Anda di halaman 1dari 13

PEMERTAHANAN BAHASA BIMA DI DESA SELENGAN LOMBOK UTARA:

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

Falesul Akbar
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Muhammadiyah Mataram
e-mail: Falesul26@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini berjudul “pemertahanan bahasa Bima di desa Selengan Lombok Utara: kajian
sosiolinguistik”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemertahan bahasa Bima di desa Selengan
Lombok Utara, sebagai bahasa minoritas di tengah-tengah kelompok penutur bahasa Sasak sebagai bahasa
mayoritas. Penentuan sumber data dilakukan dengan teknik snowball sampling. Sedangkan pengumpulan data
dilakukan dengan tiga metode yaitu metode simak, metode survei (kuesioner) dan metode wawancara. Analisis data
dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Pada penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan informal. Sumber data dalam
penelitian ini berjumlah 9 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa bahasa Bima di desa Selengan Lombok Utara
masih digunakan oleh suku Bima untuk berkomunikasi setiap harinya. Bahasa Bima dikaji dan dideskripsikan
dalam berbagai ranah, yaitu ranah keluarga, ketetanggaan dan kekerabatan, ranah lapangan kerja dan ranah agama.
Sedangkan pemertahanan bahasa Bima dalam setiap ranah yang berdasarkan hasil perhitungan kuesioner, rata-rata
persentasenya melebihi standar >50%. Dapat disimpulkan dalam penelitian pemertahanan bahasa Bima di desa
Selengan Lombok Utara dikatakan bertahan.

Kata kunci: Pemertahanan bahasa Bima, Ranah, dan Kajian Sosiolinguistik

1. PENDAHULUAN yang akan diwariskan untuk generasi


Bahasa merupakan alat berikutnya. Bahasa daerah yang telah
komunikasi yang digunakan dalam diidentifikasi dan divalidasi di Indonesia
kehidupan sehari-hari. Sebagai makhluk sebanyak 668 bahasa, belum termasuk
sosial, manusia senantiasa berhubungan dialek dan subdialek dari 2.452 daerah
dengan sesamanya dengan menggunakan pengamatan. Selain keberagaman bahasa,
bahasa lisan maupun nonlisan. Indonesia Indonesia juga beragam akan suku dan
merupakan negara kepulauan yang budaya. di seluruh nusantara sekitar 520
menyimpan berbagai macam kelompok suku bangsa dan terdapat 7.241 karya
sosial dengan keberagamannya masing- budaya yang tercatat dan di tetapkan
masing. Keberagaman bahasa, suku dan sebagai warisan kebudayaan yang akan terus
budaya yang merupakan kekayaan nasional tetap hidup di Indonesia.

1
Keragaman juga terjadi di minoritas di pulau Lombok yang di
provinsi Nusa Tenggara Barat. Salah dominasi oleh bahasa Sasak (mayoritas)
satunya keberagaman dalam berbahasa. adalah salah satu ancaman yang
Umumnya terdapat tiga bahasa di Nusa memerlukan perhatian serius. Bahasa Bima
Tenggara Barat, diantaranya bahasa Sasak, mempunyai fungsi ganda dalam kehidupan
Bima (Mbojo) dan Sumbawa (Samawa). masyarakat pendukung dan pemakainya,
Dari keragaman suku, budaya dan bahasa yaitu sebagai alat komunikasi bagi
dalam satu daerah tertentu tidak menutup masyarakat pendukungnya, serta digunakan
kemungkinan akan timbulnya masalah yang dalam berbagai kegiatan, seperti
disebabkan oleh multietnik dalam ruang kebudayaan, agama, pendidikan dan dipakai
lingkup tertentu. dalam tradisi sastra lisan atau kesenian
Penggunaan bahasa dalam ruang daerah Bima.
lingkup yang multietnik, akan menimbulkan Berdasarkan fenomena yang
masalah bagi penutur bahasa dan bahasa terjadi di desa Selengan Lombok Utara,
yang digunakan. Penutur bahasa tertentu bahasa Bima sebagai bahasa minoritas,
bisa saja akan beralih menggunakan bahasa mengalami hambatan untuk berkembang,
yang mendominasi dan bahasa yang di karena di dominasi oleh bahasa Sasak.
dominasi akan mengalami pergeseran, Secara umum, dalam kehidupan sehari-hari,
sebaliknya bahasa yang mendominasi akan suku Bima sebagai suku minoritas
bertahan. Pergeseran dan bahkan sampai berinteraksi menggunakan dua bahasa, yaitu
punahnya bahasa akhir-akhir ini semakin bahasa Sasak dan bahasa Indonesia demi
mencemaskan banyak pihak. Bahasa yang menghormati bahasa penduduk mayoritas.
punah itu umumnya adalah bahasa daerah Dengan demikian, bahasa Bima sebagai
kaum minoritas. bahasa asli suku Bima di Lombok memiliki
Masyarakat di pulau Lombok potensi tergeser oleh bahasa Sasak. Karena
(NTB) sebagian besar penduduknya penutur aslinya terpengaruh menggunakan
bilingual (menggunakan bahasa lebih dari bahasa Sasak dalam lingkungan sosial.
satu). Karena pulau Lombok terdiri dari Selain itu tidak adanya kesinambungan
beberapa etnik minoritas, sebut saja etnik pengalihan bahasa dari generasi terdahulu
Bima, Samawa, Bali dan lain-lain. kegenerasi berikutnya, sehingga generasi
Keberadaan bahasa Bima, sebagai bahasa penutur asli juga merasa tidak perlu belajar

2
atau menggunakan bahasa Bima penutur dalam pergaulannya dengan orang
antarsesama suku. lain secara bergantian.
Berdasarkan uraian di atas, Konsep kedwibahasaan di dalam
penulis merasa tertarik untuk meneliti masyarakat tutur yang multi bahasa tentunya
mengenai keberadaan suatu kelompok akan berkaitan dengan adanya diglosia yang
masyarakat minoritas (masyarakat Bima) diperkenalkan oleh Ferguson. Konsep yang
dalam mempertahankan bahasa aslinya dikemukakan oleh Ferguson, ada situasi
bahasa Bima terhadap pengaruh bahasa yang didalamnya ada dua ragam dari satu
mayoritas yang lebih dominan yaitu bahasa bahasa yang hidup berdampingan dengan
Sasak dan bahasa Indonesia dengan peran masing-masing dalam masyarakat itu.
mengangkat judul “Pemertahanan Bahasa Inilah yang menurut Ferguson dengan istilah
Bima di Desa Selengan Lombok Utara”. diglosia (Sumarsono, 2017: 190-191).
2. LANDASAN TEORI Sedangkan menurut (Putu Wijana dan
Berbicara mengenai Muhammad Rohmadi, 2013: 34) diglosia
pemertahanan bahasa tidak bisa terlepas adalah situasi pemakaian bahasa yang stabil
dengan istilah-istilah atau teori tentang karena setiap bahasa diberi keleluasan untuk
kedwibahasaan atau bilingualisme, pilihan menjalankan fungsi kemasyarakatannya
bahasa, atau sikap bahasa bahkan mengenai secara professional, situasi kebahasaan ini
diglosia. Suatu bahasa akan dikatakan dapat berlangsung sampai berabad-abad.
bertahan apabila masyarakat sebagai Konsep diglosia juga
penuturnya adalah dwibahasawan yang dikembangkan oleh Fishman. Dalam
memilih bahasa daerah sebagai bahasa ibu (Sumarsono, 2017: 194-195) bagi Fishman,
mereka dan tetap menggunakan bahasa “diglosia itu tidak hanya dalam masyarakat
daerah atau bahasa ibu (B1) tersebut dalam anekabahasa yang secara resmi mengakui
komunikasi di samping menggunakan beberapa “bahasa”, dan tidak hanya dalam
bahasa yang lain (B2) dalam situasi tertentu. masyarakat yang memakai ragam kini dan
Mackey (dalam Chaer dan Agustina, 2014: ragam kalsik, melainkan juga dalam
84) mengemukakan bahwa kedwibahasaan masyarakat yang memakai dialek, register,
(bilingualisme) adalah secara atau berbagai ragam bahasa lainnya”.
sosiolinguistik, bilingualisme diartikan Fishman meminta agar kita
sebagai pengguna dua bahasa oleh seorang memahami perbedaan antara kedwibahasaan

3
dan diglosia. Kedwibahasaan digunakan, karena pemahaman peneliti
(bilingualisme) mengacu kepada dalam menggunakan kedua pendekatan akan
“penguasaan atas H dan L yang ada dalam memberikan ketajaman analisis dari kedua
masyarakat” sedangkan diglosia mengacu pendektan tersebut. Penelitian ini akan di
pada persebaran (distribusi) fungsi H dan L lakukan di desa Selengan Kecamatan
pada ranah tertentu (Sumarsono, 2017: 195). Kayangan Kabupaten Lombok Utara.
Dalam pemertahanan bahasa, Terkait dengan jenis data dan
guyup itu secara kolektif menentukan untuk sumber data, jenis data dalam penelitian ini
melanjutkan memakai bahasa yang sudah ada dua, yaitu data kualitatif dan data
dipakai. Ketika guyup tutur mulai memilih kuantitatif yang bersumber dari penutur
bahasa baru di dalam ranah yang semula bahasa Bima di desa Selengan Lombok
diperuntukan bagi bahasa lama, itulah Utara. Kemudian instrumen yang digunakan
mungkin merupakan tanda bahwa dalam membantu memperoleh data adalah
pergeseran sedang berlangsung (Sumarsono, lembar observasi, alat perekam, dan lembar
2017: 231-232). Upaya pemertahanan kuesioner. Dalam mengumpulkan data
bahasa itu penting, karena dapat peneliti menggunakan metode dan teknik
mewujudkan keragaman kultural, pengumpulan dan analisis data dilakukan
memelihara identitas etnis, menjaga berdasarkan pendapat (Mahsun, 2012:242-
adaptabilitas sosial, dan meningkatkan 243) metode simak (teknik simak libat
kepekaan linguistik serta secara psikologis. cakap, teknik bebas libat cakap, teknik catat
Bahasa sering di pakai sebagai ciri etnik. dan teknik rekam), metode survei
Bahasa dikatakan sebagai identitas etnik: (kuesioner) dan metode cakap (teknik
bahasa daerah adalah alat identitas suku pancing dan teknik lanjutan cakap semuka).
(Sumarsono, 2017:67). Kemudian dalam menganalisis data,
3. METODE PENELITIAN merujuk pada (Mahsun, 2012: 270) dengan
Pada penelitian ini dipergunakan melakukan reduksi data, penyajian data,
dua pendekatan penelitian, yaitu kualitatif kesimpulan sementara, dan sampai ke
dan kuantitatif. Penggunaan kedua membuat pernyataan.
pendekatan ini memang tak lazim

4
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Suami : Ma’alu mu nami ntoi na re indo
wara ma bade tanggal lahir.
4.1 Deskripsi Data Kualitatif
(Maklum dulukan kami tidak ada
Suku Bima yang tinggal di desa yang tahu tanggal lah)
Pada percakapan di atas, terlihat
Selengan merupakan rumpun suku yang
suami istri tersebut membahas tentang
hidup secara komunal. Dalam kehidupan
seseorang menggunakan bahasa Bima, jika
sehari-hari suku Bima di desa Selengan
dilihat dari kondisi lingkungan tempat
berkomunikasi menggunakan bahasa Bima
tinggal, penggunaan bahasa Bima di
ketika bertemu dengan partisipan atau mitra
dominasi oleh bahasa Sasak. Seperti halnya
tutur yang sesama suku. Selain itu, jika
suami istri tersebut mampu berbahasa Sasak
bertemu dengan partisipan yang berasal dari
ketika bertemu dengan penutur bahasa
suku Sasak dan suku lainnya, mereka (suku
Sasak. Tetapi, oleh karena fanatik dan loyal
Bima) akan menggunakan bahasa Sasak,
terhadap bahasa Bima, ketika bertemu
bahasa Indonesia dan atau menggunakan
dengan suami/istri yang sama-sama
bahasa Sasak dan bahasa Indonesia secara
mengerti bahasa Bima, mereka akan
bersamaan.
menggunakan bahasa Bima sebagaimana
1) Ranah Keluarga
biasa.
Bahasa Bima dalam ranah keluarga
2) Ranah Ketetanggaan dan kekerabatan
masih sering digunakan sehingga dapat
Ketetanggaan
dikatakan bertahan. Alasannya, karena
Bahasa Bima juga digunakan dalam
bahasa Bima merupakan identitas kelurga
ranah ketetanggaan. Penggunaan bahasa
dan salah satu warisan yang akan selalu
Bima juga tergantung pada situasi dan
dibanggakan. Penggunaan bahasa Bima
kondisi. Dengan kata lain, bahasa Bima
dalam ranah keluarga dengan topik sehari-
digunakan apabila yang terlibat perckapan
hari dapat dilihat dalam percakapan berikut:
sesama suku. Selain itu, tidak jarang
Istri : Pila mba’a ku beda ita labo ama
aka.? terjadinya alih kode dalam berinteraksi.
(Berapa tahun perbedaan kamu
Dengan kata lain, bahasa Bima digunakan
‘halus’ sama bapak itu.?)
Suami: Ulu pu aka ni, ese maim nahu sia apa bila yang terlibat percakapan hanya
ka
berasal dari suku Bima. Apabila ada
(Dia yang lebih dulu, dia
diatasnya saya) tetangga dari suku Sasak, maka akan
Istri : Samba’a ulu pu aka pala.
menggunakan bahasa Sasak dan Indonesia
(Duluan dia satu tahun yaa)

5
atau bahasa Indonesia saja. Dalam ranah (Ada acara di rumah saya nanti)
Ibu Fitri : Acara bune re pak guru.?
kete tanggaan juga sering terjadi yang
(Acara apa pak guru)
namanya alih kode. Seperti yangterjadi pada Pak Ali : Yasina nari-nari ndede bu.
(Yasinan kecil-kecilan gitu ibu)
percakapan di bawah ini.
Ibu Fitri : Ndai rau ku ne’e yasina miinggu
Pak Jamal : Nono sai kahawa ke guru.! tando re.
(Singgah minum kopi dulu (Saya juga mau yasinan minggu
pak guru.!) depan)
Pak Juwait :Nono ni guru, wara kahawa Pak Edi : Jeka bahas ape no.?
ro.? (Lagi bahas apa itu.?)
(Ayoo dah, ada kopi.?) Ibu Fitri : Mne jeka bahas hajatan pak.
Pak Jamal : Selalu wara ni guru. (Ini lagi bahas hajatan pak)
(Selalu ada pak guru) Bahasa Bima yang digunakan
Pak Edi : Arak sik lebih pak guru.
tergolong bahasa Bima halus. Penggunaan
(Ada yang lebih pak guru)
Pak Jamal : Ene wah pasti bahasa Bima halus tersebut terbukti dengan
(Itu sudah pasti)
menggunakan kata ‘ndaiku’ bermakna saya
Kekrabatan
dan kata ‘ndaimu’ bermakna kamu.
Ranah sosial merupakan ranah yang
Penggunaan kedua kata tersebut merupakan
paling berpengaruh dalam perkembangan
perwujudan saling mengahargai dan
bahasa seseorang. Dalam ranah ini,
menghormati antara kedua penutur dalam
seseorang belajar banyak bagaimana
menggunakan bahasa Bima. Tetapi jika ada
menggunakan bahasa yang benar. Seperti
penutur bahasa sasak yang hadir. Dialog
halnya penggunaan bahasa Bima dalam
dalam bahasa Bima tersebut akan beralih
masyarakat sosial, yang tidak menutup
menggunakan bahasa Sasak atau bahasa
kemungkinan adanya perbedaan situasi
Indonesia untuk menghargai penutur ketiga.
sosial, jenis kelamin dan perbedaan usia.
Karena kedua penutur bahasa Bima teresbut
a. Bahasa Bima Berdasarkan Situasi
Sosial termasuk dalam penutur bilingual dan
Penggunaan bahasa Bima dalam
bahkan multilingual.
ranah sosial tetap disesuaikan dengan mitra
b. Bahasa Bima Berdasarkan Usia
tutur, karena dalam ranah sosial tidak Masyarakat Bima yang berada di
munutup kemungkinan adanya penutur desa Selengan yang berbicara dengan lawan
bahasa Sasak. Seperti halnya pada tutur yang berdasarkan usia. Jika usianya
percakapan dibawah ini. lebih tua akan menggunakan bahasa yang
Pak Ali : Wara acara aka uma ndaiku pea halus misalnya pada kata ita ‘kamu’ dan
re.
mada ‘saya’, sedangkan jika usianya lebih

6
muda atau sebaya akan menggunakan darinya. Ini terlihat pada penggunaan kata
bahasa sehari-hari misalnya kata nahu ‘saya’ ‘ita‘ yang berarti ‘kamu’ (kata ita digunakan
dan nggomi ‘kamu’ atau bisa menggunakan unutk orang yang lebih tua) dan terdapat
kata ndaiku ‘saya’ dan ndaimu ‘kamu’. Hal juga kata ‘mada’ yang bermakna ’saya’
ini akan membedakan peggunaan tingkat (kata mada digunakan unutk orang yang
bahasa yang digunakan oleh penutur dan lebih tua) seperti pada percakapan di atas.
lawan tutur. Selain itu bahasa Bima juga biasa digunakan
Contoh percakapan di bawah ini dengan ketika berbicara dengan orang yang lebih
lawan bicara yang lebih tua: muda atau sebaya, tetapi kata yang
Pemuda : Bune ja haba ita aji.? digunakan berbeda dengan kata yang
(Bagaimana kabarnya pak aji”
digunakan oleh penutur yang memiliki
Orang tua : Alhamdulillah, taho ana.
(Alhamdulillah baik nak) perbedaan usia. Kata yang digunakan jika
Pemuda : Mada sai samporo, ne’e lao aka
berbicara dengan mitra tutur sebaya adalah
mataram.
(Saya mampir sebentar, mau kata ‘nahu’ bermakna saya dan kata
pergi ke mataram)
‘nggomi’ bermakna kamu seperti halnya
Orang tua : Io ana, lao aau ku.?
(Iya nak, mau apa.?) percakapan dibawah ini.
Pemuda : Mada lao dafta kulia.
Nazriel : Ampo ja eda wali nggomi.
(Saya mau daftar kuliah)
(Baru saya lihat lagi kamu)
Pada percakapan di atas
Dedi : Nahu ta uma ncau-ncau.
merupakan dialog yang dilakukan oleh anak (Saya di rumah terus)
Nazriel : Au rawim ta uma.?
muda kepada orang yang lebih tua yang
(Kamu kerjain apa di rumah.?)
tidak lain adalah tetangganya sendiri. Dialog Dedi :Wati ja wara na, maru pa.
(Tidak ada, tidur ajah sih)
di atas menunjukan dari segi partisipan,
Nazriel : Ooo,, ioo.
orang Bima akan menggunakan bahasa (Owh iya)
Percakapan di atas merupakan
Bima jika bertemu dengan sesuku Bima.
percakapan antara dua orang dari suku Bima
Berdasarkan usia, pemuda memiliki
yang usiaya sebaya yang menggunakan
perbedaan umur yang cukup jauh dengan
bahasa Bima sehari-hari. Selain kata nahu
tetangganya tersebut. Hal tersebur
dan nggomi untuk mitra tutur yang sebaya
mempengaruhi tingkat bahasa yang
atau lebih muda, dalam bahasa Bima juga
digunakan. Dalam percakapan di atas, anak
bisa menggunakan kata ndaiku dan ndaimu
muda menggunakan bahasa Bima halus
supaya terlihat lebih sopan dan terlihat
untuk menghormati orang yang lebih tua

7
saling menghargai walaupun berbicara suku Bima. Pada percakapan di atas
dengan teman sebaya atau lebih muda. penggunaan bahasa Bima berdasarkan jenis
Seperti halnya percakapan dibawah ini. kelamin memperhatikan juga usia partisipan
Pak Juwait : Ampo ja eda ndaimu ke. yang diajak bicara. Untuk membedakan
(Kamu ini baru kelihatan)
penggunaan bahasa Bima berdasarkan jenis
Pak Jamal : Ndaiku ampo sena iu ke.
(Saya baru ajah sembuh ini) kelamin dapat dilihat dari sebutan yang
Pak Juwait : Bune ja ku iu ndaimu re.?
digunakan. Misalnya saja kata amania dan
(Apa yang kamu rasakan)
Pak Jamal : Pili loko cina. amancawa. Amania digunakan untuk
(Sakit perut saudara)
sebutan ‘kakak atau saudara laki-laki’, dan
Pada percakapan dialog di atas, amancawa digunakan untuk sebutan kakak
kedua orang tua yang sebaya itu terlihat saudara perempuan, kata amania dan
saling menghargai satu sama lain dengan amancawa tidak hanya digunakan dalam
cara menggunakan kata ndaiku dan ndaimu keluarga saja tetapi untuk panggilan semua
dalam percakapannya. orang yang usianya lebih tua. sama halnya
c. Berdasarkan Jenis Kelamin juga dengan kata sa’e bisa digunakan untuk
Penggunaan bahasa Bima tidak
memanggil kakak laki-laki maupun
hanya digunakan dari segi partisipan
perempuan dan kata ari untuk memanggil
berdasarkan usia, tetapi juga berdasarkan
adik laki-laki atau perempuan.
jenis kelamin. Artinya ketika berbicara
3) Ranah Keagamaan
dengan partisipan baik yang berjenis
Suku Bima di desa Selengan dalam ranah
kelamin laki-laki ataupun perempuan
keagamaan menggunakan bahasa Bima
mereka akan menggunakan bahasa Bima. Ini
ketika bertemu dengan sesama suku
terlihat dari percakapan berikut.
walaupun di tengah keramaian orang dari
Iwe :Amania, waur dula ta.?
(kak ‘laki-laki’, udah pulang.?) suku Sasak. Seperti yang terjadi pada
Limin :Bou taho pu dula re amancawa.? percakapan di bawah ini.
(Baru saja pulang adek ‘perempuan’)
Iwe : wa’u ngaha ta.? Pak Imam : Gaga ipi eli ngaji na la eti ke.
(Udah makan.?) (Eti, bagus suaranya)
Limin :Wa’u ra. Pak Idham : Ede taho, ampo ja ku ringa
(udah) (iya, baru saya dengar dia ngaji)
Percakapan di atas adalah Pak Imam : Caru ndi ma batu MTQ.
(cocoknya ikut MTQ)
percakapan yang terjadi antara laki-laki Pak Idham : Io.
dengan perempuan yang sama-sama dari (Iya)

8
Pada percakapan di atas terjadi di Guru 1 : Wati lao ese libu guru.?
(Gak pulang libur guru)
sebuah acara yang diadakan oleh tetangga
Guru 2 : Lao ngena lebara pea re ni.
dari suku Sasak. Di tengah masyarakat yang (Tunggu lebaran baru pulang)
Guru 1 : Tanggal pila rau ku re.?
rata-rata menggunakan bahasa Sasak, terjadi
(Kira-kira tanggal berapa.?)
suatu dialog antara dua orang yang Guru 2 : Ka de’e ku pea ni.
(Tunggu nanti dah)
menggunakan bahasa Bima. Penggunaan
Guru 1 : Lao sama kai oto aka uma.!
bahasa Bima dilingkungan bahasa Sasak (Barengan pake mobil ajah)
Guru 2 : Iora.
tersebut tidak terlepas dari adanya toleransi
(Iya)
dari masyarakat Sasak. Bentuk toleransi Dalam ruang lingkup pekerjaan,
mereka terhadap bahasa Bima adalah dimana situasi yang seharusnya formal yaitu
mereka minta diajarkan menggunakan menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda
bahasa Bima dan sering meniru ucapan yang halnya jika kedua orang bertemu yang sama-
dituturkan oleh suku Bima. sama merupakan suku minoritas, mereka
Pada percakapan di atas, Pak Imam akan mungkin canggung untuk
memuji suara orang yang sedang mengaji menggunakan bahasa daerah mereka. Tetapi
kepada Pak Idham yang kebetulan duduk lain halnya dengan minoritas suku Bima
berdampingan dengannya. Pada percakapan yang bertemu, mereka dengan santai
di atas menunjukan bahwa bahasa Bima berbicara dengan bahasa Bima. Karena
tetap digunakan ketika bertemu dengan mereka akan canggung jika bertemu dengan
sesama suku di tempat atau acara sesama suku dan menggunakan bahasa yang
keagamaan yang diadakan oleh suku Sasak. selain dari pada bahasa Bima.
4) Ranah Kerja Percakapan di atas, merupakan
Masyarakat Bima di desa Selengan percakapan dua orang guru yang tidak
sengaja bertemu di kantin. Sehingga mereka
dalam ranah kerja, ketika bertemu dengan
membahas mudik untuk mencairkan
teman sesuku akan menggunakan bahasa
suasana. Mereka menggunakan bahasa
Bima saat berkomunikasi. Seperti halnya Bima, karena mereka dalam situasi tidak
resmi. Hal ini memperlihatkan masyarakat
percakapan di bawah ini, ada dua orang guru
Bima menggunakan bahasa Bima ketika
sesama suku yang kebetulan bertemu di
mitra tuturnya sesama suku, walaupun
kantin. dalam lingkungan kerja.

9
4.2 Deskripsi Data Kuantitatif banyaknya responden yang menjawab
Dalam hal ini, data selanjutnya pilihan berupa data penelitian (bahasa Bima)
adalah data yang dihasilkan dengan dengan jumlah keseluruhan responden yang
menggunakan kuesioner sebagai intrumen kemudian di kali (x) dengan seratus persen
dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu, (100%). Dengan demikian, akan diperolah
peneliti akan memaparkan hasil persentase jumlah persentase responden yang masih
dari data yang di dapat menggunakan menggunakan bahasa Bima dan menentukan
kuesioner dengan cara membagi (:) bahasa Bima bertahan atau tidak.

4.2.1 Ranah Keluarga bahasa Bima dalam ranah keluarga dapat


dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Berdasarkan kuesioner yang
disebarkan untuk 9 responden, penggunaan
No RANAH KELUARGA BB BI BS BBI BSI
PARTISIPAN R % R % R % R % R %
1 Saudara 9 100
2 Ibu 8 88,9
3 Ayah 7 77,8
4 Kakek 3 33,3
5 Nenek 3 33,3
6 Cucu 3 33,3 5 55,6
7 Suami atau Istri 6 66,7 2 22,2
8 Anak 1 11,1 1 11,1 7 77,8

Berdasarkan tabel di atas, tersebut menunjukan penggunaan bahasa


penggunaan bahasa Bima dalam ranah Bima mendominasi penggunaan bahasa
keluarga mencapai 51,3%, persentase selain bahasa Bima.
4.2.2 Ranah Ketetanggaan dan Penggunaan bahasa Bima dalam
ranah ketetanggan dan ranah kekerabatan
Kekerabatan
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
RANAH
No TETANGGA/KEKERABATAN
BB BI BS BBI BSI
PARTISIPAN R % R % R % R % R %
1 Sesuku 8 88,9 1 11,1
2 Suku sasak 1 11,1 5 55,6 3 33,3
3 Teman akrab sesuku 8 88,9 1 11,1
4 Teman akrab suku sasak 2 22,3 4 44,4 3 33,3

10
BERDASARKAN BD
No USIA
BB BH BBS BBK BBI BI
L
PARTISIPAN R % R % R % R % R % R %
5 Lebih tua sesuku 7 77,8 1 11,1 1 11,1
Lebih muda 5 55,6 4 44,4
6
sesuku
7 Jenis bahasa 8 88,9 1 11,1

Berdasarkan tabel di atas, hasil yang sangat memuaskan. Persentase


penggunaan bahasa Bima dalam ranah tabel di atas mencapai 88,9%.
ketetanggaan dan kekerabatan menunjukan
4.2.3 Ranah lapangan kerja Tabel 4.3

No RANAH KERJA BB BI BS BBI BSI


PARTISIPAN R % R % R % R % R %
1 Sesuku 3 33,3 4 44,4 2 22,2
2 Suku Sasak 4 44,4 1 11,1 4 44,4
3 Suku lainnya 9 100
4 Luar jam kerja sesuku 7 77,8 1 11,1 1 11,1
5 Luar jam kerja suku sasak 4 44,4 5 55,6

Persentase penggunaan bahasa Bima


dalam ranah kerja mencapai 55,5%.
4.2.4 Ranah keagamaan Tabel 4.4

No RANAH AGAMA BB BI BS BBI BSI


PARTISIPAN R % R % R % R % R %
Adat setempat dan bertemu 6 66,7 1 11,1 2 22,2
1
dengan orang sesuku
Adat Suku dan bertemu 7 77,8 2 22,2
2
dengan sesuku

Penggunaan bahasa Bima dalam


ranah keagamaan mencapai 72,2%.

11
5. KESIMPULAN DAN SARAN Lombok Utara bertahan. Sedangkan jika
Berdasarkan pembahasan di atas, hasilnya <50%, maka bahasa Bima
dapat disimpulkan bahwa bahasa Bima di dikatakan tidak bertahan
desa Selengan Lombok Utara masih Bahasa daerah merupakan khasanah
digunakan ketika berinteraksi dengan kebudayaan nasional. Jadi penelitian bahasa
sesukunya, baik itu dalam ranah keluarga, daerah (Bima) adalah suatu upaya untuk
ketetanggaan/kekerabatan, lapangan kerja melestarikan salah satu warisan kebudayaan
dan keagamaan, mereka selalu nasional. Mengingat masih kurangnya
menggunakan bahasa Bima. Berdasarkan penelitian yang mengkaji bahasa Bima
hasil pengamatan dan hasil yang didapatkan sebagai bahasa minoritas ditengah pengaruh
dengan metode penyebaran kuesioner, bahasa mayoritas (Sasak) di pulau Lombok,
bahasa Bima di desa Selengan persentasenya maka dari itu perlu dilakukan penelitian
sangat bagus. Ini terlihat pada penjabaran lanjutan, karena penelitian ini hanya dalam
tabel di atas yang berdasarkan semua ranah beberapa ranah yang kecil, maka untuk
dimana rata-rata mencapai >50%. peneliti selanjutnya diharapkan
Persentase hasil pada ranah ranah menggunakan ranah yang lebih luas. Selain
keluarga mencapai 51,3%, ranah itu, penelitian ini juga dapat dijadikan
ketetanggaan dan kekerabatan mencapai referensi untuk penelitian selanjutnya dalam
88,9%, ranah lapangan kerja mencapai bidang yang sama, lebih khususnya
55,5% dan ranah agama mencapai 72,2%, penelitian bahasa Bima.
itu artinya bahasa Bima di desa Selengan

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Lalu. -. Pemertahanan bahasa bali di lingkungan karang median mataram dalam kajian
sosiolinguistik. Artikel.
Amin, YS, dkk. 2017. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi/article/download/14146/9952.
(diakes)2017
Chaer, Abdul., dan Leoni Agustina. 2014. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2017. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia. Surabaya: Global Media
Erlinda, Dewi. 2016. Pemertahanan Bahasa Bugis di Desa Labuan Kuris Kabupaten Sumbawa
Besar. Skripsi. Mataram. UNRAM.
Ismadi, Hurip Danu. 2018. Kebijakan Pelindungan Bahasa Daerah Dalam Perubahan
Kebudayaan Indonesia dalam
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/2542/kebijakan-pelindungan-
bahasa-daerah-dalam-perubahan-kebudayaan-indonesia. (diakses).
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. http://petabahasa.kemdikbud.go.id/. Jakarta:
Artikel
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.
Mardikantoro. 2016. https://journal.uny.ac.id/index.php/litera/article/download/11828/8471 .
(diakses) oktober 2016
Mahsun. 2006. Distribusi dan pemetaan varian-varian bahasa mbojo. Yogyakarta: Gama Media
Sumarsono. 2017. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studi Agama, Budaya dan
Perdamaian).
Sugiyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfa Beta
Wijana, Putu., dan M. Rohmadi. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

13

Anda mungkin juga menyukai