Anda di halaman 1dari 6

PAPER

STUDI KASUS
OBSERVASI PASCAPANEN KUBIS (Brassica oleraceae L.)
(Pasar Induk Sayur dan Buah Giwangan, Jl.?)

Mata Kuliah Problematika Rekayasa Budidaya Tanaman

Disusun Oleh: Kelompok 4


Ria Ariani (20180210035)
Manggala Guna Sakti Cholifa (20180210038)
Agung Nugroho (20180210044)
Kiki Pranata (20180210051)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
A. KASUS
Berdasarkan observasi yang kami lakukan di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan
untuk komoditas kubis didapatkan dua narasumber utama yaitu Ibu Jemina dan Mbak
Tami. Keduanya mendapatkan kubis dari tempat yang sama yaitu Dieng, meski mbak
Tami mendapatkan pasokan pula dari Imogiri. Pengemasan kubis ibu Jemina
menggunakan keranjang anyam dari bambu sedangkan mbak Tami menggunakan
waring sayur sebelum kemudian didistribusikan menuju pasar induk menggunakan
mobil pick-up. Stok pembelian kubis setiap harinya sama yaitu 18 ton dengan berat
kubis layak jual 15-16 ton untuk ibu Jemina dan 16-17 ton untuk mbak Tami.
Kehilangan pascapanen yang dialami oleh ibu Jemina relatif lebih tinggi yaitu 2-3 ton
setiap pemesanan jika dibandingkan dengan kehilangan pascapanen yang dialami oleh
mbak Tami yang berkisar 1-2 ton. Oleh karena itu, perlakuan pascapanen apakan yang
dapat dilakukan oleh ibu Jemina agara kehilangan pascapanennya dapat dikurangi?

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Botani Tanaman Kubis (Brassica oleraceae L.)
Tanaman kubis termasuk dalam golongan tanaman sayuran semusim atau umur
pendek. Tanaman tersebut hanya dapat berproduksi satu kali dan setelahnya akan
mati (Fitriani, 2009). Menurut Tjitrosoepomo (2010) dalam Maloe (2018),
klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan tanaman kubis termasuk dalam:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rhoadales
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleraceae L.
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kubis
Kubis dikenal sebagai tanaman sayur daerah yang beriklim dingin (sub tropis),
sehingga di Indonesia cocok ditanam di dataran tinggi antara 1000 – 2000 m dpl
dengan suhu udara dingin dan lembab (Fitriani, 2009). Menurut Rukman (1994),
temperatur optimum untuk pertumbuhan dan produksi kubis berkisar antara 15 – 18
C dan maksimum 24 C.

2
Tanah yang cocok untuk ditanami kubis adalah lempung berpasir, meski kubis
toleran terhadap tanah ringan seperti andosol. Kisaran pH yang sesuai adalah 5,5 –
6,5 dengan pengairan yang memadai (Fitriani, 2009).
3. Panen dan Perlakuan Pascapanen Kubis
Umur panen kubis dilakukan pada massa bunganya yaitu sekitar 50 -60 HST. Cara
pemanenan kubis yaitu dengan memotong tangkai bunga bersama dengan batang
dan daun-daunnya menggunakan sabit atau pisau. Waktu pemanenan yang baik
adalah pagi atau sore saat cuaca cerah (Cahyono, 2001). Pada perlakuan pascapanen
perlu diperhatikan mengenai lingkungan penyimpanan dan sifat komoditas sebagai
berikut:
a. Temperatur optimum (Freezing injury). Penyimpanan kunis harus
memerhatikan varietas kubus, suhu, kelembaban dan kadar air pada suhu 32 –
37 f dan kelembaban udara 92 – 95C.

c.1. temperatur optimum dan freezing injury penyimpanan kubis harus


memperhatikan varietas kubis, suhu, kelembaban dan kadar air. pada suhu 32-35of dan
kelembaban udara 92-95%, kubis dapat disimpan 4-6 bulan (kubis kadar air tinggi) dan 12
bulan (kubis kadar air rendah) dengan kehilangan berat sebesar 10%. pada proses
penyimpanan kubis, sebaiknya perlu dipastikan sayur dalam keadaan kering. untuk
penyimpanan yang lebih lama dan awet, sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik bening
yang aman untuk makanan (food grade) yang berfungsi menekan keluarnya gas etilen yang
menyebabkan bahan makanan cepat membusuk. lebih baik lagi apabila penyimpanan bahan
makanan disatukan sesuai dengan jenisnya (winarno,2002). pengaturan suhu saat penimpanan
berpengaruh terhadap umur simpan produk segar hortikultura. sebagian besar orang tidak
mengetahui produk pascapanen. merupakan produk yang masih hidup dan peka terhadap
suhu terutama jenis sayuran. pengaturan suhu adalah salah satu hal penting dalam pascapanen
produk hasil pertanian. suhu rendah dapat menekan kegiatan pemasakan dari aktivitas enzim
maupun kegiatan mikroba perusak yang berpengaruh terhadap laju respirasi produk.
penyimpanan bersuhu rendah harus mempertimbangkan produk yang tidak peka terhadap
suhu rendah yang berakibat pada freezing injury. suhu pendinginan diatas titik bekunya dapat
memperpanjang umur simpan produk segar tersebut. proses pendinginan yang baik dapat
dibagi menjadi dua fase. pertama adalah fase pendinginan awal (pre-cooling) untuk

3
melepaskan panas lapang bahan, dan fase yang kedua adalah pendinginan untuk menjaga
produk pada suhu optimum selama penyimpanan dan pendistribusiannya. tiap produk
memiliki suhu optimum yang berbeda karena karakteristik tiap produk yang berbeda
(pantastico,1997). pengaturan suhu yang baik dimulai dengan menghilangkan panas lapang
produk secepatnya ketika produk telah dipanen. cara ini yang paling penting untuk
mengurangi kerusakan bahan. suhu yang tinggi umumnya dapat merusak jaringan hidup pada
sayuran, sedang suhu yang rendah dapat menghambat metabolisme. penyimpanan pada suhu
rendah tidak saja menghambat kecepatan respirasinya melainkan juga menghambat
kehidupan mikroorganisme. pengelolaan suhu yang baik untuk kubis bertujuan
meminimalkan aktivitas mikroorganisme, mempertahankan kesegaran, memperpanjang masa
simpan, dan mengurangi jumlah air yang hilang. penyimpanan yang baik yaitu dengan suhu
rendah namun harus memperhatikan jenis sayuran karena setiap sayuran memiliki suhu
optimum yang berbeda. penyimpanan dingin (cold storage) lebih cenderung hanya berfungsi
untuk mempertahankan suhu yang telah hubungan antara suhu dan kerusakan kubis dimana
terlihat suhu dibawah 0oc akan membuat produk mengalami kerusakan suhu beku (freezing
injury). sedangkan pada suhu 1oc – 5oc akan mengakibatkan kerusakan yaitu kerusakan suhu
rendah (chilling injury). penyimpanan produk dengan suhu 6oc – 10oc merupakan suhu yang
relatif baik untuk penyimpanan kubis. suhu 11oc – 15oc merupakan suhu dimana kubis akan
lebih cepat mengalami proses respirasi namun pada suhu tersebut ada juga produk
hortikultura yang cocok untuk disimpan. suhu 18oc – 24oc merupakan fase pemasakan
pamasakan atau fase respirasi yang sejalan dengan suhu sedangkan pada suhu diatas 35oc
merupakan fase kerusakan kubis akibat suhu tinggi (winarno,2002). c.2. kelembaban
optimum kubis mengandung sekitar 92% air. setelah kubis dipanen, sangat penting
untuk mendinginkan kubis secepat mungkin dan memperhatikan kelembabannya minimal
90% atau lebih tinggi. kelembaban relative yang berada dibawah 80% akan menyebebkan
transpirasi sehingga kubis akan susut dan mengkerut. ketika kelembaban relatifnya rendah,
maka cara mengatasi agar tidak terjadinya susut pada kubis maka lantai penyimpanan
dibasahi untuk menigkatkan kelembaban. kelembaban optimum untuk penyimpanan kubis
umumnya sangat tinggi berkisar antara 95-98%. c.3. laju respirasi secara fisiologis bagian
tanaman yang dipanen masih melanjutkan fungsi metabolisme, yang dicirikan dengan adanya
proses respirasi. respirasi merupakan perombakan bahan yang lebih kompleks di dalam sel
seperti, pati, gula dan asam organik dengan bantuan oksigen menjadi molekul yang lebih
sederhana, seperti karbondioksida, air sekaligus energi yang dipakai dalam reaksi sintesa.
secara morfologis, pada jaringan luar permukaan produk hortikultura, terdapat lubang alami

4
yang disebut stomata dan lentisel. proses pertukaran uap air, co2 dan o2 terjadi di dalam
stomata yang dapat membuka dan menutup, sedangkan pertukaran gas terjadi melalui
lentisel, yang menyebabkan produk kehilangan air. laju respirasi pada kubis tergolong sedang
dengan kecepatan 10-20 mg co2/kg jam pada suhu 5oc. peningkatan laju respirasi sejalan
dengan meningkatnya suhu pada lingkungan, setiap peningkatan suhu 10⁰c, laju respirasi
secara kasar meningkat 2-3 kali, namun bila suhu meningkat di atas 30⁰c, maka kubis mulai
menuju proses kematian dan respirasi mulai terhenti. laju respirasi dari suatu produk
merupakan indikator yang baik untuk menentukan masa simpan produk hortikultura
(pantastico,1997). c.4. laju produksi etilen etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh
(c2h4) yang pada suhu kamar berbentuk gas. senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil
pertanian. etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu
menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritassel transport, pada
kondisi anaerob pembentukan etilen terhambat, suhu o2 juga berpengaruh pada pembentukan
etilen. suhu pada saat penyimpanan sangat berpengaruh pada produksi etilen. laju produksi
etilen pada kubis semakin menurun pada suhu di atas 30oc dan berhenti pada suhu 40oc,
sehingga pada penyimpanan kubis secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang
pembentukan etilen oleh kubis tersebut. etilen yang diproduksi oleh setiap kubis memberi
efek komulatif dan merangsang kubis lain untuk matang lebih cepat (davies,1995). c.5.
respon terhadap etilen kubis merupakan sayuran yang sangat peka terhadap
rangsangan etilen terutama ketika penyimpanan. cara terbaik dalam menyimpan kubis adalah
secara terpisah dengan komoditi lainnya. kubis tidak boleh disimpan dengan sayur atau
komoditi lainnya karena beberapa buah dan sayuran akan melepaskan etilen selama
penyimpanan sehingga memici kubis untuk lebih cepat mengalami kerusakan dan
pembusukan. etilen juga menyebabkan kubis untuk menghasilkan asam absisat sehingga
lapisan-lapisan daunnya akan terlepas. meyimpan kubis dengan benar sangat penting dengan
tujuan untuk mejaga kualitasnya. metode penyimpanan yang tepat akan membantu untuk
memperlambat respirasi karena berkurangnya etilen selama penyimpanan. adanya kadar
etilen yang tinggi selama penyimpanan akan menyebabkan kubis “bernafas”, jika hal ini
terjadi maka semakin cepat sel melakukan proses metabolism dan semakin cepat kubis rusak
(davies,1995). c.6. respon terhadap controlled atmosphere sejumlah gangguan
fisiologis dapat terjadi selama penyimpanan kubis. contohnya adalah edema, yang ditandai
dengan timbulnya bintik-bintik cokelat pada permukaaan bawah daun serta teksturnya
menjadi kasar. ini dapat disebabkan karena penyiraman pada waktu musim tanam yang tidak
5
teratur. bintik-bintik hitam kemudia muncul beberapa minggu setelah penyimpanan. garis-
garis atau bercak-bercak juga dapat terjadi pada pelepah daun terluar kubis. kesemuanya ini
merupakan ini merupakan gangguan-gangguan fisiologis yang dapat menyebabkan kerugian
ekonomis yang signifikan. beberapa gangguan iini bisa dicegah dengan penyimpanan
atmosfer terkendali/controlled atmosphere (ca) (eyunaka,1990). kubis yang ditujukan untuk
penyimpanan jangka panjang sangat dianjurkan untuk memakai penyimpanan controlled
atmosphere sehingga kualitas dan harga jualnya menjadi kompetitif. kubis disimpan pada
suhu 0-1oc dengan kelembaban relative 95-98% dalam ruang penyimpanan controlled
atmosphere dengan proporsi oksigen 3-5% dan co2 5-7%. proporsi tersebut telah ditemukan
untuk meningkatkan kualitas penyimpanan kubis. keuntungan dari penggunaan controlled
atmosphere pada penyimpanan kubis selain meningkatkan kualitas penyimpanan adalah
mengontrol penyakit oleh fungi, mengontrol kerusakan fisiologis, retensi warna hijau cerah,
mempertahankan kerenyahan dan rasa yang segar serta mengurangi akibat susut dalam
pemangkasan.

C. ANALISIS MASALAH
Berdasarkan kasus diatas diketahui
D. PENYELESAIAN
Solusi yang dapat diberikan untuk

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi dan diskusi dapat disimpulkan bahwa

F. REFERENSI

G. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai