1172 3040 2 PB PDF
1172 3040 2 PB PDF
i
ii Pengantar Pendidikan
PENGANTAR PENDIDIKAN
viii, 186 hlm, Tab, 16 cm
ISBN : 978-979-796-360-6
Sanksi Pelanggaran pasal 72: Undang-undang No. 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima miliar rupiah)
Kata Pengantar
Segala puja dan puji hanya untuk Allah SWT, karena atas
perkenanNya jualah sehingga penulisan buku ajar Pengantar
Pendidikan terselesaikan. Ya Allah ya Rabb, izinkanlah kami, para
hamba-Mu yang lemah ini memanjatkan rasa terima kasih karena
Engkau selalu menuntun jalanku untuk terus memahami, memaknai,
belajar, berkarya dan berbagi kepada sesama.
Buku Pengantar Pendidikan disusun untuk kepentingan sebagai
buku pegangan yang diikhtiarkan untuk membantu para mahasiswa
yang menempuh mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang ditempuh
pada semester pertama oleh seluruh mahasiswa program studi di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Khususnya di Universitas
Muhammadiyah Malang.
Secara tradisi, di Indonesia, mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
yang diberlakukan di fakultas pendidikan atau LPTK disajikan pada
semester awal untuk mengawali sekaligus membekali para mahasiswa
yang akan akan mempelajari dan mendalami tentang dunia pendidikan.
Karena itu, buku Pengantar Pendidikan disusun dan mengacu
berdasarkan Rencana Pembelajaran Semester yang terumuskan dalam
Lokakarya Kurikulum KKNI di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang.
Buku ini terdiri dari 6 (enam) Bab, yaitu: Bab I membahas tentang
hakikat manusia dan pengembangannya; Bab II membicarakan
mengenai pengertian dan konsep dasar pendidikan, unsur-unsur
pendidikan dan pendidikan sebagai sistem; Bab III menguraikan
tentang peran dan kedudukan tripusat pendidikan; Bab IV memaparkan
tentang landasan, asas-asas pendidikan dan penerapannya; Bab V
menjelaskan tentang aliran-aliran dalam pendidikan; bahasan diakhiri
pada Bab VI yang menggambarkan masalah yang berkaitan sistem
pendidikan nasional, pembaharuan pendidikan dan inovasi pendidikan
di Indonesia. Penajaman bahasan dalam buku ini diperkaya dengan
v
vi Pengantar Pendidikan
Husamah
Arina Restian
Rohmad Widodo
Aliran - Aliran dalam Pendidikan vii
Daftar Isi
vii
viii Pengantar Pendidikan
BAB I
HAKIK
HAKIKAAT MANUSIA DAN
DAN
PENGEMBANGANNY
PENGEMBANGANNYA A
A. Hakikat Manusia
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar
manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Itulah mengapa pembicaraan
tentang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang
manusia. Para ahli telah mengemukakan berbagai pendapat tentang
pendidikan, pada umumya mereka sepakat bahwa pendidikan itu
diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaan ke arah yang positif (Dardiri, 2010). Kegiatan
pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan manusia secara penuh,
dilakukan oleh manusia, antar manusia, dan untuk manusia. Dengan
demikian berbicara tentang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
pembicaraan tentang manusia. (Khasina, 2013).
Manusia adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila
ingin memahami pendidikan (Sardiman, 2007). Socrates mengatakan
bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar tentang manusia.
Berdasarkan fakta adanya pertautan yang sangat intim antara pendidikan
dan manusia, maka sangat masuk akan apabila kajian dalam mata
kuliah pengantar pendidikan ini diawali dengan diskusi atau bahasan
menyangkut hakikat manusia itu sendiri.
1
2 Pengantar Pendidikan
2. Kemampuan bereksistensi
Adanya kemampuan mengambil jarak dengan obyekya berarti
manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas
yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan hanya
dalam kaitannya dengan soal ruang melainkan juga soal waktu. Manusia
tidak terbelenggu oleh ruang (di ruang ini atau di sini), dia juga tidak
terbelenggu oleh waktu (waktu ini atau sekarang ini), tetapi mampu
menembus ke masa depan atau ke masa lampau. Kemampuan
menempatkan diri dan menembus inilah yang disebut kemampuan
bereksistensi. Justru karena mampu bereksistensi inilah, maka dalam
dirinya terdapat unsur kebebasan.
3. Kata hati
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang
baik dan yang buruk bagi manusia sebagai manusia. Orang yang tidak
memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan
tentang yang baik atau yang buruk, atau pun kemampuannya dalam
mengambil keputusan tersebut dari sudut pandang tertentu saja,
misalnya dari sudut kepentingannya sendiri dikatakan bahwa kata
hatinya tidak cukup tajam. Manusia memiliki pengertian yang menyertai
tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan
mengerti pula akibat keputusannya baik atau buruk bagi manusia
sebagai manusia.
4. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari
perbuatan yang menuntut jawab. Wujud tanggung jawab bermacam-
macam. Ada tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat
dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti
menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan
yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti
menanggung tuntutan norma-norma sosial, yang berarti siap
Hakekat Manusia dan Pengembangannya 11
5. Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah perasaan yang dimiliki oleh manusia untuk
tidak terikat oleh sesuatu, selain terikat (sesuai) dengan tuntutan
kodrat manusia. Manusia bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan
(sesuai) dengan tuntutan kodratnya sebagai manusia. Orang mungkin
hanya merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-ikatan yang
ada telah menyatu dengan dirinya, dan menjiwai segenap
perbuatannya.
tunggal atau satu dan dualism (dualist) yang berarti dua. Monodualis
berarti suatu keadaan yang terbagi dua atau terdiri dari dua bagian tetapi
terikat satu. Pandanga monodualis menggap manusia tidak dilihat dari
asas-asas pembentukan dirinya seperti monisme atau pluralisme, secara
fungsional manusia hidup dan berada baik dari aspek dualitas maupun
pluralitas metafisik. Sementara itu, pluralis merupakan kualitas atau
kondisi tentang ada lebih dari satu bagian atau bentuk. Pandangan
monopluralis meletakkan hakikat manusia pada kesatuan semua unsur
yang membentuknya (Asy’arie, 2001).
Manusia adalah makhluk monopluralis, maksudnya makhluk yang
memiliki banyak unsur kodrat (plural), tetapi merupakan satu kesatuan
yang utuh (mono). Jadi, manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang
merupakan satu kesatuan yang utuh. Dilihat dari segi kedudukan, susunan,
dan sifatnya masing-masing bersifat monodualis. Riciannya yaitu dilihat
dari kedudukan kodratnya manusia adalah makhluk monodualis; terdiri
dari dua unsur (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan (mono); yakni
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sekaligus sebagai makhluk Tuhan.
Dilihat dari susunan kodratnya, manusia sebagai makhluk monodualis,
terdiri dari dua unsur yakni unsur raga dan unsur jiwa (dualis), tetapi
merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Dilihat dari sifat kodratnya,
manusia juga sebagai makhluk monodualis, yakni terdiri dari unsur
individual dan unsur sosial (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan
yang utuh (mono) (Dardiri, 2010; Dardiri, 2011).
Kesepuluh unsur kodrati manusia tersebut seperti pada Gambar 1.1
berikut.
Anorganik Akal
Vegetatif Raga Susunan Jiwa Kehendak
Animal Rasa
1. Dimensi Keindividualan
Manusia adalah suatu kesatuan yang tak dapat dibagi-bagi antara
aspek jasmani dan rohani. Manusia juga bersifat unik atau khas, artinya
berbeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya baik secara
fisik, psikis, maupun sosial. Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) setiap
individu memiliki keunikan. Setiap anak manusia sebagai individu
ketika dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi diri sendiri,
14 Pengantar Pendidikan
berbeda dari yang lain. Tidak ada diri individu yang identik dengan
orang lain di dunia ini, bahkan dua anak kembar sejak lahir tidak bisa
dikatakan identik. Adanya individualitas ini menyebabkan setiap orang
memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan
daya tahan yang berbeda.
Individu dalam diri manusia terkait dengan sisi luar manusia
atau jasmani. Dengan individualitasnya manusia ada di dunia, sehingga
ia mampu berinteraksi dengan sesama dan lingkungannya.
Individualitas dalam setiap diri manusia berbeda dengan yang lain.
Individualitas dalam diri manusia berdasarkan pada sisi rohani, ini
membuat manusia bukan sebuah ulangan dari suatu jenis. Manusia
itu berharga karena dirinya sendiri dan bukan karena kesamaan dengan
jenisnya. Perbedaan manusia dengan sesamanya tidak bersifat
kuantitatif tetapi bersifat kualitatif. Individualitas membuat manusia
mampu menampakkan sisi personalitasnya, yang membuat manusia
memiliki keunikan dari sesamanya (Sneijders, 2004).
Individu adalah ”orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Setiap orang
memiliki individualitas. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab
sendiri merupan ciri yang yang sangat esensial dari adanya
individualitas pada diri manusia. Setiap anak memiliki dorongan
untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak
terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain yang
dapat dijadikan tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan
bimbingan.
Manusia sebagai makhluk individu, tidak hanya dalam arti
makhluk keseluruhan jiwa raga, melainkan juga dalam arti bahwa
tiap-tiap orang itu merupakan pribadi (individu) yang khas menurut
corak kepribadiannya, termasuk kecakapan-kecakapan serta kelemahan-
kelemahannya. Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya
memiliki peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan
juga memiliki kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan
segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang
mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek organik
jasmaniah, aspek psikis rohaniah, dan aspek sosial kebersamaan. Ketiga
aspek tersebut saling mempengaruhi, keguncangan pada satu aspek
akan membawa akibat pada aspek yang lainnya (Soelaeman, 1988).
Hakekat Manusia dan Pengembangannya 15
2. Dimensi Kesosialan
Manusia itu pada dasarnya adalah mahluk yang mampu
bermasyarakat, memiliki kecenderungan untuk bekerja sama, bergotong-
royong, dan saling tolong-menolong. Menurut Tirtarahardja & Sulo
(2005) setiap manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk hidup
bersama dengan orang lain. Manusia dilahirkan memiliki potensi sebagai
makhluk sosial. Menurut Immanuel Kant, manusia hanya menjadi
manusia jika berada di antara manusia. Hidup bersama dan berada di
antara manusia lain, akan memungkinkan seseorang dapat
mengembangkan kemanusiaannya. Sebagai makhluk sosial, manusia
saling berinteraksi. Hanya dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam
saling menerima dan memberi seseorang menyadari dan menghayati
kemanusiaannya.
Dimensi sosial ini mambuat manusia tidak dapat hidup seorang
diri. Manusia senantiasa membutuhkan sesamanya. Kehadiran sesama
dalam hidup manusia semakin membuat manusia menyadari dirinya.
Oleh karena itu, manusia selalu hidup pada suatu kelompok sosial
tertentu, dimana ia dapat belajar tentang nilai-nilai budaya yang
diciptakan oleh generasi sebelumnya. Kondisi ini akan membuat manusia
bertindak secara khas sebagai manusia. Kehadiran sesama bagi manusia
juga membuat hidupnya semakin memiliki arti (Sneijders, 2004).
Hidup bersama dengan sesama membuat hidup manusia selalu
terkait dalam relasi dengan sesamanya. Terkait dengan itu, Bertens
(1990) mengutip pendapat Martin Buber bahwa dalam diri manusia
terdapat dua jenis relasi yang mendasar. Relasi tersebut ialah relasi aku-
objek (I-it) serta relasi aku-engkau (I-thou). Relasi aku-objek (I-it) berarti
manusia dapat mempergunakan serta menguasai objek dengan sesuka
hatinya. Relasi aku-engkau (I-thou) manusia menghargai sesamanya
dengan segala keunikannya. Sesama dipandang sebagai anugerah yang
akan semakin menyempurnakan setiap person yang terlibat dalam
relasi tersebut.
6. Dimensi Komunikasi
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas
komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem
dan tatanan kehidupan sosial manusia. Aktivitas komunikasi dapat
dilihat pada setiap aspek kehidupan manusia, sejak bangun tidur sampai
beranjak tidur. Manusia berinteraksi atau berkomunikasi baik secara
vertikal (dengan Tuhannya) maupun secara horizontal (dengan sesama
manusia dan alam semesta) untuk mencapai tujuan hidupnya.
Komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran, dan
rasa antara komunikator dengan komunikan. Menurut Effendy (2006)
secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan
maupun tak langsung melalui media.
Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar
dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap
masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern,
berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai
aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu-individu
lainnya sehingga meningkatkan kesempatan individu itu untuk tetap
hidup (Rakhmat, 1998).
Komunikasi antar manusia merupakan suatu rangkaian proses yang
halus dan sederhana. Komunikasi selalu dipenuhi berbagai unsur-sinyal,
sandi, dan arti, tak peduli bagaimana sederhananya sebuah pesan atau
kegiatan itu. Komunikasi antar manusia juga merupakan rangkaian
proses yang beraneka ragam. Ia dapat menggunakan beratus-ratus alat
yang berbeda, ketika manusia berinteraksi saat itulah mereka
berkomunikasi (Blake & Haroldsen, 2003).
Hakekat Manusia dan Pengembangannya 19
7. Dimensi Dinamika
Menurut Drijakarja, manusia mempunyai atau berupa dinamika
(manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti,
selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya.
Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah sesame dan dunia)
maupun arah transendental (ke arah Yang Mutlak). Adapun dinamika
itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan
sesama, dunia dan Tuhan. Manusia adalah subjek, sebab itu ia dapat
mengontrol dinamikanya. Namun demikian karena ia adalah kesatuan
jasmani-rohani (yang mana ia dibekali nafsu), sebagai insan sosial, dan
sebagainya, maka dinamika itu tidak sepenuhnya selalu dapat
dikuasainya. Terkadang muncul dorongan-dorongan negatif yang
bertentangan dengan apa yang seharusnya, kadang muncul pengaruh
negatif dari sesamanya yang tidak sesuai dengan kehendaknya, kadang
muncul kesombongan yang tidak seharusnya diwujudkan, kadang
individualitasnya terlalu dominan atas sosialitasnya, dan sebagainya.
Sehubungan dengan itu, idealnya manusia harus secara sengaja dan
secara prinsipal menguasai dirinya agar dinamikanya itu betul-betul
sesuai dengan arah yang seharusnya (Suyitno, 2010).
a. Pendekatan Filosofis
Menurut pandangan filosofis manusia diciptakan untuk memberikan
kesetiaan, mengabdi dan menyembah hanya kepada penciptanya.
Manusia memang diciptakan untuk taat dan mengabdi kepada
penciptanya. Sesuai dengan kakikat penciptaannya, maka keberadaan
atau eksistensi manusia itu baru akan berarti, bermakna dan bernilai
apabila pola hidup manusia telah sesuai dengan blue-print yang sudah
ditetapkan oleh Tuhan. Pengembangan potensi manusia harus bisa
mengarahkan manusia untuk menjadi abdi Tuhannya dan mengikuti
nilai-nilai yang benar menurut kebenaran ilahiah yang hakiki.
22 Pengantar Pendidikan
b. Pendekatan Kronologis
Pendekatan kronologis memandang manusia sebagai makhluk
evolutif. Manusia tumbuh dan berkembang secara bertahap dan
berangsur. Petumbuhan fisik dan mental manusia diawali dari proses
konsepsi, pada tahap selanjutnya menjadi janin, kemudian lahir menjadi
bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga meninggal. Hal ini terjadi
sesuai dengan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang
berlaku. Pengembangan potensi manusia juga harus mengikuti
pertumbuhan fisiknya dan perkembangan mentalnya, artinya
pengembangan potensi manusia harus diarahkan dan dibina sesuai
tahapan-tahapan tumbuh kembang manusia.
c. Pendekatan Fungsional
Potensi-potensi yang dimiliki manusia diberikan Tuhan untuk dapat
dipergunakan dan difungsikan dalan kehidupan mereka. Karena tidak
mungkin Tuhan menciptakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Semua
ciptaan Tuhan mempunyai maksud dan tujuan, temasuk potensi-potensi
yang diberikan kepada manusia. Pengembangan potensi manusia harus
dilaksanakan sesuai dengan manfaat dan fungsi potensi itu sendiri.
Misalnya, dorongan seksual, harus dibina dan diarahkan untuk menjaga
kelestarian jenis manusia, bukan untuk berbuat maksiat atau mencari
kesenangan semata. Dorongan naluri lain lainnya seperti makan, minum
dan mempertahankan diri harus diarahkan untuk kelangsungan hidup,
bukan mengumbar nafsu.
d. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini memandang manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia dianggap sebagai makhluk yang cenderung untuk hidup
bersama dalam kelompok kecil (keluarga) maupun besar (masyarakat).
Sebagai makhluk sosial manusia harus mampu mengembangkan
potensinya untuk bisa berinteraksi di dalam lingkungannya dan mampu
memainkan peran dan fungsinya di tengah lingkungannya. Dalam
upaya mengembangkan potensi-potensinya manusia membutuhkan
dukungan dan bantuan dari pihak lain di luar dirinya untuk
membimbing, mengarahkan, dan menuntunnya agar pengembangan
potensi tersebut berhasil secara maksimal. Upaya pengembangan potensi
ini dilihat dari sudut pandang manapun akan merujuk kepada
pendidikan.
Hakekat Manusia dan Pengembangannya 23
1. Menurut Frankl
a. Mencapai penghayatan yang penuh tentang makna hidup dan
kehidupan
b. Bebas memilih dan bertindak
c. Bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala tindakan
d. Melibatkan diri dalam kehidupan bersama orang lain.
2. Menurut Jung
a. Memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri
b. Menerima diri sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahannya
Hakekat Manusia dan Pengembangannya 27
3. Menurut Maslow
Manusia yang berfungsi secara ideal ialah mereka yang
mengembangkan seluruh kemampuan dan potensinya. Lebih jauh,
Maslow menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah
berhasil mewujudkan diri sendiri secara penuh. Dari pandangan-
pandanagn terhadap manusia seperti yang telah dijelaskan di atas,
secara sederhana hakikat manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Manusia sebagai makhluk individu, bahwa mansuia sebagai makhluk
individu yang mempunyai ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Oleh
karena itu manusia juga disebut sebagai makhluk yang unik.
b. Manusia sebagai makhluk sosial, bahwa manusia sebagai makhluk sosial
mempunyai sifat sosialitas yang menjadi dasar dan tujuan dari
kehidupan manusia yang sewajarnya.
c. Manusia sebagai makhluk psikofisik, bahwa manusia merupakan totalitas
jasmani dan rohani. Setiap bagian tubuh dan kegiatan prganisme yang
biologis sifatnya pasti mengabdikan diri kepada aktivitas psikis, juga
sebaliknya.
d. Manusia sebagai makhluk monodualis, bahwa manusia sebagai makhluk
monodualis tidak dapat memisahkan antara jiwa dan raga sebagai
satu kesatuan dalam perkembangannya.
e. Manusia sebagai makhluk bermoral, bahwa manusia yang normal pada
intinya mengambil keputusan susila dan mampu membedakan hal-
hal yang baik dan buruk. Selain itu juga mampu membedakan hal
yang benar dan yang salah untuk kemudian mengarahkan hidupnya
ke tujuan-tujuan yang berarti sesuai dengan pilihan dan keputusan
hati nurani dalam mempertimbangkan baik/buruk dan salah/benar.
f. Manusia sebagai makhluk religius, bahwa manusia sebagai makhluk
religius mengndung kemungkinan baik dan jahat, sesuai dengan
pandangan manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan. Manusia
mempunyai nafsu-nafsu baik maupun jahat.
g. Manusia sebagai makhluk berpikir/filosofis, bahwa manusia itu
mempunyai akal dan budi. Akal digunakan untuk berpikir agar
menjadi berbudi.
28 Pengantar Pendidikan
BAB II
1. Pengertian Pendidikan
Pengertian tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka
ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan
pengertian tersebut dipengaruhi oleh perbedaan orientasinya, konsep
dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah
yang melandasinya. Pada semua definisi pendidikan pada dasarnya
terdapat titik temu satu dengan yang lain.
29
30 Pengantar Pendidikan
2. Menurut Mudyaharjo
Pendidikan merupakan upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, serta pemerintah, dengan melalui pengajaran atau
latihan, kegiatan bimbingan, yang berlangsung di dalam sekolah dan
di luar sekolah sepanjang hidupnya, yang bertujuan untuk
mempersiapkan anak didik supaya mampu memainkan peranan pada
berbagai kondisi lingkungan hidup dengan tepat di waktu yang akan
datang.
3. Menurut Fuad Hasan
Pendidikan merupakan upaya dalam menumbuhkan dan
mengembangkan segala potensi-potensi yang di bawa sejak lahir baik
potensi jasmani ataupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang di anut
masyarakat dan kebudayaan.
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah suatu proses untuk mengubah sikap dan tingkah
laku seseorang maupun kelompok orang dengan tujuan untuk
mendewasakan seseorang melalui usaha pengajaran dan pelatihan.
Dari definisi pendidikan tersebut dapat dipahami bahwa konsep
dasar pendidikan di Indonesia bertujuan untuk membentuk sikap yang
baik, sesuai nilai yang berlaku. juga menumbuhkan potensi-potensi
yang dimiliki untuk dikembangkan lebih lanjut.
b. Fungsi Pendidikan
Lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yang nyata, yaitu
1. Menanamkan keterampilan yang diperlukan untuk ikut ambil bagian
dalam demokrasi.
2. Mengembangkan bakat yang dimiliki tiap orang demi kepentingan
pribadi dan masyarakat
3. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk dapat mencari nafkah
4. Melestarikan kebudayaan
5. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui mekanisme pendidikan
di sekolah, orang tua melimpahkan wewenang dan tugas dalam
mendidik anak pada pihak sekolah
6. Sebagai sarana untuk mengakomodir perselisihan paham seperti
perbedaan pandangan antara pihak sekolah dan pihak umum tentang
beberapa nilai tertentu misalnya keterbukaan, pendidikan seks dan
lain sebagainya
Pengertian dan Konsep Dasar Pendidikan, Unsur Pendidikan 35
dan Pendidikan Sebagai Sistem
c. Tujuan Pendidikan
Pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur,
pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan
mempunyai dua fungsi yaitu, memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan suatu yang ingin dicapai oleh segenap
kegiatan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari
seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada
atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Proses pendidikan
merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana
proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil
pencapaian tujuan pendidikan. Pengelolaan proses pendidikan meliputi
ruang lingkup makro, meso dan mikro.
Menurut Ahmadi (2001) tujuan itu menunjukkan ketentuan arah
daripada suatu usaha, sedangkan arah itu menunjukkan jalan yang
harus dilalui. Jalan yang harus dilalui itu dimulai dari titik start yaitu
pandangan hidup dan berakhir pada titik finis yaitu tercapainya
kepribadian hidup yang dicita-citakan. Ketentuan arah tujuan hidup
suatu bangsa akan tertuang pada UUD bangsa itu sendiri dan adapun
jalan yang harus dilalui yaitu cara-cara melaksanakan aktivitas.
Tujuan umum pendidikan adalah persiapan atas tugas pelayanan
publik. Secara psikologi, tujuan pendidikan adalah pembentukkan
karakter yang berwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan
36 Pengantar Pendidikan
tujukan pada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan
waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
Pelaksanaannya hanya mungkin apabila tujuan yang ingin dicapai
itu dibuat jelas (eksplisit), kontret, dan lingkup kandungannya terbatas.
Dengan kata lain tujuan umum perlu dirinci sehingga menjadi tujuan
yang lebih khusus dan terbatas agar mudah direalisasikan dalam praktek.
Di dalam praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, di
dalam rentangan antara tujuan umum dengan tujuan yang sangat
khusus terdapat sejumlah tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk
menjembatani pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian
khusus.
Umumnya ada 4 jenjang tujuan yang didalamnya terdapat tujuan
antara, yaitu: tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan
tujuan instruksional.
1. Tujuan umum juga disebut tujuan total, tujuan yang sempurna atau
tujuan akhir
Dalam hal ini Kohnstan dan Gunning mengatakan bahwa tujuan
akhir dari pendidikan yaitu untuk membentuk insan kamil atau
manusia sempurna. Manusia dapat dikatakan sebagai insan kamil,
apabila dalam hidupnya menunjukkan adanya keselarasan/harmonis
antara jasmaniah dan rohaniah. Harmonis antara segi-segi dalam
kejiwaan, antara kehidupan sebagai individu dan kehidupan
bersama. Kehidupan sebagai insan kamil adalah merupakan suatu
kehidupan dimana terjamin adanya ketiga inti hakikat manusia, yaitu
manusia sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan makhluk
susila.
2. Tujuan institusional
Tujuan yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan
tertentu untuk mencapainya. Misalnya tujuan pendidikan tingkat SD
berbeda dari tujuan tingkat menengah, dan seterusnya.
3. Tujuan kurikuler
Tujuan kurikuler yaitu tujuan bidang studi atau tujuan bidang mata
pelajaran.
4. Tujuan instruksional
Tujuan instruksional materi kurikulum yang berupa bidang studi-
bidang studi terdiri dari pokok-pokok bahasan dan sub-pokok
bahasan. Tujuan pokok bahasan dan tujuan sub-pokok bahasan
disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan materi pokok bahasan/
38 Pengantar Pendidikan
1) Lingkungan keluarga.
2) Lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan.
3) Lingkungan masyarakat.
4) Lingkungan keagamaan, yaitu nilai-nilai agama yang hidup dan
berkembang di sekitar lembaga pendidikan.
5) Lingkungan sosial budaya, yaitu nilai-nilai sosial dan budaya yang
hidup dan berkembang di sekitar lembaga pendidikan.
6) Lingkungan alam, baik keadaan iklim maupun geografisnya.
7) Lingkungan ekonomi, yaitu kondisi ekonomi yang ada di sekitar
lembaga pendidikan dan masyarakat sekitar.
8) Lingkungan keamanan, baik keamanan di sekitar lembaga pendidikan
maupun di luar lembaga pendidikan.
9) Lingkungan politik, yaitu keadaan politik yang terjadi pada daerah di
mana lembaga pendidikan tersebut berdiri atau melaksanakan
pendidikan.
d. Luaran (Output) Pada sistem Pendidikan
Output pada sistem pendidikan adalah hasil keluaran dari proses
yang terjadi di dalam sistem pendidikan. Adapun output pada sistem
pendidikan adalah lulusan atau tamatan. Lulusan pendidikan adalah
hasil dari proses pendidikan agar sesuai dengan tujuan pendidikan
tersebut. Diharapkan lulusan yang dihasilkan dapat memberikan nilai-
nilai kehidupan bagi dirinya, lingkungan, dan Tuhannya. Setidaknya,
lulusan tersebut dapat mentransformasikan (mengembangkan dan
melestarikan) budaya yang ada di lingkungan, kepribadiannya dapat
terbentuk dengan baik, menjadi warga negara yang baik yang didasarkan
atas landasan-landasan pendidikan, serta mampu bersaing di dunia
kerja. Jika proses yang terjadi di dalam komponen-komponen pendidikan
yang sudah dijelaskan di atas berjalan dengan baik tanpa adanya
hambatan maka hasil lulusan tersebut pun akan baik. Oleh sebab itu,
proses berkesinambungan dari komponen-komponen pendidikan
menentukan hasil nyata dari pendidikan tersebut yang didasarkan
kepada tujuan dan dasar pendidikan.
Kadang kala proses komponen-komponen pendidikan yang terjadi
tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebab adanya
hambatan yang ada pada komponen-komponen tersebut sehingga peserta
didik yang menjadi input dalam sistem pendidikan akan berhenti untuk
melangsungkan pendidikannya (putus sekolah). Putus sekolah
Pengertian dan Konsep Dasar Pendidikan, Unsur Pendidikan 51
dan Pendidikan Sebagai Sistem
BAB III
A. Pendahuluan
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia sejalan
dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Tuntutan akan
lingkungan yang berbeda, penyebab individu bertingkah lebih efektif
dan efisien, mencari dan menemukan lingkungan baru yang lebih baik.
Perkembangan ekonomi, sosial dan budaya antara sekelompok manusia
di dalam daerah, di kota ataupun di desa bervariasi menuntut latar
belakang penduduknya. Untuk dapat meningkatkan kemajuan dan
perbaikan dalam suatu masyarakat, diperlukan teknologi.
Untuk dapat memahami dan menggunakan teknologi, dibutuhkan
pendidikan, baik formal, nonformal dan informal. Pendidikan dalam
lingkungan keluarga dibenahi, pendidikan formal di tingkatkan, dan
pendidikan non formal dikembangkan. Tiga jalur pendidikan tersebut
akan mampu mengembangkan segala potensi yang ada dalam
masyarakat sesuai dengan keberadaan masing-masing. Melalui
pendidikan kita meningkatkan pengetahuan, keterampilan nilai dan
sikap tiap-tiap individu. Manusia terdidik adalah pemegang nilai-nilai
dan norma-norma kehidupan.
53
54 Pengantar Pendidikan
1. Pendidikan Informal
Pendidikan informal ialah yang diperoleh sesorang dari pengalaman
sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai
mati, di dalam keluarga dalam pekerjaan atau pergaulan sehari-hari.
56 Pengantar Pendidikan
2. Pendidikan Formal
Menurut Combs (1982) pendidikan formal adalah pendidikan yang
berstruktur, mempunyai jenjang/tingkat, dalam periode waktu tertentu,
berlangsung dari sekolah dasar sampai universitas dan tercakup di
samping studi akademis umum, juga berbagai program khusus dan
lembaga untuk latihan teknis dan profesional. Melalui pendidikan for-
mal, anak didik dapat dikembangkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap, serta nilai-nilai.
Pendidikan formal di sekolah merupakan lanjutan atau
pengembangan pendidikan yang telah diberikan oleh orang tua terhadpa
anak-anaknya dalam keluarga, dimana hal tersebut dikarenakan beberapa
faktor antara lain, a) Keterbatasan pengetahuan orang tua. b) Kesempatan
waktu. c) Perkembangan anak. d) Lingkungan. Kehidupan di sekolah
merupakan jembatan bagi anak, yang menghubungkan kehidupan dalam
keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Peran dan Kedudukan Tripusat Pendidikan 57
1. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua yang bersifat
informal, yang pertama dan utama yang dialami oleh anak serta lembaga
pendidikan yang bersifat kodratif orang tua bertanggung jawab
memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh
dan berkembang dengan baik. Secara sederhana keluarga di artikan
sebagai kesatuan hidup bersama yang pertama dikenal anak, dan karena
itu di sebut primary community.
Pendidikan keluarga ini berfungsi, a) Sebagai pengalaman pertama
masa kanak-kanak. b) Menjamin kehidupan emosional anak. c)
Menanamkan dasar pendidikan moral. d) Menanamkan dasar
pendidikan sosial. e) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi
anak-anak.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga
merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan
individual maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan
yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan ke arah
58 Pengantar Pendidikan
2. Lingkungan Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua
dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai
macam ketrampilan. Oleh karena itu di kirimkan anak ke sekolah.
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka
diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai
lembaga pendidikan adalah:
a. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang
baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
b. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam
masyarakat yang sukar atau tidak dapat di berikan di rumah.
c. Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti
membaca, menulis, berhitung, mengambarkan kecerdasan, dan
pengetahuan.
d. Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika,
membedakan benar atau salah, dan sebagainya.
Sekolah sebagai lingkungan pendidikan bukan mengambil peranan
dan fungsi orang tua dalam mendidik anaknya dalam lingkungan
keluarga tetapi sekolah bersama-sama dengan orang tua membantu
mendidik anak-anaknya. Di rumah ia mendapatkan pendidikan sesuai
dengan batas kemampuan lingkungan keluarga. Hal itu disebabkan
karena kemampuan yang terbatas dan banyaknya tugas dan tanggung
jawab lain yang harus dilaksanakan. Apabila kita hubungkan dengan
pendidikan dalam lingkungan keluarga, maka jelaslah bahwa pendidikan
di sekolah itu bukanlah mengambil tanggung jawab orang tua, tetapi
melengkapi dan menyempurnakan pendidikan anak-anak dengan
pembangunan bangsa dan negara. Di dalam keluarga mereka dibina di
sekolah mereka dikembangkan dan ditingkatkan agar lebih mampu
melanjutkan kehidupan bangsa.
Dalam lingkungan pendidikan sekolah ini anak dipersiapkan unuk
memecahkan berbagai masalah hidup, seperti mengurus kesehatanya,
mencari pekerjaan, bergaul dengan orang lain yang bukan anggota keluarga,
mengurus barang-barang yang menjadi miliknya mempertahankan diri
dari ancaman berbagai ancaman, dan mengenal dirinya sendiri.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkunngan ketiga dalam
proses pembentukan kerpribadian anak-anak sesuai dengan
60 Pengantar Pendidikan
2. Tripusat Pendidikan
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari
tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan
masyarakat, dan ketiganya disebut tripusat pendidikan. Lingkungan
yang mula-mula tetap terpenting adalah keluarga. Pada masyarakat
yang masih sederhana dengan struktur sosial yang belum kompleks,
cakrawala anak sebagian besar masih terbatas pada keluarga. Pada
masyarakat tersebut keluarga mempunyai dua fungsi: fungsi produksi
dan fungsi konsumsi. Kedua fungsi ini mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap anak. Kehidupan masa depan anak pada
masyarakat tradisional umumnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan
orang tuanya. Pada masyarakat tersebut, orang tua yang mengajar
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup, orang tua
pula yang melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai aspek
kehidupan, sampai anak menjadi usia dewasa dan berdiri sendiri.
Tetapi pada masyarakat modern di mana industrialisasi semakin
berkembang dan memerlukan spesialisasi maka pendidikan yang semula
menjadi tanggung jawab keluarga itu kini sebagian besar diambil alih
oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya Pada tingkat paling
permulaan fungsi ibu sebagian sudah diambil alih oleh sekolah-sekolah
dan perguruan tinggi. Bahkan fungsi pembetukan watak dan sikap
mental pada masyarakat modern berangsur-ansur diambil alih oleh
sekolah dan organisasi sosial lainya, seperti perkumpulan pemuda dan
pramuka, lembaga - lembaga keagamaan, media massa, dan sebagainya.
Meskipun keluarga kehilangan sejumlah fungsi yang semula menjadi
tanggungjawabnya, namun keluarga masih tetap merupakan lembaga
Peran dan Kedudukan Tripusat Pendidikan 65
BAB IV
A. Landasan Pendidikan
Secara umum Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-
sistemik selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan
sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting,
karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan
manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan
tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat
memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan.
Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan
untuk mnjemput masa depan.
Umumnya ada lima landasan pendidikan utama yang menjadi
norma dasar pendidikan, yakni: (1) Landasan Filosofis Pendidikan, (2)
Landasan Sosiologis Pendidikan, (3) Landasan Kultural Pendidikan, (4)
Landasan Psikologis Pendidikan, (5) Landasan Ilmiah dan Teknologi.
69
70 Pengantar Pendidikan
a. Idealisme
Hakikat realitas bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah/ideal. Manusia
memperoleh pengetahuan melalui berpikir, intuisi, atau mengingat
kembali. Kebenaran pengetahuan diuji melalui koherensi/konsistensi
ide-idenya. Adapun hakikat nilai diturunkan dari realitas absolut
(Tuhan). Implikasinya adalah pendidikan hendaknya bertujuan untuk
mengembangkan bakat, kepribadian, dan kebajikan sosial para siswa,
agar mereka dapat melaksanakan kehidupan yang baik di dalam
masyarakat/negara sesuai nilai-nilai yang diturunkan dari Yang Absolut.
Untuk itu kurikulum berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis; kurikulum harus memuat pengetahuan dan nilai-
nilai esensial kebudayaan; sebab itu kurikulum pendidikan cenderung
sama untuk semua siswa.
Kurikulum Idealisme bersifat subject matter centered. Metode dialektik
diutamakan, namun demikian beberapa metode yang efektif yang
mendorong belajar dapat diterima; kecenderungannya mengabaikan
dasar-dasar fisiologis dalam belajar”. Guru harus unggul dalam hal
intelektual maupun moral; bekerjasama dengan alam dalam proses
pengembangan manusia; dan bertanggung jawab menciptakan
lingkungan Landasan Filosofis Pendidikan pendidikan bagi para siswa.
Adapun siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-
bakatnya.
b. Realisme
Hakikat realitas bersifat fisik/material dan objektif; keberadaan dan
perkembangan realitas diatur dan diorganisasikan oleh hukum alam.
Manusia adalah bagian dan dihasilkan dari alam itu sendiri; hakikat
pribadi tertentukan dari apa yang dapat dikerjakannya; manusia mampu
berpikir tetapi ia dapat bebas atau tidak bebas. Pengetahuan diperoleh
manusia melalui pengalaman pengindraan; kebenaran pengetahuan
diuji melalui korespondensinya dengan fakta. Nilai hakikatnya
diturunkan dari hukum alam dan konvensi/kebiasaan serta adat istiadat
masyarakat. Implikasinya: pendidikan bertujuan agar siswa mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan mampu melaksanakan
tanggungjawab sosial.
Kurikulum pendidikan berpusat kepada isi mata pelajaran; adapun
mata pelajarannya terdiri atas sains/IPA, matematika, ilmu kemanusiaan
dan IPS, serta nilai-nilai. Kurikulum tersebut harus memuat pengetahuan
Landasan, Asas Pendidikan dan Penerapannya 71
c. Pragmatisme
Realitas hakikatnya adalah sebagaimana dialami manusia; bersifat
plural, dan terus menerus berubah. Manusia adalah hasil evolusi
biologis, psikologis dan sosial. Pengetahuan diperoleh manusia melalui
pengalaman (metode sains), pengetahuan bersifat relatif; teori uji
kebenaran pengetahuan dikenal sebagai pragmatisme/
instrumentalisme, sebab pengetahuan dikatakan benar apabila dapat
diaplikasikan. Hakikat nilai berada dalam proses, yaitu dalam perbuatan
manusia, bersifat kondisional, relatif, dan memiliki kualitas individual
dan sosial. Pendidikan bertujuan agar siswa dapat memecahkan
permasalahan hidup individual maupun sosial. Tidak ada tujuan akhir
pendidikan.
Kurikulum pendidikan hendaknya berisi pengalaman-pengalaman
yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa (child
centered) dan berpusat pada aktivitas siswa (activity centered). Adapun
kurikulum tersebut mungkin berubah. Pragmatisme mengutamakan
metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode
penyelidikan dan penemuan (inquiry and discovery method). Guru
hendaknya berperan sebagai fasilitator, yaitu memimpin dan
membimbing siswa belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat
dan kebutuhan siswa. Adapun siswa berperan bebas untuk
mengembangkan minat dan bakatnya. Orientasi pendidikan
Pragmatisme adalah Progresivisme dan atau Rekonstruksionisme.
72 Pengantar Pendidikan
b. Faktor Keturunan
Sejak terjadinya konsepsi, yakni proses pembuahan sel telur oleh sel
jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua
orang tuanya yang merupakan potensi-potensi tertentu. Potensi ini
Landasan, Asas Pendidikan dan Penerapannya 75
relatif sudah terbentuk (fixed) yang sukar berubah baik melalui usaha
kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli
ilmu pengetahuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor
keturunan ini bagi pertumbuhan fisik, mental, maupun sifat kepribadian
yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok untuk
dunia hewan. Namun demikian, dalam lingkungan kehidupan manusia
biasanya potensi individu juga merupakan masalah penting. Sedang
para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang
dalam pertumbuhannya cenderung mengecilkan pengaruh pembawaan
ini (naïve endowment). Mereka lebih menekankan pentingnya penggunaan
secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang
dapat bertumbuh secara sehat dengan penyesuaian hidup secara baik.
c. Faktor Lingkungan
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri
dari lingkungan yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan
bahkan ketika masih dalam kandungan ibu, anak mendapat pengaruh
dari sekitarnya. Macam dan jumlah makanan yang diterimanya, keadaan
panas lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat
membantu pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan.
Sama pentingnya dengan kondisi lingkungan anak yang berupa sikap,
perilaku orang-orang di sekitar anak. Kebiasaan makan, berjalan,
berpakaian, itu bukan pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh
dan dipelajari anak dari lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan
merupakan media penting untuk menyerap kebudayaan masyarakat
dimana anak tinggal. Tidak saja makna hafiah kata yang terdapat
dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata
dalam perbuatan.
d. Faktor Diri
Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip
pertumbuhan anak ialah faktor diri (self), yaitu faktor kejiwaan seseorang.
Kehidupan kejiwaan itu terdiri dari perasaan, usaha, pikiran, pandangan,
penilaian, keyakinan, sikap, dan anggapan yang semuanya akan
berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari.
Apabila dapat dipahami diri seseorang, maka dapat dipahami pola
kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup seseorang akan
dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi tujuan orang
itu di balik perbuatan yang dilakukan. Seringkali kita menginterpretasikan
76 Pengantar Pendidikan
ciri-ciri keilmuan yang hakiki, yaitu. (1) Ontologis, yakni adanya objek
penalaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diamati
dan diuji. (2) Epistomologis, yakni adanya cara untuk menelaah objek
tersebut dengan metode ilmiah, dan (3) Aksiologis, yakni adanya nilai
kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan lahir batin.
Bagi pendidikan di Indonesia yang menjadi objek penalaran seluruh
aspek kehidupan diklasifikasikan ke dalam bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta agama. Yang
dalam pengembangannya senantiasa harus dipedomi nilai-nilai Pancasila.
Demikian pula cara telaah objek penalaran aspek kehidupan tersebut
selain memperhatikan segi ilmiahnya tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila.
Nilai kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya terkait
dengan peningkatan kesejahteraan lahir batin, kemajuan peradaban,
serta ketangguhan dan daya saing sebagai bangsa, serta tidak
bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa. Manfaat ilmu
pengetahuan dan teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu
(1) memberikan kesejahteraan lahir dan batin setinggi-tingginya, (2)
mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan zaman, (3)
menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab, (4) memberi
dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa, (5)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (6) meningkatkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas sumber daya manusia.
BAB V
ALIRAN PENDIDIKAN
85
86 Pengantar Pendidikan
1. Aliran Empirisme
Empirisme berasal dari kata empire, artinya pengalaman. Tokoh
utama aliran ini ialah John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini
adalah “The School of British Empiricism” (aliran empirisme Inggris).
Namun aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika
Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama
“environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama
“environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih
baru (Syah, 2002). Selain Locke, terdapat juga ahli pendidikan lain yang
mempunyai pandangan hampir sama, yaitu Helvatus, ahli filsafat Yunani
yang berpendapat, bahwa manusia dilahirkan dengan jiwa dan watak
yang hampir sama yaitu suci dan bersih. Pendidikan dan lingkungan
yang akan membuat manusia berbeda-beda (Djumransjah, 2004).
Locke memandang bahwa anak yang dilahirkan itu ibaratnya meja
lilin putih bersih yang masih kosong belum terisi tulisan apa-apa,
karenanya aliran atau teori ini disebut juga Tabularasa, yang berarti
meja lilin putih. Masa perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat
dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan pendidikan yang
diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja
menurut kehendak lingkungan (dalam arti luas), pengalaman dari
lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang (Ahmadi &
Uhbiyati, 1991; Thoib, 2008).
Aliran Pendidikan 87
Manusia-manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang baik dan ke
arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikan.
Dalam hal ini, alamlah yang membentuknya. Pendapat kaum empiris
ini terkenal dengan nama optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan
hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi perkembangan anak,
sedangkan pembawaan tidak berpengaruh sama sekali (Suryabrata,
2002; Purwanto, 2004).
Aliran ini mengandaikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan
hidup manusia ditentukan sepenuhnya oleh faktor-faktor pengalaman
yang berada di luar diri manusia, baik yang sengaja di desain melalui
pendidikan formal maupun pengalaman-pengalaman tidak disengaja
yang diterima melalui pendidikan informal, non formal, dan alam
sekitar. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikanlah yang menentukan
masa depan manusia, sedangkan faktor-faktor yang berasal dari dalam,
seperti bakat dan keturunan tidak mempunyai pengaruh sama sekali
dalam menentukan masa depan manusia (Setianingsih, 2008).
Menurut Mudyahardjo et al (1992) empirisme dipandang sebagai
hal yang paling produktif, karena dalam dunia pendidikan lingkunganlah
yang berperan besar untuk membentuk potensi dan pengetahuan peserta
didik. Ada beberapa lingkungan yang berperan dalam proses pendidikan,
diantaranya adalah lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dalam
proses ini inderawi sepenuhnya sangat berperan dalam berlangsungnya
proses pendidikan dan menjadi hal yang nyata dalam praktek
pendidikan.
Aliran empirisme berkembang luas di dunia Barat terutama Amerika
Serikat. Aliran ini dalam perkembangannya menjelma menjadi aliran/
teori belajar behaviorisme yang dipelopori oleh William James dan
Large. Banyak pula pengaruh aliran ini terhadap pandangan tokoh
pendidikan Barat lainnya, seperti Watson, Skinner, Dewey, dan
sebagainya.
2. Aliran Nativisme
Aliran nativisme berlawanan 180o dengan aliran empirisme.
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti kelahiran atau native
yang artinya asli atau asal. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur
Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman (Ilyas, 1997). Dalam
artinya yang terbatas, juga dapat dimasukkan dalam golongan Plato,
Descartes, Lomborso, dan pengikut-pengikutnya yang lain. Nativisme
88 Pengantar Pendidikan
3. Aliran Naturalisme
Natur atau natura artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir.
Aliran ini ada persamaannya dengan aliran nativisme (beberapa ahli
menyebut dengan istilah “sama”, “hampir sama” dan “senada”. Istilah
natura telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, dari
dunia fisika yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem
total dari fenomena ruang dan waktu.
Aliran Naturalisme dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau. Ia
mengatakan, “Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari
alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di
tangan manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan
alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah
sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan
perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak
secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
Menurut Ilyas (1997) naturalisme bependapat bahwa pada
hakekatnya semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan
yaitu dari sejak tangan sang pencipta, tetapi akhirnya rusak sewaktu
berada di tangan manusia. Oleh karena itu, Rousseau menciptakan
konsep pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh
90 Pengantar Pendidikan
4. Aliran Konvergensi
Salah satu tokoh pendidikan bernama William Stern (1871-1939)
telah menggabungkan pandangan yang dikenal dengan teori atau aliran
konvergensi. Aliran ini ingin mengompromikan dua macam aliran yang
eksterm, yaitu aliran empirisme dan aliran nativisme, dimana
pembawaan dan lingkungan sama pentingnya, kedua-duanya sama
berpengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Stern
berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan merupakan dua garis
yang menuju kepada suatu titik pertemuan (garis pengumpul), oleh
karena itu perkembangan pribadi sesungguhnya merupakan hasil proses
kerjasama antara potensi heriditas (internal) dan lingkungan, serta
pendidikan (eksternal) (Djumaranjah, 2004).
Aliran konvergensi menyatakan bahwa pembawaan tanpa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tidak akan bisa berkembang,
demikian juga sebaliknya. Potensi yang ada pada pembawaan dari
seorang anak akan berkembang ketika mendapat pendidikan dan
pengalaman dari lingkungan. Sedangkan secara psikis untuk mengetahui
potensi yang ada pada anak didik yaitu dengan cara melihat potensi
yang dimunculkan pada anak tersebut. Pembawaan yang disertai
disposisi telah ada pada masing-masing individu yang membutuhkan
tempat untuk merealisasikan dan mengembangkannya. Pada dasarnya
pembawaan adalah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau
kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu
dan ayang selama masa perkembangannya benar-benar dapat
direalisasikan.
Aliran konvergensi pada prinsipnya berpendapat bahwa
pembawaan dan lingkungan sama pentingnya. Perkembangan jiwa
seseorang tergantung pada bakat sejak lahir dan lingkungannya,
khususnya pendidikan. Peran pendidikan adalah memberi pengalaman
Aliran Pendidikan 91
visual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu diasosiasikan
dengan tanda (tulisan) atau suatu gambar yang dapat dilihat.
b. Centre d’internet (pusat-pusat minat).
Berdasarkan penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak-anak
mempunyai minat yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus
disesuaikan dengan minat-minat spontan tersebut. Sebab apabila tidak,
yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran
itu tidak tidak akan banyak hasilnya. Anak mempunyai minat-minat
spontan terhadap diri sendiri dan terhadap masyarakat (biososial).
Minat terhadap diri sendiri itu dapat kita bedakan menjadi:
1) Dorongan mempertahankan diri,
2) Dorongan mencari makan dan minum dan
3) Dorongan memelihara diri.
Sedangkan minat terhadap masyarakat ialah:
1) Dorongan sibuk bermain-main.
2) Dorongan meniru orang lain.
Dorongan-dorongan inilah yang digunakan sebagai pusat-pusat
minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan
dengan pusat-pusat minat tersebut.
Asas-asas Pengajaran Pusat Perhatian adalah sebagai berikut:
a. Pengajaran ini didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup dan
perkembangannya.
b. Setiap beban pengajaran harus merupakan keseluruhan, tidak
mementingkan bagian tetapi mementingkan keberartian dari
keseluruhan ikatan bagian itu.
c. Anak didorong dan dirangsang untuk selalu aktif dan di didik untuk
menjadi anggota masyarakat yang dapat berdiri sendiri dan
bertanggung jawab.
d. Harus ada hubungan kerjasama yag erat antara rumah dan keluarga.
Gerakan pengajaran pusat perhatian telah mendorong berbagai upaya
agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara
mengajar dan lain-lain) agar perhatian siswa tetap terpusat pada bahan
ajaran. Dengan kemajuan teknologi pengajaran, peluang mengadakan
variasi tersebut menjadi terbuka lebar, dan dengan demikian upaya
menarik minat menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian dalam pengajaran
biasanya dilakukan bukan hanya pada pembukaan pengajaran, tetapi
juga pada setiap kali akan membahas sub topik yang baru.
Aliran Pendidikan 97
3. Sekolah Kerja
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) dan Sagala (2010) gerakan
sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-
pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam
pendidikan. Tokoh pendidikan sekolah kerja ini adalah G. Kerschensteiner
(1854-1932) dengan konsep “Arbeitschule” (Sekolah Kerja) di Jerman.
Sekolah kerja bertolak dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya
demi kepentingan individu, tetapi juga demi kepentingan masyarakat.
Dengan kata lain sekolah berkewajiban menyiapkan Negara yang baik
yakni: (a) tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan;
(b) tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan
negara; dan (c) dalam menunaikan kedua tugas tersebut harus diusahakan
kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut berbuat
sesuai dengan kesusilaan serta menjaga keselamatan negara.
Tujuan sekolah kerja ini menurut Kerschensteiner sebagai pencetus
sekolah kerja adalah a) menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan
yang didapat dari buku atau orang lain, dan yang didapat dari
pengalaman sendiri; b. agar anak dapat memiliki kemampuan dan
kemahiran tertentu; dan c. agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai
persiapan jabatan dalam mengabdi Negara. Kerschensteiner berpendapat
bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak-anak
untuk dapat bekerja. Bekerja di sini bukan pekerjaan otak yang
dipentingkan, melainkan pekerjaan tangan (Tirtarahardja & Sulo, 2005;
Sagala, 2010).
4. Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran-pengajaran proyek
diletakkan oleh John Dewey (1859-1952) namun pelaksanaannya
dilakukan oleh pengikut utamanya W. H. Kilpartrick. Pengajaran proyek
memberi kebebasan pada anak untuk menentukan pilihannya,
merancang serta memimpinya. Proyek yang ditentukan oleh anak
mendorongnya mencari jalan pemecahan bila dia menemui kesukaran.
Anak dengan sendirinya giat dan aktif karena sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Dalam pengajaran proyek, pekerjaan dikerjakan secara
berkelompok untuk menghidupkan rasa gotong-royong. Pengajaran
proyek digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia,
antara lain dengan nama pengajaran proyek,pengajaran unit,dan
sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan
menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan
98 Pengantar Pendidikan
demikian siapa saja dapat menjadi guru dan pembelajaran tidak harus
berlangsung di dalam kelas, sebab setiap tempat dapat menjadi tempat
untuk belajar. Konsep Paulo Freire sangat tepat bila dihubungkan dengan
metode outdoor learning. Outdoor learning dapat menjadi salah satu
alternatif bagi pengayaan sumber pembelajaran. Kajian lebih mendalam
tentang Outdoor learning serta hubunganya dengan pengajaran/
pembelajaran alam sekitar dapat diperdalam dengan membaca buku
Pembelajaran Luar Kelas; Outdoor Learning yang ditulis secara komprehensif
oleh Husamah (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2013).
Sementara itu, dewasa ini, di Indonesia sekolah kerja dikenal dengan
sekolah menengah kejuruan (SMK) yang bertujuan untuk menyiapkan
peserta didik untuk siap bekerja atau menggunakan keterampilan yang
diperoleh setelah tamat dari sekolah tersebut. Peranan sekolah kejuruan
merupakan tulang punggung penyiapan tenaga terampil yang diperlukan
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bagi para generasi muda
Indonesia, pendidikan keterampilan itu sangat diperlukan terlebih bagi
setiap orang yang akan memasuki lapangan kerja atau menciptakan
lapangan kerja (Usman, 2012). SMK merupakan pendidikan yang
mempersiapkan pesertanya memasuki dunia kerja atau lebih mampu
bekerja pada bidang pekerjaan tertentu (earning a living).
Saat ini, melalui jargon SMK BISA, sekolah kejuruan menjadi
primadona karena dinggap memiliki kelebihan yaitu lulusan menjadi
lebih siap kerja tetapi kuliah pun mereka bisa. Melihat keberadaan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini pemerintah berharap
posisinya sebagai wahana pengembangan pengetahuan dan keterampilan
dan mampu menjawab tantangan dunia kerja secara nyata. Lulusannya
diharapkan dapat memenuhi tuntutan dunia usaha akan tenaga kerja
tingkat menengah.
Akhirnya, perlu ditekankan lagi bahwa kajian tentang pemikiran-
pemikiran pendidikan pada masa lalu akan sangat bermanfaat untuk
memperluaas pemahaman tentang seluk beluk pendidikan, serta
memupuk wawasan historis dari setiap tenaga kependidikan. Kedua
hal itu sangan penting karena setiap keputusan dan tindakan di bidang
pendidikan,termasuk dibidang pembelajaran, akan membawa dampak
bukan hanya pada masa kini tetapi juga masa depan. Oleh karena
itu,setiap keputusan dan tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara profesional. Sebagai contoh, beberapa tahun terakhir ini telah
terjadi polemik tentang peran pokok pendidikan (utamanya jalur sekolah)
106 Pengantar Pendidikan
yakni tentang masalah relevansi tentang duni kerja (siap pakai); apakah
tekanan pada pembudayaan manusia yang menyadari harkat dan
martabatnya, ataukah memberi bekal keterampilan untuk memasuki
dunia kerja. Kedua hal itu tentulah sama pentingnya dalam membangun
sumber daya manusia di Indonesia yang bermutu.
manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, , cerdas dan
berketerampilan serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa,
tanah air, serta manusia pada umumnya. Oleh karena itu, menurut
Setiono et al (2013) tujuan didirikannya Taman Siswa tidak lain adalah
untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan
rasa cinta tanah air dan semangat anti penjajahan. Taman Siswa berperan
dalam menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Meskipun
menggunakan sistem pendidikan modern Belanda, tetapi taman siswa
tidak mengambil kepribadian Belanda.
Taman Siswa berusaha untuk mencapai tujuannya, di lingkungan
perguruan, dengan berbagai jalan, yaitu (1) menyelenggarakan tugas
pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar sampai tingkat
tinggi; (2) mengikuti dan mempelajari perkembangan dunia di luar
Taman Siswa; (3) menumbuhkan lingkungan hidup keluraga Taman
Siswa, sehingga dapat tampak wujud masyarakat Taman Siswa yang
dicita-citakan; (4) meluaskan kehidupan ke Taman Siswa-an di luar
lingkungan masyarakat perguruan, (5) menjalankan kerja pendidikan
untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar dan hidup Taman Siswa;
(6) menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam masyarakat
dalam bentuk-bentuk badan sosial, Usaha-usaha pembentukan kesatuan
hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia, usaha
pendidikan kader pembangunan, dan (7) mengusahakan terbentuknya
pusat – pusat kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai bidang kehidupan
dan penghidupan masyarakat. Berbagai hal seperti pemikiran tentang
pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria
sampai dengan Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan.
Ketiga pencapaian itu merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan
pendidikan (Tirtarahardja & Sulo, 2005).
belajar Ilmu Tauhid, Fikih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya
adalah Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh. Keprihatinan Ahmad
Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia membuat ia bertekad
untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya
yaitu Al-Quran dan Al-Hadis (Salam, 1968; Jurdi, 2010).
Muhammadiyah itu bahasa Arab, berasal dari kata-kata “Muhammad”
kemudian mendapat tambahan kata “iyyah”. “iyyah” itu menurut tata
bahasa Arab (Nahwu) bernama ya’ nisby, artinya untuk menjeniskan.
Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari Muhammad. Tegasnya
golongan-golongan yang berkemauan mengikuti Sunnah Nabi
Muhammad SAW (Fakhruddin, 2005). Secara terminologi,
Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, berazaskan Islam, bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah (Hadis).
Pemberian nama Muhammadiyah dengan maksud berpengharapan
baik (bertafa’ul), mencontoh dan menteladani jejak perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Semua ditujukan demi terwujudnya kejayaan Islam,
sebagai idealitas dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realitas
(Pasha & Darban, 2000).
Setting sosial yang mengitari KH. Ahmad Dahlan telah memberikan
inspirasi cemerlang untuk mendirikan Muhammadiyah. Berdirinya
Muhammadiyah di samping merupakan hasil dan telaah terhadap
ajaran Al-Quran juga tidak terlepas dari kondisi sosial masyarakat pada
waktu itu. Pada saat kondisi yang tidak menentu K.H. Ahmad Dahlan
muncul sebagai salah seorang yang peduli terhadap kondisi yang
dihadapi oleh masyarakat pribumi secara umum atau masyarakat
Muslim secara khusus.
Sejak kelahirannya, Muhammadiyah telah menetapkan garis
perjuangan (khittah) untuk bergerak di bidang da‘wah, sosial, dan
pendidikan. Gagasan pendidikan yang dipelopori kyai Ahmad Dahlan,
merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek “iman”
dan “kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar
yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya
(Kuntowijoyo, 1985). Apresiasi sejarah terhadap Muhammadiyah tidak
bisa dilepaskan oleh faktor besarnya partisipasi organisasi ini dalam
dunia Pendidikan. Partisipasi Muhammadiyah dalam memperkuat
bangsa ini dalam konteks Pendidikan dimulai sejak Muhammadiyah
lahir pada tahun 1912. Hal ini mengingat bahwa salah satu faktor yang
mendorong lahirnya Muhammadiyah adalah adanya realitas obyektif
122 Pengantar Pendidikan
BAB VI
127
128 Pengantar Pendidikan
f. Satuan Pendidikan
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat (Pasal 16 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Adapun yang dimaksud “satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan” (Pasal 1 ayat 10 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Pasal 53 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan: (1) Penyelenggara
dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah
atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan
pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan
pendidikan. (4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur
dengan undang-undang tersendiri.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
139
Pendidikan di Indonesia
3) Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Pasal 1
ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Hak peserta didik termaktub dalam Pasal 12 ayat (1) UU RI No. 20
Tahun 2003 bahwa: “Setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak: a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang segama; b.
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya; c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang
orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya; d.
menndapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak
mampu membiayai pendidikannya; e. pindah ke program pendidikan
pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara; f. menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing
dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Kewajiban peserta didik termaktub dalam Pasal 12 ayat (2) bahwa:
“Setiap peserta didik berkewajiban: a. menjaga norma-norma
pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan; b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan
pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12 ayat (3) UU RI No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa: “Warga
Negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia”. Selanjutnya ayat (4) menyatakan bahwa: “Ketentuan
mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah”
4) Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Adapun yang
dimaksud tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan (Lihat Pasal 1 ayat 6 dan 7 UU RI No. 20 tahun 2003).
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat enam pasal yang mengatur
tentang pendidik dan tenaga kependidikan yaitu: pasal 39, 40, 41, 42,
43, dan 44.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
143
Pendidikan di Indonesia
Pasal 43: (1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan,
pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan. (2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi. (3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan
sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 44: (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. (2)
Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina
dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
yang diselenggarakannya. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
i. Sarana dan Prasarana, Pendanaan, Pengelolaan Pendidikan, dan Peran
Serta Masyarakat dalam Pendidikan
1) Sarana dan Prasarana Pendidikan
Tentang sarana dan prasarana pendidikan dinyatakan pada Pasal 45
UU RI No. 20 Tahun 2003, yaitu: (1) Setiap satuan pendidikan formal
dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional,
dan kejiwaan peserta didik. (2) Ketentuan mengenai penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
2) Pendanaan Pendidikan. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003, tentang
pendanaan pendidikan dinyatakan pada Pasal 46 sampai dengan Pasal
49.
Pasal 46: (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (2)
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan
anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (3)
Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
145
Pendidikan di Indonesia
d. Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan yang ditetapkan dengan ukuran minimal
20% baik untuk APBN maupun APBD pada hakekatnya berpotensi
bagi tingkat kelancaran penyelenggaraan pendidikan. Dana yang
dialokasikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi relatif
tinggi, jika dikaitkan dengan kewenangan yang diberikan. Sebaliknya
dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota relatif sedikit
jika dikaitkan dengan kewenangan tanggung jawab yang harus dipikul,
terutama sebagai penyelenggara pendidikan dasar dan menengah. Hal
ini cenderung dan rentan menimbulkan masalah. Seharusnya daerah
mengalokasikan dana lebih besar untuk pendidikan, karena Laporan
Bank Dunia pada tahun 2013 menunjukkan keterkaitan antara
keberpihakan kepemimpinan lokal dengan kinerja pendidikan.
Temuannya adalah bahwa daerah yang memprioritaskan pendidikan
dan menyisihkan anggaran lebih besar cenderung mendapatkan hasil
kinerja pendidikan yang lebih baik (Baswedan, 2014). Keterbatasan
anggaran karena kemampuan pemerintah yang terbatas dan rendahnya
partisipasi masyarakat termasuk permasalahan efisiensi pendidikan
(Sauri, 2009).
Sementara itu menurut Marzuki (2010) kebijakan pendidikan
berupa praktik pelaksanaan wajib belajar yang kemudian memunculkan
jargon “Sekolah Gratis” belum semuanya ditanggapi dengan baik dan
diterima secara penuh oleh semua warga sekolah. Masih ada pihak-
pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan ini, sehingga
melakukan hal-hal yang merugikan sekolah, yang akhirnya merugikan
siswa dan orang tua siswa. Ketika terjadi pengetatan dana dengan
dalih kebijakan “sekolah gratis”, program-program yang sudah berjalan
dengan baik mulai sedikit demi sedikit terabaikan. Sebagai konsekuensi
adanya “sekolah gratis” bagi sekolah negeri menjadikan sebagian dari
sekolah-sekolah yang dikelola oleh swasta menjadi “mati”.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
151
Pendidikan di Indonesia
e. Fasilitas
Keterbatasan dalam hal sarana, prasarana, aksesibilitas, tenaga guru,
dan fasilitas pendidikan lainnya merupakan permasalahan terkait aspek
pemerataan pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia
masih belum mencukupi, terlebih-lebih untuk sekolah dasar yang
sebagian besarnya merupakan bangunan inpres (Instruksi Presiden).
Banyak sekolah yang bagunannya sudah tidak layak pakai dan rusak.
Demikian pula sarana-prasarana sekolah yang ada di daerah pedesaan,
apalagi sekolah-sekolah yang tersedia di pedesaan jauh lebih banyak.
Kalau sekiranya sudah tersedia, masih dijumpai cukup banyak yang
belum diptimalkan penggunaannya.
Sarana dan prasarana pendidikan yang jauh memadai dari ukuran
standar secara potensial dapat menghambat proses pendidikan, apalagi
jika dikaitkan dengan dinamika masyarakat dan kemajuan IPTEKS
dewasa ini. Fasilitas untuk akses informasi melalui teknologi informasi
dan komunikasi yang sudah mendesak tidak dapat dihindarkan. Jika
kondisi ini tidak segera dapat diwujudkan, sangat mungkin
ketertinggalan bangsa Indonesia dalam mencapai pendidikan bermutu
menjadi problem yang serius.
Kondisi sekolah yang tidak mendukung ini dibuktikan dengan data
bahwa 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan
minimal pendidikan. Hal ini berdasarkan pemetaan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan terhadap 40.000 sekolah pada tahun 2012
(Baswedan, 2014).
f. Standardisasi Pendidikan
Kebijakan adanya standardisasi pendidikan juga menyisakan
beberapa problem, terutama bagi sekolah-sekolah swasta. Tidak banyak
sekolah swasta yang mampu membenahi kelembagaannya sehingga
dapat mewujudkan sekolah yang berstandar nasional. Kebijakan ini
memang menjadi tantangan tersendiri bagi para pengelola sekolah,
sebab jika tidak bisa mewujudkan sekolah yang berstandar akan berakibat
berkurangnya minat masyarakat bersekolah di sekolah tersebut. Jika hal
ini terjadi akan mengurangi pemasukan dana yang menjadi tulang
punggung sekolah untuk menjalankan program-program sekolahnya.
g. Evaluasi Pendidikan
Sistem evaluasi pendidikan yang digunakan belum komprehensif.
Sistem evaluasi pendidikan lebih cenderung mengandalkan penilaian
152 Pengantar Pendidikan
i. Arus Globalisasi
Globalisasi memungkinkan adanya akses yang terbuka terutama
dalam kehidupan ekonomi, dengan begitu transaksi ekonomi tidak ada
pembatasan yang mutlak, sejak terhitung saat konvensi telah disepakati.
Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan
komparatif (comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif
(competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan
sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada
pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ketidaksiapan
setiap warga negara Indonesia dalam berkompetisi dapat menyebabkan
bangsa Indonesia akan menjadi tamu di negara sendiri.
Sistem Pendidikan Nasional, Pembaharuan dan Inovasi
153
Pendidikan di Indonesia
k. Persoalan Karakter
Menurut DITNAGA-DIKTI (2010) di kalangan pelajar dan
mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan. Perilaku
menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat
masih kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa. Kebiasaan
“mencontek” pada saat ulangan atau ujian masih dilakukan. Keinginan
lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional
menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak
beretika. Mereka mencari bocoran jawaban dari berbagai sumber yang
tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini bersifat
institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan sekolah
dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus, ada di antaranya
yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti diri atau bahkan
bunuh diri. Perilaku tidak beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa.
Plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga
masih bersifat massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa
program doktor. Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di
kalangan pelajar dan mahasiswa.
154 Pengantar Pendidikan
Daftar Pustaka
159
160 Pengantar Pendidikan
Glosarium
Hakikat: kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada.
Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (ke-
punyaan) atau benar (kebenaran).
Hak: segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah
ada sejak lahir bahkan sebelum lahir.
Inovasi: suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati
sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri. Inovasi
diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan
suatu masalah tertentu.
167
168 Pengantar Pendidikan
Kata hati: kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan yang
buruk bagi manusia sebagai manusia.
Sistem Among: cara pendidikan yang dipakai dalam sistem Taman Siswa
dengan maksud mewajibkan pada guru supaya mengingati dan
mementingkan kodrati adatnya pada siswa dengan tidak melupakan
segala keadaan yang mengelilinginya.
Wajib belajar: program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga
negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
daerah.
Indeks
A C
Abd Allah, 8 categorical imperative, 16
activity centered, 70 Centre d’internet, 96
al-Basyar, 71 child centered, 70
al-Insan, 71 community oriented project, 118
al-Nas, 7 comperative adventage, 152
al-Qur’an, 6, competitive advantage, 152
amar ma’ruf nahi mungkar, 17
animal educabili, 3 D
animal educandum, 3 das Es, 4
animal educator, 3 das Ich, 4
animal ridens, 3 das Uber Ich, 4
animal rational, 3 deterministis, 5
animal symbolicum, 3
anthropological constants, 18 E
aspek spasial, 3 empirisme, 86
auditif, 44 environmental input, 46
entrepreneurship, 118
B etnis, 5
Bani Adam, 8
Bani Hasyr, 8 F
budinurani, 4 fenomenologi, 5
free will, 13
171
172 Pengantar Pendidikan
H K
hayawan nathiq, 2 kawasan bawah sadar, 5
hewan yang berpikir, 2 Kayutanam, 107
Hidayat al-Aqliyat, 20 kerajaan hewan, 3
Hidayat al-Diniyyat, 21 khalifah, 6
Hidayat al-Ghariziyyat, 21 kreativitas tangan, 3
Hidayat al-Hasiyyat, 21 kodrat, 2
homo economicus, 20 konsentris, 47
homo faber, 2 konvergensi, 86
homo loquen, 2
homo religious, 21 L
homo sapiens, 2 libido-seksualis, 4
homo socius, 2 life long learning, 83
horizontal, 18 lust principle, 4
M
I makhluk biologis, 7
I-it, 15 makhluk ekonomi, 2
I-thou, 15 makhluk evolutif, 22
idealisme, 31 makhluk kultural, 7
imitative, 3 makhluk reaktif, 9
innate potentials, 19 makhluk sosial, 2
innate tendencies, 19 memayu hayuning bawana, 16
inovasi, 35 metode global, 95
insan kamil, 37 monisme, 12
instructional materials, 43 monodualis, 11
instrumental input, 46 monopluralis, 11
interaksi edukatif, 41 Muhammadiyah, 9
interpersonal, 49
intrapsikis, 9 N
nativisme, 86
J naturalism, 86
jiwa-jiwa nasional, 5
Indeks 173
O T
orde en vrede, 79 teologis, 4
Teori Domein, 110
P the Id, 4
paham individualism, 72 tool-making animal, 2
paham integralistik, 72 tripusat, 47
paham kolektivisme, 72 tujuan institusional, 37
pendidikan seks, 34 tujuan instrukisonal, 37
pengembangan patologis, 24 tujuan kurikuler, 37
pluralisme, 12 Tut Wuri Handayani, 78
pour soi, 9
pragmatisme, 69 W
primary community, 57 warisan ras, 6
problem solving method, 71 weltanschauung, 5
Project Based Learning, 98 Wisna Priya, 65
psikoanalisis, 4 Wisnu Rini, 65
psikofisik, 27
psiko-humanistik, 26 Z
zelfbegrotings-system, 112
R zelf besschikkingsrecht, 112
rasa kebebasan, 9 zoon politicon, 2
rasio praktis, 16
raw input, 46
realisme, 69
S
sakral, 6
salah didik, 24
sekolah kejuruan, 101
sistem among, 65
struktur jiwa, 4
sui generis, 4
superego, 4
174 Pengantar Pendidikan
Profil Singkat Penulis 175
175
176 Pengantar Pendidikan