Geothermal 7

ALTERASI
IST AKPRIND
YOGYAKARTA HYDROTHERMAL
By : Desi Kiswiranti, S.Si., M.Sc.
GREEN ENERGY,
ENERGY FOR THE
FUTURE
0812 1583 4675
Mineral alterasi merupakan
mineral sekunder yang
terbentuk akibat proses
Pendahuluan alterasi.
Alterasi merupakan hasil Proses alterasi umumnya disebabkan

dari interaksi antara fluida oleh fluida yang bersifat reaktif yang
yang biasanya berupa menyebabkan terjadinya reaksi dengan
liquid, dengan batuan batuan, fluida yang reaktif ini
pada suhu hangat menyebabkan adanya suatu kondisi
(<100˚C) hingga suhu kesetimbangan baru yang memaksa
panas (>500˚C) mineral primer berubah menjadi
(Thompson & Thompson, 1996) mineral baru (sekunder) yang lebih
stabil.
Kondisi kestabilan ini bergantung pada temperatur dan karakteristik
kimia fluida yang bereaksi. Mineral-mineral tertentu stabil pada suhu
rendah seperti talk, sedangkan mineral lain dapat stabil pada
berbagai temperature tapi dengan pH yang rendah seperti kaolinit,
mineral lain seperti siderit stabil pada temperatur yang tinggi.
(Morrison, 1997)
Institute of Science & Technology AKPRIND Department of Geological Engineering
YOGYAKARTA
Circulating fluids + rocks produce hydrothermal minerals
Information on hydrothermal alteration is important for drilling operations

(well design, casing points)
Effects from hydrothermal alteration provide information on:

temperature distributions, thermal gradients, fluid compositions and pathways
(zones of upwelling and recharge), permeable zones and barriers
original fluid + original minerals -> new fluid + new minerals

this is what we often do not know this is what we now observe !
YOGYAKARTA
 Sistem hidrotermal juga merupakan sumber energi, oleh karena itu studi alterasi
hidrotermal yang membantu kita memahami sistem ini penting dalam pengembangan
lapangan panas bumi.
Perbedaan antara pelapukan dan alterasi hydrothermal
Pelapukan Alterasi Hydrothermal

Disebabkan oleh air hujan (T = 0 - 300C) Disebabkan oleh fluida panas (T = 30 – 3700C)
Primary mineral  secondary mineral (soil) Primary mineral  secondary mineral
Reaksi terjadi hanya di permukaan Interaksi antara fluida & batuan (reaksi terjadi dari
dalam sampai permukaan pada batuan)
Factors that influence water-rock interactions
• Temperature: strong effect on mineral solubilities

• Fluid composition: mineralogy sensitive to pH
• Pressure: controls the depth of boiling
• Rock type: susceptibility to fracturing and alteration
• Permeability: processes can enhance (fracturing, thermal cracking,
dissolution) or decrease (quasi plastic flow, mineral precipitation, rock
expansion) permeability
• Duration of activity: extent of mineral changes, episodes of alteration
and fracturing
(after Browne, 1978)
Kelakuan elemen utama oksida selama alterasi hidrotermal
dalam reservoar panas bumi
Oksida Kelakuan Mineral Hidrotermal yang mengandung oksida tersebut
SiO2 +, - Kuarsa, kristobalit, silikat
Ti O 2 tetap Titanit, leukoksen
Al2O3 +, - Beberapa silikat
Fe2O3 & FeO +, - Klorit, pirit, pirkotit, siderit, epidot, hematit
Mn O Tetap ?
MgO Hilang klorit, dolomit
Ca O +, - Kalsit, wairakit, epidot, prehnit, anhidrit, montmorilonit,
titanit, fluorit
Na2O +, - Albit
K2O +, - Adularia, ilit, alunit
CO2 + Kalsit, siderit
SiSO3 + Anhidrit, alunit, pirit, basit
H2O + Semua lempung, epidot, prehnit,
P2O5 Tetap Apatit
Cl hilang
YOGYAKARTA
Methods of study
Petrography – to determine their lithology, the primary and hydrothermal
mineralogy, styles of alteration, textures of replacement, as well as the
sequence of deposition of hydrothermal minerals in veins.
X-ray diffractometry (XRD) – to analyse bulk rock mineralogy, but best to
identify clay minerals.
X-ray fluorescence (XRF) – to quantitatively determine the concentrations
of trace and major elements in rocks.
Scanning Electron Microscopy (SEM) – to study the textural relationship
between minerals in 3D perspective.
Electron Microprobe (EMP) – to analyse the chemical compositions of the
primary and hydrothermal minerals.
Fluid inclusion analyses - to deduce the temperature and apparent salinity
of the fluids circulating in the system during the alteration process.
Applications of hydrothermal alteration
study in geothermal field development
1. To help estimate the subsurface temperature before the

well is measured
2. To assess the compositions of the reservoir fluid
3. To help set the casing
4. To estimate the position of the well in the hydrological
framework of the system (upflow, outflow, recharge)
5. To predict the characteristic of fluid during production
6. To predict the response of the reservoir to re-injection
YOGYAKARTA
Bagaimana mineral hydrothermal terjadi?

1. Penggantian mineral hydrothermal primer atau lama.
Pengendapan langsung
2. In veins
3. In vugs or cavities, eg: vesicle, gas cavities dissolution of primary
minerals.
Quartz, calcite = common
Wai, epidote, pyrite, chlorite, hematite, adularia, anhydrite = common
Albite = rare vein mineral
4. As scale in pipes, eg: CaCO3, FeS, Ammonium bicarbonate,
metal, anhydrite
5. In bore ejecta, eg: quartz, wairakite, calcite, anhydrite
YOGYAKARTA
Three styles of hydrothermal alteration
1. Replacement of primary constituents by secondary

(hydrothermal minerals) through fluid – mineral
interactions.
2. Direct deposition of hydrothermal minerals in open
spaces (fault, fractures, vugs, pori, fissure, retakan
hidrolik, ketidakselarasan) due to the processes
affecting the circulating fluids such as boiling, mixing,
or cooling.
3. Leaching/removal of primary constituents by acidic
thermal fluids
YOGYAKARTA
Replacement
Records interaction between

primary constituents and the
altering fluids
Slow process
Incomplete alteration is
common suggesting that
equilibrium between fluid and
rock is not always achieved
Often field-wide
Plagioclase + hydrothermal fluid Epidote + Na+ + H+

YOGYAKARTA
SEM image of a leached

rhyolite lava from well LHD-
3/600 m
Leaching
Leaching records removal of
constituents by acidic fluids
YOGYAKARTA
Direct deposition
Records processes affecting

the fluids (e.g., boiling, cooling, • Kuarsa, kalsit, anhidrit
mixing, pH changes) biasanya terdapat
Local dalam urat dan rongga
• Klorit, ilit, adularia,pirit,
pirotit, hematit,
wairakit, fluorit,
laumontit, mordenit,
prehnit dan epidotit
juga telah diamati
terjadi di tempat
dimana hanya terdapat
pengendapan fluida
secara langsung.
YOGYAKARTA
Intensitas Alterasi
 Intensitas Alterasi (IA) merupakan parameter yang

menunjukkan seberapa besar batuan telah mengalami proses
alterasi & menghasilkan mineral sekunder.
 IA dapat diestimasi dengan metode “pointcounting”

menggunakan mikroskop atau teknik difraksi sinar X (Tatlock,
1966).
 Intensitas tidak berkaitan dengan ciri dari mineral yang

terbentuk, tetapi hanya merupakan ukuran jumlahnya.
YOGYAKARTA
Klasifikasi intensitas ubahan (Browne, 1991 op.cit. Corbett dan Leach, 1998)
Intensitas Kondisi Batuan

Alterasi
Lemah Massa dasar / massa dasar atau fenokris / fragmen telah terubah
(1-25%)
Sedang Massa dasar / massa dasar atau fenokris / fragmen telah terubah
(25-50%) tetapi tekstur asalnya masih ada
Kuat Massa dasar / massa dasar atau fenokris / fragmen telah terubah
(50-75%) tetapi tekstur asal dan bentuk kristalnya masih dapat terlihat
Sangat Kuat Massa dasar / massa dasar atau fenokris / fragmen seluruhnya telah
(75-100%) terubah dan sulit untuk dibedakan
YOGYAKARTA
• Epidote, high temperature indicator (≥ 250

Tingkat/Derajat Alterasi oC)
• Adularia, high permeability indicator

• Mungkin saja diperoleh batuan yang
mempunyai suatu gejala mineral dengan
Merupakan parameter yang menunjukkan tingkat alterasi yang tinggi tetapi
kondisi bawah permukaan berdasarkan intensitasnya rendah (dalam panas, zona
identifikasi mineral alterasi (browne, 1991) impermeable) dan tingkat alterasi rendah
tetapi intensitasnya tinggi (biasanya di
tempat yang dingin, kondisi permeable).
YOGYAKARTA
I.A = 0 : rock is unaltered, all the primary minerals are fresh

I.A = 1 = 100%: all primary minerals have been altered to hydrothermal minerals
, tekstur asli dihilangkan.
IA
0 1
(FRESH) (COMPLETE ALTERATION)
Increased intensity of alteration towards

the fluid channel in andesite lava (LHD-
1/400 m)
Clues from some hydrothermal minerals
Illite T > 220 oC
Epidote T > 250oC, low CO2 content, neutral pH fluid
Kaolinite Low pH, oxidation by meteoric water (shallow) or

magmatic-related fluid (deep)
Dickite High-temperature polymorph of kaolinite,

magmatic-related fluid (deep)
Calcite High CO2 content; space-fill calcite with

bladded/platy/angel’s wing morphology: boiling
Adularia good permeability indicator; vein adularia:boiling
Opal, chalcedony, quartz

Silica scaling, reduced permeability, later stage
Hydrothermal alteration and temperature
The formation and stability of hydrothermal minerals are thermally

controlled therefore, there are hydrothermal minerals that serve as
geothermometers, i.e., those containing (OH) or n.H2O
Hydrothermal mineralogy
Carbonates calcite, aragonite, siderite, ankerite

Sulphates anhydrite, gypsum, barite
Sulphides pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, marcasite, galena,
sphalerite
Oxides hematite, magnetite, leucoxene, diaspore
Phospates apatite
Halides fluorite
Clays smectite, illite, chlorite, interlayered clays
Feldspars albite, adularia
Silicas quartz, cristobalite, trydimite
Calc-silicates epidote, actinolite, clinozoisite, pumpellyite, prehnite,
tourmaline, titanite, zeolites (wairakite, mordenite,
heulandite,…)
YOGYAKARTA
 Temperatur dan pH larutan merupakan faktor yang

terpenting yang mempengaruhi mineralogi dari sistem ubahan
(Corbett dan Leach, 1998).
 Kondisi tak jenuh, panas, hidrostatik, dan tekanan langsung

berhubungan dengan temperatur (Browne, 1978 op cit Corbett
dan Leach, 1998)
 Sedangkan tekanan gas dan rasio dari konsentrasi elemen

tercermin pada pH larutan (Henley dkk., 1984 op cit Corbett
dan Leach, 1998).
 Faktor-faktor yang lain hanya berpengaruh sedikit pada

mineralogi ubahan.
YOGYAKARTA
Suhu dapat mempengaruhi kelarutan

Prograde solubility Retrograde solubility
(e.g., quartz, silicates): (e.g., carbonates, sulfates):
Fournier, 1973 Nicholson, 1993

YOGYAKARTA
• Suatu daerah yang mengalami ubahan

hidrotermal dicirikan oleh adanya intrusi
yang menghasilkan larutan hidrotermal,
adanya batuan samping yang diterobos,
terdapatnya ubahan pada batuan
akibat reaksi antara larutan hidrotermal
dengan batuan samping, terdapat urat-
urat kuarsa, dan adanya mineralisasi.
YOGYAKARTA
Corbett dan Leach (1998) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam lima
zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang
muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH, sebagai
berikut :
1. Argilik lanjut (advanced argillic), Sedangkan untuk sistem epitermal
sulfidasi tinggi yaitu fluida kaya asam sulfat, zona advanced argilic yang
dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral pirofilit-diasporandalusit-kuarsa-
turmalin-enargitluzonit untuk temperatur tinggi yaitu 250°-350°C, atau
himpunan mineral kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit untuk temperatur
rendah yaitu <180°C.
2. Argilik, Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu
muskovit-kaolinitmonmorilonit dan muskovit-klorit monmorilonit. Himpunan
mineral pada tipe argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno,
1992; dalam Corbett dan Leach, 1996), fluida asam-netral, dan salinitas
rendah
YOGYAKARTA
3. Propilitik, Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH

mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada
daerah yang mempunyai permeabilitas rendah. Dicirikan oleh
kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,
illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terdapat empat
kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe
propilitik, yaitu klorit-kalsit-kaolinit, klorit-kalsittalk, klorit-
epidot-kalsit, kloritepidot
4. Propilitik dalam, Zona alterasi pada sistem epitermal sulfidasi
rendah yaitu fluida kaya klorida, pH mendekati netral
umumnya menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem
porfir. Zona propilitik dalam untuk zona pada bagian yang
bertemperatur tinggi yaitu >300°C dicirikan oleh kehadiran
epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
5. Potasik, Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit
sekunder, K-Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetit. Pembentukan biotit
sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama
hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit,
feldspar maupun piroksen.
• Tipe alterasi ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovitbiotit-alkali
felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori serta sejumlah kecil
albit, dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk.
• Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yang
terkait, fluida yang panas lebih dari 300°C, salinitas tinggi, dan dengan karakter
magmatik yang kuat. Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai
penciri zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral
mafik terutama piroksen, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat
bentuk awal dari mineral piroksen terlihat jelas mineral piroksen tersebut telah
mengalami ubahan menjadi klorit.
6. phyllic, Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona
potasik.
• Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang
berkembang pada intrusi.
• Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral
utama dengan mineral pirit yang melimpah serta sejumlah anhidrit.
• Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang
merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar
yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan
penambahan unsur H+ , menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa.
• Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya
tidak terdapat mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Namun,
beberapa dijumpai sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil.
• Terbentuk pada temperatur sedangtinggi yaitu 230°C-400°C, fluida asam-
netral, salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas dengan urat
7. Skarn, Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan
batuan karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang
kaya akan mineral karbonat.
• Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan
mineral garnet, klinopiroksen dan wollastonit serta mineral magnetit dalam
jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini
dicirikan oleh mineral klorit, tremolit-aktinolit dan kalsit dan larutan
hidrothermal.
• Garnet-piroksen-karbonat adalah kumpulan yang paling umum dijumpai
pada batuan induk karbonat.
• Amfibol umumnya hadir pada skarn sebagai mineral tahap akhir yang
menutupi mineral-mineral tahap awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg)
adalah mineral amfibol yang paling umum hadir pada skarn. Jenis piroksen
yang sering hadir adalah diopsid (CaMg) dan hedenbergit (CaFe).
• Alterasi skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan
temperatur tinggi sekitar 300°C-700°C.
8. Serisitik, dicirikan dengan mineral kunci: serisit (illit), kuarsa, muskovit.

YOGYAKARTA
Kumpulan Mineral
Ubahan (Corbett dan
Leach, 1998
YOGYAKARTA
MODEL ALTERASI GEOTHERMAL
Zona argilik mempunyai pH larutan antara 4-5, didominasi oleh

mineral lempung monmorilonit ± kaolinit. Zona propilitik mempunyai
pH mendekati netral, temperaturnya relatif rendah dan dicirikan
kehadiran mineral epidot. Zona potasik terbentuk pada temperatur
yang tinggi dan kondisi yang netral.
YOGYAKARTA
Thermal stabilities of common

geothermal minerals
Henley and Ellis, 1983
YOGYAKARTA
Styles and types of hydrothermal alteration
Pervasive - penggantian seluruh atau sebagian besar mineral

pembentuk batuan. Semua mineral primer pembentuk batuan telah
mengalami alterasi, walaupun intensitasnya berbeda.
Selectively pervasive - Proses alterasi hanya terjadi pada mineral-

mineral tertentu pada batuan. Misalnya klorit pada andesit hanya
mengganti piroksen saja, sedangkan plagioklas tidak ada yang terubah
sama sekali.
(e.g. biotite → chlorite; plagioclase → sericite)
Nonpervasive - Hanya bagian tertentu dari keseluruhan

batuan yang mengalami alterasi hidrotermal.
YOGYAKARTA
types of alteration as a function

of temperature, K+ and H+
activities
YOGYAKARTA
Close to the magma and the heat source
• T>370-400C
• Low permeabilities
• High fluid pressures
• Potassic alteration in intrusions
• Intrusive and contact-
metamorphic rocks/hornfelsic
textures
YOGYAKARTA
Diorite
(Henley and Ellis, 1985)
Field of view is 2.4 mm (Moore, 2010)

YOGYAKARTA
Granodiorite
(Henley and Ellis, 1985)
(Moore, 2010)
KRH 2-1; 9850 ft.
YOGYAKARTA
Altered intrusive rocks – Potassic alteration
pyroxene
biotite Tourmaline >400C
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Contact metamorphic rocks garnet diopside
diopside
diopside
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Fluid compositions
• Salinities >26 to >60 wt % NaCl eq

• Fluid inclusions are halite saturated
• Vapor-rich fluid inclusions common
Hedenquist, 1995
YOGYAKARTA
Controls on pressures: the brittle-ductile transition

Fournier, 1999
• Pressures ( P fluid > hydrostatic) at >2.2 - 3 km

(The Geysers, Larderello, Iceland)
• Hornfelsic textures and tourmaline extend to

~600 m of intrusive contact
YOGYAKARTA
Summary of near magmatic characteristics
• High temperature alteration within the intrusion and contact zone

(>350 C)
• Pressures are lithostatic
• Rocks display quasi-plastic behavior; permeabilities are low
• High salinity magmatic fluids dominate (B, F)
• Alteration assemblages include, biotite, potassium feldspar,
tourmaline (within ~600 m of intrusive contact), diopside, magnetite,
garnet
• K replaces Na during cooling
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Propylitic alteration zone

“Geothermal sweet spot”
• T = 250 – 325C
• Depths > ~1 km
• High permeability
• Hydrostatic pressures
YOGYAKARTA
Hydrogen ion metasomatism (hydrolytic alteration) and

base cation exchange
Involves the ionic decomposition of H2O into H+ and OH-
Hydrothermal alteration: H+ (or OH-) is consumed during

interaction with the silicate minerals
During conversion of anhydrous into hydrous silicates H+ is

consumed and metal ions are released into the solution
Thus the pH of the solution changes and thus its power to

dissolve or to keep cations in solution
Example
The reactions combined

YOGYAKARTA
Hydrogen ion metasomatism (hydrolytic alteration) and

base cation exchange
Base exchanges: a cation is replaced by another in a mineral
Example:
YOGYAKARTA
Inner propylitic zone

actinolite + epidote +/- garnet +/- pyrite (>~290C) +/-
diopside (>300C) +/- biotite (>325C)
actinolite
epidote
pyrite
garnet
calcite
actinolite
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Outer propylitic zone (>250C)

Fluid inclusions commonly >~300C
epidote
epidote
plagioclase pyrite
T-8 T-2; 3215 ft.

+ illite +chlorite + calcite + pyrite
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Fluid compositions and mineral stabilities
Zoisite pidote )
Ce
6 10 calc i te sat' nfor 0.01 meo2 ...L
...L ...L -' -' -' -' .... ..L .J. .J.
~ ...L .J. CWai'aket1

+ 0.1 m C02 (Waiotapu)
Wairakite
5
-
J: ..... -'-' ..L ...L...L
I (\ -' ..,l
0.5 mC02
I Broadlands + 8
-
.J. ...L -' ...L
+c (Broadlands)
No- wot~, canposition oct
tS
..L ..L
% 4 Monlmorilonile 2so• S Ca-mont

0 condenaatea lctS K-feldspar (adularia)
J
O>
.2
C02-rlch 6
- 3 K-mica (illite)
E K-mica K- Fe4dspor
Kaolinite 250° C,
quartz sat'n
2
2 4 6 8
log aK+/aH•
1 NaAlSi3O8 + K = KAlSi3O8 + Na
Q acid sulphate
(albite = K-feldspar)
0o 3KAlSi3O8 + 2H = KAl3Si3O10(OH)2 + 6SiO2 + 2K
1 2 3 4 5 6 (K- feldspar = illite + quartz)
3 NaAlSi3O8 + K + 2H = KAl3Si3O10(OH)2 + 6SiO2 + 3Na
Browne and Ellis, 1970 (albite = illite + quartz)
YOGYAKARTA
Significance of propylitic assemblages
• Epidote, actinolite, garnet, chlorite, illite, calcite, biotite, diopside

• Accessory pyrite, Cu-Zn-Pb sulfides, adularia, albite, prehnite, wairakite
• Indicative of temperatures >250C
• Neutral pH fluids
• Commonly marks the top of the reservoir and base of the cap rock
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Illite + quartz
Phyllic alteration zone
• Transitional to propylitic zone

• Dominated by sheet silicates
• Temperatures ~220 - 250C
• Permeabilities reduced by alteration
• Zone may be thin
YOGYAKARTA
Phyllic zone : illite after plagioclase
illite
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
clays Argillic alteration zone
• Hydrolysis reactions prevail

• Dominated by clay minerals
• Temperatures
• Interlayered chlorite-smectite and
• Interlayered illite-smectite: 180-220C
• Smectite: <180C
• Permeabilities reduced by alteration
• Low electrical resistivities
YOGYAKARTA
Argillic illite/
(<220oC; smectite
smectite and quartz
interlayered illite-
smectite and
chlorite-smectite)
alteration
Zone
pyrite
YOGYAKARTA
The silica polymorphs
Fournier, 1973
Fournier, 1973
YOGYAKARTA
Chalcedony after calcite
.. • •
•
•
. .
••
• • ' • •
,
..
........
• .
•
. •
•
. .. . .
•
SOOµ
m
. JNM0200
•
. '
'
7
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
• Smectite and interlayered illite-smectite and chlorite- smectite,

accessory zeolites, calcite, pyrite
• Argillic alteration is indicative of temperatures <220oC
• Argillically altered rocks typically form low permeability cap rocks
over geothermal reservoirs
• Argillically altered rocks are electrically conductive and are
characterized by low electrical resistivities
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
K-33; 3984 Ft.
calcite
Calcite vein
Dissolution textures adularia
(Moore, 2010) Mat 25

YOGYAKARTA
Anhydrite T-2;1001.3 m
Alunite
T-2; 310 m
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
Evidence of acid-sulfate waters
calcite
pyrite pyrite
anhydrite
quartz
fluorite tourmaline
(Moore, 2010)
YOGYAKARTA
quartz
epidote
prehite
wairakite
Calc-silicate
Stability
diagram
(Moore, 2010)
Reactions in Feldspars and K-Mica
K2O-Al2O3-SiO2-H2O system
The formation of sericite
Other reactions
All of these reactions consume H+ and release K+

Reactions in Feldspars and K-Mica
Na2O-Al2O3-SiO2-H2O system
All of these reactions consume H+ and release Na+

EXERCISE

Geothermal 7

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Deskripsi Asli:

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

Geothermal 7

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

ALTERASI

Alterasi merupakan hasil Proses alterasi umumnya disebabkan

Circulating fluids + rocks produce hydrothermal minerals

Information on hydrothermal alteration is important for drilling operations

Effects from hydrothermal alteration provide information on:

original fluid + original minerals -> new fluid + new minerals

Perbedaan antara pelapukan dan alterasi hydrothermal

Pelapukan Alterasi Hydrothermal

• Temperature: strong effect on mineral solubilities

1. To help estimate the subsurface temperature before the

Bagaimana mineral hydrothermal terjadi?

Three styles of hydrothermal alteration

1. Replacement of primary constituents by secondary

Records interaction between

Plagioclase + hydrothermal fluid Epidote + Na+ + H+

SEM image of a leached

Records processes affecting

 Intensitas Alterasi (IA) merupakan parameter yang

 IA dapat diestimasi dengan metode “pointcounting”

 Intensitas tidak berkaitan dengan ciri dari mineral yang

Intensitas Kondisi Batuan

• Epidote, high temperature indicator (≥ 250

• Adularia, high permeability indicator

I.A = 0 : rock is unaltered, all the primary minerals are fresh

Increased intensity of alteration towards

Illite T > 220 oC

Epidote T > 250oC, low CO2 content, neutral pH fluid

Kaolinite Low pH, oxidation by meteoric water (shallow) or

Dickite High-temperature polymorph of kaolinite,

Calcite High CO2 content; space-fill calcite with

Adularia good permeability indicator; vein adularia:boiling

Opal, chalcedony, quartz

The formation and stability of hydrothermal minerals are thermally

Carbonates calcite, aragonite, siderite, ankerite

 Temperatur dan pH larutan merupakan faktor yang

 Kondisi tak jenuh, panas, hidrostatik, dan tekanan langsung

 Sedangkan tekanan gas dan rasio dari konsentrasi elemen

 Faktor-faktor yang lain hanya berpengaruh sedikit pada

Suhu dapat mempengaruhi kelarutan

Fournier, 1973 Nicholson, 1993

• Suatu daerah yang mengalami ubahan

3. Propilitik, Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH

8. Serisitik, dicirikan dengan mineral kunci: serisit (illit), kuarsa, muskovit.

MODEL ALTERASI GEOTHERMAL

Zona argilik mempunyai pH larutan antara 4-5, didominasi oleh

Thermal stabilities of common

Styles and types of hydrothermal alteration

Pervasive - penggantian seluruh atau sebagian besar mineral

Selectively pervasive - Proses alterasi hanya terjadi pada mineral-

Nonpervasive - Hanya bagian tertentu dari keseluruhan

types of alteration as a function

Close to the magma and the heat source

(Henley and Ellis, 1985)

Field of view is 2.4 mm (Moore, 2010)

(Henley and Ellis, 1985)

Altered intrusive rocks – Potassic alteration

biotite Tourmaline >400C

Contact metamorphic rocks garnet diopside

• Salinities >26 to >60 wt % NaCl eq

Controls on pressures: the brittle-ductile transition

• Pressures ( P fluid > hydrostatic) at >2.2 - 3 km

• Hornfelsic textures and tourmaline extend to

Summary of near magmatic characteristics