Anda di halaman 1dari 27

Productivity Index

Persamaan aliran darcy merupakan pengembangan dari aliran fluida dari media berpori
dengan melakukan anggapan sebagai berikut :
 Fluida formasi terdiri dari satu fasa
 Formasi homogen
 Fluida tidak bereaksi terhadap formasi
 Aliran steady state (mantap)
 Fluida incompressible
Productivity Index (PI) secara umum didefinisikan sebagai perbandingan laju produksi
yang dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan aliran dasar sumur tertentu dengan
perbedaan tekanan dasar sumur pada keadaan statis (Ps) dan tekanan dasa sumur pada saat
terjadi aliran (Pwf) yang secara matematis
dapat dituliskan sebagai berikut :

….……………………………………….... (2.34)
dimana :
PI = J = Produktivity Index, bbl/hari/psi
q = laju produksi aliran total, bbl/hari
Ps = Tekanan statis reservoir, psi
Pwf = Tekanan dasar sumur waktu ada aliran, psi
Secara teoritis persamaan (2.34) dapat didekati oleh persamaan radial dari darcy untuk
fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian untuk aliran minyak saja
berlaku hubungan :

……………………………...……….. (2.35)

……...….…………………..(2.36)
dimana :
PI = productivity index, bbl/hari/psi
k = permeabilitas batuan, mD
kw = permeabilitas efektif terhadap sumur, mD
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, mD
o = viscositas minyak, cp
w = viscositas air, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bw = foktar volume formasi air, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya pada suatu lapangan
terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda, maka
digunakan Specific Productivity Index (SPI) yang merupakan perbandingan
antara Productivity Index dengan ketebalan lapisan yang secara matematis dapat dituliskan :

………………………………….. (2.37)
Pada beberapa sumur harga Productivity Indek akan tetap konstan untuk laju aliran yang
bervariasi, tetapi pada sumur lainnya untuk laju aliran yang lebih besar productivity index tidak
lagi linier tetapi justru menurun, hal tersebut disebabkan karena timbulnya aliran turbulensi
sebagai akibat bertambahnya laju produksi, berkurangnya laju produksi, berkurangnya
permeabilitas terhadap minyak oleh karena terbentuknya gas bebas sebagi akibat turunnya
tekanan pada lubang bor, kemudian dengan turunnya tekanan di bawah tekanan jenuh maka
viscositas akan bertambah (sebagai akibat terbebasnya gas dari larutan) dan atau
berkurangannya permeabilitas akibat adanya kompressibilitas batuan.
Dalam praktek di lapangan laju produksi minyak yang melewati batas maksimum akan
merugikan reservoir dikemudian hari, karena akan mengakibatkan terjadinya water atau gas
coning dan kerusakan formasi (formation demage).
Berdasarkan pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba memberikan batasan
terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai berikut :
 PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5
 PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
 PI tinggi jika lebih dar 1,5
2.7.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
Inflow Performance Relationship (IPR) adalah suatu studi tentang performance aliran
fluida dari reservoir menuju lubang bor (sumur), dimana performance (ulah) ini akan tergantung
kepada PI secara grafis.
Jika PI suatu sumur dianggap konstan, tidak tergantung pada laju produksi, maka
persamaan (2.34), dapat ditulis :

…………………………………………….…. (2.38)
Pada persaman (2.39) terlihat bahwa Pwf dan laju produksi mempunyai hubungan yang linier,
yang disebut Inflow Performance Relationship, yang menggambarkan reaksi-reaksi reservoir bila
ada perbedaan tekanan didalamnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.42.
Bila q = 0, maka Pwf = Ps, dan bila q = PI x Ps, maka Pwf = 0. Sudut  yang dibuat oleh
garis tersebut terhadap sumbu tekanan sedemikian rupa, sehingga :

……………………………………………. (2.39)
Jadi sebenarnya PI merupakan koefisien arah dari kurva IPR, Harga q pada titik B, yaitu
PI x Ps disebut sebagai potensial sumur, yaitu suatu laju produksi maksimum yang dapat
diberikan oleh reservoir, dan akan terjadi bila harga Pwf sama dengan nol. Pada pembuatan
grafik 2.43, bahwa PI tidak tergantung pada laju produksi yang merupakan hasil dari
kemungkinan produksi sepanjang garis AB. Hasil ini berhubungan dengan persaman aliran radial.
Tetapi kurva IPR disini tidak selalu linier tetapi ini tergantung pada jumlah fluida yang
mengalir. Untuk fulida dua fasa kurva yang terbentuk akan lengkung (tidak linier), dan harga PI
tidak lagi merupakan harga yang konstan karena kemiringan garis IPR akan berubah secara
kontinyu untuk setiap harga Pwf.
2.7.2.1. IPR untuk Satu Fasa
Penentuan IPR untuk aliran fluida satu fasa ditentukan berdasarkan data-data sebagai
berikut :
A. Berdasarkan data hasil uji tekanan dan produksi
1. Siapkan data hasil uji tekanan dan produksi, yaitu Ps, Pwf dan qo.
2. Hitung PI dengan menggunakan persamaan (2.34)
3. Pilih tekanan aliran dasar sumur (Pwf)
4. Hitung laju aliran minyak (qo)dan Pwf Tersebut dengan menggunakan persamaan : qo = PI (Ps
- Pwf) ………………………………… (2.40)
5. Kembali ke langkah 3 dengan harga Pwf yang berbeda
6. Plot q terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas grafis kartesian, dengan
qo sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu tegak.
B. Berdasarkan parameter batuan dan fluida reservoir
1. Siapka data-data yang diperlukan sebagai berikut :
a. Parameter batuan reservoir, yaitu Ko, H dan re
b. Parameter fluida reservoir, yaitu Bo dan o
c. Parameter sumur, yaitu rw
d. Tekanan statik dan faktor skin dari uji tekanan yaitu Ps dan s
2. Hitung PI dengan persamaan :

…………………………………… (2.41)
3. Pilih tekanan dasar sumur (Pwf)
4. Hitung laju alir (qo) pada Pwf tersebut dengan menggnakan persamaan (2.40)
5. Ulangi langkah 3 dengan harga Pwf yang berbeda
6. Plot qo Vs Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas grafik kartesian, dengan qo
sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu tegak
Gambar 2.45.
Grafik IPR tidak Linier14)

2.7.2.2. IPR untuk Dua Fasa


Penentuan kurva IPR untu aliran dua fasa pada faktor skin = 0 berdasarkan Ps, Pwf dan Pb
adalah sebagai beriukut :
A. Jika tekanan statik lebih kecil dari tekanan jenuh (Pb)
1. Siapkan data hasil uji tekanan dan produksi yaitu Ps, Pwf dan qo
2. Hitung Pwf/Ps
3. entukan laju produksi maksimum (q.maks) berdasarkan data dari langkah 1, dengan persamaan
di bawah ini :
…………………………… (2.42)
4. Pilih tekanan alir dasar sumur (Pwf) dan hitung Pwf/Ps
5. Hitung qo pada Pwf tersebut dengan menggunakan persamaan ini :
………………..……….. (2.43)
6. Ulangi langkah 4 untuk harga Pwf yang berbeda.
7. Plot qo terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 4 sampai dengan 6 pada kertas grafik kartesian
dengan qo pada sumbu datar dan Pwf pada sumbu tegak
8. Pilih laju aliran (qo) dan hitung qo/qmax
9. Hitung pwf dengan menggunakan persamaan berikut :
………………………………. (2.44)
10. Ulangi langkah 4 untuk harga qo yang berbeda
B. Jika tekanan statik lebih besar dari tekanan jeuh (Pb) dan tekan aliran dasar sumur dari uji
produksi lebih besar dari tekanan jenuh atau (Ps > Pb) dan (Pwf >Pb).
1. Dari uji tekanan dan produksi diperoleh data-data : Pwf, Ps dan qo pada Pwf. Dalam ini Pwf dan
Pb harus diketahui.
2. Hitung Index Produktivity untuk sumur Pwf > Pb (kondisi aliran satu fasa)
dengan persamaan (2.35)
3. Dengan menggunakan harga Pi tersebut, hitung q dengan persamaan :
………………..…………………………….. (2.45)
4. Hitung q max dengan persamaan :

………………………………………….. (2.46)
5. Pilih Pwf < Pb dan hitung Pwf/Pb
6. Hitung laju produksi pada Pwf tersebut dengan menggunakan persamaan :
……………...…. (2.47)
7. Ulangi langkah 5 untuk harga pwf yang berbeda
8. Plot Pwf terhadap qo yang diperoleh dari langkah 5 sampai dengan langkah 7 pada kertas grafik
kartesian dengan meletakkan qo pada sumbu mendatar dan Pwf pada sumbu vertikal
C. Jika tekanan statik lebih besar daripada tekanan jenuh (Ps > Pb) dan tekanan aliran dasar sumur
dari uji produksi lebih kecil dari tekanan jenuh (Pwf < Pb).
1. Dari uji tekanan dan produksi diperoleh data-data Pwf, Ps dan qo pada Pwf. Dalam hal ini Pwf <
Pb
2. Hitung Pwf/Pb dan tentukan harga A, yaitu :
………………….…………… (2.48)
3. Hitung harga PI untuk kurva IPR di atas tekanan jenuh yaitu :

……………………………………….. (2.49)
4. Tentukan laju produksi pada pwf = Pb, yaitu :
………………………………….…………… (2.50)
5. Hitung q maks dari persamaan :
………………………………………… (2.51)
6. Pilih Pwf yang lebih kecil dari tekanan jenuh, kemudian hitung Pwf/Pb
7. Hitung laju produksi pada Pwf tersebut dengan menggunakan persamaan (2.47)
8. Ulangi lagi untuk langkah 6 dengan harga Pwf yang berbeda
9. Plot Pwf vs qo yang diperoleh dari langkah 6 sampai langkah 8 pada kertas grafik kartesian
dengan qo pada sumbu mendatar dan Pwf pada sumbu vertikal
D. Penentuan kurva IPR dua fasa untuk tekanan statik di bawah tekanan jenuh (Ps < Pb) dan faktor
skin tidak sama dengan nol adalah :
1. Dari uji tekanan tentukan Ps dan s
2. Dari uji produksi tentukan harga Pwf dan qo pada Pwf
3. Hitung konstanta persamaan kurva IPR, yaitu a1, a2, a3, a4 dan a5 masing-masing dengan
menggunakan persamaan sebagi berikut :
a1 = 0,183 e-0,364 s + 1,646 e -0,0556 s
a2 = -1,476 e-0,456 s + 1,646 e-0,442 s
a3 = -2,149 e-0,196 s + 1,646 e-0,220 s
a4 = 0,022 e-0,088 s – 0,260 e-0,211 s
a5 = -0,552 e-0,032 s – 0,583 e-0,307 s
4. Hitung harga Pwf/Ps berdasarkan data uji tekanan dan produksi
5. Hitung harga ruas kanan dari persamaan kurva IPR :

………………………….…… (2.52)
6. Hitung laju produksi maksimum (q maks) apabila s = 0 yaitu :

dimana : qo adalah laju aliran dari uji produksi


7. Pilih harga Pwf dan Pwf/Ps, kemudian hitung harga A seperti langkah 5
8. Hitung laju produksi (qo) pada Pwf tersebut, yaitu :
qo = q maks pada s = 0
= q maks A
9. Ulangi langkah 7 dengan harga Pwf yang berbeda
10. Plot Pwf terhadap qo yang diperoleh dari perhitungan pada kertas grafik kartesian dengan qo
pada sumbu mendatar dan pwf pada sumbu vertikal

ucker Rod Pump adalah adalah salah satu dari alat Artificialift untuk membantu dalam proses pengambilan Minyak
Bumi disamping ESP, PCP pump, Jet Pump dll.

kali ini saya akan memposting mengenai Keriteria Pengunaan Sucker Rod Pump (SRP), untuk lebih jelasnya silahkan
anda baca postingan dibawah ini yang akan menjelaskan keriteria, keuntungan dan kerugian dari penggunaan Sucker
Rod Pump.

A. Kriteria Penggunaan Sucker Rod Pump (SRP)

1. Produktivitas sumur, Q antara : 100 – 2000 BPD


2. Tekanan reservoir (Pr), dimana Pr sebanding dengan tinggi kolom cairan dalam tubing dimana, minimal 1/3
dari kedalaman perforasi.
3. Kedalaman sumur antara : 8000 – 12000 ft.
4. Tidak dapat digunakan untuk Sumur Directional.
5. Kemampuan SRP untuk mengatasi problem :

Pasir : sedang
Parafin : buruk
Scale : baik
Korosi : baik
GOR : sedang
Emulsi : baik

6. SRP fleksibel untuk mengubah laju produksi dan mudah pengoperasiannya.


B. Keuntungan dan Kerugian SRP

Keuntungan SRP :

1. Tidak mudah rusak dan mudah diperbaiki di lapangan


2. Mudah dioperasikan dan lebih ekonomis untuk penggunaan jangka panjang
3. Fleksibel terhadap laju produksi, jenis fluida dan kecepatan bisa diganti
4. Monitoring dari jauh dapat dilakukan bila pompa mati
5. Harga relative murah (+/- $ 40.000 untuk 3000 ft)

Kerugian SRP :

1. Berat dan butuh tempat luas, transportasi sulit.


2. Tidak baik untuk sumur miring/Offshore
3. Untuk sumur dalam butuh unit besar karena laju produksi besar.

C. Standard API Tipe Sucker Rod Pump, C – 160 D – 173 – 64

Artinya :
C = Conventional Unit, M=Mark II, A=Air Balance, & B=Beam Pump
D = Double reduction gear reducer
160 = Peak torque rating, ribuan in-lb

173 = Poplished Rod Load rating, ratusan lb


64 = Panjang langkah stroke maksimum, in (dalam praktek dapat dirubah ke 54” atau 48”)

D. Prosedur Pembuatan Kurva IPR Tiga Fasa Metoda Pujo Sukarno

 Mempersiapkan data : Ps, Pwf, qt dan WC


 Menghitung harga WC @ Pwf ≈ Ps dengan menghitung P1 dan P2, kemudian menghitung harga WC pada
harga Pwf ≈ Ps
 Berdasarkan harga WC pada langkah 2, hitung konstanta A0, A1 dan A2
 Berdasarkan hasil uji produksi, tentukan laju produksi total maksimum (qt max)
 Menentukan harga qo, qw, dan qt
 Plot antara berbagai harga laju produksi minyak dari langkah 5 terhadap Pwf

E. Data yang diperlukan dalam optimasi Pompa Sucker Rod

 Tipe Pumping Unit


 Serfice Faktor (SF)
 Crank Pitman Ratio (C/P)
 Tensile Strength Minimum (T)
 Diameter Rod
 Diameter Plunger
 Diameter Tubing
 Working Fluid Level (D)
 SG Fluida

F. Prosedur Perhitungan Optimasi Pompa Sucker Rod

1. Mencari besarnya harga Ap, Ar, At, K, dan M


2. Menghitung setting depth pompa yang baru
3. Menentukan beban sucker rod (Wr)
4. Menghitung beban fluida (Wf)
5. Menentukan konstanta a, b dan c untuk mencari harga Intake Pressure S dan N :

* Persamaan Intake Pressure untuk N: Pi = a + bq 2

* Persamaan Intake Pressure untuk S: Pi = a + cq2

6. Menentukan satu harga N dan mengasumsikan beberapa harga q, untuk memperoleh


harga Pi, kemudian mengeplot pasangan data (q , Pi) untuk satu harga N pada kurva IPR
sumur, begitu pula untuk harga S.
7. Memasukkan hasil perhitungan Intake Pressure untuk berbagai macam harga N dan q,
serta S dan q ke dalam tabel.
8. Dari perpotongan kedua kurva Intake Pressure dengan kurva IPR sumur diperoleh
pasangan data (N , q) dan (S , q) adalah hasil optimasi yang diperoleh dari perpotongan
hasil plotting data-data (N , q) dan (S , q) pada skala yang sesuai.
9. Menentukan Peak Polished Road Load (PPRL) dan Minimum Polished Rod Load
(MPRL)
10. Menentukan Stress maksimum (Smax) dan Stress minimum (Smin)
11. Memeriksa apakah desain sudah cukup aman untuk menahan stress maksimum yang
terjadi (SA ≥ Smax)
12. Menentukan Counter Balance Effect Ideal (Ci)
13. Menentukan Torsi Maksimum
14. Menentukan Efisiensi volumetris hasil optimasi
15. Menentukan Horse Power

G. Faktor – Faktor yang Memperngaruhi Efisiensi Volumeteris Pompa Sucker Rod

1. Karakteristik Fluida :

 Viskositas
 Temperatur

2. Kondisi Operasi :
 Kedalaman pompa
 Kecepatan pompa

3. Karakteristik Sumur:

 Productivity Index (PI)


 Temperatur reservoir

4. Pengaruh Gas :

 Gas pound
 Gas Lock
Dari penjelasan diatas yang mana disebutkan mengenai Keuntungan dan kerugian serta kriteria dari penggunaan
Sucker Rod Pump, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi para pembaca.
33SQ76AWDB5B

Anda Telah Membaca artikel KRITERIA PENGGUNAAN SUCKER ROD PUMP (SRP), Baca Juga Artikel Berikut
Rminyakan

 PENYEBAB PENURUNAN PRODUKSI


 KOMPLESI, WORKOVER DAN STIMULASI
 Metode Sembur Alam (Natural Flow)
 LITHOLOGY
 INTRODUCTION TO OIL AND GAS PRODUCTION ENGINEERING
 Cementing Operation
 Well Completion Equipment And Material
 Workover Acidizing And Fracturing
 Mengenal Alat Pancing (Fishing Tool)

Klasifikasi pompa angguk- Pompa merupakan salah satu peralatan industri yang banyak
dipergunakan saat ini, tak terkecuali industri migas. Pompa terdiri dari berbagai macam jenis dengan
cara kerjanya masing-masing, kali ini kita akan membahas salah satu jenis pompa yang sering ditemui
pada suatu ladang minyak yaitu pompa angguk, silahkan dibaca.

Pengertian Pompa Angguk


Pompa angguk atau sering juga disebut sucker rod pump adalah salah satu jenis pompa pada industri
hulu migas yang menggunakan metode artifical lift (tenaga bantuan) dalam pengangkatan minyak
bumi dari dalam sumur. Pompa ini menggunakan piston sebagai komponen utamanya serta bantuan
tenaga listrik atau gas sebagai sumber tenaga dalam proses pengangkatan minyak mentah dari
bawah permukaan tanah. Pompa jenis ini biasanya dipergunakan pada sumur-sumur yang memiliki
partikel-partikel pada di dalamnya dan sering juga diaplikasikan pada sumur-sumur tua.
Pompa angguk, source: pixabay.com

Prinsip Kerja Pompa Angguk


Mekanisme kerja dari pompa angguk merupakan proses kerja dari keseluruhan komponen yang
terdapat pada pompa tersebut. Cara kerjanya yaitu:
1. Gerak utama (prime mover) akan menghasilkan gerak rotasi, selanjutnya gerak ini akan
diubah menjadi gerak naik turun oleh system pitman crank assembly. Selanjutnya gerak ini akan
melalui walking beam dan diteruskan ke horse head dan dijadikan gerak lurus naik turun untuk
menggerakkan plunger yang berada di dalam sumur.
2. Instalasi pumping unit di atas permukaan dihubungkan dengan instalasi pompa yang
berada di dalam sumur oleh sytem sucker rod, sehingga gerak lurus naik turun dari horse head
akan dipindahkan ke plunger pompa, dan plunger ini ikut bergerak naik turun dalam barrel
pompa.
3. Pada saat upstroke, punger akan bergerak ke atas (up stroke) dimana traveling valve
menjauhi standing valve, sehingga menyebabkan traveling valve akan tertutup dikarenakan
adanya tekanan dari fluida yang berada di atasnya, fluida tersebut dapat terangkat dan keluar
melalui pipa. Pada saat plunger bergerak ke atas, tekanan di dalam barrel akan berkurang sampai
dengan tekanan vacum, sehingga tekanan formasi akan membuka standing valve dan fluida akan
masuk ke dalam barrel.
4. Pada saat proses down stroke, standing valve akan tertutup karena tekanan cairan yang
berada di atasnya serta pengaruh dari berat bola-bola itu sendiri, sedangkan pada traveling valve
akan terbuka dan terdorong oleh cairan yang berada di dalam barrel, kemudian liquid tersebut
akan masuk kedalam tubing dan terangkat karena gerakan pompa dipermukaan. Proses ini akan
terus berlanjut sampai pipa terisi oleh fluida dan bergerak ke atas permukaan.

Komponen Utama Pompa Angguk


Secara umum, komponen pompa angguk digolongkan dalam dua bagain, yaitu peralatan di atas
permukaan dan peralatan di bawah permukaan, berikut jenis-jenis dan fungsinya:

Komponen diatas permukaan:


1. Prime mover, sebagai penggerak utama dari seluruh rangkaian yang terdapat pada
pompa, baik itu yang berada di atas permukaan maupun yang berada di bawah permukaan.
2. Gear reduce,berfungsi sebagai alat untuk mengatur putaran pada prime mover.
3. V-belt, berfungsi sebagai sabuk pada proses pemidahan gerak dari prime mover ke gear
reduce.
4. Cranck, merupakan sepasang tangkai yang menghubungkan antara crack shaft pada gear
reduce dengan counter balance.
5. Counter weight, merupakan sepasang alat pemberat yang berfungsi untuk memberikan
keseimpangan pada pumping unit terhadap berat yang diembannya.
6. Pitman, merupakan sepasang tangkai sebagai penghubung antara crank pada pitman
bearing, fungsinya ialah mengubah serta meneruskan gerak putar menjadi gerak bolak balik naik
turun.
7. Walking beam, merupakan tangkai horizontal dibawah horse head, fungsinya
meneruskan gerak naik turun yang dihasilkan oleh pitman dan counter balance ke rangkaian
pompa yang berada di dalam sumur melalui rod.
8. Horse head, berfungsi untuk menurunkan gerak dari walking beam ke dalam sumur
melalui bridle, polish rod dan sucker string. Horse head bisa juga dikatakan sebagai kepala dari
walking beam (menyerupai kepala kuda).
9. Bridle (wire linge hanger), merupakan sepasang kabel baja yang disatukan pada carier
bar.
10. Carier bar, sebagai tempat bergantungnya rangkaian rod dan polish rod.
11. Sampson post, merupakan rangkaian kaki penyangga atau penampang walking beam.
12. Saddle bearing, merupakan tempat kedudukan walking beam terhadap sampson post.
13. Equalizer, adalah bagian atas tempat kedudukan pitman yang bergerak secara leluasa
sesuai dengan kebutuhan proses pemompaan minyak bumi dari dalam sumur.
14. well head, adalah dari casing head dan tubing head yang dipasang pada sumur sebagai
tempat kedudukan x-master.
15. Shuffing box, alat ini dipasang diatas kepala sumur yang berfungsi untuk menahan liquid
agar tidak menyebar saat tiba di permukaan karena dibebakan naik turunnya polished rod.
Komponen di bawah permukaan:
1. Working barrel, merupakan tabung silinder tempat naiknya plunger.
2. Plunger, yaitu suatu piston panjang yang bergerak naik turun, fungsinya adalah
mengangkat fluida dari dasar sumur dan di arahkan ke lubang tubing hingga dapat sampai ke
permukaan.
3. Traveling valve, yaitu alat yang berbentuk bola yang terdapat pada pulnger, alat ini
bergerak membuka dan menutup. valve ini akan terbuka bila plunger bergerak turun (down
stroke) dan akan menutup saat plunger naik (upstroke).
4. Standng valve, adalah katup yang berbentuk bola yang terletak pada bagian bawah
pompa, yang berfungsi untuk menahan fluida agar tidak keluar dari working barrel saat down
stroke.
Sekian pembahasan kita tentang klasifikasi pompa angguk, apabila terdapat isi dalam artikel ini yang
menurut anda salah atau kurang. silahkan ditambahkan di bawah kolom komentar. Semoga artikel ini
bermanfaat bagi para pembaca khususnya yang bergerak dalam bidang industri migas, marilah kita
belajar bersama-sama, Terimakasih

SUCKER ROD PUMPING (SRP)

Pengoperasian Pumping Unit (Sucker Rod Pump) merupakan salah satu teknik
pengangkatan buatan yang digunakan untuk membantu mengangkat minyak dari dasar
sumur ke permukaan tanah sampai ke tanki penampungan.
Prinsip kerja Pumping Unit yaitu mengubah gerak rotasi dari Prime Mover
menjadi gerak naik turun oleh sistem Pitman Crank Assembly, kemudian gerak naik
turun ini melalui walking beam di teruskan ke Horse Head di jadikan gerak lurus naik
turun (Up Stroke dan Down Stroke) untuk menggerakan plunger pompa melalui
rangkaian rod (rod string).
Dengan demikian minyak terpompa dari dasar sumur ke permukaan.
Peralatan sucker rod pumping terdiri dari :
1. Peralatan diatas permukaan yang ( Pumping Unit ) secara garis besar terdiri:
1. Prime mover (mesin penggerak)
2. Gear reducer
3. Beam pumping
2. Peralatan bawah permukaan, terdiri:
1. Pipa tubing
2. Rod string (rangkaian rod)
3. Pompa (Sub surface pump)

2. BEAM TYPE PUMPING UNIT

Beam Type Pumping Unit atau Sucker Rod Pump merupakan salah satu metode
pengangkatan buatan (artificial lift) yang telah digunakan secara meluas pada lapangan
minyak. Peralatan ini yang dapat memberikan gerakan turun naik (reciprocating motion)
kepada rod string yang dihubungkan ke positive displacement pump dalam sumur
minyak.
Perbaikan dari metoda ini, seperti yang dapat dilihat keadaan sekarang, terus dilakukan
oleh para ahli agar ia bisa lebih efisien .
Perbaikan dilakukan pada seluruh bahagian Bearn Pumping Unit terutama pada heavy
duty speed reducer.
2.1. MACAM-MACAM BEAM TYPE PUMPING UNIT.
Menurut standar American Petroleum Institue (API). Pumping Unit dapat dibedakan ada
tiga macam sbb:
a. Standard atau Conventional Type.
Pada tipe ini samson post menopang walking beam pada bahagian tengah. Pumping
Unit tipe ini paling banyak dipakai pada industri perminyakan dan tersedia dalam
bermacam-macam ukuran (ada yang mencapai 100 Horse Power).
Conventional type ini ada 2 (dua) bagian:
1. Crank Counter Balance System; dimana counter weight dipasang pada crank.
2. Beam Counter Balance System; dimana balancing load ( counter weight ) dipasang
pada walking beam.

b. Low Torque Unit ( Mark II unitorque pumping unit )


Pada tipe ini, samson post menopang walking beam pada bahagian ujung
belakang. Pada ukuran kerangka yang sama, biasanya unit ini membutuhkan Horse
Power yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan conventional type.
Ia banyak dipakai untuk sumur-sumur minyak yang dalam dan produksi besar. Ukuran
yang tersedia tidak bervariasi banyak dengan terbesar sampai mencapai 125 Horse
Power.

c. Air Balance Unit


Pada tipe ini tabung udara yang bertekanan digunakan sebagai pengganti counter
weight. Pumping Unit ini lebih kecil dan ringan dari tipe unit yang lain dan diperlengkapi
dengan air compressor. Ukuran yang dibuat terbatas, tetapi ada yang mencapai 150
Horse Power.

Disain di atas diperlukan agar polished rod tetap dapat bergerak naik turun secara
vertical tanpa ada gesekan yang besar dalam stuffing box.
Walking beam ditopang oleh samson Post di dekat titik beratnya. Gerakan mesin
yang diberikan oleh crank diteruskan ke walking beam melalui Pitman.
Panjang langkah polished rod (PRSL = Polished Rod Stroke Lenght) di tentukan oleh
jarak dari pitman bearing ke crank shaff .
Umumnya ada 3 (tiga) posisi atau lebih untuk mengatur PRSL tsb.
Counter balance (counter weight) sebagai penyeimbang beban saat naik dan saat
turun.
Pada saat ke bawah tidak ada beban cairan, pumping unit dibebani oleh counter
balance. Sehingga pada waktu upstroke maupun down stroke beban pada pumping unit
harus tetap (balance).
Bila beban ke atas dan ke bawah ini tidak balance, maka pumping unit dan mesin
penggerak akan cepat rusak.

API telah membuat standarisasi kode Pumping Unit :


C - 160D - 173 - 64
(1) (2) (3) (4)

Artinya:
(1) : A = Air Balance
B = Beam Counter Balance
C = Conventional
M = Mark II.
(2) : 160 = Peak torque rating, dalam ribuan In-lb
D = Double reduction gear reducer
(3) : 173 = Polished rod rating, dalam ratusan lb
(4) : 64 = Panjang langkah (stroke) maximum, in
(panjang langkah yang lain 54 in dan 48 in )

2.2. BAGIAN-BAGIAN UTAMA DARI PUMPING UNIT.


A  PERALATAN DI PERMUKAAN.
Peralatan di atas permukaan ini berfungsi untuk memindahkan energi dari prime
mover ke pumping unit di mana untuk selanjutnya diteruskan ke pompa bawah
permukaan.
Peralatan ini juga berfungsi untuk mengubah gerak putar menjadi gerak naik turun
melalui crank, pitman, dan walking beam, sedangkan gear reducer untuk menurunkan
putaran tinggi dari prime mover menjadi rendah sesuai dengan stroke per menit pompa.

1. Prime Mover (Motor Penggerak )


Suatu motor listrik atau gas engine dengan putaran 800 – 1200 RPM dipakai untuk
menggerakkan Pumping Unit. Untuk motor listrik pada umumnya 3-phase, 440 volt, 60
cycle. Untuk gas engine menggunakan bahan bakar gas alam. Ada juga yang
menggunakan motor dengan bahan bakar solar atau diesel.

2. Gear Reducer
Gear reducer berfungsi untuk menurunkan RPM motor menjadi RPM sesuai SPM pompa.
Didalam terdapat roda gigi (gear) penurun RPM.
Untuk memindahakan tenaga atau energi dari prime mover ke gear reducer digunakan
V belt yang dilindungi oleh belt cover untuk pengaman.

3. Crank Arm
Crank Arm menghubungkan sumbu putaran rendah (crank shaft) yang keluar dari gear
box yang berputar 360 derajat. Lubang pada crank juga sebagai tempat
kedudukan crank pin bearing yang menghubungkan crank dengan pitman, dan tempat
merubah panjang langkah pompa. Crank Arm juga sebagai tempat dari
kedudukan counter weight.

4. Pitman
Pitman dipasang untuk menghubungkan crank dengan walking beam,
panjang.

5. Walking Beam
Walking Beam sebagai tempat kedudukan dari Equalizer bearing ( tail bearing ) dan
dibawah ditopang oleh saddle bearing ( center bearing) yang tetumpu pada sampson
post. Ujung depan walking beam terpasanghorse head.
Walking-beam ini bersama pitman dan crank berfungsi sebagai pengubah gerak putar
menjadi gerak turun naik.

6. Horse Head
Horse-head ditempatkan diujung walking beam dengan bentuk 1/8 lingkaran agar
gerakan Rod string naik turun ( reciprocating ) tetap senter dengan lubang sumur.

7. Carrier Bar dan Wire line Hanger (Briddle)


Untuk menghubungkan horse head dengan polished rod digunakan wire line hanger
(briddle) yang dikaitkan dengan carrier bar pada polished rod. Untuk mencegah supaya
carrier bar tidak berubah posisinya , maka ditahan oleh polished rod clamp.
Antara carrier bar dengan clamp sering dipasang spacer untuk tempat dynamometer,
guna mengukur beban pada polished rod.
Pada ujung paling atas polished rod dipasang polished rod eye berfungsi
untuk keperluan well service untuk mencabut polished rod, dan melindungi drad pada
ujung polished rod.
\

8. Stuffing Box.
Dipasang diatas kepala sumur (well head) berfungsi : Sebagai pencegah atau menahan
minyak agar minyak tidak menyembur keluar bersama-sama dengan naik turunnya
polished rod sehingga aliran dapat di atur ke flow line. Didalam stuffing box terdapat
packing untuk menahan bocoran minyak.

9. Polished Rod
Polished rod atau stang putih adalah stang penghubung antara rangkaian sucker rod di
bawah permukaan dengan perangkat pumping unit di permukaan. Polished rod diperlukan
hanya satu batang saja pada unit sucker rod pump tetapI polished rod mempunyai kekuatan
yang melebihi sucker rod karena polished rod menahan beban maksimum seluruh
rangkaiansucker rod. Polished rod mempunyai permukaan yang licin dan halus, terbuat dari
baja keras.
Standard diameter polished rod : 1”, 1 1/8”, 1 ¼”, dan 1 ½”
Panjang polished rod : 8’, 11’, 16’, dan 22’ .

10. Counter Weight


Pada crank balance pumping unit, counter weight dipasang pada crank, sedangkan pada
beam balance pumping unit, counter wight dipasang pada ujung belakang walking
beam. Counter weight berfungsi untuk memberikan balancing beban pada pumping
unit sehingga beban pada upstroke sada dengan beban pada down stroke. Dengan
demikian beam pumping unit tidak cepat rusak.

11. Brake (Rem)


Rem berfungsi untuk mengatur posisi horse head kalau pumping unit harus dimatikan
untuk keperluan perbaikan pada well atau pada Pumping Unit itu sendiri.

B . PERALATAN DI BAWAH PERMUKAAN.

1). POMPA (SUB SURFACE PUMP)


Peralatan Sucker rod pumping di bawah permukaan terdiri dari 4 (empat) komponen
utama, yaitu working barrel, plunger, travelling valve dan standing valve.
Berdasarkan cara pemasangan pompa dibawah permukaan ini diklasifikasikan menjadi 2
(dua) type yaitu:
 Tubing pump.
Pada type ini working barrelnya dipasang langsung di ujung bawah tubing, dan diturunkan
bersama tubing. Bila terjadi kerusakan pada working barrel atau standing valve maka untuk
memperbaiki keseluruhan dari tubing harus dicabut.
 Rod pump (Insert pump).
Pada type rod pump: working barrel, plunger, travelling valve dan standing valve
merupakan satu unit kesatuan yang dipasang langsung pada rod string, dan dijangkarkan
dalam tubing .
Kapasitas pompa yang diperoleh lebih kecil karena ukuran plunger kecil., Apabila terjadi
kerusakan pada barrel atau standing valve maka untuk memperbaiki cukup cabut rod string
, dan tidak perlu memcabut tubing.
 Komponen-komponen pompa bawah permukaan
(sub surface pump) :
a. Working Barrel, yaitu merupakan tabung silinder tempat naik turunnya plunger.
b. Plunger, yaitu suatu piston panjang yang terbuat dari metal stainless steel dan bergerak
naik turun (sesuai dengan prinsip pemompaan) yang berfungsi untuk mengangkat fluida
dari dasar sumur ke kolom tubing hingga sampai ke permukaan. Plunger ada 2 macam,
yakni:
 Metal plunger ( plain, dan grooved)
 Soft packed plunger (ring type, cup type, kombinasi ring dan cup type)
Plunger mempunyai nominal clearence antara 0,001 sampai 0,005 inchi di
dalam barrelpompa, yang biasanya ditulis 0,001 fits atau 0,005 fits.
Misalnya plunger dengan diameter 2 7/8 in fits -3, yang berarti plunger tersebut
diameternya berkurang 0,003 inchi (tiga per seribu inchi).

c. Travelling valve, yaitu katup berbentuk bola, yang bergerak membuka dan menutup
dan terletak pada plunger. Valve ini akan membuka disaat plunger bergerak turun (down
sroke), dan menutup saat upstroke

d. Standing Valve, yaitu katup yang berbentuk bola dan terletak pada bagian bawah
pompa yang berfungsi untuk menahan fluida agar tidak turun atau keluar dari working
barrel pada waktu down stroke.

Contoh penulisan pompa bawah permukaan menurut standar API menggunakan kode
sebagai berikut :

Code ; 25 - 225 - THC - 11 - 4 - 4


Kelompok ; [1] [2] [3] [4] [5] [6]
Dalam bilangan angka ataupun hurup menjelaskan suatu ukuran ataupun jenis dari
perangkat pompa tersebut, seperti pada tabel di bawah ini:
Kelompok Bilangan Menyatakan Ukuran

[1] 25 Ukuran tubing, 2 7/8 in OD


[2] 225 Diameter pompa, 2 ¼ in
[4] 11 Panjang barrel pompa, 11 ft
[5] 4 Panjang nominal plunger, 4 ft
[6] 4 Panjang extention, 4 ft
Kelompok Huruf Menyatakan jenis

Jenis pompa : Tubing Type


T Jenis barrel : Heavy wall
H barrel
[3] C Jenis seating : Cup type

Untuk penggunaan plunger yang optimal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


Diameter Plunger Rate (bbl)
1 ¼ in – 1½ in 100
1 ½ in – 1 ¾ in 200
1 ¾ in – 2 in 300
2 in – 2 ¼ in 400
2 ¼ in – 2 ½ in 500
2 ½ in – 2 ¾ in 600
2. Gas Anchor
Untuk menghindari turunnya efficiency volumetric pompa yang diakibatkan oleh
banyaknya gas yang masuk kedalam pompa, maka dipasang Gas Anchor yang berfungsi
untuk memisahkan gas dari cairan formasi sebelum fluida masuk ke dalam pompa.

Pada pengoperasian Sucker Rod Pump di lapangan sering terjadi gas locking, dimana pompa
terkunci oleh gas yang berekspansi saat up stroke dan terkompresi disaat down stroke. Hal
ini terjadi karena gas formasi banyak yang masuk ke dalam pompa.

3. Sucker Rod (Batang Isap).


Energi yang ditransmisikan dari peralatan di permukaan ke bawah permukaan
melalui rangkaian sucker rod. Sucker rod adalah stang baja yang pejal, menurut standar API
mempunyai panjang 25 feet dan 30 feet.
Ukuran Sucker Rod menurut API : 5/8”, ¾”, 7/8”, 1” dan 1 1/8”.
Ujung sucker rod berupa pin-pin, atau box-pin, untuk menyambung sucker rod untuk
membentuk rangkaian (rod string) digunakan sucker rod coupling, dan untuk menyambung
dua ukuran yang berbeda digunaka reducer coupling (misalnya 7/8” x ¾ “ )
Ukuran Sucker Rod dapat dilihat pada tabel, Untuk desain dari harga maksimum tekanan
kerja (working stress).
Sucker rod mempunyai working stress 30.000 psi untuk klas C, dan 35.000 psi untuk klas D.

DIMENSI POLISHED ROD

Diameter Panjang Diameter pin- Diameter Sucker R


nominal (in) (ft) pin (in) yang sesuai. (in
1 8, 11, 16 ¾ ½
1 1/8 8, 11, 16, 22 15/16, 1 1/16 5/8, ¾
1¼ 11, 16, 22 1 3/16 7/8
1½ 16, 22 1 3/8 1

Dalam perencanaan sucker rod dipilih rod yang ringan, yang berarti rod yang paling
ekonomis tanpa mengakibatkan kelebihan stress pada rod. Rod yang digunakan tidak harus
selalu sama diameternya, tetapi dirangkai (dikombinasi) dimana rod yang berdiameter
paling kecil dirangkai pada bagian paling bawah. Kombinasi rangkaian ini disebut tappered
rod string.Sedangkan apabila menggunakan satu macam rangkaian saja disebut untappered
rod string.
4. Pony Rod
Pony rod adalah batang baja, sama seperti sucker rod tetapi mempunyai panjang yang
lebih pendek. Pony rod berfungsi untuk menyesuaikan panjang rangkaian sucker rod yang
dibutuhkan sesuai dengan kedalaman pompa bawah permukaan. Ukuran pony rod sama
dengan ukuran sucker rod .
Panjang pony rod mulai dari 1 1/3’, 2’, 3’, 4’, 6’, 8’, 10’ dan 12 feet.
5. Tubing
Seperti pada umumnya sumur minyak, tubing merupakan media alir fluida formasi
dari dasar sumur ke permukaan. Pada sumur minyak dengan metoda pengangkatan buatan
menggunakan Sucker Rod Pump, tubing berfungsi pula sebagai tempat menggantungkan
pompa dengan jenis Tubing Type.
Panjang tubing menurut standar API terbagi dalam dua range, yaitu:
- Range I , panjang 20 – 24 feet
- Range II, panjang 28 – 32 feet
Jenis sambungan tubing : API Non Upset, API External Upset, Atlas Bradford, VAM.
Sedangkan Ukuran tubing menurut API (OD): 2 3/8”, 2 7/8”, 3 ½”, 4”, 4 ½”.
Grade tubing : F.25, H.40, J.55, C.75, N.80, P.105.

3. OPERASI PUMPING UNIT.

A. Prosedur Menghidupkan

 Pemeriksaan sebelum start


a. Periksa V-belt kalau longgar atau putus, dll.
b. Periksa polished rod, kemungkinan rusak atau kasar permukaannya
c. Periksa baut-baut fondasi atau tie down kalau ada yang longgar
d. Periksa level minyak pelumas dalam gear box dan grease untuk semua bearing yang
ada
e. Periksa semua valve mulai dari wellhead sampai ke stasiun apakah sudah terbuka.
f. Pasang pressure gauge yang baik untuk mengetahui well pressure.
g. Periksa keseluruhan unit termasuk bridle yang hampir putus.

 Prosedur Start
a. Lepaskan brake hubungan prime mover dengan gear reducer
b. Hidupkan mesin kalau prime mover-nya menggunakan mesin.
c. Lepaskan rem dan masukkan hubungan pumping unit dengan mesin.
d. Atur kecepatan mesin sehingga sesuai dengan SPM yang diinginkan. Kalau memakai
electric motor, maka untuk mengatur SPM adalah dengan mengganti pulley (driving
sheave) pada motor.
e. Atur kekerasan stuffing box sehingga jangan terlalu ketat agar ada sedikit kebocoran
untuk pelumas.
f. Periksa dan dengarkan betul-betul keseluruhan pumping unit apakah ada baut-baut yang
longgar, bunyi yang tidak wajar, terutama pada bearing-bearing dan gear box.
g. Periksa apakah well atau pompa ada memompa atau tidak.
h. Periksa keadaan polished rod apakah ada line-up atau tidak.

B. Pemeriksaan rutin sehari-hari/Trouble shooting.

a. Periksa rate pemompaan kalau berkurang coba cari apa penyebabnya.


b. Dengarkan bunyi prime mover yang seharusnya sama pada waktu up-stroke dengan
down-stroke.
c. Periksa stuffing box apakah terlalu ketat atau longgar.
d. Fondasi longgar, pumping unit bergetar dan bunyi-bunyi yang asing pada pumping unit
itu sendiri.
e. Periksa valve casing apakah seharusnya terbuka atau tertutup.
f. Apakah semua bearing yang ada pada pumping unit diberi grease atau dilumasi
menurut yang seharusnya atau tidak.
g. Periksa load motor apakah seimbang sewaktu up-stroke dengan down-stroke.

3. Sucker Rod Pumping Problems


Problem-problem yang sering dijumpai pada sucker rod pumping sehingga ia kurang atau
tidak memompa sama sekali :

1. Travelling valve bocor.


Pada waktu up-stroke traveling valve tidak menutup rapat dan fulida kembali turun.

2. Standing valve bocor


Pada waktu down-stroke standing valve tidak menutup rapat dan fluida kembali ke
wellbore.

3. Plunger rusak atau aus, sehingga fluid yang slip diantara plunger dan pump barrel
menjadi banyak,sebagian minyak turun melalui celah-celah antara plunger dan tubing
ketika plunger bergerak keatas.
4. Working barrel aus.
Menyebabkan fluida bocor melalui celah antara plunger dan barrel

5. Tubing bocor:
Fluida akan keluar memasuki ruangan casing.

6. Gas yang terkurung dalam pump barrel (gas lock).


Pada waktu up stroke ,fluida masuk kepump barrel kemudian gas keluar dari fluida ,
sehingga terdapat gas dalam barrel.
Pada Down Stroke,gas yang berada dibawah plunger terkompres dan traveling
valve tidak terbuka, sehingga fluida tidak masuk kepump barrel karena adanya gas yang
terkurung dan tekanan dibawah plunger tidak sanggup membuka traveling valve. Pada
waktu upstroke gas dalam barrel ekspansi, sehingga fuida dibawah standing valve tidak
dapat membuka standing valve.

7. Gas pound
Ketika pompa bergerak keatas ( up stroke ) fluida akan mengisi barrel dan tidak
menyentuh bagian bawah plunger, akan terdapat ruangan kosong dan akan diisi oleh
gas. Ketika pompa kembali bergerak kebawah ( down stroke ),gas akan terkompresi,
sehingga gas tersebut mampu mendorong traveling valve ( membuka) secara
perlahan,(seharusnya terbuka penuh oleh fluida ) atau adanya permukaan fluida yang
terisi oleh foaming (busa ) kejadian tersebut dinamakan gas pound.

8. Fluid pounding
Pump barrel tidak terisi penuh sewaktu pompa up-stroke, sewaktu pompa kemballi
pada langkah down-stroke, ujung plunger membentur permukaan fluida dengan cepat
dan terjadilah suara benturan yang kuat.

9. Sucker rod putus


Sucker rod putus kebanyakan gesekan antara rod string dengan tubing. Untuk
menghindari sucker rod putus biasanya dipasang sucker rod guide pada daerah yang
sering putus, sehingga yang aus akibat gesekan dengan tubing adalah sucker rod guide
nya.
10. Valve bocor
Baik standing valve maupun traveling sering bocor pada umumnya disebabkan aus
karena pasir atau kemakan aliran gas.

11. Scale dan paraffin deposite


Scale atau endapan parafin dapat menyebabkan pompa stuck (macet) karena terjepit
scale atau paraffin.

12. Sanded up
Pompa bergerak keatas / up-stroke dimana fluida membawa pasir dan mengisi pump
barrel sehingga terjadi penyempitan antara plunger dan pump barrel yang mana dapat
menjadi plunger terjepit dan tidak dapat bergerak.

13. Pump stuck pada umunya:


a) Adanya pasir/gravel yang terbawa dari runtuhan formasi sehingga mengisi celah dari
plunger.
b) Temperature sumur yang terlampau tinggi maka terjadilah pemuaian pada plunger dan
barrel pump,dimana muai plunger lebih besar dari muai barrel shingga plunger tidak
dapat bergerak bebas ( terjepit ).
Sebaliknya jika muai barrel lebih besar dari plunger menyebab terjadi kebocoran,
sehingga efisiensi pompa menurun.
c) Adanya scale atau paraffin.

A.Sucker Rod Pump


Sucker rod pump merupakan salah satu metoda artificial lift dengan memanfaatkan sumber tenaga yang
berupa listrik atau gas dari prime mover untuk menggerakkan pompa sehingga fluida pada formasi dapat naik
ke permukaan
Keuntungan penggunaan sucker rod pump adalah :
1.Efisien dan mudah dalam pengoperasian di lapangan
2.Masih bisa digunakan untuk mengangkat fluida pada sumur yang mengandung pasir
3.Dapat dipakai pada sumur bengkok (directional).
4.Dapat digunakan untuk sumur yang memiliki tekanan rendah
5.Fleksibel karena kecepatan pompa dan stroke length dapat disesuaikan
6.Dapat digunakan pada berbagai ukuran tubing
7.Dapat menggunakan gas atau listrik sebagai sumber tenaga penggerak

B.Komponen Sucker Rod Pump


Peralatan pada sucker rod pump (Gambar 2) dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :

GAMBAR 1
KOMPONEN SUCKER ROD PUMP

1. Prime Mover
Fungsi dari prime mover adalah mengalirkan sumber tenaga yang dapat menggerakkan pompa sehinga fluida
dapat naik ke permukaan. Jenis prime mover ada dua macam, yaitu elektrik dan engine. Pemilihan jenis
prime mover yang akan digunakan disesuaikan dengan keberadaan listrik dan sumber gas yang ada.

2. Surface Equipment
Fungsi dari surface equipment adalah memindahkan sumber energi dari prime mover ke unit peralatan
pompa di dalam sumur sehingga gerak putar prime mover diubah menjadi gerak naik turun sucker rod dan
diperoleh kecepatan pompa yang diinginkan.
Adapun bagian-bagian dari surface equipment :
a. Gear reducer,merupakan rangkaian roda gigi yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan prime mover.
Hal ini penting karena kecepatan putar motor pada prime mover akan mempengaruhi kecepatan pompa.
b. V-Belt, merupakan sabuk untuk memindahkan gerak dari prime mover ke gear reducer.
c. Crank, fungsinya menghubungkan crank shaft pada gear reducer dengan counter weight untuk mengatur
stroke length dengan mengubah posisi dari pitman bearing
d. Counter weight, berfungsi sebagai menyeimbangkan gerakan saat upstroke dan downstroke dengan cara
menyimpan tenaga prime mover pada saat down stroke dimana tenaga yang diperlukan minimum dan
mengeluarkan tenaga pada saat upstroke sehingga terjadi perataan pembebanan.
e. Pitman, fungsinya untuk menghubungkan pitman bearing dengan walking beam yang berfungsi mengubah
gerak putar menjadi gerak naik turun.
f. Walking beam, fungsinya untuk meneruskan gerak naik turun yang dihasilkan oleh rangkaian pitman-
counter weight-crank ke rangkaian yang ada di dalam sumur melalui polished rod.
g. Carrier bar, fungsinya sebagai tempat bergantungnya polished rod dan rangkaian sucker rod yang ada di
dalam sumur
h. Polished Rod, merupakan bagian teratas dari rangkaian rod yang muncul di permukaan dan berfungsi
menghubungkan antara rangkaian rod di dalam sumur dengan peralatan-peralatan dipermukaan
i. Stuffing box, merupakan tempat kedudukan polished rod sehingga polished rod dapat naik turun dengan
bebas dan berfungsi untuk mengisolasi sumur dan mencegah agar fluida tidak ikut keluar waktu naik
turunnya polished rod.
j. Sampson Post, sebagai penyangga walking beam.
k. Briddle , tempat menggantungkan carrier bar.
l. Flow Tee, untuk mengalirkan fluida ke flowline.
m. Flow line, fungsinya sebagai tempat mengalirnya fluida hasil pemompaan.

3. Subsurface Equipment
Peralatan bawah permukaan berfungsi sebagai pompa untuk mengangkat fluida pada formasi ke permukaan.
Bagian peralatan bawah permukaan sebagai berikut :
a. Working Barrel merupakan tempat dimana plunger dapat bergerak naik turun dan berfungsi sebagai
tempat menampung fluida sebelum fluida diangkat plunger pada saat upstroke. Pompa di bawah permukaan
berdasarkan working barrel ada dua macam, yaitu tubing pump dan rod pump (insert pump). Dikatakan
tubing pump karena posisi barrel dari pompa menyatu dengan tubing sehingga waktu sucker rod dicabut pada
saat servis maka barrel tetap berada di bawah tidak ikut tercabut. Sedangkan rod pump, posisi dari barrel
menyatu dengan sucker rod sehingga bila sucker rod dicabut saat servis maka barrel akan ikut tercabut
(Gambar 3).
b. Plunger merupakan bagian dari pompa yang terdapat di dalam working barrel yang berfungsi untuk
mengangkat fluida dari reservoir ke permukaan .
c. Travelling Valve merupakan katup yang berada di bawah plunger yang bergerak sesuai dengan pergerakan
plunger, dimana posisinya akan terbuka pada saat downstroke sehingga fluida dapat masuk ke dalam
plunger. Posisinya akan tertutup pada saat upstroke sehingga dapat menahan fluida yang sudah masuk ke
dalam plunger agar tidak keluar.
d. Standing Valve merupakan katup yang berada pada bagian bawah working barrel dimana posisinya akan
terbuka pada saat upstroke sehingga fluida dari dalam sumur dapat masuk ke dalam working barrel.
Posisinya akan tertutup pada saat downstroke sehingga menahan fluida yang sudah masuk ke dalam working
barrel agar tidak keluar.
e. Sucker rod merupakan batang besi yang menjadi tempat bergantungnya plunger dan berfungsi meneruskan
gerak naik turun dari surface equipment ke unit pompa di bawah permukaan. Dalam perencanaan sucker rod
diusahakan agar rod yang dipakai ringan sehingga untuk kedalaman yang besar pemakaian rod harus
dikombinasikan (tapered rod string).
f. Seating nipple merupakan tempat dudukan dari standing valve sehingga standing valve tidak terlepas pada
saat upstroke atau downstroke.
g. Tubing berfungsi mengalirkan fluida dari dasar sumur ke permukaan dimana fluida mengalir melalui ruang
antar sucker rod dan tubing

C. Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari sucker rod pump (Gambar 4) adalah sebagai berikut :
1. Pada saat downstroke dimana plunger bergerak turun ke bawah sehingga posisi traveling valve semakin
mendekati standing valve. Hal ini mengakibatkan tekanan pada ruang antara traveling valve dan standing
valve lebih besar dibandingkan tekanan di atas traveling valve dan di bawah standing valve sehingga ball
pada traveling valve akan terdorong ke atas (traveling valve terbuka) sedangkan ball pada standing valve
akan turun ke bawah (standing valve tertutup). Dengan demikian fluida yang ada pada ruang antara traveling
valve dan standing valve akan masuk ke dalam plunger.

GAMBAR 2
PRINSIP KERJA SUCKER ROD PUMP

2. Pada saat upstroke dimana plunger bergerak naik ke atas sehingga posisi traveling valve semakin menjauh
dari standing valve. Hal ini mengakibatkan tekanan di atas traveling valve semakin besar dan ball pada
traveling valve akan terdorong ke bawah (traveling valve tertutup). Dengan demikian fluida tidak bisa keluar
dari plunger dan ikut terangkat ke atas menuju tubing. Dikarenakan tekanan pada ruang antara traveling
valve dan standing valve lebih kecil dibandingkan tekanan di bawah standing valve maka ball pada standing
valve akan naik ke atas (standing valve terbuka) didorong oleh fluida yang ada di dalam sumur sehingga
fluida tersebut mengisi ruang antara traveling valve dan standing valve.
D. Inflow Performance Relationship (IPR)
Inflow Performance Relationship (IPR) menyatakan hubungan antara laju produksi (qo) dengan selisih antara
tekanan reservoir (Ps) dan tekanan dasar aliran sumur (Pwf). Persamaan Gilbert dipakai untuk aliran fluida
satu fasa :
PI = qo/Ps - Pwf...........(1)
dimana :
PI = indeks produktivitas, bopd/psi
Ps = tekanan statik sumur, psi
Pwf = tekanan aliran dasar sumur, psi
qo = laju produksi minyak, bopd

Berdasarkan hasil penelitian Vogel (1968), untuk aliran fluida 2 fasa (minyak dan gas) diperoleh bentuk kurva
IPR berupa lengkungan (Gambar 3) dan diasumsikan bahwa sumur tidak mengalami kerusakan ataupun
perbaikan. Kurva IPR dua fasa oleh Vogel diformulasikan dalam bentuk persamaan berikut:

.................(2)
dimana :
q max = laju produksi maksimal (BPD)
qo = laju produksi awal (BPD)
Pwf = tekanan alir dasar sumur (Psi)
Ps = tekanan statik dasar sumur (Psi)

GAMBAR 3
KURVA IPR DUA FASA

Untuk membuat kurva IPR dua fasa tersebut, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Hitung Qmax berdasarkan data Qo, Pwf dan Ps dengan menggunakan persamaan (2).
b. Dari hasil Qmax yang telah didapatkan berdasarkan butir (a), gunakan kembali persamaan (2) dengan
mengasumsikan beberapa harga Pwf untuk selang interval 0 ≤ Pwf ≤ Ps. Selanjutnya hitung Qo berdasarkan
asumsi dari nilai Pwf tersebut.
c. Buat kurva IPR Vogel berdasarkan hubungan antara Pwf (sumbu tegak, Y) dengan Q (sumbu horizontal, X).

E. Faktor-Faktor Penting Dalam Perencanaan Sucker Rod Pump


Faktor-faktor penting dalam perencanaan sucker rod pump adalah pump displacement yang sesuai dengan
laju produksi yang diharapkan dan efisiensi pompa.
Adapun parameter yang mempengaruhi banyaknya volume fluida yang diangkat oleh pompa adalah diameter
plunger, stroke length dan kecepatan pompa. Hubungan ketiga parameter tersebut dapat dilihat pada
persamaan : 4)
PD = 0,1166 x Sp x N x Dp2….........……………………………………(3)
dimana :
PD = kapasitas pompa (B/D)
Sp = stroke length effective (in)
N = kecepatan pompa (stroke/ menit)
Dp = diameter plunger (in)
Besarnya kapasitas pompa akan menunjukkan laju produksi yang dihasilkan. Akan tetapi, besarnya kapasitas
pompa di bawah permukaan ternyata tidak sama dengan produksi yang dihasilkan waktu sampai di
permukaan. Hal ini dikarenakan adanya kapasitas yang hilang saat fluida mengalir ke permukaan.
Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai yang objektif dari laju produksi yang dihasilkan oleh pompa, maka
kapasitas pompa dikalikan dengan efisiensi pompa. Efisiensi pompa biasanya dinyatakan dalam bentuk
persen dan umumnya kurang dari 100% yaitu antara 70% - 80%. Hubungan laju produksi, kapasitas pompa dan
efisiensi pompa dapat dilihat pada persamaan berikut : 2)
Qf = Ev x PD……………………………….........................(4)
dimana :
Qf = laju produksi fluida (BFPD)
Ev = efisiensi pompa
PD = kapasitas pompa (BFPD

Anda mungkin juga menyukai