Anda di halaman 1dari 37

TUGAS SISTEM REPRODUKSI

ASUHAN KEPERAWATAN SYNDROM GAWAT NAPAS PADA


NEONATUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. CICI AGUSTIN 161211208


2. DELLA TIARA GUSTINE 161211209
3. MOH FAJRI 161211258
4. MUTIARA SYAFRI 161211216
5. NADIA LISNA PUTRI 161211217
6. PUTRI PUJAAN 161211224
7. RAHMIANA HELDAYANTI 161211225
8. SATRIA AKBAR 161211233
9. WAHIDDATUN SA’DIAH 161211238
10. WICHEN ELMAR YULIN 161211239
11. YUNISA 161211246

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. FITRI WAHYUNI M.Kep,Sp.Kep An

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunianyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan insyaallah mudah
untuk dipahami oleh pembaca.
Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas sistem reproduksi
“Asuhan Keperawatan Tentang SYNDROM GAWAT NAPAS PADA
NEONATUS. Ucapan terima kasih kami sampaikan kpada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan askepini.
Kami sadari bahwa askep ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan
saran serta bersikap membangun sangat diharapkan dari pembaca untuk perbaikan
makalah selanjutnya.

Padang, 10 Januari 2018

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT
1. Pengertian 4
2. Anatomi dan fisiologi 5
3. Etiologi 6
4. Klasifikasi 7
5. Manifestasi klinis 8
6. Komlikasi 9
7. Patofisiologi 8
8. WOC 9
9. Pemeriksaan diagnostik 10
10. Penatalaksaan medis dan keperawatan. 10
B. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian 15
2. Diagnosa kekerawatan 16
3. Intervensi keperawatan
BAB IV PENUTUP 35
A. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA 36

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid
dan postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi
hidup periode 1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa
sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat
angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi
hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari
pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara
penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur
adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada
bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan
umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan
eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.
Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang
kejadianRDS, Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat,
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. (WHO, 2012).
PMH terutama terjadi pada bayi prematur, jarang ditemukan pada bayi
aterm. Frekuensinya meningkat dengan makin pendeknya masa kehamilan.
Penyakit ini terjadi pada kira-kira 10 % seluruh bayi prematuri dengan
insidensi terbesar pada bayi-bayi yang memiliki berat badan kurang dari
1500gram. Dengan kata lain insidensinya berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan bayi. Kejadian penyakit akan meningkat pada
bayi lahir kurang bulan (terutama bayi dengan masa gestasi kurang dari 34
minggu). Penyakit ini dapat ditemukan pada sekitar 60 % bayi yang

4
berumurkurang dari 28 minggu kehamilan, pada sekitar 15-20 % bayi yang
berusiakehamilan antara 32-36 minggu dan sekitar 5 % bayi yang berusia
lebih dari 37minggu kehamilan dan penyakit ini jarang ditemukan pada
bayi aterm (4).Diperkirakan bahwa 50 % dari semua kematian neonatus
disebabkan olehPMH atau komplikasinya dan penyakit ini bertanggung
jawab atas 10.000-40.000 kematian setiap tahun

Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir kurang bulan (terutama
bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu). Penyakit ini dapat
ditemukan oada sekitar 60% bayi yang berumur kurang dari 28 minggu
kehamilan, pada sekitar 15-20% bayi yang berusia kehamilan antara 32-36
minggu dan sekitar 5% bayi yang berusia lebih dari 37 minggu kehamilan dan
penyakit ini jarang ditemukan pada bayi aterm. Diperkirakan bahwa 50% dari
semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit membran hialin atau
komplikasinya dan penyakit ini bertanggung jawab atas 10.000-40.000
kematian setiap tahun.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80%
terjadi pada bayiyang lagir dengan usia kehamilan kurang dari
28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang
sekali ditemukan pada bayi cukup bulan(matur). Insidens pada bayi
premature kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan lebih sering
terjadi p a d a b a y i l a k i -
laki dari pada bayi perempuan (Nelso n,1999). Selain itu ke
n a i k a n frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibuyang
menderita gangguan perfusidarah uterus selama kehamilan
misalnya,ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi,seksio serta
perdarahan antepartum.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Respiratory Distress Syndrome (RDS) itu?
2. Anatomidanfisiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
3. Bagaimana etiologi Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
5. ApaituKompilkasi Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
6. Bagaimana patofisiologi dari Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
7. Bagaimanawoc Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Respiratory Distress Syndrome
(RDS)?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan Respiratory Distress Syndrome (RDS)?
10. Bagimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien Respiratory
Distress Syndrome (RDS)?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami apa itu Respiratory Distress Syndrome (RDS)
2. Mengetahui dan memahami anatomi danfisologi Respiratory Distress
Syndrome (RDS)
3. Mengetahui dan memahami etiologi dari Respiratory Distress Syndrome
(RDS)
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Respiratory Distress
Syndrome (RDS)
5. Mengetahui dan memahami komplikasi Respiratory Distress Syndrome
(RDS)
6. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Respiratory Distress
Syndrome (RDS)
7. Mengetahui dan memahami wocRespiratory Distress Syndrome (RDS)
8. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada pasien
Respiratory Distress Syndrome (RDS)
9. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Respiratory Distress
Syndrome (RDS)

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin)
adalah suatu keadaan dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru
bayi tidak dapat tetap terbuka karena tingginya tegangan permukaan
akibat kekurangan surfaktan. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang
memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang
selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru.
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani,
2001).
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensisurfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS )
adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan
frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan
retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi
(Ngatisyah, 2005).
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan
yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,2004).

7
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic
respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis,
radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru
dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak
menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane
Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS
(Bobak, 2005).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan
Yulianni, 2006).
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres
Pernapasan merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang
(Suriadi dan Yulianni, 2006). Secara klinis bayi dengan RDS
menunjukkan takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan
subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama
kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema.
Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis
respiratory atau asidosis campuran (Kompas, 2012).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak


sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping

8
mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu
sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-
struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk
konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh
radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang
tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas
klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pu]\lmonalis,
suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke
paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit
lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura
horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior.
Paru – paru berasal dari titik tumbuh yang muncul daripharynx, yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur
percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah
kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan
alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan
adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak
matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi
baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan
permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak
mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi
berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup
dan aliran darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20
minggu kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru
matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi

9
tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan
alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini
memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai
peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya
sudah terganggu. Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam
paru –parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan,
sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru –paru. Pada bayi
yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari
kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka
waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan
dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus
paru –paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan
waktu.

3. ETIOLOGI
RDS sering ditemukan pada bayi prematur(Berat badan bayi lahir
kurang dari 2500 gram). Insidens berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu.
Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin
tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi,
dkk, 2003). RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar
pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal,
maternal diabetes, seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli
tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya

10
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala
tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah
berat. RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar
paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, pneumonia,aspirasi, penyakit
membran hialin (PMH). PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur
kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan
36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang
pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi
dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu,
kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat,
asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya
terkena.
Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan gangguan
pernapasan pada bayi baru lahir adalah :
 Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau sebentar setelah
lahir bisa mengenai satu lobus paru atau yang mengenai satu lobus
paru
 Pembentukkan substansi surfaktan yang tidak sempurna
Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam
pengembangan paru dan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak.
Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini terbentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35
 Pusat pernapasan di medulla yang belum matur
Sering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk pernapasan ini
sering ditemukan pada bayi dengan berat badan < 2000 gram atau masa
gestasi < 36 minggu, jarang timbul dalam 24 jam pertama kelahiran dan
dapat berlangsung sampai kira-kira 6 minggu.

11
4. KLASIFIKASI

a. Gangguan nafas berat


Dikatakan gangguan nafas berat adalah Frekuensi nafas lebih dari 60x
permenit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
b. Gangguan nafas sedang
Dikatakan gangguan nafas sedang apabila Frekuensi nafas 60 – 90x
permenit dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi
tetapi tanpa sianosis sentral
c. Gangguan nafas ringan
Dikatakan gangguan nafas ringana dalahFrekuensi nafas 60 - 90x
permenit tanpa tarikan dinding dada tanpa merintih saat ekspirasi atau
sianosis sentral.

5. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering
disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi
pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-
8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat
pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang
pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang
menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi
suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain
tanda gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia

12
(sering ditemukan pada penderita penyakit membran hialin berat),
hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal
tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat
terlihat bila terjadi komplikasi

Evaluasi Respiratory Distress SkorDowne:

0 1 2
FrekuensiNafas < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Retraksi Tidakadaretraksi Retraksiringan Retraksiberat
Sianosis Tidaksianosis Sianosishilangdengan Sianosis
O2 menetap
walaupun
diberi O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan
udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat
dengan stetoskop didengar
tanpa alat
bantu

Evaluasi Respiratory Distress SkorDowne


Skor< 4 Gangguan pernafasan ringan
Skor 4 – 5 Gangguan pernafasan sedang
Skor> 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)

13
6. KOMPLIKASI
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan
terjadi pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli
Kebocoran alveoli apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit
Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan
kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.

14
2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

7. PATOFISIOLOGI
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau
tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kola Surfaktan juga menyebabkan
ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar
yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan
menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli
saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),
sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali
pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima
dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan,
bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan
mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis.Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi
paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya
menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga

15
menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran
dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi
jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik.
Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga
terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang
menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi
ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan
jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat
pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.
Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam,
pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi
surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam
hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat
menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma
akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan
pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, dkk, 2003).

16
G. WOC

`
Bayi prematur Maternal diabetes Asfiksia neonatorum

Pembentukan Hiperinsulinemia Janin kekurangan O2 dan


membran hialin janin kadar CO2 meningkat
surfaktan paru
belum sempurna
Imaturitas paru
Menekan sintesis
surfaktan

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

IDIOPATIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / IRDS

Retensi CO2 Surfaktan menurun Hipoksia Metabolisme


anaerob
Kontriksi vaskularisasi
Janin tidak dapat menjaga rongga pulmonal
Asidosis respiratorik
paru tetap mengembang
P↓ oksigenasi jaringan Usaha inspirasi
Pe↓ pH dan PaO2 yang lebih
Tekanan negatif intra toraks yang
besar Metabolisme anaerob
Vasokontriksi berat MK : TERMOREGULASI Masukan oral tidak
Timbunan asam laktat TIDAK EFEKTIF adekuat/ menyusu buruk
Pe↓ sirkulasi paru dan Usaha inspirasi yang lebih
pulmonal Asidosis metabolik
Bayi kehilangan panas tubuh/tdk Hipoglikemia
Dispena, Takipnea, Apnea, Retraksi dinding Penurunan PH dapat me↑kan panas tubuh
Penurunan aliran darah dada, Pernapasan cuping hidung,
pulmonal Mengorok, Kelemahan
Peningkatan HCO3
MK : Perubahan nutrisi
MK: KETIDAKEFEKTIFAN POLA 17 Kurangnya cadangan Respon menggigil pada
Gg. Pertukaran gas kurang dari kebutuhan tubuh
NAPAS glikogen dan lemak coklat bayi kurang/tidak ada
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan diagnostik
1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip
penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan
lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah
adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk
prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis
ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun
manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun
disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau
arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan
pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan
defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik
dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula
perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung
compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai
‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi
paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,

18
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu
terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang
ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal
dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
b. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen thorak
o Pola retikulo granular difus bersama bromkogram udara yang saling
tumpang tindih.
o Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
o Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkepa (bayi
dari ; ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif)
o Bayangan timus yang besar
o Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit
berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
2. Pemeriksa darah
o Asidosis metabolik
o PH menurun (N : PH 7,35- 7,45)
o Penurunan Bicarbonat (N : 22-26 meg/L)
o PaCO2 Normal (N : 35-45 mmHg)
o Peningkatan serum K
3. Asidosis respiratorik
o PH menurun (N : PH 7,35-7,45)
o Peningkatan PaCO2 (N : 35-45 mmHg)
o Penurunan PaO2 (N : 80-100 mmHg)
o Imatur lecithin / sphingomylin (L/S)

19
9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
o Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat
(70-80%).
o Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru,
kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
o Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa
5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah
60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
o Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
o Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat
mahal.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi
gangguan pernapasan, kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya
infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).
1. Bahaya kedinginan (hipotermi)
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis,
jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna
maka bayi sangat mudah kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi
harus dirawat didalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36,5-
37ºC

20
2. Resiko terjadi gangguan pernapasan
Pada bayi prematur walaupun gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu
lahir, harus tetap waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala
pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan
makin berat dalam 48 jam untuk kemudian menetap sampai 72 jam. Setelah
itu berangsur-angsur keadaan klinik pasien membaik, karena itu bayi
memerlukan observasi yang terus-menerus sejak lahir agar apabila terjadi
gangguan pernapasan dapat segera dilakukan upaya pertolongan, ada 3
penggolongan:
a. Gangguan nafas ringan
Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapatdiberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler < 39˚C
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
seposis
 Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.

21
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah
2 jam
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap
2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
memakai salah satu cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3
hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah
Sakit bayi dapat dipulangkan.
c. Gangguan nafas berat
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan
tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah
sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.
3. Kesukaran dalam pemberian makanan
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi
tersebut belum mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena
organ pencernaan belum sempurna. Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka
atas persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10%
banyaknya sesuai umur dan berat badan. Bila keadaan klinis bayi telah
membaik dan sudah diperbolehkan minum, maka minum dapat diberikan
melalui sonde
4. Resiko mendapatkan infeksi
Bayi prematur yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi
karena zat-zat kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan
untuk bayi harus steril seperti kateter untuk menghisap lendir sonde
22
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya tindakan
penghisapan lendir atau pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus
dilakukan oleh perawat yang berpengalaman.

B. KONSEP KEPERAWATAN TEORITIS


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
 Umur
Biasanya pasien yang mengalami syndrome gawat napas ini banyak ditemukan
pada bayi dengan berat badan lahir rendah(BBLR) terutama yang lahir pada masa
gestasi <28 minggu
 Jenis kelamin
Insiden bayi syndrome gawat napas lebih sering terjadi pada bayi laki-laki
dari pada perempuan
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan bunyi
napas.
c. Riwayat kesehatan
o Riwayat Penyakit Sekarang
Pada anak dengan RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah
letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot
menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi
supersternal atau epigastrik atau intercosta, grunting expirasi.
o Riwayat Penyakit Dahulu :
Biasanya riwayat keluarga terdahulu pernah mengalami prematuritas
dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan
surfactan, lahir premature dengan operasi Caesar serta penurunan suplay
oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau premature,
atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis

23
o Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi
seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan,
stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar
akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi
minuman keras serta tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
d. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis
dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan
dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian
fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan
klinik.
2. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
4. Kardiovaskuler
a. Frekuensi jantung dan tekanan darah

24
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu
sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah
pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
5. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
o Nail Bed Pressure( tekan pada kuku)
o Blancing Skin Test,caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan
dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
6. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi.Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
7. ADL (Activity daily life)
o Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau
menghisap
o Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun
kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis
o Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan,

ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

25
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan,

keterbatasan pengembangan otot.

3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak subkutan,

peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat RDS.

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama


makan,peningkatan kebutuhan kalori dan penurunan nafsu makan

C. INTERVENSI
N DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Kerusakan 1. Konservasi energy 1. Resusitasi: Neonatus
pertukaran gas Indicator:  Siapkan peralatan untuk
 Menyeimbangk resusitasi sebelum
anaktvitasdanist kelahran
irahat  Tempatkan bayi baru
 Menggunakanti lahir di bawah
dursianguntukm pemancar panas yang
emulihkan hangat
energy  Tempatkan selimut
 Menyadariketer yang digulung di
batasan energy bagian bawah bahu
 Menyesuaikang untuk membantu bayi
ayahidupdengan dengan posisi yang
tingkat energy benar
 Mempertahanka  Berikan stimulsi taktil
n intake nutrisi dengan menggosok
yang cukup telapak kaki atau
menggosok, punggung
bayi
2. Pengaturan posisi
 Tempatkan perubahan

26
posisi tempat tidur dalam
jangkauan
 Balikkan tubuh anak
sesuai dengan kondisi
kulit
 Masukkan posisi tidur
yang di ingikan kedalam
rencana keperawatan

3. Terapi oksigen
Aktivitas-aktivitas :
 Bersihkan mulut,hidung,dan
sekresi trakea dengan tepat
 Batasi aktifitas morokok
 Pertahankan kepatenan jalan
nafas
 Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
 Monitor aliran oksigen
 Monitor kemampuan pasien
untuk mentororir
pengangkatan oksigen
ketika makan
 Rubah perangkat pemberian
oksigen dari masker ke
kanunasal saat makan
 Monitor kerusakan kulit
terhadap adanya gesekan
perangkat oksigen
 Sediakan oksigen ketika
pasien dibawa atau
dipindahkan
 Atur dan ajarkan pasien

27
mengenai perangkat oksigen
yang memudahkan
mobilitas

3. monitor pernafasan
Aktifitas-aktifitas :
 Palpasi eksimetrisan
ekspansi paru
 Perkusi
toraks,anterior,posterior
dari apeks kebasis paru
kanan dan kiri
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot-otot
diafragma parasoksikal
 Aulkustasi suara nafas,catat
area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara jalan
nafas tambahan
 Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
aulkustasi suara jalan nafas
di paru ronki diparu
 Aulkustasi suara nafas
setelah tindakan,untuk
dicatat
 Monitor hasil pemeriksaan
ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan
inspirasi dan penurunan
volume tidal

28
 Monitor peningkatan
kelelahan,kecemasan,dan
kekurangan udara pada
pasien

2 Pola napas 1. beratbadan: Massa 1. Manajemenjalannafasbua


tidak efektif tubuh tan
indicator: Aktivitas-aktivitas:
 beratbadan  Menyediakan
 ketebalanlipatk system hidrasi
ulittrisep yang
 presentaselema adekuatmelalui
ktubuh oral
 presentillingka maupunpemberia
rkepala ncairanintravena

 presentiltinggi  Inspeksiadanyacai

 presentilberatb ran, kemerahan,

adan iritasidanperdarah

2. Organisasi anpadakulitsekitar
(pengelolaan) bayi stoma strakel
premature
Indicator:  Lakukanpemerika
 Freekuensi saanphotothoraks
pernafasan (30- untukmengetahui
60) posisiselangjikadi
 Indeks usia perlukan.
kehamilan  Menggunakanalat
3. Tingkat kelelahan pelindungdiri(mis
Indicator: alnyasarungtanga
 Fungsiimun n,
 Kualitasistirahat kacamatapelindun
 Fungsineurolog g, dan masker
issaturasioksige dengancara yang
n tepat

29
 Tingkat stress 2. Monitor tanda-tanda vital
Aktivitas-aktivitas:
 Monitor
tekanandarah,
nadi, suhu, status
pernafasandengan
tepat
 Monitor
polapernafasan
abnormal
 Monitor
warnakulit, suhu,
dankelembaban
 Monitor
akanadanya kuku
denganbentuk
clubbing
 Identifikasikemun
gkinanpenyebabp
erubahantanda-
tanda vital
3 Ketidakefektif 1. Termoregulasi: bayi 1. Perawatan bayi:
an baru lahir
premature
termoregulasi Indicator:
 Berat badan Aktivitas-aktivitas:
 Thermogenesis  Ciptakan
yang tidak
menggigil hubungan yang
 Takipnea mendukung dan
 Hipotermi
 Suhu tidak terapeutik dengan
stabil orang tua
 Nafas tidak
teratur  Berikan orang tua
 Perubahan informasi akurat
warna kulit
2. Adaptasi bayi baru dan factual terkait
lahir kondisi bayi,
Indicator:

30
 Termoregulasi perawatan , dan
 Saturasi kebutuhan
oksigen
 Indeks usia  Berikan
gestasi perawatan bayi
 Toleransi
pemberian dan berikan
makan makan dan siklus
 Eliminasi urin
 Respon tehadap bangun
stimulus  Monitor stimulus
3. Organisasi
(pengelolaan) bayi (misalnya cahaya,
premature suara)
Indicator:
 Freekuensi dilingkungan bayi
pernafasan (30-  Ganti posisi bayi
60)
 Indeks usia secara berkala
kehamilan  Bantu orang tua
untuk
mrencanakan
perawatan
responsive
terhadap tanda
kondisi bayi
2. Perawatan bayi : bayi
baru lahir
Aktivitas-aktivitas:
 Monitor frekuens
pernafasan dan
pola nafas bayi
 Monitor frekuensi
denyut nadi bayi
baru lahir
 Respon pada
tanda-tanda
distress
pernafasan

31
(misalnya
takipnea,
pernafasan cuping
hidung,
mendengkur,
retraksi, ronki,
dan rales)
 Ukur lingkar
kepala tentukan
usia janin
 Monitor makanan
pertama bayi baru
lahir
 Monitor reflex
menghisap bayi
baru lahir selama
menyusui
 Bantu orang tua
untuk
memandikan bayi
baru lahir pertama
kali setelah suhu
tubuh stabil
4 Ketidakseimba Status nutrisi : 1.Manajemen nutrisi
ngan nutrisi: Indicator Aktivitas-aktivitas:
kurang dari - Asupan gizi (2-3)  Tentukan status gizi pasien
kebutuhan - Asupan makanan (2-3) dan kemampuan pasien untuk
tubuh b.d fatiq - Asupan cairan (2-3) memenuhi kebutuhan gizi
selama - Energy (2-3)  Identifikasi adanya alergi
makan,peningk - Resiko berat badan/tinggi atau intoleransi makanan
atan kebutuhan badan (2-3) yang dimiliki pasien
kalori dan - Hidrasi (2-3)  Tentukan jumlah kalori dan
penurunan Status nutrisi : asupan nutrisi jenis nutrisi yang dibutuhkan

32
nafsu makan - Asupan kalori (2-3) untuk memenuhi persyaratan
- Asupan protein (2-3) gizi
- Asupan lemak (2-3)  Ciptakan lingkungan yang
- Asupan karbohidrat (2-3) optimal saat mengkonsumsi
- Asupan serat (2-3) makan
- Asupan vitamin (2-3)  Lakukan atau bantu pasien
- Asupan mineral (2-3) terkait dengan perawatan
- Asupan zat besi (2-3) mulut sebelum makan
-  Beri obat-obatan sebelum
makan, jika diperlukan
 Pastikan makanan disajikan
dengan cara yang menarik
dan pada suhu yang paling
cocok untuk konsumsi secara
optimal
 Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia
 Monitor kalori dan asupan
makanan
 Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan
 Anjurkan pasien untuk
memantau kalori dan intake
makanan
 Berikan arahan, bila
diperlukan
2.Bantuan peningkatan berat
badan
Aktivitas-aktivitas:
 Jika diperlukan lakukan

33
pemeriksaan diagnostik
untuk mengetahui penyebab
penurunan berat badan
 Timbang pasien pada jam
yang sama setiap hari
 Diskusikan kemungkinan
penyebab berat badan
berkurang
 Monitor mual muntah
 Monitor asupan kalori setiap
hari
 Monitor nilai albumin,
limosit, dan nilai elektrolit
 Dukung peningkatan asupan
kalori
 Sediakan makanan yang
tinggi kalori dan bernutrisi
tinggi
 Lakukan perawatan mulut
sebelum makan
 Berikan istirahat yang cukup
 Berikan makanan yang sesuai
dengan intruksi dokter untuk
pasien
 Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan dan
menenangkan
 Rujuk pada lembaga di
komunitas yang dapat
membantu dalam memenuhi
makanan
 Kenali apakah penurunan
berat badan yang dialami

34
pasien merupakan tanda
penyakit terminal
 Sediakan suplemen makanan
jika diperlukan
 Ciptakan suasana sosial yang
tepat untuk makan
 Gambarkan dalam grafik
kenaikan berat badan pasien
dan buat rencana yang sesuai
 Dorong kehadiran pasien
dalam komunitas pendukung

35
BAB III

PENUTUP

RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering


terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
(Stark,2004).
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory
distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang
terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan
sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan
RDS (Bobak, 2005). Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga
kulitnya sangat tipis, jaringan lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu
belum sempurna maka bayi sangat mudah kedinginan. Untuk mencegah bayi
kedinginan bayi harus dirawat didalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu
bayi 36,5-37ºC

36
DAFTAR PUSTAKA

Hernawati Erni, Kamila Lia. 2017. Buku ajar bidan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal. Jakarta: CV Trans Info Media

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC

Suriadi, Yuliani Rita. 2010. Asuhan keperawatan pada anak edisi 2. Jakarta: CV. Saguung
Seto

37

Anda mungkin juga menyukai