DISUSUN OLEH:
HENY KHAIRUNNISA
11903009
2019
DAFTAR ISI
Daftar Isi
BAB 2
Sejarah Tata Hukum Indonesia
B. Era Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Tahin 1800-1811 dan Raffles (Inggris)
Tahun 1811-1814
Ketika pemerintahan Belanda melalui Gubernur Jendralnya Daendels dari tahun 1800-
1811, mencoba meneruskan ketentuan hukum yang diberikan sebelumnya. Politik hukum
seperti ini tentunya dimaksudkan agar pengusaan sektor ekonomi oleh pengusaha Belanda
tetap berjalan secara baik dan tidak menimbulkan persoalaan hukum yang baru. Hanya saja
ketika pemerintahan Belanda harus melepaskan pengusaan Indonesia kepada Inggris melalui
Thomas Stamford Raffles dari tahun 1811-1814. Inggris mencoba membuat kebijakan yang
menyangkut “hukum pertanahan” dengan menerapkan pajak bumi dan sewa tanah bagi warga
pribumi. Politik hukum ini dikenal dengan istilah “landrente”.
Selanjutnya, pemerintah Inggris melakukan pembenukan beberapa lembaga peradilan
yang terdiri dari:
1. Division’s Court
Lembaga ini adalah sejenis pengadilan yang berada ditingkat kewedanaan (kecamatan)
yang hakim nya terdiri dari para Demang dan Wedana untuk memeriksa perkara perdata yang
nilai perkaranya kurang dari 20 ropyen.
2. District’s Court
Lembaga ini adalah lembaga pengadilan dalam perkara perdata yang memeriksa perkara
yang nilainya antara 20 sampai 50 ropyen.
3. Resident’s Court
Lembaga ini bertugas memeriksa perkara pidana umumnya, tidak termasuka pidana yang
diancam dengan hukuman mati, dan memeriksa perkara perdata di atas 50 roypen atau
perkara besar yang diketuai oleh Residen.
4. Court of Circuit
Lembaga ini adalah pengadilan keliling untuk memeriksa perkara pidana yang diancam
dengan hukuman mati.
BAB 3
Sejarah Tata Hukum Negara Lain
1. Konsep-konsep Hukum
Undang-undnag Dasar Malaysia memiliki sistem federal yang membagi kekuasaan
pemerintahan menjadi pemerintahan federal dan pemerintahan Negara bagian. Pembagian
kekuasaan ini tercantum dalam Undang-undang Dasar federal. Walaupun undnag-undnag
dasar menggunakan sistem federal, sistem ini berjalan dengan kekuasaan yang besar dari
pemerintaha pusat.
Beberapa kewenangan dari pemerintahan federal adalah urusan luar negeri, pertahanan,
keamanan, nasional, polisi, hukum perdata, dan pidana sekaligus produser dan administrasi
keadilan, kewarganegaraan, keuangan, perdagangan, perniagaan dan industry, perkapalan,
navigasi dan perikanan, kominukasi dan transportasi, kinerja dan kekuasaan federal,
pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan keamanan social.
Undang-undang dasar federal membuat ketentuan mengenai beberapa hak dan kebebasan
tertentu, termasuk hak kebebasan individu, hak untuk beritahu alasan penahanan, hak untuk
mendapatkan penasihat hukum, dan dibebaskan dari penahanan tanpa penudaan. Diantara hak
dan kebebasan terdapat juga larangan perbudakandan kerja paksa; perlindungan dari hukum
pidana retrospektif dan peradilan yang berulang; persamaan hak di hadapan hukum dan
persamaan perlidungan di bawah hukum; kebebasan bergerak; larangan pengasingan,
kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat; kebebasan beragaman; dan hak untuk
tidak dirugikan oleh kemiskinan ini absolut.
Undang-undang dasar federal dapat diamandemen oleh undang-undang yang dikeluarkan
parlemen dikeluarkan parlemen jika di dukung tidak kurang dari 2/3 keseluruhan jumlah
anggota parlemen. Beberapa amandemen tertentu membutuhkan izin dari konferensi
penguasa.
2. Kepala Negara
Undang-undang dasar federal menjadikan raja sebagai kepala Negara federal (Yang
Dipertuan Agung). Raja dipilih oleh konferensi penguasa. Kewenangan federasi merupakan
hak raja dan dilaksanakan olehnya, kabinetnya atau seorang menteri yang diberi kewenangan
oleh kabinet. Ketika raja melaksanakan kewenangan eksekutifnya maka hal ini harus selaras
dengan nasihat yang diberikan oleh cabinet atau menteri yang diberi kewenangan oleh
cabinet. Ketika undang-undang dasar menuntut agar raja melaksanakan sebuah nasihat, raja
harus menerima nasihat tersebut dan berbuat sesuai dengan isinya.
Kepala Negara masing-masing 9 negara bagian adalah penguasa Negara bagian tersebuat.
Pengausa adalah seorang sultan di 7 negara bagian Malaya, Yang Dipertuan Besar di Negara
Sembilan, raja di Perlis, dan gubernur di Malaka, Penang,Sabah dan Sarawak.
3. Konferensi Penguasa
Konferensi penguasa terdiri dari penguasa 9 negara bagian Malaya dan gubernur-
gubernur Penang, Malaka, Sabah, dan Sarawak. Konferensi (tanpa 4 gubernur) berhak
memilih/mengangkat raja. Pengangatan hakim-hakim di pengadilan tinggi harus
mendapatkan konsultasi dari konferensi penguasa. Jendral auditor dan anggota-anggota
komisi pemilihan umum juga diangkat melalui konsultasi dari konferensi penguasa.
5. Eksekutif
Badan eksekutif terdiri dari cabinet yang dibant badan pelayanan publik, polisi, dan
angkatan bersenjata. Perdana menterilah yang memimpin cabinet. Perdana menteri ditunjuk
oleh raja dan merupakan anggota dewan terpilih, yang dianggapraja diyakini memiliki
kemampuan memimpin Dewan Rakyat. Menteri cabinet dibantu oleh badan pelayanan
publik.
6. Proses Legislatif
Rancangan undang-undnag dapat bersumber dari Dewan Perwakilan Rakyat maupun
Senat. Rancangan undang-undang keuangan terkait dengan pajak atau pengeluaran Negara
hanya dapat bersumber dari Dewan Rakyat. Ketika Dewan rakyat dan Senat mengajukan
Amandemen dan disepakati, kemuadian rancangan undnag-undang tersebut diajukan kepada
raja untuk mendapatkan persetujuan. Raja memiliki waktu 30 hari untuk menyetujui/tidak
menyetujuai randangan undang-undang dasar tersebut.
7. Sumber Hukum
Terdapat empat sumber hukum pokok di Malaysia, yaitu Hukum Tertulis, Hukum
Kebiasaan, Hukum Islam dan Hukum Adat.
Prinsip aturan hukum yang dipraktikkan di Malaysia secara umum mengikuti hukum
administrasi Inggris sebagaimana dikembangkangkandalam pengadilan Malaysia. Keputusan
yang dibuat administrator dan pengadilan harus berada dalam lingkup kebijaksanaan atau
yurisdiksi yang diberikan.
8. Keamanan Internal
Undang-undang keamanan internal membolehkan polisi menahan seseorang tanpa surat
peritah atau tuduhan sampai 60 hari jika memang diperlukan, sebagi langkah preventif agar
orang tersebut tidah menggangu keamanan Malaysia atau pelayanan dan kepentingan
ekonomi berkaitan dengan Malaysia.
9. Hukuman Mati
Hukuman mati adalah sebuah ciri dalam hukum Malaysia yang digunakan untuk
menghukum pelaku pembunuhan, penyelundupan narkoba, kepemilikan senjata tanpa izin si
wilayah keamanan, atau penembakan senjata api dengan niat melukai atau membunuh
seseorang.
1. Konstitusi
a. Undang-undang Tertinggi (Supreme Law)
Konstitusi adalah undang-undang tertinggi di singapura. Diamatkan bahwa setiap
peraturan yang bertentangan dengan Kontitusi adalah batal. Ketentuan-ketentuan dalam
kontitusi hanya dapat diubah berdasarkan persetujuan 2/3 suara dari jumlah total anggota
parlemen terpilih.
b. Hak-hak Fundamental
Konstitusi menetapkan hak-hak fundamentall tertentu, seperti kebebasan beragama,
kebebasan berbicara dan persamaan hak. Hak-hak individual ini tidaklah bersifat absolut
melainkan dibatasi oleh kepentingan umum seperti pemeliharaan ketertiban umum ras dan
agama golongan nasional.
d. Badan Legisatif
Tugas utama parlemen Singapura adlah menundangkan undang-undang yang mengatur
Negara. Proses pembuatan undang-undang dimulai dengan Rancangan Undang-Undang
(RUU) , yang biasanya disusun oleh pejabat-pejabat hukum pemerintah, RUU-RUU yang
berjenis private members jarang terdapat di Singapura. Selama masa diskusi dalam Parlemen
mengenai suatu RUU yang penting, kadang-kadang para Menteri melakukan pidato atau
presentasi yang megesankan dalam upaya mereka mempertahankan RUU tersebut dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit yang diajukan oleh para penentangnya. Para anggota
Parlemen dalam beberapa hal, dapat memutuskan untuk menyerahkan RUU tersebut kepada
suatu Komite Khusus agar memeriksa/membahas dengan seksama dan melaporkan hasilnya
kepada Parlemen.
e. Susunan Parlemen
Anggota Parlemen yang dipilih berasal para calon anggta yang memenangi pemilihan
umum yang diselenggarakan setiap 4-5 tahun. Dilain pihak, Anggota Parlemen yang tidak
dipilih tidak mempunyai hak dan suara dalam pengambilan suara/voting untuk perubahan-
perubahan konstitusional, RUU keuangan dan mosi tidak percaya pada pemerintah, Anggota
Parlemen yang tidak dipilih ini terdiri dari dua kategori yang berbeda, yaitu: Anggota
Parlemen Bukan dari Daerah Pemilihan dan Anggota Parlemen yang Dicalonkan.
f. Badan Eksekutif
Pemimpin Badan Eksekutif adalah Presiden Terpilih. Kualifikasi atau persyaratan untuk
jabatan kepresidenan sangtlah ketat. Di samping integritas, karakter baik dan syarat-syarat
lainnya, calon presiden diharuskan telah menduduki jabatan tinggi selama tidak kurang dari 3
tahun di posisi yang ditentukan secara konstitusionak, dewan resmi Negara, perusahaan besar
atau jabatan setingkat lainnya dalam organisasi atau departemen yang mempunyai ukuran
besar dan kompleksitas yang setara (baik dari sektor publik maupun swasta) yang telah
memberikan pengalaman dan kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan tanggung
jawab kepresidenan yang akan dipikulnya. Komite Pemilihan Presiden telah dibentuk untuk
memastikan agar persyaratan-persyaratan tersebut terpenuhi.
g. Kabinet
Kabinet, yang berada di bawah wewenang Perdana Menteri, bertanggung jawab secara
kolektif kepada Parlemen. Perdana Menteri adalah seseorang yang dipilih oleh Presiden
Terpilih, yang atas penilaian Presiden Terpilih dianggap akan dapat memperoleh kepercayaan
dari mayoritas Anggota Parlemen.
i. Badan Yudikatif
Tingkat efisiensi dan kekuasaan Badan Yudikatif Singapura yang sangat tinggi telah
memenangi penghargaan-penghargaan internasional dan reputasi internasional yang kuat.
Pengadilan tertinggi di Singapura adalah Pengadilan Banding Permanen, yang menangani
kasus-kasus banding baik perdata maupun pidana, yang berasal dari Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan-pengadilan yang lebih rendah.
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Magistrat mempunyai wewenang yang sama dalam
penangan masalah-masalah tertentu seperti gugatan-gugatan yang mengandung unsur-unsur
kontraktual dan perbuatan melawan hukum atas utang, tagihan atau kerugian dan tindakan-
tindakan untuk pengembalian uang.
C. Sistem Hukum Filipina
1. Struktur Pengadilan
Sistem hukuman Filipina saat ini terdiri dari kehakiman yang terintegritas. Sidang
pengadilan paling bawah terdiri dari siding pengadilan metropolitan, siding pengadilan kota,
dan siding pengadilan kota sirkuit. Pengadilan ini memutuskan perkara dalam batas yurisdiksi
yang sempit, termasuk pelanggaran terhadap peraturan setempat dan pelanggaran dimana
sanski tidak melebihi enam tahun, pada perkara perdata tidak melebihi P100.000.
Mahkamah Agung berkedudukan dipuncak sistem yudisial dan secara teori hanya
menerima pertanyaan berkaitan dengan hukum. Badan ini menimjau kembali pengajuan
banding di sidang pengadilan daerah dan pengadilan banding. Mahkamah Agung juga
memiliki wewenang untuk mengeluarkan writ (surat perintah kehakiman) luar biasa.
3. Konstitusi
Konstitusi Filipina tahun 1987 yang mengikut model AS, menetapkan tiga cabang
terpisah dalam pemerintah. Cabang eksekutif diketuai oleh presiden dan wakil presiden yang
terpilih melalui pemilihan umum secara terpisah untuk masa jabatan enam tahun. Karena
mereka dipilih secara terpisah, mereka tidak mesti menjadi anggota partai yang sama. Cabang
legislaatif yang bicameral (terdiri dari dua dewan) terdiri dari Senat yang beranggotakan 24
orang, dan dipilih secara luas, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 260 orang
yang dipilih melalui penunjukan distrik-distrik.
Bahan kehakiman terdiri dari Makhamah Agung yang beranggotakan 15 orang, yang
menerima perkara dalam pembagian tiga divisi yang dibagi antara lima anggota masing-
masing konstitusi menyediakan sebuah sebuah perjanjian hak asasi manusia di Amerika
Serikat dengan sejumlah bentuk perlindungan kebebasaan tambahan. Bertambah uatnya
pengadilan diikuti oleh pengadilan yng semakin besar. Dan dengan kekuasaan yang semakin
besar maka semakin besar pula sorotan pengadilan oleh pihak pers. Pengadilan mendapatkan
popularitas dan legitimasi yang cukup tinggi langsung setelah tercetusnya revolusi 1981.
BAB 4
Sistem Hukum di Dunia
1. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengatakan Hukum Perdata adalah hokum yang
mengatur kepentingan antara warga Negara perseorangan dengan warga Negara
perseorangan lain nya.
2. Wirjono Prodjodikoro, Hukum pidana adalah suatu rangkaian hokum antara orang-
orang atau badan hukum satu sama lain tentang hak dan kewajiban.
3. Sudikno Mertokusumo, Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur
hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan keluarga
dan didalam pergaulan masyarakat.
4. Asis Safioedin, Hukum Perdata adalah hukum yang memuat peraturan dan ketentuan
hukum yang meliputi hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain (antara
subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain) di dalam masyarakat dengan
menitik beratkan kepada kepentingan perorangan.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Hukum Perdata itu
adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang/badan hukum yang satu dengan
orang/badan hukum yang lain dalam masyarkat dengan menitikberatkan kepentingan
perseorangan (pribadi) badan hukum.
Disamping pembagian diatas, dalam ilmu hukum bahwa objek kajian hukum perdata
dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
Menurut Prof. Moeljatni, S.H., Hukum pidana adalaah bagian daripada keseluruhan
hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk;
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam halhal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
4. Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang menganut
tentang kejahatan dari pelanggaran terhadap keptingan umum dan perbuatan tersebut
diancam dengan pidana yang merupakan penderitaan.
Dengan demikian, hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan
sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya
norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan norma kesusilaan.
Ada juga beberapa undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat
setelah kemerdekaan antara lain:
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah
melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam 10 KUHP
ditentukan jenis-jenis yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-hukuman Pokok:
a) Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat Negara-negara yang telah
menghapuskan bentuk hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri
hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun
masih banyak pro-kontranya terhadap hukum ini.
b) Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara
seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan
wajib melakukan pekerjaan yang ada dalam maupun diluar penjara dan terpidan tidak
memiliki Hak Vistol
c) Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan
dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran. Biasqanya terhukum
dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman
kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak
dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau, sedangkan pada
hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan
kepada terpidana penjara ebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus
dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan memiliki Hak Vistol (hak
mengubah nasib), sedangkan hukuman penjara tidak demikian.
d) Hukuman denda, dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antar denda dan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 bulan.
e) Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadao
orang-orang yang telah melakukan kejahtan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman Tambahan:
c. Komisioner (Factory)
Pengertian komisioner menurut pasal 76 KHUD adalah orang yang menyelenggarakan
perusahaan untuk mengadakan atas perintah dan perhitungan orang lain yang disebut
komiten, akan tetapi persetujuan tidak dilakukan atas nama komitennya, melainkan atas nama
sendiri atau firmanya dan dengan ini menerima upah yang disebut provisi atau komisi.
Berlainan dengan makelar, maka seorang komisioner tidaklah disyaratkan pengankatan
resmi dan penyumpahan oleh pejabat tertentu dalam menjalnkan pekerjaan ia
menghubungkan pihak pembantu kuasanya (komiten) dengan pihak-pihak ketiga dengan
namanya sendiri.
Hubungan pihak ketika dengan komisioner adalah hubungan para pihak dalam perjanjian
dimana komiten tidak dapat menggugat pihak ketiga, sedangkan pihak ketiga tidak perlu tahu
untuk siapa komisioner bertindak, tetapi semua biaya yang dikeluiarkan oleh komisioner
untuk melaksanakan perjanjian harus ditanggung oleh komikten (Pasal 76&77).
Berakhirnya pemberian kuasa perjanjian komisioner adalah sebagai berikut:
1) Meninggalnya si pemberi/penerima
2) Dicabutnya pemberian kasus
3) Pengembalian pemberi kasus oleh pemegang kuasa
4) Pengampun, failit tidak mampu.
Tugas pekerjaan komisioner dalam hal jual beli:
1) Menerima, menyimpan, mengasuransikan barang-barang milik primsipalnya.
2) Membayar ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk kepentingan barang-bnarang tersebut.
3) Menjual barang-barang tersebut dengan harga setinggi-tingginya.
4) Menagih pendapatan penjual dan mengirimkan perhitungan kepada prinsipalnya.
5) Membayar kepada prinsipalnya yaitu pendapatan kotor setelah barang dan komisi.
1) Hak retensi, hak komisoner untuk menahan barang komiten, bila provisi dan biaya yang
lain belum dibayar.
2) Hak nistimewa, hak istimewa komisoner terhadap barang komiten yaitu, hak untuk
menjual, hak untuk ditahan bagi kepentingan lain yang akan datang, dan hak untuk dibeli
dan diterimanya untuk kepentingan lain.
E. Surat Berharga
Surat berharga adalah sepucuk surat yang bernilai uang, serta memberikan hak kepada
pemegangnya atas apa yang tercantum di dalamnya. Dan surat berharga itu mudah dan dapat
diperdagangkan.
Perkembangan surat berharga komersial ini di Indonesia diawali pada tahun 1980 di mana
pemerintah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan deregulasi pada sektor riel, sektor
finansial, sektor investasi dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu
bentuk pengembangan pasar finansial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia
No. 49/52/UPG yang masing-masing bertanggal 11 Agustus 1995 tentang “Persyaratan
Perdagangan dan Penerbitan Surat Berharga Komersial” melalui bank umum di Indonesia,
dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai
pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat
berharga komersial.
F. Hukum Pengangkutan
1. Hukum Pengantukutan Laut
Hukum pengankutan laut terdiri dari:
Hukum Perkapalan (Pasal 309 KUHD) yang secara substansi membahas tentang jenis-
jenis kapal, kebangsaan kapal, kepemilikan kapal, pendaftaran kapal, nahkoda dan anak-
anak buah kapal (pasal 341 KHUD) dan Perjanjian Kerja Laut 1601 KUHP, 465 KUHD.
Hukum Pengangkutan Laut terdiri dari: Pencarteran Kapal (Pasal 453-465 KUHD), carter
waktu dan carter perjalanan, Perenteraan dalam carter (455 KUHD), Pengangkutan
barang (466 KUHD dan The Hague Rules 1921), Pengangkutan Orang (522 KHUD).
Hukum Kerugian Laut yang meliputi materi: Kapal Karam (545-568 KUHD), Kapal
Terdampar (Traktat Brussel 1910) dan AVARAI/AVARIE/AVARAGE/AVARIJ (696-740
KHUD).
I. Hukum Pertanggungan
Pertanggung ialah: suatu perjanjian timbal balik, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk
memberikan suatu pergantiaan kerugian kepadanya, karena suatu kerusakan atau kehilangan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan mungkin akan dideritanya, karena suatu
peristiwa tak tentu (Pasal 266 KUHD).
Di dalam KUHD Pasal 247 dibedakan beberapa jenis pertanggungan yaitu:
1. Pertanggungan terhadap bahaya kebakaran;
2. Pertanggungan terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum panen;
3. Pertanggungan terhadap jiwa;
4. Pertanggungan terhadap bahaya laut;
5. Pertanggungan terhadap bahaya yang mengancam pengangkutan di darat dan diperairan
darat.
4. Sistem Pengupahan
Dipandang dari sudut nilainya upah dibedakan antara upah nominal dengan upah riil:
a. Upah nominal adalah jumlah yang berupa uang;
b. Upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli oleh jumlah uang itu menurut cara
menetapkan upah dibagi ke dalam sistem-sistem pengupahan, sebagai berikut:
1) Sistem upah jangka waktu;
2) Upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja melakukan pekerja;
3) Sistem upah potongan.
G. Peraturan Perusahaan
Kesepakatan Kerja adalah perjanjian perburuhan antara pekerja atau serikat dengan
pengusaha atau organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud oleh UU No.13 Tahun 2003.
Istilah Kesepakatan Kerja merupakan perubahan istilah perjanjian perburuhan atau perjanjian
kerja pencerminan Hubungan Industrial Pancasila.
Kesempatan Kerja merupakan salah satu sarana pendukung pelaksanaan Hubungan
Internasional Pancasila yang dari waktu ke waktu perlu ditingatkan kuantitas maupu
kualitasnya.
3. Perlindungan Upah
Sistem pengupahan ditujukan kepada sistem pembayaran upah secara keseluruhan tidak
termasuk uang lembur. Sistem ini didasarkan atas prestasi kerja dan tidak dipengaruhi oleh
tunjangan-tunjanganyang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja. Pembayaran upah
diberikan dalam bentuk uang, namun tidak mengurangi kemungkinan pembayaran dapat
berupa barang yang jumlahnya dibatasi.
I. Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja
1. Perselisihan Hubungan Kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja
Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan
Undang-undang No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja selama ini belum
mewujudkan menyelesaikan perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan murah sehingga
dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2004.
Menurut undang-undang ini penyelesaian perselisihan hubungan industrial diupayakan
jalan damai melalui musyawarah dan sejauh mungkin dihindarkan pemutusan hubungan
kerja.
B. Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan
sebagainya, yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa
tertentu.
Menurut Sudikno Mertokusumo yaitu terbagi atas dua hal:
1. Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari nama materi itu diambil. Sumber hukum
materiil ini merupakan factor yang membantu pembantukan hukum, misalnnya hubungan
social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan
keagamaan, kesusilan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaaan
geografi dan lain-lain.
2. Sumber Hukum Formal merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memporelah kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber
hukum formal selain UU, perjanjian antarnegara, yurisprudensi dan kebiasaan.
Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia
Sebagaimana kita ketahui terdapat beberapa hal yang menjadi sumber Hukum Tata
Negara Indonesia sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 4. Peraturan Pemerintah
2. Ketetapan MPR 5. Keputusan Presiden
3. Undang-undang/peraturan 6. Peraturan Pelaksana Lainnya
pemerintah pengganti undang- 7. Konvensi Ketatanegaraan
undang 8. Traktat atau Perjanjian
Pada tahun 2000, dengan maksud menertibkan produk hukum yang dikeluarkan oleh
Orde Baru, maka MPR mengeluarkan Ketetapan No.II/MPR/2000 yang mengatur tata urutan
perundang-undangan sebagi berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945; 5. Peraturan Pemerintah;
2. Ketatapan MPR; 6. Keputusan Presiden;
3. Undang-Undang; 7. Peraturan Daerah.
4. Perpu;
Kemudian dengan UU No. 10 Tahun 2004 kembali dilakukan perbaikan mengenai jenis
dan hieraksi Peraturan Perundang-undangan sebagi berikut:
1. UUD RI Tahun 1945;
2. Undang-Undang/PERPU;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
BAB 10
Hukum Adat
Sifat dari hukum adat memiliki unsur elasitas, fleksibel, dan inovasi, ini dikarenakan
hukum adat bukan merupakan tipe hukum yang dikodifikasi (dibukukan).
Dengan hapusnya hak-hak diatas maka pemegang hak harus menyerahkan tanah pada
Negara, wajib membongkar bangunan dan benda di tasnya atas biaya sendiri.
1. Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangaka waktu paling lama 30
Tahun.
2. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari lahan yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lainyang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau pengelolaan tanah.
F. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan benda-benda yang ada di atasnya, Peraturan
Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 Peraturan
Kepala BPN No. 3 Tahun 2007.
Pembagunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah
daerah, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah
meliputi:
1. Jalan umum, dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah, diruang atas tanah, ataupun di
ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
2. Waduk, bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;
3. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta apai dan terminal;
4. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan
lain bencana;
5. Tempat pembuangan sampah;
6. Cagar alam dan cagar budaya;
7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik;
Untuk melakukan pengadaan tanah demi kepentingan umum itu maka pemerintah harus
membentuk PANITIA PENGADAAN TANAH (PPT) yang dibentuk untuk membantu
pengadaan tanah bagi pelaksanaaan pembangunan.
G. Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah rangkaian yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan,
dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yurudis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Asas pendaftaran tanah adalah sebagai berikut:
1. Sederhana, maksudnya ketentuan dan prosedur mudah dipahami.
2. Aman, maksunya diselenggarakan secara teliti dan vermat sehingga hasilnya dapat
menjamin kepastian hukum.
3. Terjangkau, maksunya terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
4. Mutakhir, maksunya kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
kesinambungan dalam pemeliharaan datanya.
5. Terbuka, maksudnya masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang
benar setiap saat.
Melalui pendaftaran tanah akan mempermudah dalam penerbitan suatu sertifikat atas
tanah tersebut. Pasal 32 PP No. 24 Thn 1997: bahwa Sertifikat merupakan surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis
yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang
ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
BAB 12
Hukum Administrasi Negara
Suatu ketetapan harus memenuhi syarat-syarat agar ketetapan itu menjadi sah, yaitu:
1. Dibuat oleh alat/pejabat yang berwenang.
2. Tidak boleh kekurangan yuridis.
3. Bentuk dan cara sesuai dengan peraturan dasar.
4. Isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar.
5. Menimbulkan akibat hukum.
D. Kualifikasi
Klasifikasi atau Kategorisasi adalah penerjemah sekumpulan fakta dalam kehidupan
sehari-hari ke dalam kategori hukum, sehingga dapat diketahui makna yurudis. Sehingga
melalui kualifikasi seseorang hakim maupun penegak hukum dapat menata, menkostatir
sekumpulan fakta yang dihadapinya, mendefinisikan dan menempatkannnya ke dalam
kategori hukum yang ada dalam HPI.
Kualifikasi Fakta adalah kualifikasi yang dilakukan terhadap seluruh fakta dalam suatu
peristiwa yang ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa hukum bedasarkan kategori
hukum dan kaidah hukum dari sistem hukum yang seharusnya berlaku.
Kualifikasi Hukum adalah penggolongan atau pembagian seluruh kaidah hukum ke dalam
penggolongan atau pembidangan ketegori hukum tertentu yang telah ditetapkan.
Arti penting kualifikasi dalam HPI:
1. Berbagai sistem hukum sering kali menggunakan terminology, tetapi berbeda makna;
2. Berbagai sistem hukum mengenal konseop/ lembaga hukum tertentu;
3. Ada fakta yang sama, tetapi jika digunakan kategori yang berbeda, hasilnya akan sangat
berbeda;
4. Berbagai sistem hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda untuk menetapkan
peristiwa yang pada dasarnya sama;
5. Berbagai sistem hukum menempuh prosedur atau proses hukum yang berbeda untuk
menerbitkan hasil status hukum yang pada dasarnya sama.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Inernasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubungan antara Negara, namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang
semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga
mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.
D. Sengketa-sengketa Internasional
Di dalam pergaulan antarnegara acapkali timbul sengketa sehingga menimbulkan suatu
kasus yang berada dalam lingkup sengketa internasional yang harus diselesaikan menurut
hukum internasional. Sengketa-sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu:
1. Melalui cara-cara damai yaitu apabila para pihak mampu menyelesaikan dengan cara-cara
bersahabat.
2. Melalui cara-cara paksa atau kekerasan apabila cara-cara yang bersahabat tidak dapat
terwujud.
E. Pemberian Kuasa
1. Pengertian Kuasa
Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam BAB keenam
belas, buku III KUHP tentang perikatan. Sedangkan aturan khususnya diatur dan tunduk pada
ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBg. Untuk memahami arti dari pengertian
kuasa secara umum dapat dirujuk pada Pasal 1792 KUHP yang berbunyi “pemberian kuasa
adalah suatu persetujuan dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain,
yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.
2. Berakhirnya Kuasa
Berdasarkan Pasal 1813 KUHP, hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa adalah
sebagai berikut:
a. Pemberian kuasa menarik kembali secara sepihak, pencabutan dapat dilakukan secara
sepihak denga tegas dalam bentuk tulisan atau meminta kembali surat kuasa dari
penerima kuasa. Pencabutan secara diam-diam berdasarkan Pasal 1813 KUHP.
b. Salah satu pihak meninggal dunia dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi
hukum.
c. Penerima kasus melepas kasus. Pasala 1817 KUHP memberi hak secara sepihak kepada
kuasa untuk melepas kuasa yang diterimannya dengan syarat: harus memberitahu
kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa dan pelepasan itu tidak boleh pada saat
yang tidak layak.
3. Jenis-jenis Kuasa
a. Kuasa Umum (Pasal 1795 KUHP)
b. Kuasa Khusus (Pasal 1795 KUHP)
c. Kuasa Istimewa (Pasal 1796 KUHP)
d. Kuasa Perantara (Pasal 1792 KUHP dan Pasal 62 KUHD).
A. Pendahuluan
J. M. Van Bemmelen merumuskan Hukum Acara Pidana sebagai berikut: “Ilmu hukum
acara pidana memperlajari serangkaian peraturan yang diciptakan oleh Negara, dalam hal
adanya dugaan dilanggarnya undang-undang pidana:
1. Negara menyidik kebenaran adanya dugaan pelanggaran;
2. Sepadat mungkin menyidik pelakunya;
3. Melakukan tindakan agar pelakunya dapat ditangkap dan kalau perlu ditahan;
4. Alat-alat bukti yang diperoleh dari hasil penyididkan dilimpahkan kepada hakim dan
dihadapkan terdakkwa ke depan hakim tersebut;
5. Menyerahkan kepada hakim agar diambil keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan
yang didakwakan kepada terdakwa dan tindakan atau hukuman apakah yang akan diambil
atau dijatuhkan;
6. Menentukan upaya hukum guna melawan putusan tersebut;
7. Akhirnya, melaksanakan putusan tentang pidana atau tindakan untuk dilaksanakan.
3. Tahan ketiga adalah proses penyelesaian perkara pidana dengan melakukan “Penahanan”
Berdasarkan seluruh ketentuan tentang penahanan, pembentuk undang-undang
memberikan perhatian pada empat hal:
a. Lamanya waktu penahanan yang dapat dilakukan;
b. Aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penahanan;
c. Batas perpanjang waktu penahanan dan kekecualiannya;
d. Hal yang dapat menangguhkan penahanan.
Sistem peradilan pidana Indonesia yang berlandaskan UU No. 8 Tahun 1981, memilkik
sepuluh asas sebagai berikut:
1. Perlakuan yang sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun;
2. Praduga tak bersalah;
3. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;
4. Hak untuk memperoleh bantuan hukum;
5. Hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan;
6. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana;
7. Peradilan yang terbuka untuk umum;
8. Pelanggaran atas hak-hak warga Negara (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah
(tertulis);
9. Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan
terhadapnya;
10. Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya.
BAB 18
Peradilan Tata Usaha Negara
A. Pengertian PTUN
Pengertian-pengertian dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, diuraikan
tentang pengetian-pengertian yang berkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai
berikut:
1. Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang dilakukan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintaha, baik di pusat maupun di daerah.
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan
urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Keputusana Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret,
individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata.
4. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian bedasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Gugatan Tata Usaha Negara adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara dan dajukan kepengadilan untuk mendapatkan keputusan.
6. Tergugat adalah BAdan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimapahkan kepadanya, yang
digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
7. Penggugat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 9 tahun
2004 adalah Setiap Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan akibat dikeluarkannnya Keputusan Tata Usaha Negara.
8. Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana
satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri-diri
mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang
memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota
kelompok dimaksud (Pasal huruf a Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2002).
B. Subjek PTUN
Yang menjadi pihak dalam PTUN adalah Pihak Penggugat dan Tergugat. Penggugat
dalam PTUN adalah:
1. Orang yang merasa kepentingannya, dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
2. Badan Hukum Perada yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara.
Sebagai jabatan TUN yang memiliki kewenangan pemerintahan, sehingga dapat menjadi
pihak Tergugat dalam Sengketa TUN dapat dikelompokkan menjadi:
1. Instansi resmi pemerintah yang berada dibawah Presiden sebagai Kepala Eksekutif.
2. Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan Negara di luar lingkungan eksekutif yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan suatu urusan pemerintahan.
3. Badan-badan hukum privat yang dirikan dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan
4. Intansi-intansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak swasta yang
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
5. Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tuagas-tugas pemerintahan.
D. Kompetensi PTUN
1. Kewenangan absolut, yaitu kewenangan pengadilan sesuai jenis perkara tertentu. Dengan
pengertian ini maka jelaslah kewenangan absolut dari peradilan Tata Usaha Negara
adalah mengadili perkara dalam lingkup keputusan yang dikeluarkan pejabat administrasi
Negara, sehingga peradilan TUN tidak berwenang mengadili sengketa lain yang bukan
menjadi kewenangan pengadilan lain.
2. Kewenangan relatif adalah kewenangan yang dimiliki oleh PTUN dalam batas-batas
wilayah kewenangannya dimana keputusan administrasi itu ditertibkan, sehingga PTUN
berhak memeriksa sengketa dimana gugatan diajukan ditempat tinggal Tergugat.
C. Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar hukum Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (Pasal 7B);
2. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
3. Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK);
4. Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi RI;
5. Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dan
Hukum Acara Pidana Indonesia;
6. Pendapat Sarjana (Doktrin);
7. Hukum Acara dan Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara.
E. Prosedur Beracara
1. Pengajuan Permohonan.
2. Pendaftaran.
3. Penjadwalan Sidang.
4. Pemeriksaan Pendahuluan.
5. Pemeriksaan Persidangan.
6. Putusan
F. Putusan
Diputus paling lambat dalam tenggang waktu untuk perkara pembubaran partai politik, 60
hari kerja sejak registrasi untuk perkara perselisihan hasil pemilu; Presiden dan Wakil
Presiden 14 hari kerja sejak registrasi.
Dasar hukum Putusan dalam Mahkamah Konstitusi:
1. Musyawarah mufakat.
2. Setiap hakim menyampaikan pendapat/ pertimbangan tertulis.
3. Diambil suara terbanyak bila tak mufakat.
4. Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ketua menetukan.
5. Pendapat berbeda dimuat dalam putusan.
6. Ditandatangani hakim dan panitera.
7. Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang, terbuka untuk umum.
8. Salinan putusan dikirim kepada para pihak tujuh hari sejak diucapkan
9. Untuk Putusan perkara: Pengujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD,
Presiden dan MA.