Melalui
Yang Mulia
Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang
Cq. Majelis Hakim Pemeriksa Permohonan
Peninjauan Kembali
Di
Bandar Lampung
Dengan Hormat,
Mempermaklumkan kami yang bertanda tangan di bawah ini 1. GUNAWAN RAKA, SH.,
MH., 2. IMMANUEL CML TOBING., SH., 3. AGUNG WALUYO., SH. MH., 4. AZWIR ADE
PUTRA., SH., 5. TERRY ABDUL RAHMAN M., SH., MH., 6. CICI HAIRIA DEWI.,
SH.,MH., masing-masing Advokat dan Penasihat Hukum pada Law Office “GUNAWAN
RAKA & PARTNERS” beralamat di Jl.Sriwijaya No.19 Enggal – Bandar Lampung,
berdasarkan Akta Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Nomor 1/Pid.Sus-
Tpk/PK/2019/PN.Tjk. tanggal 11 April 2019 dan Surat Kuasa No:
2152.SK.PK.Pid.Sus.GR&P.IV.2019 tanggal 12 April 2019 sebagaimana terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan Nomor 377/SK/2019/PN.TJK
tanggal 12 April 2019, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan
atas nama : Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin IBRAHIM SEPULAU RAYA
yang beralamat Jl. Ridwan Rais No.22/7 Kelurahan Balau Kencana, Kecamatan
Sukabumi Kota Bandar Lampung, saat ini sedang menjalani pidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Rajabasa, Jl. Pramuka No.12, Rajabasa, Kota Bandar Lampung,
untuk selanjutnya disebut sebagai …...PEMOHON PENINJAUAN KEMBALI (Pemohon
PK) Tahap Ketiga;
Agustus 2015 jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 173
PK/Pid.Sus/2013 tertanggal 11 Desember 2013 jo. Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 313 K/PID.SUS/2012 tertanggal 09 Mei 2012 jo. Putusan Pengadilan
Negeri Tanjung Karang Nomor 434/Pid.Sus/2011/PN.TK tertanggal 19 Oktober 2011, atas
nama :
“ Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin IBRAHIM SEPULAU RAYA “
Beralamat di Jalan Ichwan Ridwan Rais Nomor 22/7, Kelurahan Balau Kencana,
Kecamatan Suka Bumi, Kota Bandar Lampung, sebagai Terdakwa/Terpidana/ Termohon
Kasasi/PEMOHON PENINJAUAN KEMBALI (Pemohon PK) Tahap Ketiga;
I. PENDAHULUAN
1. Bahwa segala sesuatu yang telah Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon PK)
sampaikan dan tuangkan dalam Memori Permohonan Peninjauan Kembali, secara
mutatis mutandis dianggap telah turut termuat dan merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dalam kesimpulan ini;
2. Bahwa dengan tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan Pemohon
Peninjauan Kembali (Pemohon PK) atas tanggapan yang telah disampaikan oleh
Jaksa Penuntut Umum atas Memori Permohonan Peninjauan Kembali, dalam hal
ini Pemohon Peninjauan Kembali (Pemohon PK) tetap berpendapat dan
mempertahankan hal-hal sebagaimana telah Pemohon Peninjauan Kembali
(Pemohon PK) sampaikan dan tuangkan dalam Memori Permohonan Peninjauan
Kembali tertanggal 12 April 2019;
3. Bahwa secara formal Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan ini adalah
sudah memenuhi dan sesuai dengan ketentuan Bab XVIII Bagian Kedua Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
4. Bahwa Permohonan Peninjauan Kembali dalam sistem peradilan umum di
Indonesia diterima oleh Mahkamah Agung melalui Lembaga Peninjauan Kembali
(Lembaga PK) dan kemudian diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, adalah setelah terbukanya kasus peradilan
"Sengkon-Karta" yang menghebohkan dunia hukum pidana Indonesia pada sekitar
tahun 1980-an. Yang Mulia Prof. Oemar Seno Adji (Ketua Mahkamah Agung RI
saat itu) mengupayakan cara untuk membebaskan Sengkon dan Karta karena
diyakini tidak bersalah sehingga upaya hukum Peninjauan Kembali kemudian
dipakai sebagai sarananya untuk memberikan KEADILAN. Atas kasus Sengkon-
Karta, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
Nomor 1 Tahun 1980 mengenai Peninjauan Kembali yang menjadi dasar
melakukan upaya hukum luar biasa dalam sebagaimana diakomodir dalam
KUHAP;
5. Bahwa peradilan pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, dan prinsip
Keadilan-lah yang menjadi tujuan utama dari upaya hukum Peninjauan Kembali.
Bahwa Yang Mulia Hakim adalah aktor utama (main actor) penegakan hukum (law
enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan
dengan penegak hukum lain, oleh karena Yang Mulia Hakim adalah Penegak
Hukum yang sekaligus juga PENEGAK KEADILAN. Pada saat ditegakkan, hukum
mulai memasuki wilayah das sein (yang senyatanya) dan meninggalkan wilayah
das sollen (yang seharusnya). Hukum tidak lagi sekedar barisan pasal-pasal mati
yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan, tetapi sudah
“dihidupkan” oleh LIVINGINTERPRETATOR yang bernama Yang Mulia Hakim.
Dalam memutus suatu perkara, Yang Mulia Hakim harus mengkombinasikan tiga
hal penting yaitu, kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Dengan cara itu,
maka pertimbangan-pertimbangan hukum yang menjadi dasar penyusunan
putusan menjadi baik. Namun demikian, suatu putusan Yang Mulia Hakim juga
tidak luput dari kekeliruan atau kehilafan, bahkan (mohon maaf) tidak mustahil
bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan
Yang Mulia Hakim perlu dimungkinkan untuk dapat diperiksa ulang, agar kekeliruan
atau kehilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan
Yang Mulia Hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Demikian juga
dalam Permohonan Peninjauan Kembali ini, Pemohon Peninjauan Kembali
(Pemohon PK) memohon untuk diperbaiki Putusan Yang Mulia Majelis Hakim
sebelumnya;
6. Bahwa suatu upaya hukum merupakan hak terdakwa/terpidana dan Jaksa
Penuntut Umum yang dapat dipergunakan apabila ada pihak yang merasa tidak
puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini
merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga
terdakwa/terpidana dan Jaksa Penuntut Umum tidak menggunakan hak tersebut.
Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut dipergunakan oleh
terdakwa/terpidana dan Jaksa Penuntut Umum, maka pengadilan wajib
menerimanya (vide Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman). Secara normatif, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) membedakan upaya hukum menjadi dua macam, pertama, upaya hukum
biasa yaitu Banding hingga Kasasi sebagaimana diatur dalam Bab XVII Pasal 233
KUHAP sampai dengan Pasal 258 KUHAP. Kedua, upaya hukum luar biasa yaitu
Peninjauan Kembali (PK) yang diatur dalam Pasal 263 KUHAP sampai dengan
Pasal 269 KUHAP, kemudian upaya hukum luar biasa yang lain adalah Kasasi
demi kepentingan hukum yang diatur dalam Pasal 259 KUHAP sampai dengan
Pasal 262 KUHAP. Melalui upaya hukum yang tersedia tersebut, maka dalam
rangka mewujudkan keadilan, para pihak memiliki hak untuk mengajukan upaya
hukum apabila terdapat putusan hakim yang dirasa tidak adil. Secara historis
seperti telah disampaikan diatas,, lahirnya upaya hukum luar biasa yaitu
Peninjauan Kembali tidak terlepas dari adanya kasus Sengkon dan Karta pada
tahun 1977. Dalam kasus tersebut, negara telah salah menerapkan hukum
(miscarriage of justice) yaitu dengan mem-pidana orang yang tidak bersalah,
sehingga yang terjadi adalah proses peradilan sesat (rechterlijke dwaling). Oleh
karena itu, sebagai upaya untuk mengatasi kesalahan negara dalam kasus
Sengkon dan Karta, akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1
Tahun 1980 tentang Peninjauan Kembali Putusan yang Telah Memperoleh
Kekuatan Hukum yang Tetap. Upaya hukum Peninjauan Kembali pada prinsipnya
merupakan upaya hukum luar biasa (extraordinary remedy) terhadap putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht vangewisjde). Upaya
hukum PK bertujuan untuk memberikan keadilan hukum, dan bisa diajukan oleh
pihak yang berperkara baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata.
Peninjauan Kembali merupakan hak terpidana selama menjalani masa pidana di
dalam lembaga pemasyarakatan. Alasan Peninjauan Kembali dikategorikan
sebagai upaya hukum luar biasa karena mempunyai keistimewaan, artinya dapat
digunakan untuk membuka kembali (mengungkap) suatu keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan suatu putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, harus dilaksanakan untuk
menghormati kepastian hukum. Dengan demikian, lembaga Peninjauan Kembali
adalah suatu upaya hukum yang dipergunakan untuk menarik kembali atau
menolak putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengaturan
Peninjauan Kembali hanya satu kali (sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 268
ayat (3) KUHAP) adalah rumusan hukum yang lebih menekankan kepada asas
kepastian hukum ( BUKAN KEADILAN) karena perkara yang bersangkutan telah
di uji oleh Yang Mulia Hakim. Ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi No. Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013;
7. Bahwa rangkaian tahapan pengujian materi dapat menjadi alasan hukum bahwa
putusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali memiliki kebenaran yang
sangat menyakinkan atau tingkat kepastian hukum yang sangat tinggi. Tetapi jika
menghadapi situasi KEADILAN HUKUM yang belum tercapai, maka upaya
hukum Peninjauan Kembali sebagai upaya yang luar biasa dapat diajukan lebih
dari satu kali. Pengaturan upaya hukum Peninjauan Kembali hanya dapat
dilakukan satu kali selain terdapat dalam ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP
II. PEMBUKTIAN
1. Keterangan Saksi YUDI SAPUTRA, SH.;
Bahwa saksi sudah membaca alat bukti surat P-12 yaitu berupa Surat Bupati
Lampung Tengah Nomor : 180/39a/Setda.1.02/2018 bertanggal 09 April 2018
yang ditujukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang;
Bahwa isi surat tersebut adalah terkait dengan keterangan tidak ada kerugian
Negara yang dilakukan oleh Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin
IBRAHIM SEPULAU RAYA berdasarkan putusan perdata yang di menangkan
oleh Pemerintah Daerah Lampung Tengah;
Bahwa saksi mengantar Surat Bupati Lampung Tengah Nomor :
180/39a/Setda.1.02/2018 bertanggal 09 April 2018 tersebut pada tanggal 14
April 2014;
Bahwa saksi dapat mengetahui isi surat tersebut, karena pada saat saksi
diperintahkan oleh Kepala Bagian Hukum Pemerintah Daerah Lampung Tengah
untuk mengantarkan surat tersebut ke Kepala Lembaga Pemasyarakatan
Tanjung Karang, saksi diberitahukan secara lisan mengenai isi surat tersebut;
Bahwa saksi diberitahu isi dari surat tersebut oleh Kepala Bagian Hukum untuk
dapat menjelaskan maksud dan tujuannya mengantarkan surat tersebut ke
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang apabila ada pertanyaan dari
Kepala Lembaga Pemasyarakatan ;
Bahwa pada saat itu saksi masih menjabat sebagai Kasubag Bantuan Hukum
Pemerintah Daerah Lampung Tengah;
Bahwa surat tersebut diterima langsung oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan
Tanjung Karang;
Bahwa saksi tidak mengetahui maksud dan tujuan dari surat tersebut di antar
ke Kepala Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang;
Bahwa surat tersebut sifatnya penting namun tidak rahasia;
Bahwa surat tersebut tidak langsung dibaca oleh Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Tanjung Karang pada saat saksi menyerahkannya;
Bahwa sepengetahuan saksi, saksi tidak menemukan surat tersebut, saksi hanya
ditugaskan oleh Kepala Bagian Hukum untuk mengantarkan surat tersebut ke
Lembaga Pemasyarakatan;
Bahwa saksi tidak mengetahui perkembangan masalah terkait dana asset
Pemerintah Daerah Lampung Tengah senilai 20 milyar tersebut;
Bahwa saksi tidak mengetahui surat tersebut di mintakan atas dasar apa, hanya
saja kebiasaan dari Pemerintah Daerah Lampung Tengah adalah akan
mengeluarkan surat apabila ada permohonan sebelumnya;
Bahwa sepengetahuan saksi, pada saat itu di Pemerintah Daerah Lampung
Tengah sedang mengadakan pembahasan masalah keuangan Pemerintah Daerah
Lampung Tengah;
Bahwa saksi bertugas pada Bagian Evaluasi Dan Monitor APBD Propinsi
Lampung, sehingga tugas saksi adalah meng-evaluasi dan memonitoring APBD
Kabupaten/Kota se-Propinsi Lampung;
Bahwa khusus APBD Pemerintah Daerah Lampung Tengah sejak tahun 2002-
2017 tercatat pada laporan APBD tersebut, asset lain-lain berupa deposito
sejumlah Rp. 28 milyar pada PT. BPR Tripanca Setiadana;
Bahwa laporan APBD terakhir Pemerintah Daerah Lampung Tengah adalah
APBD Tahun 2017 yang dilaporkan pada pertengahan Tahun 2018, dan asset
lain-lain berupa deposito sejumlah Rp. 28 milyar pada PT. BPR Tripanca
Setiadana tetap tercatat;
Bahwa sepengetahuan saksi, dengan adanya pencatatan asset tersebut, asset
tersebut tetap ada dan tetap merupakan asset Pemerintah Daerah Lampung
Tengah;
Bahwa saksi mengetahui putusan perkara Perdata Nomor :
88/Pdt.G/2008/PN.TK Juncto Nomor 37/Pdt/2009/PT.TK dimenangkan oleh
Pemerintah Daerah Lampung Tengah dengan amar putusan yang
memenangkan Pemerintah Daerah Lampung Tengah, sehingga selama ini saksi
juga selalu menyarankan kepada Pemerintah Daerah Lampung Tengah untuk
segera mengajukan eksekusi atas putusan perkara itu;
Bahwa menurut saksi, dalam perkara tipikor atas nama Hi. ANDY ACHMAD
SAMPURNA JAYA Bin IBRAHIM SEPULAU RAYA, kerugian Negara dalam hal
ini tidak ada, dikarenakan asset itu tetap tercatat sebagai milik Pemerintah
Daerah Lampung Tengah dan sudah ada putusan perdata sebagai dasar
hukumnya;
IV. KESIMPULAN
A. PEMBATASAN PENGAJUAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI
Bahwa putusan Mahkamah Agung RI yang dimohonkan PK ini adalah selain
Putusan Peninjauan Kembali dalam perkara Nomor 240 PK/Pid.Sus/2014 tanggal
11 Agustus 2015 Juncto Putusan Nomor : 173 PK/Pid.Sus/2013 tanggal 11
Desember 2013 juga Putusan terkait adalah Putusan Kasasi Nomor : 313
K/Pid.Sus/2012 tanggal 09 Mei 2012 yang dengan jelas telah salah menerapkan
hukum dan dengan memperlihatkan suatu kekhilafan Hakim serta dengan
memperlihatkan suatu kekeliruan yang nyata dalam pertimbangan hukumnya pada
halaman 42 s/d halaman 43 tepatnya pada pertimbangan hukumnya yang
menyatakan antara lain sebagai berikut :
“ Bahwa dalam penerapan Hukum Acara mengenai Peninjauan Kembali terdapat
ketentuan Undang Undang lain yang mengatur bahwa terhadap Peninjauan
Kembali tidak dapat dilakukan Peninjauan Kembali, dan Peninjauan Kembali dapat
diajukan hanya 1 kali “ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) UU Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Jo Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan UU Nomor 3 Tahun 2009
tentang Mahkamah Agung“; Selanjutnya dinyatakan lagi dalam pertimbangannya
bahwa : “ Bahwa sesuai Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 31
Desember 2014 Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan
Peninjauan Kembali dalam perkara Pidana pada butir angka 3 yang menyatakan
bahwa Permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1
(satu) kali “;
Dengan segala hormat, dalam hal ini Pemohon Peninjauan Kembali tetap
berpegang kepada hak setiap warga Negara untuk memperoleh keadilan yang
sedail-adilnya, dengan berdasarkan alasan-alasan sebagaimana dalam
pendahuluan diatas sudah diuraikan dan juga alasan dibawah ini :
a. Pada Pasal 24 ayat (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman secara yuridis formal hanya mengatur ketentuan pokoknya saja
materi pengaturan yang sama dengan materi Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang
telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013, secara
otomatis juga ikut membatalkan materi pasal yang dijadikan landasan hukum
dalam pemberlakuan SEMA tersebut sehingga pembentukannya cacat formil
dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
g. Dengan demikian, Pertimbangan hukum Majelis Hakim pada Pemeriksaan PK
dalam perkara a quo inlitis sungguh sangat jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam amar putusannya
yang menyatakan Permohonan PK dinyatakan tidak dapat diterima dan
karenanya beralasan untuk dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada
Pemeriksaan Peninjauan Kembali, oleh karena bertentangan dengan
Konsiderans UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang menegaskan dan
menyatakan bahwa : “ Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku
Kekuasaan Kehakiman yang merdeka mempunyai peranan penting guna
menegakkan Konstitusi dan prinsip Negara Hukum sesuai dengan
kewenangannya sebagaimana ditentukan dalam UUD Negara RI “ ;
h. Pada akhirnya, dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 06 Maret 2014 menyatakan pada pokoknya
sebagai berikut : “ ....... , dalam ilmu hukum terdapat azas litis finiri
oportet yakni setiap perkara harus ada akhirnya , namun menurut
Mahkamah hal itu berkait dengan Kepastian Hukum, sedangkan untuk
Keadilan dalam perkara pidana asas tersebut tidak secara rigid dapat
diterapkan karena dengan hanya membolehkan Peninjauan Kembali satu
kali, terlebih lagi manakala ditemukan keadaan baru (Novum), hal itu
justru bertentangan dengan Azas Keadilan yang begitu dijunjung tinggi
oleh Kekuasaan Kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan
Keadilan (Vide Pasal 24 ayat (1) UUD 1945) serta sebagai konsekwensi
dari asas Negara Hukum ” ;
KEDUA :
Bahwa dalam perkara Terdakwa Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin
IBRAHIM SEPULAU RAYA (Perkara Pidana Nomor 434/Pid.Sus/2011/PN.TK.
tanggal 19 Oktober 2011 Juncto Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 313 K /
Pid.Sus / 2012 tanggal 09 Mei 2012 Juncto Putusan PK Nomor 173 PK /
Pid.Sus/2013 tanggal 11 Desember 2013 Juncto Putusan PK Nomor 240 PK /
Pid.Sus / 2014 tanggal 11 Agustus 2015) terlihat secara jelas dan tegas oleh Jaksa
KETIGA :
Bahwa putusan Nomor 240 PK/Pid.Sus/2014 tanggal 11 Agustus 2015 atas nama
Terdakwa/Terpidana ( Pemohon PK ) pertimbangan hukumnya sungguh sangat
V. PERMOHONAN
Terlepas dari semua uraian dan alasan hukum tersebut diatas, Pemohon
Peninjauan Kembali tetap percaya bahwasanya hukum adalah satu-satunya sarana untuk
memperoleh KEADILAN, dan Peninjauan Kembali adalah salah satu upayanya. Oleh
karenanya Pemohon Peninjauan Kembali memohon kiranya Yang Mulia Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Tanjung Karang sebagai Penegak Hukum dan Keadilan, berkenan
untuk memberikan pendapat dan selanjutnya demi tegaknya hukum dan keadilan
mengirimkan Permohonan Peninjauan Kembali ini kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah
Agung RI, sehingga Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Agung pada
Pemeriksaan Peninjauan Kembali berkenan memeriksa dan DEMI KEADILAN
menjatuhkan putusan :
MENGADILI
1. Menerima dan Mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali dari Terdakwa
kini Terpidana Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin IBRAHIM SEPULAU
RAYA tersebut ;
2. Membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 11 Agustus 2015 Nomor :
240 / PK / Pid,Sus / 2014 Juncto Putusan Mahkamah Agung Tanggal 11
Desember 2013 Nomor 173 PK / Pid.Sus/2013 Juncto Putusan Kasasi tanggal
09 Mei 2012 Nomor 313 K / Pid.Sus/ 2012 yang telah membatalkan Putusan
Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang Nomor 434 / Pid.Sus / 2011 / PN.
TK tanggal 19 Oktober 2011
DAN MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa kini Terpidana Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin
IBRAHIM SEPULAU RAYA tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam dakwaan
Primair, Subsidair maupun pada Dakwaan Lebih Subsidair :
2. Membebaskan Terdakwa kini Terpidana Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA
Bin IBRAHIM SEPULAU RAYA dari seluruh Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
tersebut;
Atau Setidak – tidaknya :
Melepaskan Terdakwa kini Terpidana Hi. ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA Bin
IBRAHIM SEPULAU RAYA dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum ;
Atau Setidak – Tidaknya :
Penuntutan dari Penuntut Umum tidak dapat diterima ;
3. Merehabilitir Nama Baik Terdakwa kini Terpidana Hi. ACHMAD SAMPURNA
JAYA Bin IBRAHIM SEPULAU RAYA serta memulihkan hak Terdakwa kini
Terpidana tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta
martabatnya;
4. Menetapkan bahwa Barang Bukti yang telah disita berdasarkan Berita Acara
Penyitaan dikembalikan kepada yang paling berhak dari mana barang bukti
tersebut disita;
5. Membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara kepada Negara.
Dan sekiranya : Ketua dan Anggota Majelis Hakim Agung yang Mulia dalam
Pemeriksaan P K ini berpendapat lain;
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan petunjuk serta melimpahkan
kekuatan, kesehatan kepada Ketua dan Anggota Majelis Hakim Agung yang Mulia pada
Pemeriksaan Peninjauan Kembali.
Hormat Kami,
5. TERRY ABDUL RAHMAN M., SH., MH., 6. CICI HAIRIA DEWI., SH.,MH.