Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI KEPERAWATAN MENURUT FLORENCE NIGHTINGALE

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. JULIANTI ABDULLAH
2. THIENHY I. MUMEKH
3. ANJALIA MASBAIT
4. CHINTYAW. ZACHAWERUS
5. MULYANI RAMLI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MANADO
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas berkat
rahmat dan inayah-Nya terutama rahmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyusun makalah dengan judul “Paradigma Keperawatan“
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, terdapat banyak hambatan yang
dihadapi, namun dengan ketabahan dan kerja keras penulis serta dengan bantuan dari teman-
teman sehingga Alhamdulillah segala sesuatu dapat teratasi.
Kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan senang hati demi
kesempurnaan makalah ini

MANADO,04 FEBRUARI 2019


PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar belakang.....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................
2.1 Sejarah Kehidupan Florence Nightingale.............................................
2.2 Teori Konsep Florence Nightingale.....................................................
BAB III PENUTUP.............................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Latar belakang dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Keperawatan Dasar ( IKD ). Sejak adanya sejarah kehidupan manusia di
bumi ini, manusia telah berusaha mengumpulkan fakta. Dari fakta ini kemudian
disusun dan disimpulkan menjadi berbagai teori, sesuai fakta yang di kumpulkan
tersebut. Teori – teori tersebut kemudian digunakan untuk memahami gejala – gejala
alam dan kemasyarakatan yang lain. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan,
sosial, politik, ekonomi dan teknologi umat manusia, teori – teori tersebut makin
berkembang baik kualitas maupun maupun kuantitasnya, seperti apa yang telah kita
rasakan sekarang ini. Makalah ini membahas tentang Teori Florence Nigthingale,
yang didalamnya berisi tentang isi dari teori Nightingale, pembahasan teori, dan
contoh peran perawat berdasarkan teori Nightingale. Apa yang berada dalam makalah
ini sangat bermanfaat dan berguna terutama bagi seorang perawat. Teori Nightingale
adalah teori yang mengemukakan tentang lingkungan. Florence Noghtingale sendiri
adalah perawat yang pertama kali ada di dunia dan beliau di kenal sebagai wanita
yang pantang menyerah dalam merawat pasien dan memiliki jiwa penolong serta
sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu keperawatan. Teori dari Florence
nightingale sangatlah bermanfaat bagi para perawat terutama pada saat kita merawat
pasien. Mungkin pada saat kita merawat pasien kita melupakan faktor lingkungan di
sekitar pasien, padahal lingkungan sangatlah berpengaruh dalam penyembuhan
pasien. Pasien sangatlah membutuhkan kenyamanan dan ketenangan pada saat dia di
rawat. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan perhatian kita semua.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sejarah Perjalanan Hidup Florence Nightingale sampai Beliau
menghembuskan nafas terakhir ?
2 Bagaiman Teori Konsep Florence Nightingale tetang keperawaran ?
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kehidupan Florence Nightingele


1. Masa kecil
Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan
dibesarkan dalam keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia
dilahirkan.[2] Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze
dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik
ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di
Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan
keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki
seorang saudara perempuan bernama Parthenope.
Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope
hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu
wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang
saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga
sekitar yang membutuhkan.
2. Perjalanan ke Jerman
Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh
tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan
istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik). Di sana Florence Nightingale
terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para biarawati
kepada pasien. Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris
dengan membawa angan-angan tersebut.
3. Belajar merawat
Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri
tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia
tolak, karena Florence merasa "terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan
dengan kemanusiaan.
Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton
Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia
tolak karena ditahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada
dunia keperawatan. Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini
dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah
sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke
rumah dan dirawat di rumah.
Perawat pada masa itu hina karena:
Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang
miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka,
sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien
memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak
senonoh
Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena
alasan-alasan tersebut di atas.
Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa
merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati
Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung
melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya. Walaupun
ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak
setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan
anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi
berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk
mendapatkan pelatihan bersama biarawati di sana. Selama empat bulan ia belajar di
Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi
sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah
sakit yang Katolik sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk
orang miskin di Perancis.
4. Kembali ke Inggris
Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat
pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick
Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London,
posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun
(setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence
dapat hidup dengan nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak
pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali
bila komite ini mengubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;
rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga
Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari
pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam
Komite Rumah Sakit pun mengubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
5. Perang Krimea
Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris
bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur
dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya
perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke
Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-
prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan
bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam
melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?".
Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya
telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert,
untuk menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-
satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati
bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria
jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis
sukarelawan dan Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh
Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith,[3] berangkat ke Turki menumpang
sebuah kapal. Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit
pinggir pantai di Scutari. Saat tiba di sana kenyataan yang mereka hadapi lebih
mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja
karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan
beratus-ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa
ada yang merawat.
Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki,
dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan
tubuh tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk
membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah
menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap. Florence diajak
mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan
menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur
para penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang
bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di
luar paling tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda. Penjagaan
dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;
Perban diganti secara berkala, obat diberikan pada waktunya, lantai rumah sakit dipel
setiap hari, meja kursi dibersihkan, baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga
bantuan dari penduduk setempat.
Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun
selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam. Dalam waktu sebulan
rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya
namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat
sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence
Nightingale. Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan
mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada
orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan
di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari
kemungkinan serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak
perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris
ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan
dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan
Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence
menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-
obatan yang ia ketahui. Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak
berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian
malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah
tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada di sana sejumlah 4077
prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah
meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan
dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi
sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa
ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara
memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale
datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah
dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis. Namun Florence
tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari
suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat
Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan
untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army),
akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat
kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan
kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari
turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan
menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara
sebuah rumah sakit.
6. Bidadari berlampu
Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara
datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang
berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya
pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut
mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah
terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran
untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka
menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya
kepada Mayor Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya
Florence satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan
memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup
dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit
Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling
dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia
terkenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa
tertolong yang seharusnya sudah meninggal.
Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari
Berlampu".[4] Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi
tentang Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena", yang melukiskan bagaimana
ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan
membawa lampu.
“Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku.”
7. Pulang ke Inggris
Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus
1857, semua orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia
berada di medan pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu
tokoh yang paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah
keluarganya di Middle Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly.
Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang
menyerangnya selama perang Krimea.[5] Dia memalangi ibu dan saudara
perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat
keterbatasan kurungan pada ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam
pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert
menjadi ketua. Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi
Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik
mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi
Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah
Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.
8. Karier selanjutnya
Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk
memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang
yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert
menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya
Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan
sebuah badan bernama "Dana Nightingale", dimana Sidney Herbert menjadi Sekertaris
Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil
mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih
orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa
dari kematian.
Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus
untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang
berpendidikan. Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka
profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan
mengijinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah di sana dan masyarakat akan
lain sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik. Sekolah tersebut pun didirikan di
lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatan pun
menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik
mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan
gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat
tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru
dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat
dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of Nursing and
Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.
Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin.
Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan
pelajaran di sekolah tersebut. Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence
menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit
sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool
Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit
Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya. Dengan
perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-
tempat tersebut. Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-
gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan
mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-masing.
Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan
mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi
keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron),
termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster
Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables
(Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh
Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney
Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka
mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan
serendah mungkin. Buku dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat
bermanfaat dalam hal ini.
Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on
Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah
Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan
orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia. Pada tahun 1861 cetakan
lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi. Pada tahun
1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.
Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama Amerika",
berkonsultasi dengan Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke
Amerika Serikat dengan pelatihan dan pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah
perawat. Linda Richards menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang. Pada
tahun 1883 Florence dianugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red
Cross) oleh Ratu Victoria. Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja
Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan Florence Nightingale
dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita
pertama yang menerima bintang tanda jasa ini. Pada tahun 1908 ia dianugrahkan
Honorary Freedom of the City dari kota London. Nightingale adalah seorang
universalis Kristen.[6] Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang
tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan
berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."[7]
9. Meninggal Dunia
Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus
1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia
dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.
2.2 Teori Konsep Florence Nightingale
Teori / model konsep Florence Nightingale memposisikan lingkungan sebagai
focus asuhan keperawatan, dan perawat tidak perlu memahami seluruh proses
penyakit, model dan konsep ini dalam upaya memisahkan antara profesi keperawatan
dangan kedokteran. Orientasi pemberian asuhan keperawatan / tindakan keperawatan
lebih diorientasikan pada pemberian udara, lampu, kenyamanan, kebersihan,
ketenangan dan nutrisi yang adequate, dengan dimulai dari pengumpulan data
dibandingkan dengan tindakan pengobatan semata, upaya teori tersebut dalam rangka
perawat mampu menjalankan praktik keperawatan mandiri tanpa bergantung pada
profesi lain.
Model dan konsep ini memberikan inspisi dalam perkembangan praktik keperawatan,
sehingga akhirnya dikembangkan secara luas, paradigma perawat dalam tindakan
keperawatan hanya memberikan kebersihan lingkungan kurang benar, akan tetapi
lingkungan dapat mempengaruhi proses perawatan pada pasien, sehingga perlu
diperhatikan.
Teori Nightingale memandang Pasien dalam kontek lingkungan keseluruhan :
a. Lingkungan fisik
b. Psikologis
c. Sosial
Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan
masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientasi pada pemberian
udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan dan nutrisi yang
adekuat ( Nightingale, 1860; Torres, 1986 ). Pemberian nutrisi yang adekuat pada
pasien sangatlah penting. Pasien memerlukan nutsrisi untuk mempertahankan fungsi
tubuh dan untuk tumbuh. Pasien harus mendapatkan kalori yang cukup, dalam bentuk
karbohidrat, lemak, dan protein untuk menyuplai energi. Tubuh pasien juga
memerlukan asam amino yang ditemukan dalam protein untuk membangun dan
mempertahankan struktur sel dan jaringan yang lebih besar. Dan akhirnya pasien pun
memerlukan vitamin dan mineral untuk metabilisme dan untuk mengatur banyak
proses tubuh pasien. Individu yang sakit memerlukan banyak makanan daripada orang
sehat dalam upaya penyembuhan dan pemulihan. Sebagai contoh pasien yang
menjalani pembedahan membutuhkan diet yang mengandung banyak vitamin C dan
protein karena ini dapat membantu penyemabuhan. Protein juga secara khusus penting
untuk melawan infeksi karena antibodi yang digunakan tubuh untuk melawan infeksi
adalah protein. Diet adekuat juga penting. Namun, banayak penyakit membuat
seseorang sulit makan, atau memebuata pasien sulit untuk mencerna makanan.
Melalui observasi dan pengumpulan data, Nightingale menghubungkan antara status
kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan, sebagai hasil, yang menimbulkan
perbaikan kondisi higiene dan sanitasi selama perang Crimean. Kondisi higene
penting untuk membantu pasien tetap bersih dan untuk merawat kulit, mulut, rambut,
mata, telinga, kuku. Di jaman sekarang ketika seseorang sakit, akan sulit memikirkan
tentang mandi atau menyikat gigi atau membersihkan kuku; bernapas atau mengatasi
nyeri tampak lebih penting. Oleh karenanya, perawat perlu melihat apakah pasien
dapat mebersihkan diri mereka sendiri dan membantu mereka bila mungkin. Penting
untuk menanyakan pasien apa yang biasanya mereka lakukan dan bagaimana mereka
menginginkan bantuan. Praktik budaya dan agama dapat membedakan praktik
higiene. Higiene adalah sangat pribadi dan masing – masing individu mempunyai ide
yang berbeda tentang apa yang mereka ingin lakukan. Jika memungkinkan, perawat
harus membantu pasien memeniuhi kebutuhan pribadinya daripada melakukan standar
rutin.
Perawat adalah orang yang membantu proses penyembuhan penyakit tetapi tidak
untuk menyembuhkan penyakit. Ini karena tugas seorang perawat adalah merawat
orang yang sakit dan dokter adalah orang yang berperan penting dan sangat
membantu dalam proses penyembuhan penyakit. Itulah beda perwat dan
dokter.perawta juga bukan hanya memberikan obat untuk menyembuhkan penyakit
kepada si pasien tetapi mereka juga harus bisa membuat lingkungan fisik, psikologis,
sosial pasien sembuh. Setelah mereka merasa sehat atau sembuh dari penyakit baik
lahir maupun batin mereka tenang dan nyaman. Pada saat pasien berada di rumah
sakit pun perawat di tuntut untuk memberikan kenyamanan bagi pasien, artinya kita
bisa meringankan penderitaan sakit si pasien itu dan dalam perawatan pasien tidak
dibedakan yang kaya dan miskin.

Kelebihan Teori Keperawatan Florence Nightingale :


1. Salah satu kisah fakta yang mencetuskan teori modern dalam dunia keperawatan.
2. Pada zaman keperawatan Florence Nightingale memandang pasien dalam kontek
keseluruhan lingkungan yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial.
3.Florence Nightingale memandang perawat tidak hanya sibuk dengan masalah
pemberian obat dan pengobatan saja, tetapi lebih berorientasi pada pemberian udara,
lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan, dan nutrisi adekuat.
4.Pengkajian atau observasi yang dilakukan Florence Nightingale bukan demi berbagai
informasi atau fakta yang mencurigakan, tetapi demi penyalamatan hidup dan
meningkatkan kesehatan dan keamanan.
5. Semua tindakan yang dilakukan penuh kasih sayang dan bekerja untuk Tuhan
Y.M.E.
6. Asuhan keperawatan yang diberikan penuh dengan semangat semata-mata untuk
kesembuhan pasien.

Kelemahan Teori Keperawatan Florence Nightingale :


1. Teori Keperawatan Florence Nightingale sempat diragukan kemampuannya.
2. Perawat pada saat itu dianggap pekerjaan remeh dan disepelekan oleh banyak
orang.
3. Kurangnya dukungan dari perawat lain dalam proses pelayanan dan
perkembangannya saat itu.
4. Kurangnya sarana dan pra-sarana yang menunjang.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Florence nigtingale merupakan seorang perawat yang perlu ditiru dalam proses
keperawatan dan proses penyembuhan penyakit. Dia merupakan lady with the lamp bagi
pasien yang sakit. Maka kita sebagai perawat hasuslah sebagi penerang bagi pasien yang
kita rawat. Marilah kita sebagai perawat berusaha untuk meringankan penderitaan pasien
yang kita rawat. Rawatlah pasien seperti kita merawat orang yang paling kita sayang.
Agar pasien merasa nyaman pada saat di sakit bukan menderita lagi. jangan pantang
menyerah dan berputus asa dalam merawat pasien. Menjadi perawat bukanlah pekerjaan
yang mudah, tetapi kalau kita tidak mencoba kita tidak akan pernah bisa. Di dunia ini
tidak ada yang tidak mungkin kalau kita mempunyai tekad untuk melakukannya dengan
gigih dan rajin.
DAFTAR PUSTAKA

Baly, Monica E. and H. C. G. Matthew, "Nightingale, Florence (1820–1910)";


Oxford Dictionary of National Biography, Oxford University Press (2004); online edn,
May 2005 accessed 28 Oct 2006

Pugh, Martin; The march of the women: A revisionist analysis of the campaign for
women's suffrage 1866-1914, Oxford (2000), at 55.

Soeroto, A. Florence Nightingale, Bidadari Berlampu. Penerbit Djambatan. Seri


"Kisah orang-orang yang telah berjasa". Cetakan pertama 1974. ISBN 979-428-073-9.

Sokoloff, Nancy Boyd.; Three Victorian women who changed their world,
Macmillan, London (1982)

Webb, Val; The Making of a Radical Theologician, Chalice Press (2002)

Woodham Smith, Cecil; Florence Nightingale, Penguin (1951), rev. 1955


Gusti Oka di 15:59:00

Anda mungkin juga menyukai