BAB I
PENDAHULUAN
Tragedi Santa Cruz adalah salah satu tragedi berdarah yang pernah terjadi di negeri tercinta
Timor Leste (TL). Sebuah tragedi yang timbul dari rasa solidaritas dan persaudaraan sebagai
sesama anak bangsa, atas tewasnya salah seorang pemuda bernama Sebatião Gomes satu bulan
sebelumnya karena dibunuh oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada waktu itu. Saat ini, 17
tahun telah berlalu, TL pun telah tumbuh dan mulai berkembang sebagai sebuah bangsa yang
beradab. Tentu, penulis dan mungkin ratusan ribu masyarakat TL lainnya merasakan hal yang
sama, bahwa TL bisa "ukun rasik an" saat ini, adalah salah satunya karena pengorbanan oleh
ratusan atau mungkin ribuan pemuda, mahasiswa, dan pelajar yang telah memberikan jiwa dan
raga mereka untuk memberikan pesan kepada dunia internasional bahwa perjuangan rakyat
bangsa ini tidak akan berhenti sampai memperoleh hak "ukun rasik an".
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah dan untuk
dapat menambah pengetahuan serta wawasan pembaca mengenai Peristiwa Santa Cruz. Selain
itu dapat pula dijadikan sebagai referensi bacaan bagi para siswa dan siswi SMA Negeri 1
Surade
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 De-Benny-isasi
Di sekeliling dirinya, Soeharto menempatkan jenderal-jenderal yang dia yakin loyal
kepadanya. Upaya-upaya dilakukan untuk mengikis pengaruh Benny Moerdani di ABRI,
khususnya di kalangan perwira aktif.
Terkait dengan gerakan de-Benny-isasi, Sintong menyimpulkan bahwa dalam ABRI
ternyata ada tiga kelompok yang diperlakukan secara berbeda. Pertama ialah mereka yang dekat
dengan Soeharto; kedua ialah mereka yang biasa saja; sedangkan ketiga ialah mereka yang
masuk kelompok LB Moerdani, atau kelompok yang kurang dipercaya oleh Soeharto.
Apabila kelompok pertama membuat kesalahan, mereka selalu dilindungi. Jika kelompok
dua berbuat kesalahan, fifty-fifty. Namun, jika kelompok tiga membuat kesalahan, "tiada maaf
bagimu." Sebagai tindak lanjut gerakan "de-Benny-isasi", orang-orang dekat LB Moerdani
banyak yang tersingkir atau mendapat kartu mati. Luhut dan Sintong digolongkan sebagai anak
emas LB Moerdani. Namun menurut pengakuan Luhut, hubungan antara Luhut dengan LB
Moerdani tidak lain hanya atas dasar pertimbangan profesionalisme. Sintong juga mengutarakan
hal yang serupa. Ia tidak pernah masuk dalam kelompok di lingkungan ABRI, tetapi sebagian
kalangan memasukan dirinya dalam kelompok LB Moerdani. Menurut Sintong, ia mencapai
pangkat tinggi bukan karena LB Moerdani. Bukan pula LB Moerdani yang membuat Sintong
terkenal. "Tetapi tugas operasi antiteror di Don Muang, Bangkok, dapat saya laksanakan dengan
baik, sehingga nama Pak Benny juga terangkat. Jangan dibalik!" tegasnya. (Seperti dikutip dari
buku Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, halaman 464-466)
Ketidakberdayaan Try Sutrisno membersihkan pendukung Benny Moerdani telah
membuat Soeharto kecewa. Jenderal Try memang bukan orang Benny, tapi juga bukan orang
yang berseberangan frontral dengan Benny. dia menampakan independensinya, dan cukup loyal
terhadap Soeharto.
Bagi kelompok Prabowo cs, kinerja Try Sutrisno dianggap mengecewakan. Menurut
Kivlan Zen, Jenderal Try Sutrisno tidak berdaya dan tetap mengangkat pendukung Benny
Moerdani pada jabatan strategis, seperti Letjen Harsudiono Hartas sebagai Kassospol, Letjen
Sahala Rajagukguk untuk jabatan Wakasad, dan ia tidak menaikkan perwira yang dekat dengan
Prabowo.
Soeharto kurang percaya pada Jenderal Edi Sudradjat, karena hasil seminar TNI-AD
tahun 1990 merekomendasikan pergantian pimpinan nasional mulai lurah ke atas. "Keberanian"
pihak tentara untuk membicarakan masalah kepemimpinan nasional menular ke kalangan sipil.
Pada dekade 90-an, isu suksesi kepemimpinan nasional mulai mengemuka. Presiden Soeharto
semakin merasa gerah.
Musim haji 1991, seluruh keluarga besar Soeharto yang terdiri dari anak, menantu dan
cucu, termasuk Letjen Wismoyo Arismunandar (ipar Soeharto, saat itu menjabat Pangkostrad).
Orang dekat Soeharto semuanya tidak ada di Jakarta. Sementara itu Menhankam dijabat LB
Moerdani, Panglima ABRI diduduki Jenderal Try Sutrisno, dan KSAD oleh Jenderal Edi
Sudradjat. Kivlan Zen memunculkan pertanyaan penting: apakah Presiden Soeharto sedang
menguji kesetiaan ketiga orang tersebut.
Ketakutan Prabowo muncul lagi. Dia khawatir, akan terjadi manuver dari musuh-musuh
politik Presiden Soeharto. Sebelum turut berangkat ke tanah suci, Prabowo mengumpulkan
rekan-rekannya untuk mengadakan brainsorming dan menyusun rencana mengatisipasi yang
terburuk. Jika kemungkinan paling buruk terjadi, dia dan Letjen Wismoyo akan terbang ke tanah
air dengan menggunakan private jet yang akan mendarat di Nusa Wungu, Cilacap.
Sekali lagi, kekhawatiran itu tidak terbukti. Namun itu bukan berarti upaya de-Benny-
isasi berhenti. Diperkirakan Benny masih memiliki pengaruh. Dia sempat berusaha keras
menggagalkan Munas ICMI. Benny Moerdani dikabarkan membenci BJ Habibie, karena yang
bersangkutan menolak masuk CSIS (Center for Strategic and International Studies). Karena itu,
kelompok Prabowo masih terus berusaha melawan pengaruh grup Benny.
De-Benny-isasi mulai memperoleh hasil efektif setelah terjadi Insiden Santa Cruz, 12 November
1991.
Peristiwa tragis ini terjadi tanggal 12 November 1991 di pekuburan umum Santa Cruz,
Dili. Ribuan warga Timor berunjuk rasa tepat dua pekan setelah kematian Sebastiao Gomez
Rangel, pemuda Timor Leste yang di bunuh milisi prointegrasi di Gereja Motael, Dili. Jenasah
Sebastiao akan di makamkan ulang di Santa Cruz dalam sebuah prosesi yang diperkirakan
mengundang kerumunan massa luar biasa besar.
Allan Nairn, jurnalis Amerika Serikat yang saat itu ada di Dili menuturkan, "Seusai misa
di gereja Motael, pemuda-pemuda Timor mengeluarkan spanduk dan poster dari balik baju
mereka dan mulai bergerak ke arah pemakaman. Sekitar pukul delapan pagi, massa makin padat.
Komandan Sektor C/Khusus Dili Kolonel Aruan memerintahkan pasukan Brigade Mobil
menyekat massa dengan membentuk barikade di belakang demostran. Pasukan Indonesia terus
bergerak maju, mendekati massa yang terkepung. Komandan Kompi Gabungan Letda Sugiman
Mursanib berteriak memerintahkan pasukannya melepas tembakan peringatan ke udara.
Mendadak serentetan tembakan terdengar. Massa di bagian belakang roboh.
Demostrasi yang dilakukan dalam Peristiwa 12 November 1991 di Dili diyakini Sintong
bukanlah demonstrasi biasa. Ada unsur pembrontakan terhadap pemerintah. Para demonstran di
dapati membawa senjata api laras panjang, pistol, granat tangan, senjata tajam dan pentungan,
selain bendera Fretilin maupun Falintil. Di sekitar pekuburan umum Santa Cruz ditemukan
barang bukti berupa sepucuk senapan serbu Heckler & Koch G3 dengan delapan butir peluru,
dua pucuk senapan Mauser dengan 13 butir peluru, sepucuk pistol FN dengan 12 butir peluru,
sepucuk pistol Smith & Wesson dengan empat butir peluru, enam buah granat tangan, 26 bilah
parang, 70 bilah pisau dan berbagai jenis senjata lainnya seperti tombak, kapak, sabit, dan pipa
besi sebagai pentungan.
Meletusnya Insiden Santa Cruz tidak lepas dari kebijakan pemerintah Jakarta. Dalam
analisinya, Sintong Panjaitan mengatakan bahwa semua ini tidak lepas dari kebijakan Presiden
Soeharto. Keberhasilan operasi teritorial selama satu setengah tahun mendorong Presiden
Soeharto memutuskan bahwa Timtim dinyatakan sebagai daerah terbuka, seperti 26 provinsi
lainnya. Menurut Sintong, keputusan Soeharto pada tahun 1990 itu tergesa-gesa. Keputusan itu
menimbulkan gejolak sosial yang mengarah kepada perpecahan di masyarakat. Membanjirnya
pendatang di Timtim menimbulkan bibit pertentangan yang bersifat SARA. Di kalangan
penduduk asli Timtim telah muncul perasaan tidak senang dengan kedatangan suku Makassar
dan Bugis yang di anggap sebagai kelompok penghisap baru dan menghambat kehidupan
ekonomi mereka. Para pendatang menguasai perdagangan sampai tingkat kecamatan. Kondisi
sosial politik masyarakat Timor Timur saat itu mirip jerami kering yang siap dibakar.
Karier militer Mayjen Sintong Panjaitan pun berakhir, Dia memang tidak serta merta
dipecat, tetapi mustahil baginya mendapatkan jabatan strategis dan prestisius. Sangat
bertentangan dengan ramalan banyak pihak sebelum Insiden Santa Cruz, bahwa Sintong
memiliki peluang dengan untuk menjadi Panglima ABRI. Kelak Sintong pensiun dengan pangkat
Letnan Jenderal. Pangkat yang persis sama dengan Prabowo Subianto. Nasibnya juga sama--
difavoritkan untuk jabatan KSAD dan kemudian Pangab, tetapi kariernya harus ditentukan oleh
sidang dewan kehormatan Perwira Enam setengah tahun kemudian, Sintong Panjaitan dan
Prabowo Subianto akan bertemu kembali dalam situasi dan kondisi yang sangat berbeda.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemerintah pusat segera bertindak untuk menyelidiki insiden tersebut. 6 hari setelah
insiden tersebut, dibentuk Komisi Penyelidik Nasional. Komisi ini dibentuk berdasarkan Keppres
no 53/1991. Komisi yang dikenal sebagai KPN Tim-Tim, diketuai oleh Djaelani, seorang Hakim
Agung di MA yang juga pensiunan ABRI, dengan anggota berjumlah 6 orang. Hasil dari komisi
ini relatif ‘lunak’ dan menyatakan ‘hanya’ 50 orang yang menjadi tewas dan 96 orang luka
parah.
ABRI pun membentuk tim bayangan untuk menyelidiki peristiwa ini. Mereka segera
membentuk Dewan Kehormatan Militer (DKM) yang diketuai oleh Mayjen Feisal Tanjung,
Komandan Seskoad pada waktu itu. DKM ini beranggotakan sembilan mayjen, delapan brigjen
dan tujuh kolonel. DKM memeriksa berbagai institusi terkait insiden ini: aparat keamanan sektor
C, kodim, satgas intel, korem, kolakops dan kodam. Sebagai hasil dari penyelidikan DKM,
seluruh pejabat terkait diganti dan sebagian besar dari mereka ‘diparkir’ di Mabesad dan karirnya
mentok.
Menlu Ali Alatas mencoba meredam isu tersebut dengan ungkapan yang terkenal: bahwa
masalah Tim-Tim itu ‘kerikil dalam sepatu Indonesia’. Ungkapan ini ditimpali oleh
MenluAustralia, Gareth Evans, bahwa masalah Tim-Tim telah menjadi ‘batu karang’
bagi Indonesia.
Reaksi dunia internasional mengecam terjadinya insiden ini.Para aktivis di seluruh dunia
menggalang solidaritas terhadap rakyat Tim-Tim. Tapol, sebuah NGO berbasis di Inggris yang
selama ini dicap sebagai anti-Indonesia, meningkatkan jaringannya di Tim-Tim. Di AS,
terbentuk East Timor Action Network (ETAN). Beberapa kelompok solidaritas juga muncul
diPortugal, Australia, Jepang, Jerman, Malaysia, Irlandia dan Brasil.
3.2 Saran
Makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu masukan serta saran dari
para pembaca sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://jadihansiplah.blogspot.com/2009/02/timor-timur-12-november-1991.html
2. http://forum-haksesuk.blogspot.com/2008/11/santa-cruz-mari-lanjutkan-perjuangan.html
3. General Board of Global Ministries, The United Methodist Chruch.
4. http://gbgm-umc.org/country_profiles/country_mission_profile.cfm?Id=14 (26 October
2004)
6. http://65.54.187.250/cgi-
bin/linkrd?_lang=EN&lah=614e34b5aecbea86a233d5db7182395c&lat=1095670642&h
m___action=http%3a%2f%2fwww%2eabc%2enet%2eau%2fasiapacific%2ffocus%2fasi
a%2fGoAsiaPacificFocusAsiaStories_1152106%2ehtm (20 September 2004)