Anda di halaman 1dari 35

SKENARIO

“ Akibat Jatuh”

Seorang laki – laki usia 50 tahun sedang berjalan menuruni tangga dan tiba –
tiba terjatuh karena tersandung. Hasil pemeriksaan radiologi dijumpai colles fracture
dextra. Hasil pemeriksaan dokter juga dijumpai memar pada daerah cruris dextra.

TERMINOLOGI

 Radiologi : cabang ilmu kesehatan yang berkaitan dengan zat-zat radioaktif


dan energi pancaran serta dengan diagnosis dan pengobatan penyakit dengan
memakai radiasi pengion (contoh: sinar-X) maupun bukan pengion (conto h:
ultrasound).

 Colles fracture dextra : patah/kerusakan tulang pada ujung bawah radius


dengan potongan bawah tergeser ke posterior, bagian sebelah kanan.

 Memar (hematoma) : pengumpulan darah yang terlokalisasi, umumnya


menggumpal, pada organ, rongga atau jaringan,akibat pecahnya dinding
pembuluh darah.

 Cruris dextra : bagian anggota gerak bawah mulai dari lutut hingga
pergelangan kaki sebelah kanan.

1
IDENTIFIKASI MASALAH

 Tiba-tiba terjatuh karena tersandung.

 Pemeriksaan fisik : memar daerah cruris dextra.

 Pemeriksaan radiologi : dijumpai colles fracture dextra.

ANALISA MASALAH

1. Mekanisme fraktur pada skenario?

Jawab : pada orang tua, fraktur radius distal sering timbul dari mekanisme energi
yang rendah, seperti terjatuh pada saat berjalan, ataupun terpeleset. Mekanisme
cedera yang paling umum terjadi adalah jatuh ke tangan terulur dengan pergelangan
tangan dalam dorsofleksi

2. Anggota gerak apa saja yang terkena saat OS terjatuh?

Jawab :

- Anggota gerak atas  tulang yang menyusun colles ; radius, ulna, os.
metacarpal, os. phalanges.

- Anggota gerak bawah  tulang yang menyusun cruris ; os. femur, os. patella,
os. tibia, os. fibula, os. tarsal, os . metatarsal, os. phalanges.

3. Apa yang menyebabkan memar di daerah cruris dextra?

Jawab : terjatuh yang menyebabkan trauma/fraktur  pecahnya pembuluh


darah  memar.

2
4. Bagian tulang apa yang terkena pada saat OS terjatuh, aksial atau
apendikular?

Jawab : apendikular (tulang ekstremitas).

MAPPING CONCEPT

OS laki – laki

50 tahun

Terjatuh

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan


memar daerah radiologi : colles
cruris dextra fracture dextra

Anatomi Jenis-jenis tulang,


sendi dan otot
Muskuloskeletal

Fisiologi

Muskuloskeletal

3
LEARNING OBJECTIVE

Mahasiswa/i mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan tentang :

 Anatomi muskuloskeletal (tulang, otot dan sendi).

 Fisiologi muskuloskeletal (tulang, otot dan sendi).

 Jenis-jenis tulang, sendi dan otot.

 Fraktur.

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler.
Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui
proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel
yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar, yaitu; osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Adapun matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2%
subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan.
Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun.
Selanjutnya, osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Sementara osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak)
yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL


Muskuloskeletal terdiri dari kata :
 Muskulo : otot
 Skeletal : tulang
 Muskulo atau muskular adalah jaringan otot-otot tubuh (ilmu = Myologi).
 Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh (ilmu = Osteologi ).
 Muskuloskeletal disebut juga “Lokomotor”

Sistem Muskuloskeletal

• Otot (muscle)

• Tulang (skeletal)

• Sendi

• Tendon : jaringan ikat yang menghubungkan otot dan tulang.

• Ligamen : jaringan ikat yang mempertemukan kedua ujung tulang.

• Bursae : kantong kecil dari jaringan ikat, antara tulang dan kulit, antara tulang
dan tendon atau diantara otot

• Fascia : jaringan penyambung longgar di bawah kulit atau pembungkus otot,


saraf dan pembuluh darah.

6
SISTEM SKELETAL

Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang, yang terbagi dalam 2 bagian
besar : axial dan appendicular

1. Axial skeletal :

– Tulang Kepala

• Tengkorak otak = 8 buah

• Tengkorak wajah = 14 buah

• Tulang telinga = 6 buah

• Tulang Hyoid (tulang lidah di pangkal leher) = 1 buah

– Tulang Belakang dan pinggul = 26 buah

– Kerangka dada = 25 buah

2. Appendicular skeletal/rangka pendukung gerak :

– Ekstremitas atas, tulang yang membentuk anggota gerak atas = 64


buah

– Ekstremitas bawah, tulang yang membentuk anggota gerak bawah =


62 buah

TENGKORAK

Dibagi menjadi 2 :

• 8 tulang kranium

• 14 tulang wajah

Tulang Kranium :

– 1 tulang oksipital ( tulang kepala belakang)

– 2 tulang parietal (tulang ubun-ubun)

7
– 1 tulang frontal (tulang dahi)

– 2 tulang temporal (tulang pelipis)

– 1 tulang etmoid (tulang tapis)

– 1 tulang sfenoid (tulang baji)

8
Tulang Wajah

Bagian rahang :

– 2 Os maksila
(tulang rahang atas)

– 1 Os mandibula
(tulang rahang
bawah)

– 2 Os zigomatikum
(tulang pipi)

– 2 Os palatum
(tulang langit-
langit)

Bagian Hidung :

– 2 Os nasale (tulang
hidung)

– 1 Os vomer (sekat
rongga hidung)

– 2 Os lakrimalis (tulang mata)

– 2 Os konka nasal (tulang karang hidung)

Tulang-Tulang Batang Tubuh (Rangka Dada) :

– Sternum (tulang dada) = 1 buah

– Iga (costae) = 12 pasang

– Kolumna Vertebralis = 12 ruas

9
 Tulang-Tulang Iga :

• 7 pasang iga sejati (I-VII), karena melekat pada sternum


melalui tulang rawan.

• 5 pasang iga palsu (VIII-XII), karena iga VIII – X melekat


pada tulang rawan iga di atasnya & XI – XII melayang bebas
pada ujung anteriornya .

Vertebra :

– 7 vertebra servikalis

– 12 vertebra torakalis

– 5 vertebra lumbalis

– 5 vertebra sakralis

– 4 vertebra koksigis

Tulang Extremitas Atas

– Tulang gelang bahu :

• Skapula 2 buah

• Klavikula 2 buah

– Humerus 2 buah

– Lengan bawah

10
• Radius 2 buah

• Ulna 2 buah

– Tangan

• 8 pasang tulang
karpal

• 5 pasang tulang
metakarpal

• 14 pasang
tulang falang

Tulang Panggul (Pelvis)

– Tulang sakrum : gabungan dari 5 vetebra sakralis.

– Tulang koksigis : gabungan dari 3 vetebra koksigis.

– Tulang coxae : illium (tulang usus), pubis (tulang kemaluan), iskhium


(tulang duduk).

11
Tulang Ekstremitas Bawah

– Tulang pangkal paha (Os. Coxae)

• Ilium (tulang usus)

• Pubis (tulang kemaluan)

• Iskhium (tulang duduk)

– Femur : 2 buah

– Patela : 2 buah

12
– Tungkai bawah

• Fibula : 2 buah

• Tibia : 2 buah

– Tulang-tulang kaki :

• Tarsal : 14 buah

• Metatarsal : 10
buah

• Falangus : 28 buah

JENIS - JENIS TULANG

Tulang menurut bentuknya ;

– Ossa longa (tulang panjang) : tulang yang ukuran panjangnya terbesar,


contohnya os. humerus

– Ossa brevia (tulang pendek) : tulang yang ketiga ukurannya kira-kira


sama besar, contohnya ossa carpi

– Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yang ukuran lebarnya


terbesar, contohnya os. parietale

– Ossa irregular (tulang tak beraturan), contohnya os. sphenoidale

– Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contohnya os. maxilla

13
Sel Penyusun Tulang

• Osteoblast : sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi


tulang, yaitu berfungsi dalam sintetis matriks tulang yang disebut osteoid,
yaitu komponen protein dari jaringan tulang.

• Osteosit : sel tulang yang terbenam di dalam matriks tulang. Sel ini berasal
dari osteoblast, memiliki juluran sitoplasma yang menghubungkan antara satu
osteosit dengan osteosit lainnya dan juga dengan bone linning cells di
permukaan tulang.

• Osteoclast : sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses reasorpsi


tulang. Osteoclast merupakan sel raksasa yg berinti banyak, tetapi berasal dari
sel hemopoetik mononuklear.

3 JENIS OTOT

• Otot rangka/otot skelet : otot ini sebagian besar menempel ke tulang. Otot
ini disebut juga otot lurik.

• Otot jantung : dikontrol oleh sistem saraf otonom. Otot ini bereaksi secara
sinkron, dimana sel otot jantung ini mengalami kontraksi dan relaksasi dalam
waktu yang hampir sama

• Otot polos : sering disebut otot tak sadar. Otot ini terdapat pada saluran cerna
dan pembuluh darah, dan diatur oleh sistem saraf otonom.

14
JENIS-JENIS SENDI

• Synarthrosis : sendi yang tidak dapat digerakkan, karena sendi saling


berimpit. Hanya dihubungkan oleh jaringan ikat atau cartilago hyalin.

• Amphiarthrosis : sendi yang memungkinkan tulang-tulang yang saling


berhubungan dapat bergerak secara terbatas, misalnya sendi sakroiliaka dan
sendi-sendi antara korpus vertebra.

15
• Diarthrosis : sambungan antara 2 tulang atau lebih yang memungkinkan
tulang-tulang tersebut bergerak satu sama lain. Diarthrosis disebut juga sendi
sinovial. Berdasarkan bentuknya, diarthrosis dibagi dalam beberapa sendi;
sendi engsel, sendi kisar, sendi telur, sendi peluru dan sendi buah pala.

B. FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Fungsi tulang secara umum :

– Formasi kerangka (penentu bentuk dan ukuran tubuh)

– Formasi sendi (penggerak)

– Perlengketan otot

– Pengungkit

– Menyokong berat badan

– Proteksi (membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak,


seperti otak, jantung dan paru)

– Haemopoesis (pembentukan sel darah (red marrow)

– Fungsi Imunologi : RES sumsum tulang membentuk limfosit B dan


makrofag

– Penyimpanan Mineral (kalsium & fosfat) dan lipid (yellow marrow)

Fungsi tulang secara khusus:

– Sinus-sinus paranasalis : menimbulkan nada pada suara.

– Email gigi : memotong, menggigit dan menggilas makanan.

– Tulang kecil telinga : mengkonduksi gelombang suara.

– Panggul wanita : memudahkan proses partus.

16
Fisiologi otot :

Fungsi sistem otot rangka :

a. Menghasilkan gerakan rangka.

b. Mempertahankan sikap dan posisi tubuh.

c. Menyokong jaringan lunak.

d. Menunjukkan pintu masuk dan keluar saluran dalam sistem tubuh.

e. Mempertahankan suhu tubuh, kontraksi otot : energi  panas.

Fisiologi sendi :

1. Gerakan lurus (linear motion) – gliding

2. Gerakan sudut (angular motion)

 Fleksi - ekstensi – hiperekstensi

 Abduksi – adduksi

 Sirkumduksi

3. Gerakan putar (rotation)

 Rotasi kanan – kiri

 Rotasi medial – lateral

 Pronasi – supinasi

4. Gerakan khusus

 Inversi – eversi

 Dorsofleksi – plantarfleksi

 Opposisi

17
 Protraksi – retraksi

 Elevasi – depresi

 Fleksi lateral

Mekanisme kontraksi otot :

Rangsangan  asetilkolin  terurai menjadi asetil dan kolin miogen 


merangsang aktin dan miosin bergeser  otot akan berkontraksi atau memendek.

• Otot yang dapat menggerakkan rangka adalah otot yang melekat pada rangka.

• Garis-garis gelap dan terang pada otot rangka adalah miofibril yang
merupakan sumber kekuatan otot dalam melakukan gerakan kontraksi, karena
massa utamanya adalah serabut.

• Setiap miofibril tersusun atas satuan-satuan kontraktil yang disebut


sarkomer. Garis gelap disebut zona Z sedangkan garis terang disebut zona H.

• Zona Z merupakan bagian tumpang tindih dua molekul protein filamen otot,
yaitu aktin dan miosin. Protein otot yang tersusun atas aktin dan miosin
disebut aktomiosin. Protein kompleks inilah yang merupakan komponen
terbesar dari bahan penyusun otot.

18
19
Pada saat serabut otot berkontraksi terjadilah perubahan panjang zona
Z dan zona H. jika otot berkontraksi maksimum, ukuran otot dapat 20 % lebih
pendek dari ukuran saat berelaksasi.

C. FRAKTUR

1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Suddarth, 2002). Sedangkan menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan fraktur sebagai rusaknya kontinuitas tulang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh

20
tulang. Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2001).
Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah
fraktur bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa
komplikasi. (Handerson, M. A, 1992 dalam Suddarth 2002).

2. Etiologi
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi

21
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, bone marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur adalah:


a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.

b. Faktor Intrinsik

22
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.

4. Klasifikasi Fraktur
Proses terjadinya fraktur dapat sangat bervariasi, tetapi untuk alasan
yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.


1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang.
2) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
- Hair Line Fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak
sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang).

23
- Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
- Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan


mekanisme trauma, faktur terbagi menjadi:
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak berhubungan.

24
3) Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas :
- Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
- Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
- Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).

f. Berdasarkan posisi frakur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses


patologis tulang.

25
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.

5. Manifestasi Klinik
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
i. Pergerakan abnormal

26
j. Rontgen abnormal

6. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya
trauma.
b.Scan tulang, temogram, CT-scan : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
d. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal
setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cedera hati.

7. Penatalaksanaan Medik
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden
period).
Saat kuman belum terlalu jauh meresap, dapat dilakukan langkah-
langkah:
1) Pembersihan luka

27
2) Eksisi
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.

2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Reduksi atau manipulasi adalah upaya untuk memanipulasi fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Selain itu,
reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. (Brunner, 2001)
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter
melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin
sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum fraktur direduksi dan diimobilisasi, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur. Selain itu, harus diperoleh izin
untuk melakukan prosedur, serta dapat di berikan analgetik sesuai
ketentuan, mungkin perlu dilakukan anestesi. Ekstremitas yang akan

28
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,
sementara gips, bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat
immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar x harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Selain reduksi tertutup, ada pula traksi. Traksi dapat digunakan
untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan untuk
memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika
tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x. Ketika
kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

29
3) Retensi/Immobilisasi
Retensi atau immobilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk
menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimun. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Sedangkan untuk
fiksasi interna dapat digunakan implan logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4) Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk menghindari atropi dan
kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi
harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (misalnya
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau secara
berkala, jika ada tanda gangguan neurovasuler, segera dilaporkan pada
ahli bedah ortopedi. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan, misalnya meyakinkan pasien,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika. Latihan
isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi

30
disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap
pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan
dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, serta menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan.

8. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
kreatinin menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti
gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

31
3)Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.

4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

5)Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.

6)Shock

32
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat


diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara
lain:

a. Tulang panjang (Femur, Humerus) yang terdiri dari batang tebal


panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis.
b. Tulang pendek (carpals) dengan bentuk yang tidak teratur, dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan tulang concellous sebagai lapisan luarnya.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).

B. Saran

34
Disarankan kepada pembaca agar mempelajari lebih banyak dan mendalam
tentang otot, tulang dan sendi dari buku-buku lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A.N. 2014. Kamus Kedokteran Dorland Ed: 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sudoyo, W. Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta: InternaPublishing.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Penerbit Yarsif
Watampone.
Sjamsuhidajat, Wimde Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Cetakan I Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Paulsen, F., Waschke, J. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Diana, D. 2011. Patofisiologi Fraktur in BAB II. FK Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id (Diunduh 18 Oktober 2016 Pukul 22.30 WIB)
Harahap, M. 2015. Mekanisme Cedera in BAB II. FK Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id (Diunduh 18 Oktober 2016 Pukul 22.35 WIB)

35

Anda mungkin juga menyukai