Anda di halaman 1dari 10

Filsafat Ilmu : Epistemologi

Dalam Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester


Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar

Disusun oleh :

Latifa Salsabila 19/440818/SP/28912


Nabila Farsya 19/440819/SP/28913
Reksan Ridho J 19/440820/SP/28914
Saniyya Labiibah 19/440821/SP/28915
Syifa Puspita 19/440822/SP/28916
Abimanyu Rafi B 19/440823/SP/28962
Adinda Raissa K 19/440824/SP/28963

Departemen Ilmu Komunikasi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
A. Filsafat Ilmu dan Epistimologi
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat yang secacra garis besar
merupakan penelusuran pengembangan ilmu. Filsafat sendir adalah berasal dari kata
philos yang berarti cinta dan shopia yang berarti kebijaksanaan yang jika digabungkan
berarti filsafat merupakan pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip mencari kebenaran,
dan berpikir sacara rasional serta logis dalam mencari kebenaran.
Filsafat ilmu adalah usaha manusia dalam memahami pengetahuan agar menjadi
lebih bijaksana. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu dan pengetahuan. Filsafat ilmu
mempelajari dan menyelidiki seluas mungkin segala sesuatu yang berhubungan dengan
ilmu. Filsafat ilmu juga merupakan pengetahuan campuran dari eksistensi atau keberadaan
dan pengembangannya yang bergantung pada hubungan timbal balik serta pengaruh antara
filsafat dan ilmu.
Karakteristik dari filsafat ilmu sendiri adalah filsafat ilmu yang merupakan cabang
dari filsafat, yang berarti pencarian pengetahuan dan ilmu harus didasari dengan
kebijaksanaan serta pemikiran yang rasional dan logis. Filsafat ilmu berusaha menelaah
ilmu secara filosofis dari sudut pandang ontologis,epistemologis, dan aksiologis.
Salah satu dari sudut pandang dari filsafat ilmu adalah filsafat ilmu epistemologis.
Epistemologis adalah teori pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara untuk
mendapatkan pengetahuan melalui objek yang ingin dipikirkan. Pengetahuan yang
dimaksud adalah usaha yang dilakukan secara sadar dalam proses penarikan kesimpulan
mengenai kebenaran suatu hal.
B. Obyek dalam Ilmu Pengetahuan Sosial
 Obyek Material (sudut pandangan)
Obyek material ialah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan obyek
penyelidikan suatu ilmu (Anshari, 1981). Filsafat ilmu memiliki sifat yang
universal (umum), yaitu segala sesuatu kejadian (realita) sedangkan obyek
material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu memiliki sifat yang khusus dan empiris.
Jadi, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin
tertentu.
 Obyek Formal (lapangan)
Obyek formal ialah obyek material yang disoroti oleh suatu ilmu, sehingga
membedakan ilmu yang satu dari ilmu lainnya, jika berobyek material yang sama
(Anshari, 1981).
1) Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala
sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu
mempunyai sifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Obyek formal itu memilik
sifat teknik, yang berarti bahwa cara atau ide manusia itu mengadakan suatu
penyatuan diri dengan realita.
2) Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya
spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset
lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada
kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya
3) Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada
pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu
menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
4) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam
sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab
yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary
cause)
5) Filsafat selalu berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada
eksperimen. Sedangkan ilmu selalu dengan eksperiman untuk menemukan
jawaban dari pertanyaannya.

C. Ragam Metode Pencarian dan Pemahaman Realitas Sosial


 Positivistik

Positivistik atau juga di kenal dengan teori positivisme merupakan salah satu
cabang ilmu filsafat yang berasal dari pemikiran August Comtee, seorang sosiolog
berasal dari Perancis. Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang berdarah
Khatolik. Namun diperjalanannya, ia tidak menunjukkan loyalitas terhadap gelar
bangsawannya dan juga kepada khatoliknya yang merupakan sebuah pergerakan
sosial. (Nugroho, 2016)
Pengertian positivisme tidak selalu mengacu pada dua hal berikut yaitu pada
teori pengetahuan (epistimologi), dan teori manusia (akal budi). Tesis yang
dikembangkan oleh comte sendiri mengenai sejarah manusia mengalami
perkembangan secara linear dari urutan-urutan yang tidak terputus pergerakannya
(Sutikno, 2010)

Positivistik merupakan salah satu tren pemikiran sejarah yang telah mulai
menyingsing sejak ambruknya abad pertengahan, melalui empirisme dan
rasionalisme (Hardiman, 2012) . Pemikiran ini juga sering kita jumpai dalam
pelajaran sosiologi, karena teori ini juga sering digunkann untuk mengetahui
perkembangan masyarakat yang selalu berdinamika. Manusia juga mengalami
perkembangan dalam dunia berfikirnya, karena semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan metode pengetahuan, maka pemikiran maupun akalnya juga
mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Kaitannya dengan epistimologi yaitu bahwa positivistik merupakan salah satu


cabang pemikiran dasar atau filsafat ilmu yang juga kajiannya tidak hanya
mengenai ilmu, namun juga sains dan perkembangan ilmu filsafat.

 Naturalistik

Metode observasi naturalistik adalah metode yang dilakukan secara alami. Dari
pengertian tersebut dapat diartikan bahwa peneliti tidak menempatkan dirinya
sebagai subjek yang diteliti, akan tetapi ia berada diluar objek yang diteliti.
Sehingga observasi tersebut berjalan dengan sendirinya secara alami. Metode
naturalistik juga sering disebut sebagai metode kualitatif karena data yang
terkumpul dan analisis datanya cenderung bersifat kualitatif.

Metode ini biasanya digunakan oleh psikolog sosial untuk meneliti suatu
peranan di masyarakat. Metode naturalistik juga lebih sering digunakan untuk
mengobservasi objek sehari-hari yang tidak bisa diekspeimenkan, misalnya
terbentuknya norma, etika, atau peraturan-peraturan lain yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, peneliti hanya mampu mengamati dan mencatat kejadian-kejadian
untuk nantinya di analisis, diteliti, dan dibuat kesimpulan.

Karakteristik-karakteristik metode naturalistik menurut Bogdan dan Biklen (1995:


27-30) berikut:
1. Setting atau latar yang digunakan alami sebagai sumber data langsung, dan
peneliti merupakan instrumen kunci
2. Penelitian bersifat deskriptif
3. Lebih memfokuskan orientasi pada proses, bukan pada hasil
4. Analisis data cenderung dilakukan secara induktif
5. Sangat memperhatikan ‘makna’

Tujuan dari metode penelitian ini adalah untuk mengetahui realitas sosial dan
persepsi manusia melalui pendapat terhadap suatu fenomena yang tidak bisa
mereka ungkapkan melalui penelitian formal atau secara terencana.

 Empiristik

Empirisme berasal dari bahasa Yunani yaitu empeirikos yang artinya


pengalaman. Dari segi hakikat pengetahuan, empirisme berpendirian bahwa
pengetahuan berupa pengalaman. (Sudaryanto, 2013: 39). Menurut aliran
empirisme ini, manusia itu mendapatkan berbagai macam pengetahuan melalui
pengalamannya. Empirisme berbeda dengan rasionalisme yang menjadikan akal
manusia sebagai sumber penjamin kepastian suatu kebenaran pengetahuan
manusia. Empirisme memandang bahwa hanya pengalaman inderawi sebagai satu-
satunya sumber kebenaran dan kepastian pengetahuan manusia.

Dalam paradigma empirisme, indera merupakan satu-satunya instrumen yang


paling absah untuk menghubungkan manusia dengan dunianya, dan bukan berarti
rasio itu tidak penting. Nilai rasio tetap ada dalam kerangka empirisme. Artinya
keberadaan akal di sini hanyalah mengikuti eksperimentasi karena ia tidak
memiliki apapun kecuali dengan perantara indera, kenyataan itu tidak dapat
dipersepsi. Adapun aliran empirisme disandarkan pada tokoh-tokoh barat seperti
Francis Bacon, Thomas Hobbes, David Hume, dan John Locke.

 David Hume mengatakan dalam bukunya yang berjudul filsafat ilmu


“mengatakanbahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam
hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan
memberikan dua hal, yaitu kesan- kesan dan pengertian-pengertian atau
ideide. Yang dimaksud kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman, seperti merasakan kulit yang dicubit. Sedangkan
yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang
samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau
merefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman tersebut.”
 John Locke memperkenalkan teori tabula rasa (sejenis buku catatan
kosong), maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamanya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia
memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu
sederhana lama-lama menjadi komplek, lalu tersusunlah pengetahuan
berarti.

Jadi dalam empirisme, sumber utama yang digunakan untuk memperoleh


pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari pancaindera. Akal tidak
berfungsi banyak, jika ada itu hanya sebatas ide yang kabur.

Aliran empirisme memiliki kelemahan :

1. Pencerapan indera terbatas


2. Indera yang menipu
3. Objek yang menipu

 Kulturalistik
Komunikasi Internasional adalah komunikasi yang mewakili suatu negara
untuk menyampaikan informasi atau berita yang berkaitan dengan kepentingan
negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lainnya. Komunikasi
Internasional dapat dipelajari dari beberapa perspektif, salah satunya yaitu
perspektif kulturalistik.
Dalam perspektif kulturalistik suatu bangsa perlu memahami persoalan bangsa
lainnya. Suatu negara jika saling memahami satu sama lain dengan negara lainnya
memungkinkan untuk tetap terjaganya persahabatan antar negara tersebut. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara memahami budaya antar negara atau antar
bangsa. Dalam perspektif kulturalistik, komunikasi internasional kerap mengambil
saluran media seni budaya untuk memperbaiki atau meningkatkan sikap saling
pengertian.
Tujuan diadakannya kegiatan perspektif kulturalistik, yaitu :
 Saling mengenal lebih dekat atau memperkenalkan dengan budaya lain
 Mendekatkan jarak hubungan antara satu negara dengan negara lainnya
 Dapat saling memahami dan menghormati di antara bangsa-bangsa
 Diperoleh pengetahuan tentang budaya dan bangsa lain yang dapat
membantu untuk menghindari dari masalah-masalah komunikasi, sehingga
tidak akan terjadi kesalahpahaman.

 Humanistik
Pendekatan humanistik merupakan pendekatan yang berasal dari ilmu psikologi
yang mempelajari bagaimana kita menghargai kesejahteraan manusia, dan cara
untuk memajukan upaya yang ada di dalam manusia. Biasanya seorang pendidik
humanistik mencoba untuk mengembangkan kemampuan dari manusia, baik bagi
individu yang normal maupun yang berkekurangan. Dalam hal ini pendidik
humanistik bukan hanya berfokus dalam pemecahan sebuah masalah saja, namun
juga memiliki fokus pada keterampilan individu dalam berelasi.
Fokus lain dari pendekatan humanistik selain pada keterampilan dan cara
individu bersosial, pendekatan ini juga mempelajari hubungan manusia dan
kelompok yang berpengaruh pada lingkungan. Pendekatan humanistik sendiri
masih dibagi menjadi beberapa, diantaranya :
 Pemilihan atau kontrol, hal ini ditujukan untuk menentukan tujuan dan
pengambilan keputusan dalam psikologi sosial
 Manusia adalah makhluk hidup, maksudnya adalah manusia merupakan
makhluk yang dapat memutuskan apa yang harus dan tidak harus
dikerjakan, atau dengan kata lain manusia memiliki kebebasan
 Manusia selalu berkembang dan tidak pernah statis, yang berarti manusia
harus mengaktualisasikan dirinya dan berani untuk berfikir ke depan
 Setiap individu dapat berfikir kreatif, yang merupakan fungsi universal dan
mengarah pada ekspresi diri
 Manusia memiliki sifat yang dapat dipercaya
 Manusia merupakan makhluk yang lebih bijak dari yang lain
 Manusia merupakan makhluk yang selalu belajar dari pengalaman baik dari
segi perasaan, pemikiran, dan juga mempertanyakan

 Hermeneutik

Interpretasi adalah hal yang tidak bisa terpisahkan dalam kehiudpan manusia.
Hal ini karena kegiatan interpretasi atau penafsiran merupakan kegiatan paling
dasar yang dilakukan oleh pikiran manusia. Sadar atau tidak, manusia selalu
melakukan interpretasi atau penafsiran dalam hidupnya. Interpretasi anatara orang
satu dan yang lainnya cenderung berbeda karena setiap orang memiliki cara
berpikir dan sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, interpretasi manusia
cenderung sangat subjektif. Hal inilah yang membuat hermeneutika muncul,
sebagai sebuah cara berfikir yang membantu manusia untuk memisahkan
pandangan subjektif dan objektif.
Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuein
yang berarti ‘menafsir’. Kata benda hermeneia secara harfiah diartikan sebagai
interpretasi atau ‘penafsiran’ (periksa Palmer, 2003; 1982; Sumaryono, 1993).
Kata hermeneuein diindonesiakan menjadi hermeneutika yang bermakna
menafsirkan atau mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata.
(Scheiermacher, Ricoeur, Kunci, & Hidup, n.d.)
Menurut Palmer (2003), hermeneutika awalnya merujuk pada dewa yunani
kuno, Hermes. Tugas Hermes adalah menyampaikan berita dari Mahadewa kepada
manusia dengan bahasa yang dapat dimengerti. Hal inilah yang menunjukan bahwa
hermeneutika merupakan suatu ilmu dan seni dalam menginterpretasikan suatu
informasi dengan tujuan untuk menangkap maksud, isi, dan tujuan dari pesan
tersebut.
Sedangkan menurut Bauman (dalam hidayat, 1966), kata hermeneutika berasal
dari bahasa Yunani, hermeneutikaos yang berarti ‘upaya menjelaskan dan
menelusuri’ pesan dan pengertian dasar dari sebuah ‘ucapan’ atau ‘tulisan’ yang
tidak jelas, kabur, remang- remang, dan kontradiktif, menimbulkan keraguan dan
kebingungan para pendengar atau pembaca.(Scheiermacher et al., n.d.)
D. Kesimpulan
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat yang secara garis besar membahas
tentang penelusuran pengembangan ilmu. Salah satu sudut pandang dari filsafat ilmu adalah
filsafat ilmu epistemologis, yaitu teori pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara
untuk mendapatkan pengetahuan melalui objek yang ingin dipikirkan.
Dalam epistimologi terdapat dua objek untuk mengkaji ilmu pengetahuan, yaitu objek
formal dan material. Objek material adalah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan obyek
penyelidikan suatu ilmu. Sedangkan objek formal adalah obyek material yang disoroti oleh
suatu ilmu, sehingga membedakan ilmu yang satu dari ilmu lainnya, jika berobyek material
yang sama .
Selain itu, terdapat ragam metode dalam melakukan pencarian dan pemahaman realitas
sosial. Metode tersebut terbagi menjadi enam aspek, yaitu Positivistik, Naturalistik, Empiristik,
Kulturalistik, Humanistik, dan Hermeneutik. Positivistik merupakan metode yang digunkann
untuk mengetahui perkembangan masyarakat yang selalu berdinamika. Naturalistik adalah
metode yang dilakukan secara alami karena metode ini menekankan bahwa peneliti tidak
menempatkan dirinya sebagai subjek yang diteliti, akan tetapi ia berada diluar objek yang
diteliti.
Metode berikutnya adalah empiristik, yaitu metode yang menjelaskan bahwa manusia itu
mendapatkan berbagai macam pengetahuan melalui pengalamannya. Metode lainnya adalah
metode kulturalistrik, yaitu sebuah metode yang digunakan untuk memahami kebudayaan atau
keadaan yang berbeda dengan kita. Hal ini dilakukan agar terjadi pertukaran prespektif karena
adanya perbedaan latar belakang kebudayaan. Selanutnya, metode humanistik yang merupakan
metode yang berasal dari ilmu psikologi yang mempelajari bagaimana kita menghargai
kesejahteraan manusia, dan cara untuk memajukan upaya yang ada di dalam manusia.selain
itu, terdapat metode hermeneutika, yaitu suatu ilmu dan seni dalam menginterpretasikan suatu
informasi dengan tujuan untuk menangkap maksud, isi, dan tujuan dari pesan tersebut.
E. Daftar Referensi:
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), 24.

Anshari, E. S. (1981). Ilmu, Filsafat dan Agama. Bandung: Bina Ilmu.


Asta, Derina. (2017). 10 Pendekatan Humanistik dalam Psikologi Sosial. Diakses 2
Oktober 2019, dari https://dosenpsikologi.com/pendekatan-humanistik-psikologi-
sosial
Atabik, A. (2014). Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu. Fikrah, Vol. 2, No. 1,
Juni 2014, 2(1), 253–271.
Darmaji, A. (2014). Dasar-Dasar Ontologis Pemahaman Hermeneutik Hans-Georg
Gadamer. Refleksi, 13(4), 469–494. https://doi.org/10.15408/ref.v13i4.911
Epistemologi, A. P. (n.d.). DASAR-DASAR EPISTEMOLOGI. 19–36.
Hardiman, B. (2012). Melampaui Moderenitas dan Positivisme. Yogyakarta:
Kanisius.
Muharam, G. (2012). Mengenal Komunikasi Internasional.
Nugroho, I. (2016). Positivisme Auguste Comte: Analisa Epistemologis Dan Nilai
Etisnya Terhadap Sains. Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 11(2), 167–177.
https://doi.org/10.31603/cakrawala.v11i2.192
Scheiermacher, F., Ricoeur, P., Kunci, K., & Hidup, H. P. (n.d.). KAJIAN KRITIS
HERMENEUTIKA FRIEDERICH SCHEIERMACHER Vs PAUL RICOEUR. 42–
48.

“Makalah Positivisme Auguste Comtee” tersedia di


sutikmatic.blogspot.com/2010/10/makalah-positivme-august-comte.html di akses
pada tanggal 02 Oktober 2019
https://dosenpsikologi.com/metode-observasi-naturalistik-dalam-psikologi-
pendidikan

Anda mungkin juga menyukai