Dalil Dasar Dan Hukum Wasiat
Dalil Dasar Dan Hukum Wasiat
2. QS An-Nisa' 4:11
3. QS Al-Maidah 5:106
6. Hukum wasiat adalah sunnah muakkad menurut ijmak ulama (kesepakatan ulama)
DEFINISI WASIAT
(a) Wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga). Apabila lebih, maka untuk kelebihan dari 1/3 harus
atas seijin ahli waris.
(b) Wasiat tidak boleh diberikan pada salah satu ahli waris kecuali atas seijin ahli waris lain.
(c) Boleh berupa benda yang sudah ada atau yang belum ada seperi wasiat buah dari pohon yang
belum berbuah.
(d) Boleh berupa benda yang sudah diketahui atau tidak diketahui seperti susu dalam perut sapi.
(e) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
Penerima wasiat ada dua macam. (i) Wasiat umum seperti wasiat pembangunan masjid; (ii) wasiat
khusus yaitu wasiat kepada orang/benda tertentu.
Kalau wasiat bersifat umum, maka tidak boleh untuk hal yang mengandung dosa (maksiat). Contoh,
wasiat harta untuk pembangunan masjid boleh tetapi wasiat untuk membangun klab malam tidak
boleh.
(a) Penerima wasiat hidup (orang mati tidak bisa menerima wasiat)
(b) Penerima wasiat diketahui (jelas identitas oragnya).
(c) Dapat memiliki.
(d) Penerima wasiat tidak membunuh pewasiat.
(e) Penerima wasiat menerima (qabul) pemberian wasiat dari pewasiat. Kalau menolak, maka wasiat
batal.
HUKUM WASIAT
Melaksanakan wasiat itu wajib dan berdosa bagi al-musho ilaih kalau tidak menyampaikan wasiat.
Sedangkan hukum wasiat bagi pewasiat (al-washi/al-mushi) ada 4 (empat) yaitu wajib, sunnah,
makruh dan haram.
1. WASIAT WAJIB
Wajib apabila (i) manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia
tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya
dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum dilaksanakan, atau
amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahui sselain dirinya,
atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.
2. WASIAT SUNNAH
Wasiat adalah Sunnah mu'akkad menurut ijmak (kesepakatan) ulama. Walaupun bersedekah pada
waktu hidup itu lebih utama. Dan apabila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang
fakir dan orang-orang saleh.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafii dan
Imam Ahmad bin Hambal
3. WASIAT MAKRUH
Makruh apabila (i) orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak
ahli waris yang membutuhkan hartanya. Dan (ii) wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui atau
diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam kefasikan dan kerusakan.
4. WASIAT HARAM
Wasiat hukumnya mubah apabila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiati itu
kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat). Menurut Imam Rafi'i mubahnya wasiat karena bukan
transaksi ibadah.
Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) pewasiat dapat mencabut wasiatnya dengan cara sebagai
berikut:
Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan
persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau
tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu
dibuat secara lisan.
(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan
disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte
Notaris.
KHI adalah sistem kombinasi antara hukum Islam dan hukum negara Indonesia dalam bentuk
undang-undang yang legal formal. Masalah wasiat dibahas secara khusus dalam KHI BUKU II Bab V
yang detailnya dapat dilihat di sini. Ringkasannya sebagai berikut:
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya
paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat
dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi,
atau dihadapan Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila
semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang
saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapasiapa
atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan. SELENGKAPNYA...
1. Fathul Qorib
2. Imam Syafi'i dalam Al-Umm
3. Imam Nawawi dalam Raudatut Talibin ()المفتين وعمدة الطالبين روضة
4. KHI (Kompilasi Hukum Islam)
5. Muhammad bin Syihabuddin ar-Ramli (Imam Romli) dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil
Minhaj hal.41:
إجماعا مؤكدة سنة وهي، أفضل بصحة الصدقة كانت وإن، حق ما { الصحيح إلى الخبر عليه نص كما ساعة عنها يغفل ال أن فينبغي
ال اإلنسان ألن ؛ ذلك إال المعروف أو الحزم ما أي } رأسه عند مكتوبة ووصيته إال ليلتين أو ليلة يبيت به يوصى شيء له مسلم امرئ
الموت يفجؤه متى يدري، يأتي كما تباح وقد. قربة عقد ليست إنها الرافعي قول حمل وعليه: التدبير بخالف دائما أي. لم وإن وتجب
يثبت من بحضرة ونحوه بالمخوف الوجوب بتقييد يصرح ما حامل وطلق قوله قبيل يأتي لكن إطالقهم اقتضاه ما على مرض نحو به يقع
عنده أو عليه حق ضياع تركها على ترتب إن به الحق، اإليصاء في يأتي لما أطفاله نحو ضياع أو الورثة بعلم يكتفي وال، لمن وتحرم
يأتي كما الثلث على بالزيادة وتكره أفسدها تركته في شيء له كان متى أنه منه عرف.