Anda di halaman 1dari 12

TEORI KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE

A.      BIOGRAFI
       Florence Nightingalelahir tanggal 12 Mei 1820 di Florence, Italia, dalam suatu perjalanan
panjang keliling Eropa. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze
dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris. Florence Nightingale memiliki seorang
kakak perempuan bernama Parthenope. anak pertama, lahir di Napoli, Yunani. Beliau adalah
seorang anak bangsawan Inggris yang kaya, beradab dan bercita-cita tinggi yang bernama
William Edward Nightingale.
         Semasa kecilnya ia tinggal di LeaHurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya,
William Edward Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London,
Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga
terpandang. Pendidikan didapat dari ayahnya, ia belajar bermacam-macam bahasa yaitu bahasa
Latin, Yunani, Perancis, dan lain-lain. Ia senang memelihara binatang yang sakit, selain itu ia
senang bersama ibunya mengunjungi orang miskin yang sakit serta rajin beribadah.
       Pada masa remaja mulai terlihat perilaku Florence dan kakaknya yang kontras, Parthenope
hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat,
kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara
Florence sendiri lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
Pada suatu ketika, pada saat Florence berdoa dengan hikmat ia mendengar suara Tuhan bahwa
dalam hidupnya menanti sebuah tugas, saat itu usianya tujuh belas tahun. Akhirnya Pada tanggal
7 Februari 1837 dia menulis di buku hariannya tentang pengalamannya itu dengan judul “Tuhan
berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya. Tetapi pelayanan apa?”
       Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita bukan karena
status sosial keluarganya yang kaya tetapi merasa bersemangat disaat ia merawat keluarga-
keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar rumah keluarganya serta ia sangat gemar
mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit.
       Sebagai keluarga yang berasal dari kalangan mapan, keinginan Florence untuk berkarier
sebagai perawat mendapat tantangan keras. Ibu dan kakaknya sangat keberatan dengan jalur
yang hendak ditempuh Florence. Sedangkan ayahnya, meski mendukung kegiatan kemanusiaan
yang dilakukan putrinya ini, juga tidak ingin Florence menjadi perawat.
       Pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan yang hina, alasannya:
·      perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau “buntut” (keluarga tentara yang miskin)
yang mengikuti ke mana tentara pergi;
·      profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka sehingga
profesi ini dianggap sebagai profesi yang kurang sopan untuk wanita baik-baik, selain itu banyak
pasien memperlakukan wanita yang tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan
tidak senonoh;
·      perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-
alasan tersebut di atas;
·      perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
       Namun hasrat Florence adalah tetap menjadi perawat. Ketika berumur 20 tahun ia meminta
ijin kepada orang tuanya untuk memasuki rumah sakit dan mempelajari keperawatan, tetapi
orang tuanya tetap tidak mengijinkan karena rumah sakit pada saat itu keadaannya sangat
memprihatinkan. Walaupun dilarang, semangat Florence untuk menjadi perawat tidak pupus.
       Pada suatu saat neneknya sakit, disinilah ia mendapat kesempatan untuk merawatnya sampai
neneknya meninggal. Dengan pengalaman tersebut bertambahlah pengalaman Florence dalam
merawat orang sakit. Florence berpendapat bahwa ia perlu menuntut ilmu agar dapat
menjalankan pekerjaan perawat dengan baik. Pendapatnya yang lain adalah dengan menolong
sesama manusia berarti pula mengabdikan diri kepada Tuhan.
       Dia bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, “Apakah pantas
bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?” Dr. Samuel
Howe menjawab, “Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah
sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila
melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain.”
       Florence sering bertanya-tanya, mengapa gereja Protestan tidak seperti Catholic Sisters of
Charity suatu jalan bagi para wanita untuk mencurahkan hidupnya dengan melayani orang lain.
Dr. Howe menceritakan kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, didirikan oleh Pendeta
Theodor Fliedner. Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat tidur,
sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang, sebuah rumah sakit jiwa
untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan sekolah pelatihan untuk para perawat
disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan selalu diikuti dengan doa, dengan semangat tinggi
Florence menanggapi cerita Dr. Howe bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.
       Pada bulan Juli 1850, di usianya yang ke-30, akhirnya Florence pergi ke Kaiserworth di
Jerman. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga bulan. Dia pulang
dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya
yang terkekang.
       Tiga tahun kernudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai
pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia
memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang
revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien,
dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel.
       Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte, institusi tersebut
menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. Di sini ia beragumentasi sengit
dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence
mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut dan
memberinya izin tertulis berbunyi;“rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang
beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka
menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang
Islam” Komite Rumah Sakit pun merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
       Ternyata, Florence harus menanti cukup lama hingga ia bisa menjadi seorang perawat, yaitu
sekitar lima belas tahun. Waktu yang sedemikian ini belakangan diyakini Florence sebagai
kehendak Tuhan yang menyatakan bahwa dirinya harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
terjun sebagai seorang perawat.
B.       Teori Umum Florence Nightingale
       Teori Environmental Nightngale yang dicetuskan oleh Florence Nightingale “Ibu dari
keperawatan modern” meletakkan keperawatan menjadi sesuatu yang sakral untuk dipenuhi oleh
seorang wanita. Teorinya difokuskan pada lingkungan keperawatan, walaupun tema ini tidak
pernah dimunculkan di tiap tulisannya, ia menghubungkan kesehatan dengan lima faktor
lingkungannya.
C.       Definisi Teori dari Florence Nightingale
       Pasien/Klien Seseorang dengan preses vital penyembuhan yang berhadapan dengan penyakit
dan memulihkan kesehatan tetapi pasif terhadap pengaruh dari usaha keperawatan. Lingkungan
Konsep utama bagi kesehatan adalah ventilasi, kehangatan, cahaya, diet, kebersihan dan
ketenangan. Walaupun lingkungan mempunyai kehidupan sosial, emosional, dan aspek fisikal,
Nightingale menekankan pada aspek fisiknya. Kesehatan Tetap sehat dan menggunakan stamina
tubuh untuk kebutuhan yang luas. Kesehatan merupakan usaha menjaga agar tetap sehat sebagai
upaya menghindari penyakit yang berasal dari faktor kesehatan lingkungan. Wabah penyakit
adalah proses menyebaran secara alami karena adanya sesuatu yang kurang diperhatikan.
Keperawatan Merupakan gambaran jelas dari kondisi optimal guna membantu proses
penyembuhan pasien dan proses pencegah dari proses penyebaran melalui suatu tindakan.
Subsistem kedua adalah merupakan sistem yang memiliki pengaruh besar yang merupakan
manifestasi dari kemampuan dan kegiatan reguler. Hal ini berisikan empat gaya adaptip :
1.      Gaya Psikologik
Mengembangkan kebutuhan psikologi dasar tubuh dan bagaimana cara tubuh memperoleh cairan
dan elektrolit, akitivitas dan istirahat, sirkulasi dan oksigen, nutrisi dan penyerapan makanan,
perlingdungan, perasaan dan neurologi serta fungsi endokrin.
2.      Gaya konsep diri.
Termasuk di dalamnya dua komponen yritu : fisik diri, yang mengembangkan indra peraba dan
gambaran tubuh serta personal diri yang melibatkan ideal diri, konsistensi diri dan etika moral
diri
3.      Gaya aturan fungsi
Adalah yang ditentukan oleh kebutuhan akan interaksi sosial dan mengacu pada performa dalam
melakukan aktivitas berdasarkan posisinya dalam kehidupan sosial.
4.      Gaya interdependen
Mencakup suatu hubungan dengan orang lain yang bertentang dan mendukung sistem yang
membutuhkan pertolongan, kasih sayang dan perhatian

D.    Beberapa pendapat mengenai Konsep Dasar Keperawatan Florence Nightingale

Penulis kontemporer mulai menggali hasil pekerjaan Florence Nightingale sebagai sesuatu yang
mempunyai potensi menjadi teori dan model konseptual dari keperawatan (Meleis, 1985, Torres,
1986; Marriner-Toorey, 1994; Chin and Jacobs, 1995). Meleis (1985) mencatat bahwa konsep
Nightingale menempatkan lingkungan sebagai fokus asuhan keperawatan dan perhatian dimana
perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit merupakan proses awal untuk
memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Nightingale tidak memandang perawat
secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih
berorientrasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan,
dan nutrisi yang adekuat (Nightingale,1860; Torres, 1986). Melalui observasi dan pengumpulan
data Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkungan dan
sebagai hasil yang menimbulkan perbaikan kondisi hygiene dan sanitasi selama perang Crimean.
Torres (1986) mencatat bahwa Nightingale memberikan konsep dan penawaran yang dapat
divalidasi memberikan dan digunakan untuk menjalankan praktik keperawatan. Nightingale
dalam teori deskripsinya memberikan cara berfikir tentang keperawatan dan kerangka rujukan
yang berfokus pada klien dan lingkungan (Torres, 1986). Surat Nightingale dan tulisan
tangannya menuntun perawat untuk bekerja atas nama klien. Marriner-Tomey, (1994),
prinsipnya mencakup bidang pelayanan, penelitian dan pendidikan . hal paling penting adalah
konsep dan prinsip yang membentuk dan melingkupi praktik keperawatan . Nightingale berfikir
dan menggunakan proses keperawatan. Ia mencatat bahwa observasi (pengkajian) bukan demi
berbagai informasi/fakta yang mencurigakan, tetapi demi mnyelematkan hidup dan
meningkatkan kesehatan dan keamanan.

1. Hubungan teori Florence Nighingale dengan teori-teori lain


1. Teori adaptasi
Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks
lingkungan menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil tidaknya respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan
tinjauan lingkungan yang dijelaskan Florence N. Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai pengaruh
dari lingkungannya berperanpenting pada setiap individu dalam berespon adaptif atau mal adaptif.
1. Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori Florence N, sebagai conoth kebuuthan oksigen dapat
dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan
air yang bersih.
Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam
mempertahankan hidupnya.
1. Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau
negatip tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam mencapai
keinginan atau kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N,
menekankan penempatan pasien dalamlingkungan yang optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya
tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor yang negatif.
Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping individu.

Masa kecil[sunting | sunting sumber]

Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam
keluarga yang berada. Namanya diambil dari kota tempat ia dilahirkan.[2] Nama depannya,
Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam
bahasa Inggris.

Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William
Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara
ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence
Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.

Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai
dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan
berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence
lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.

Perjalanan ke Jerman[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah
sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola
oleh biarawati Lutheran (Katolik).
Di sana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktikkan oleh
para biarawati kepada pasien.

Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa
angan-angan tersebut.

Belajar merawat[sunting | sunting sumber]

Florence Nightingale sewaktu masih muda.

Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah
yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence
merasa "terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.

Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes
seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena pada
tahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.

Ditentang oleh keluarga[sunting | sunting sumber]

Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di
Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok.
Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.

Perawat pada masa itu hina karena:

 Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin)
yang mengikuti kemana tentara pergi.
 Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga
dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan
wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh
 Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-
alasan tersebut di atas.
 Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa
merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik
yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka
dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya.

Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak
setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya
bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar
negeri untuk menenangkan pikiran.

Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan
bersama biarawati di sana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah
tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang
menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence
adalah Kristen Protestan.

Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di
Perancis.

Kembali ke Inggris[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai
pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit
kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober
1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa
sekarang), sehingga Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti kariernya.

Di sini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien
yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini
mengubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;

rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi
“ dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-
pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam ”
Komite Rumah Sakit pun mengubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.

Perang Krimea[sunting | sunting sumber]

Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara
Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran,
namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang
sakit dan luka-luka.

Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krimea. Dalam
tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka
bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak
memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang
mulia ini?".

Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah tiba, ia pun
menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.

Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita
yang mendaftarkan diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan
bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia
meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi.

Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh Nightingale dan
termasuk bibinya Mai Smith,[3] berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.

Gedung Barak Rumah Sakit di Scutari sekarang

Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari.
Saat tiba di sana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka
bayangkan.

Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas,
semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit
bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.

Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan
mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut
ditumpuk begitu saja di luar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke
tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan
mengeluarkan bau tak sedap.
Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit
tersebut dan menyanggupi untuk membantu.

Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para


penderita di dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di
luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling tidak bernaung di
bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.

Ilustrasi Rumah Sakit di Scutari

Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;

 Perban diganti secara berkala.


 Obat diberikan pada waktunya.
 Lantai rumah sakit dipel setiap hari.
 Meja kursi dibersihkan.
 Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.

Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai


dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.

Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang
seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat
sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di bawah pengawasan Florence Nightingale.

Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar
pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi
menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita,
anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.

Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka
menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua
Eropa lainnya di mana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini
berada di bawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan
pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.

Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah
kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak
dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence
berada di sana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat
prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan
dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat
fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini
menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.

Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang, komisi
kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara,
sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.

Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang
kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah
saat Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk
Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia
diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit
yang kotor dan memprihatinkan.

Hal ini berpengaruh pada kariernya di kemudian hari di mana ia gigih mengkampanyekan
kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya
angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa
pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.

Bidadari berlampu[sunting | sunting sumber]

Pada suatu kali, saat pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan
melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.

Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada
bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa
korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.

Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk
mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok
hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.

Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor
Prince.

Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence
satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh
yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan,
termasuk prajurit Rusia.

Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan
tiga prajurit Rusia.

Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan
lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai
bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya
sudah meninggal.

Selama perang Krimea, Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu".[4] Pada
tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale
berjudul "Santa Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah
sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu.

Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku.


“ ”
Pulang ke Inggris[sunting | sunting sumber]

Florence Nightingale kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua
orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan
pertempuran Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal
setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle Claydon,
Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly. Namun, ia terkena demam, yang
disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang menyerangnya selama perang Krimea.[5]
Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.

Sebagai respon pada sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan
kurungan pada ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi
Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai
wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000
halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi
rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan
didirikannya Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam medik angkatan bersenjata.

Karier selanjutnya[sunting | sunting sumber]

Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan
pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat
didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney Herbert menjadi sekretaris
honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London, ia
diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana
Nightingale", di mana Sidney Herbert menjadi Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge
menjadi Ketuanya. Badan tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤
45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil
menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.

Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita
yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.

Florence berargumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan
menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengizinkan anak-anak
perempuannya untuk bersekolah di sana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadapi
seseorang yang terdidik.

Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia
kesehatan pun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.

Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan
diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang
perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru
tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini
sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence
Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King
College London.

Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya
mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah
tersebut.

Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh
tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak
meminta bagian.

Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse
Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal
Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.

Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-
tempat tersebut.

Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk
dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di
negerinya masing-masing.

Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan
mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan.
Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-
rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone
Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti:
Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool
Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.

Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan
perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku
dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.

Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing)
buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan
sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang awam dan terjual
jutaan eksemplar di seluruh dunia.

Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan
bayi.

Pada tahun 1869, Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.

Pada tahun 1870-an, Linda Richards, "perawat terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan
Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda kembali ke Amerika Serikat dengan
pelatihan dan pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards menjadi
pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang.

Pada tahun 1883 Florence dianugerahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross)
oleh Ratu Victoria.

Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus
undangan menganugerahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan
Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.

Pada tahun 1908 ia dianugerahkan Honorary Freedom of the City dari kota London.

Nightingale adalah seorang anggota Gereja Anglikan Inggris.[6] Pada tanggal 7 Februari 1837 –
tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia
menulis, "Tuhan berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."[7]

Meninggal dunia[sunting | sunting sumber]

Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910.
Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di
Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire

Anda mungkin juga menyukai