pertambangan khusus,
dikeluarkan untuk melakukan pengusahaan pertambangan pada wilayah izin usaha
pertambangan (WIUPK).
c. Izin pertambangan rakyat Pertambangan rakyat adalah salah satu persoalan
krusial bidang pertambangan saat ini. Meskipun diusahakan secara tradisional,
tetapi kadang meliputi wilayah yang cukup luas, karena diusahakan oleh
masyarakat setempat, dengan pelaku usaha yang banyak.

2.2 Pertambangan Tanpa Izin


Pertambangan tanpa izin (PETI) merupakan perbuatan pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 158 dan Pasal 160 UU Minerba. Kegiatan pertambangan tanpa
izin dikenal dengan istilah ilegal mining. Secara terminologi ilegal mining terdiri
dari 2 kata, yaitu:
1. Ilegal, yang artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan dengan hukum.
2. Minning, yang artinya penggalian bagian dari tanah yang mengandung
logam berharga dalam tanah atau bebatuan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan definisi dari pertambangan tanpa
izin atau ilegal adalah usaha yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok
orang, atau perusahaan yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak
memiliki izin dari instansi pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang ancaman sanksi pidana bagi barang siapa yang karena kesalahannya
melanggar larangan tersebut.
Mengingat kegiatan pertambangan ilegal ini tidak menerapkan kaidah-kaidah
pertambangan secara benar (good mining practice) dan hampir tidak tersentuh
hukum, sementara di sisi lain dalam bahan galian bersifat tak terbarukan (non
renewable polluter), maka yang terjadi kemudian adalah dampak negatif yang
tidak saja merugikan pemerintah, tetapi juga masyarakat luas dan generasi
mendatang. Kerusakan lingkungan, pemborosan sumber daya mineral, dan
kemerosotan moral merupakan contoh dari dampak negatif yang merugikan
pemerintah, masyarakat luas dan generasi mendatang. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 pasal 158 tentang pertambangan mineral dan batu bara menjealskan
bahwa setiap orang yang melakukan usaha 42 penambangan tanpa IUP(izin usaha
pertambangan), IPR(izin usaha rakyat), IUPK (izin usaha pertambangan khusus
akan dipidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Faktor-faktor penyebab PETI

1. Faktor regulasi

a. Norma hukum dalam UU minerba yang tidak operasional


Terdapat dalam beberapa UU Minerba yang tidak operasional,
sehingga berpengaruh secara langsung atas kegiatan PETI.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 58 UU Minerba yang mengatur
bahwa terkait masalah batasan minimal luas wilayah 5 hektar untuk
memohon izin usaha pertambangan tahap eksplorasi bagi komoditas
batuan. Hal ini menutup kemungkinan permohonan IUP tahap
eksplorasi kurang dari 5 hektar, yang secara teknik sesungguhnya
banyak pertambangan batuan yang luasnya kurang dari 5 hektar,
misalnya komoditas tambang pasir, kerikil, gamping, dan batuan
lainnya

b. Konflik UU Minerba dengan PEMDA


Eksistensi PETI dapat disebabkan pula oleh faktor konflik norma
antara UU minerba dan UU PEMDA khususnya, terkait kewenangan
pemberian izin, pemberian wilayah izin usaha, pembinaan
pengawasan, serta penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.
Termasuk mengenai kewenangan pembinaan dan pengawasan yang
dulu dimiliki oleh pemerintah kabupaten kota, saat ini beralih ke
pemerintah provinsi yang berakibat jauhnya rentang pembinaan dan
pengawasan sehingga berpengaruh pada rentannya PETI. Belum lagi
masalah pengaturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang
dalam UU Pemda mengenai hal tersebut tidak diatur bahwa
kewenangan perizinan baru yang dimiliki oleh pemerintah provinsi
berpengaruh pula pada pajak daerah dari atas operasi produk izin
yang diterbitkan. Saat ini berdasarkan Nomor 28 Tahun 2009 tentang
pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur bahwa kewenangan
penetapan, pemungutan, dan penggunaan pajak mineral bukan logam
dan batuan berada di kabupaten ataukota. Hal ini menjadi pemicu
PETI.

2. Faktor sosial ekonomi


Keberadaaan PETI tidak dapat dihindari dari faktor keberadaan
penambang skala kecil tradisional yang secara turun temurun. Penambang
sekala kecil tradisional tersebut menggap bahwa lahan yang diusahakan
merupakan warisan dari generasi sebelumnya mereka sehingga tidak
memerlukan izin usaha.

3. Faktor kendala penegakan hukum


Terdapat dilematis dalam penegakan hukum pidana terhadap kegiatan
PETI. Hukum pidana sebagaimana ultimatum remedium harus
ditegakkan, namun sebelum penegakan hukum pidana maka jalan
pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan. Penambang skala kecil
terlebih dahulu di berikan pemahaman bahwa kegiatan usahannya
melanggar hokum sehingga sebaiknya penambang melakukan pengurusan
izin usaha.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Proses Penambangan


Harumnya nama Sumbawa sebagai pulau yang memiliki kekayaan alam yang
berlimpah khusus jenis barang tambang emas mampu merangsang para investor
asing, tidak hanya itu, hal ini justru dimanfaatkan oleh banyak penambang ilegal
yang berada hampir seluruh Indonesia untuk mencicipi hasil kekayaan dari bumi
Sumbawa. Bagaimana tidak, hampir setiap inci tanah Sumbawa berpotensi memiliki
SDA (emas) yang berlimpah.
Hal diatas terbukti oleh maraknya proses perusakan sumber daya alam di Olat
Labaong kecamatan Lape kabupaten Sumbawa. Pertambangan ilegal yang telah
dimulai sekitar pertengahan April 2010, perburuan biji emas (Ore) oleh penambang
tanpa ijin yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, hingga saat ini telah
terbentuk tidak kurang dari 300 an lubang yang kedalamannya diatas 10 meter. Tiap
hari diperkirakan ribuan ton limbah batuan Overburden berserakan di areal lebih
kurang 27 ha yang dihasilkan oleh ribuan penambang. Overburden ini bila musim
hujan potensial longsor yang akan menimbun lahan pertanian penduduk dan
perkampungan Hijrah dengan 4 dusun yang berada pas dibawah kaki bukit Labaong
atau puluhan meter saja dari lokasi Tambang tanpa ijin tersebut.
Sementara proses estraksi batuan bijih emas (Innerburden) dilakukan dengan
cara amalgamas, yaitu proses penggilingan dan proses pembentukan amalgam
dilakukan bersamaan di dalam amalgamator yang disebut gelondong yang
bertebaran disekitar saluran irigasi dan pinggiran beberapa sungai, ini akan
menghasilkan limbah tailing yang mengandung logam berat berbahaya, seperti
biasanya mengadung mercury, arsen, timbal, tembaga dan lain sebagainya. Senyawa
kimia dan logam berat ini bersifat persisten dan akumulatif di alam dan tidak dapat
terurai secara biologis, dan ketika masuk dalam tubuh mahluk hidup dan secara
biologis terkumpul dalam jaringan tubuh akan membahayakan kesehatan. Berbagai
bahan beracun dan berbahaya tersebut yang terkandung dalam tailing ikut terbuang
disekitar proses penggerusan oleh sekitar 6 ribuan Gelondong yang tersebar
diberbagai tempat.
3.2 Upaya yang di lakukan Pemerintah

3.2.1 Penataan Wilayah Tambang Rakyat


Wilayah pertambangan sangat perlu ditetapkan agar memudahkan
masyarakat dan pemerintah dalam meminimalisirkan dampak lingkungan.
Dalam hal ini kita dapat menjadikan satu wilayah untuk menjadi wilayah
pertambangan. Pemerintah kabupaten Sumbawa dalam hal ini eksekutif,
legislative, dan unsure lainnya duduk bersama untuk menetapkan Wilayah
Pertambangan.
Labaong dapat kita jadikan wilayah pertambangan rakyat yang kemudian
wilayah-wilayah lain yang sudah terlanjur dijarah oleh penambang maupun
wilayah yang berpotensi dijaga secara ketat. Setelah labaong telah dijadikan
wilayah pertambangan rakyat maka pemerintah dapat mengarahkan semua
masyarakat untuk menambang di labaong dan tidak di ijinkan lagi untuk
menambang di tempat lain. Hal ini sangat diperlukan sosialisasi dan pendekatan
komunikasi yang aktif terhadap masyarakat.

3.2.2 Menambang dengan Aman


Korban semakin hari semakin banyak berjatuhan, akan tetapi hal itu luput
dari pemberitaan media dikarenakan ada upaya pembatasan peliputan media
terhadap fenomena yang ada. Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa
orang bahwa aktifitas pertambangan yang ada di Labaong saat ini telah banyak
memakan korban bahkan hingga ratusan orang yang telah meninggal.
Pemerintah sebagai pelindung masyarakat dapat melakukan kebijakan
ketika Wilayah Pertambangan telah ditetapkan, maka kewajiban selanjutnya
pemerintah adalah dengan memberikan pemebelajaran kepada masyarakat
melalui serangkaian kegiatan rutin berupa diskusi, pelatihan, BLK, dan adanya
tenaga ahli pertambangan yang dapat menjadi pendamping masyarakat yang
ditempatkan di sekitar lokasi pertambangan.
Tujuan dilakukannya upaya tersebut agar masyarakat dalam melakukan
penambangan dapat memperhitungkan keselamatan diri sendiri dan penambang
lainnya, sehingga penambang tidak lagi melakukan pertambangan secara
serampangan. Untuk memudahkan hal itu, maka pemerintah juga perlu
memberlakukan syarat masyarakat untuk bisa menjadi penambang, yakni
dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil, kelompok-kelompok ini
dapat memudahkan gerak pemerintah dalam mengkoordinir penambang dalam
upaya pembelajaran, pelatihan, dan membangun kerja sama team dalam
menjaga keselamatan anggotanya ketika melakukan aktifitas pertambangan jika
terjadi bencana yang tidak diinginkan (robohnya dinding lubang, dll).

3.2.3 Penambang yang Bertanggung Jawab


Pemerintah dapat mengatasi hal demikian dengan cara memberlakukan
peraturan bahwa penambang diwajibkan membentuk kelompok, perserikatan
atau persatuan ataupun organisasi dengan peraturan yang jelas sehingga lahir
bak koperasi ataupun CV. dari kelompok-kelompok ini pemerintah akan sangat
mudah melakukan monitoring dan pembelajaran kepada penambang untuk
berperan aktif dalam menjaga lingkungan dengan memberikan mereka
pengarahan, dimana mereka diwajibkan untuk membuat program atau agenda
dalam menjaga lingkungan maupun program sosial yang lainnya seperti apa
yang telah terjadi di kecamatan Lape saat ini, dimana para pengusaha
gelondong membangun jalan desa sepanjang 100 meter. dan hal demikian pun
dapat diterapkan pada masyarakat-masyarakat pelaku tambang (penambang)
jika memiliki dukungan dan aturan yang jelas dari pemerintah.

3.2.4 Pengolahan Hasil Tambang yang Bersahabat dengan Lingkungan


Penggunaan Air Raksa (Hg), Sianida dan berbagai bahan lainnya yang
memiliki PH yang sangat tinggi sangat berbahaya bagi masyarakat dan semua
makluk hidup yang berada di sekitarnya dan juga mempengaruhi produktifitas
wilayah tersebut. Mengolah hasil tambang secara sembarangan seperti yang
terjadi saat ini dengan maraknya penggunaan gelondong dan Tong untuk
mengelola hasil tambang sangat membahayakan. Maka pemerintah dapat
menerapakan dua pilihan kepada masyarakat dalam mengelola hasil tambang
yakni yang pertama menggandeng perusahaan yang bergerak dalam
pertambangan untuk melakukan kerja sama dimana persahaan yang akan
mengelola hasil tambang masyarakat dan perusahaan di ikat dengan peraturan
dan kewajiban perusahaan kepada masyarakat danm pemerintah (bagi hasil)
akan tetapi ini dapat mematikan pengusaha local (Gelondong). Dan yang kedua
adalah dengan cara membentuk aliansi atau kelompok pengusaha gelondong,
semua gelondong yang ada dijadikan suatu perusahaan rakyat yang di kelola
oleh rakyat itu sendiri tetapi memiliki ikatan kerja dengan membentuk payung
hokum berupa usaha bersama berbentuk koperasi.
Artinya semua gelondong itu memiliki manajemen dan pengurus, sehingga
penertiban gelondong akan lebih muda yang kemudian semua gelondong
ditertibkan dengan cara menyatukan tempat beroperasinya gelondong.
Selanjutnya pemerintah sebagai mitra usaha tersebut dapat mengawasi dan
mendapat royalti atas usaha tersebut. Pengusaha gelondong juga diwajibkan
untuk memberikan konstribusi pada lingkungan sekitarnya melalui program-
program yang diputuskan bersama dengan masyarakat selayaknya perusahaan
besar seperti PT NNT (tanggung jawab sosial). Tetapi pemerintah juga harus
dapat memberikan kepastian keamanan dengan menyediakan tenaga ahli dalam
pengoprasian tambang sebagai pendamping pengusaha.

3.2.5 Reklamasi Lahan Bekas Tambang


Reklamasi lahan atau pengembalian wilayah bekas tambang adalah masalah
yang palig berbahaya dalam aktifitas pertambangan. Namun ada beberapa
model yang sering digunakan dalam reklamasi lahan bekas tambang saat ini
adalah penanaman tanaman tahunan seperti akasia dan sengon atau introduksi
tanaman budidaya pertanian seperti kelapa sawit yang disertai dengan
pemberian bahan amelioran dalam jumlah yang besar ke tanah bekas tambang.
Kegiatan reklamasi seperti ini memerlukan biaya yang sangat mahal dan tidak
memecahkan masalah tingginya kandungan logam berat pada lahan bekas
tambang. Bioremediasi merupakan salah satu alternative yang dapat
dikembangkan dalam reklamasi lahan bekas tambang. Dibandingkan dengan
proses kimia seperti penggunaan resin penukar ion dan karbon
aktif, electrodialysis dan reverse osmosis, teknologi bioremediasi memerlukan
biaya yang jauh lebih rendah (Suresh and Ravishankar, 2004). Berbagai jenis
mikroba dan tanaman dapat digunakan untuk tujuan ini. Sejumlah tanaman
mempunyai kemampuan mengakumulasi berbagai jenis logam berat melalui
kompleksasi logam berat dengan phytochelatin dan metal lothioneins,
kemudian mentranlokasikan logam berat tersebut ke vakuola (Suresh and
Ravishankar, 2004). Beberapa mikroorganisme di dalam tanah juga mempunyai
kemampuan untuk mendegradasi logam berat melalui tranformasi valensi.
Sejumlah bakteri dapat mereduksi Cr(VI) yang bersifat toksik menjadi
Cr(III) yang tidak larut dan tidak berbahaya di dalam tanah. Beranjak dari
bahasan di atas, terlihat bahwa teknologi bioremediasi merupakan solusi yang
potensial dalam menangani permasalahan kandungan logam berat pada lahan
bekas tambang. Keberhasilan bioremediasi dalam reklamasi lahan bekas
tambang sangat tergantung dari informasi awal tentang karakteristik tanah dan
biokimia dari logam-logam berat yang akan didegradasi. Kandungan suatu
logam berat yang tinggi dengan valensi yang berbeda-beda mengindikasikan
terdapatnya bakteri-bakteri yang mampu mendegradasi logam berat. Akan
tetapi informasi-informasi tersebut belum tersedia secara komprehensif.

3.3 Dampak Penambangan TanpanIzin di Labaong

3.3.1 Dampak Kerusakan Lingkungan


PETI tentu dilakukan dengan praktik pertambangan yang seadanya atau
tidak melalui penerapan good mining practices. Padahal, dalam pengusahaan
pertambangan terdapat kaidah-kaidah teknik dan lingkungan yang harus
dipatuhi. Apabila tidak dilaksanakan maka akan merusak dan mencemari
lingkungan hidup. Contoh penambangan di Labaong yang menggunakan
merkuri melebihi ambang batas dalam pengelolaan mineral logam berupa
emas. Merkuri bahkan sudah masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui
udara maupun metabolism pada rantai makanan.

3.3.2 Dampak Penerimaan Negara


Terdapat usaha pertambangan yang sah terdapat beberapa kewajiban
fiskal yang harus dipenuhi, baik kewajiban perpajakan maupun bukan pajak.
Setidaknya terdapat beberapa pajak yang dibayarkan oleh pemegang izin
usaha pertambangan, antara lain pajak penghasilan, pajak daerah dan retribusi
daerah, penerimaan Negara bukan pajak dari royalti dan iuran tetap.
Kerusakan lingkungan dan beban sosial akibat PETI tentu akan
ditanggung Negara, misalnya pemulihan lahan melalui rehabilitasi dan
reklamasi. Padahal reklamsi lahan menjadi bukti keberhasilan pertambangan.
Di lain hal, lahan yang akan direklamasi memerlukan pembiayaan dari
pemerintah. Hal ini menjadi beban keuangan Negara atau dareah yang harus
ditangung oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah.

3.3.3 Dampak kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja(K3)


Kegitan pertambangan mengandung prinsip high risk artinya kegiatan
pertambangan memiliki potensi risiko yang cukup besar apabila mekanisme
K3 tidak diterapkan dengan baik. Pengunaan merkuri dalam pengolahan
pertambangan yang sudah dilarang berakibat pada gangguan kesehatan yang
akut apabila tetap digunakan. PETI di Labaong menggunakan merkuri
sebagai material untuk mengoalah mineral di Labaong. Keamanan dan
keselamatan kerja yang akan menjadi dampak PETI yang tidak memenuhi
standard K3 dalam pengusahaan pertambangannya. Sebagai contoh 5 lima
lubang di Labaong roboh dan mengakibatkan beberapa orang tertimbun
orang pada tanggal 12 Agustus 2010.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Aktifitas Pertambangan tanpa Izin (PETI) merupakan hal biasa saat ini di
kabupaten Sumbawa, akan tetapi hal demikian tidak bisa dibiarkan berlarut begitu
saja. Maka pemerintah harus bergerak cepat dalam mengambil kebijakan namun
harus mengedepankan kebijakan yang pro terhadap rakyat. pemerintah daerah
dapat mengeluarkan peraturan daerah tentang pertambangan rakyat daerah.
Sehingga dari PERDA itulah ditetapkannya Wilayah pertambangan Rakyat,
Kewajiban royalti Asosiasi atau perkumpulan penambang dan pengusaha
gelondong. Menutup kegiatan pertambangan saat ini terlihat sangat mustahil
dilakukan. Maka usaha-usaha strategis yang dapat menguntungkan masyarakat
sekitarnya dan menambah Pendapatan Asli Daerah dapat dilakukan dengan cara
menjalin kerjasama dan membentuk usaha rakyat dengan diorganisir dengan baik
serta dengan peraturan yang jelas yang kemudian diarahkan untuk memberikan
konstribusi pada masyarakat sekitarnya maupun pemerintah sendiri.

4.2 Saran
Kehidupan masyarakat Sumbawa tidak terhenti sampai hari ini saja, akan
tetapi Sumbawa akan kita wariskan pada anak cucu kita. Ketika hari ini kita
berpesta pora dengan kekayaan kita, tanpa memikirkan dampaknya, maka sama
dengan kita menyiapkan racun untuk anak cucu kita. Kami mengharapkan dengan
fenomena saat ini mari kita bersama-sama untuk turut serta dalam menyelsaikan
permasalahn daerah kita, tidak lagi mengedepankan kepentingan kelompok dan
diri kita. Tetapi kita fikirkan apa yang akan kita lakukan untuk orang lain dan
anak cucu kita sehingga Tanah samawa intan bulaeng ini tidak akan menjadi
sejarah atas kekayaannya.

4.3 Solusi
Izin Pertambnagan Rakyat bisa menjadi salah satu jalan keluar, tetapi
pelaksanaanya harus sangat ketat dikontrol oleh istansi yang berkompeten. Aspek
– aspek yang bersifat negatif harus ditangani dan dicarikan jalan keluar secara
serius. Selain itu, penegakan hukum yang sangat tegas tanpa diskriminatif serta
kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan sangat di perlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Rizali Saidy dan Badruzsaufari. 2008. Makalah Tentang Hubungan Antara
Konsentrasi Cr(VI) Dan Sifat Kimia Tanah: Informasi Awal Untuk Remediasi
Lahan Bekas Tambang Di Kalimantan Selatan.Universitas Lambung Mangkurat

Edisi Senin, 23 Oktober 2010. Tambang rakyat di Manado terapkan system Tong. Gaung
NTB.

Edisi Senin, 1 November 2010. Perda Tambang Rakyat Perlu Kajian Mendalam. Gaung
NTB

https://gaung-ntb.blogspot.com/2010/08/lagi-penambang-tewas-di-lubang-labaong.html

https://www.kompasiana.com/dethazyo/5500363e813311091bfa736e/pemburu-emas-di-
labaong?page=all

Anda mungkin juga menyukai