Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

AMPUTASI

UNIT INTALASI BEDAH SENTRAL

RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen Koordinator : Ns.Chrisyen Damanik,.M.Kep

SITI HATIMAH

P1908136

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

2019

1
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik
lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi. (Daryadi,2012)
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien
atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
2. Klasifikasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi menurut (Brunner & Suddart 2010), dibedakan
menjadi :
a. Amputasi Elektif/Terencana
b. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
c. Amputasi Akibat Trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
d. Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Jenis amputasi secara umum menurut (Daryadi,2012) adalah :

2
a. Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
b. Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana
dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang
lebih 5cm dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan
pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan
protese ( mungkin ). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien
yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan
pada klien sesuai dengan kompetensinya.
Berdasarkan ekstremitas, amputasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Amputasi ekstremitas bawah Contohnya yaitu pada amputasi Atas Lutut (AL),
Disartikulasi Lutut, amputasi Bawah Lutut (BL), dan Syme.
b. Amputasi ekstremitas atas
c. Contohnya yaitu pada amputasi Atas Siku (AS) dan Bawah Siku (BS).
Berdasarkan sifat, amputasi terbagi menjadi :
 Amputasi terbuka
Suatu amputasi yang dilakukan untuk infeksi berat, yang meliputi pemotongan
tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi
dan luka dibiarkan terbuka untuk mengalir.
 Amputasi tertutup
Suatu amputasi yang dilakukan dengan cara menutup luka dengan flap kulit
yang dibuat memotong tulang kira-kira 2inchi lebih pendek daripada kulit dan
otot.

3
3. Anatomi Fisiologi

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab


terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah jaringan ikat.
Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
a. Tulang
1) Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan
hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan
kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa
yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu
axial skeleton dan appendicular skeleton.
1. Axial Skeleton (80 tulang)
Tengkorak 22 buah tulang
Tulang cranial (8 tulang) Frontal 1
Parietal 2

4
Occipital 1

Temporal 2

Sphenoid 1

Ethmoid 1

Tulang fasial (13 tulang) Maksila 2


Palatine 2

Zygomatic 2

Lacrimal 2

Nasal 2

Vomer 1

Inferior nasal concha 2

Tulang mandibula (1 tlng) 1


Tulang telinga tengah Malleus 2 6 tulang
Incus 2

Stapes 2

Tulang hyoid 1 tulang


Columna vertebrae Cervical 7 26 tulang
Thorakal 12

Lumbal 5

Sacrum (penyatuan dari


5 tl) 1

Korkigis (penyatuan dr
3-5 tl) 1

Tulang rongga thorax Tulang iga 24 25 tulang


Sternum
1

2. Appendicular Skeleton (126 tulang)

5
Pectoral girdle Scapula 2 4 tulang
Clavicula 2

Ekstremitas atas Humerus 2 60 tulang


Radius 2

Ulna 2

Carpal 16

Metacarpal 10

Phalanx 28

Pelvic girdle Os coxa 2 (setiap os 2 tulang


coxa terdiri dari
penggabungan 3 tulang)
Ekstremitas bawah Femur 2 60 tulang
Tibia 2

Fibula 2

Patella 2

Tarsal 14

Metatarsal 10

Phalanx 28

Total 206 tulang


Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
 Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
 Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system
pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
 Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
 Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
2) Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :

6
 Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
 Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
 Tulang pipih pada tengkorak dan iga
 Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-
tulang wajah, dan rahang.
3) Perkembangan dan pertumbuhan tulang
Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
 Tulang didahului oleh model kartilago.
 Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus.
Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati
dan meninggalkan ruang-ruang.
 Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-sel
pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel
pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur
dalam bentuk kartilago.
 Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada
epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
 Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran
kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-
sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya setiap sel
meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih
tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag mebesar untuk
membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami
degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
 Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis
berfusi dengan korpus.
 Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan
hormon.
b. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita

7
fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan
strukturnya.
 Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh
serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura
tulang tengkorak.
 Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh
jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus
vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan
sedikit bebas.
 Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya
memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (mis.,
sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan
membran sinovial tipis.
c. Otot rangka
Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh
dapat bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak sel terjadi
karena sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel – sel, sitoplasma ini merupakan
benang – benang halus yang panjang disebut miofibril. Kalau sel otot mendapat
rangsangan maka miofibril akan memendek. Dengan kata lain sel otot akan
memendekkan dirinya kearah tertentu (berkontraksi).
Ciri-ciri otot yaitu :
 Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin juga tidak
melibatkan pemendekan otot. Serabut akan terolongasi karena kontraksi pada
setiap diameter sel berbentuk kubus atau bulat hanya akan menghasilkan
pemendekan yang terbatas.
 Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus saraf.

8
 Ekstensibilitas
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot
saat relaks.
 Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau
meregang.

4. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi bisa disebabkan oleh :
 Iskemia, karena penyakit reskularisasi perife, biasa nya pada orangtua seperti
pada penyakit artherosklerosis dan diabetes mellitus.
 Trauma, amputasi bisa diakibatkan karena kecelakaan dan thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan
kelaian kongenital.
Faktor predisposisi terjadinya amputasi yaitu :
 Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
 Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
 Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
 Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
 Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
 Deformitas organ.

5. Patofisiologi
Amputasi di lakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan
metode :
 Metode terbuka guilottone amputasi
Metode ini di lakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang atau berat di
mana pemotongan di lakukan pada tinggkatyang samabentuknya benar benar
terbuka dan di pasang drainage agar luka bersih dan luka dapat di tutup setelah
infeksi.
 Metode tertutup

9
Di lakukan dalam kondisi yang lebih mungkin pada metode ini kulit tepi ditarik
atau di buat skalfuntuk menutupi luka pada atas ujung tulang dan di jahit pada
daerah yang di amputansi.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat di temukan pada pasien dengan post operasi amputasi
antara lain :
a. Nyeri akut
b. Keterbatasan fisik
c. Pantom snydrom e
d. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
e. Adanya gangguan citra tubuh mudah marah , cepat tersinggung pasien
cenderung berdiam diri

7. Komplikasi
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan infeksi dan kerusakan kulit. Karena
adanya pembuluh darah besar yang dipotong dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi
merupakan infeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau
kontaminasi luka setelah amputasi traomatika resiko infeksi meningkat peyembuhan
luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kronik.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi yaitu
:
a. Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan
dua faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya
(sesuai kebutuhan protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui
pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk
penyembuhan. Floemetri dopler penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan
persial oksigen perkutan (pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi
dilakukan bila refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan.

10
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak mungkin tujuan
ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut
dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang ditimbulkan akan
menigktkan dan mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.
b. Penatalaksanaan sisa tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi menghasilkan
sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat untuk pengunaan
prostesis, lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan luka karena
nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.
Perawatan pasca amputasi yaitu :
 Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan perban
elastis harus hati-hati jangan sampai konstraksi putung di proksimlnya sehingga
distalnya iskemik.
 Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal
sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut.
 Luka ditutup drain diangkat setelah 48-72 jam sedangkan putung tetap dibalut
tekan, angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
 Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur
atau berbaring atau duduk lama dengan fleksi lutut.
 Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau memberikan
abdukasi putung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah
kostruktur lutut dan paha.

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Daryadi,2012), pemeriksaan diagnostik pada klien Amputasi meliputi :
a. Foto rongent Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT san Mengidentifikasi lesi neoplestik, osteomfelitis, pembentukan hematoma

11
c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah mengevaluasi perubahan sirkulasi
/ perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial
penyembuhan jaringan setelah amputansi
d. Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
e. Biopsy mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
f. Led peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g. Hitung darah lengkap / deferensial peningian dan perpindahan ke kiri di
duga proses infeksi

12
10. WOC

13
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan :


Definis & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).


Singapore : El Sevier.

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore :


El Sevier.

14

Anda mungkin juga menyukai